Rendy Wang menghela napas panjang saat langkah kakinya menginjak tanah Khatulistiwa yang kini terlihat damai. Setelah kehancuran Serikat Hantu Malam, situasi di negeri itu berangsur kembali normal. Kehidupan di ibu kota Kartanesia kembali seperti semula, seolah-olah ancaman besar yang baru saja melanda tidak pernah terjadi.Presiden Khatulistiwa akhirnya muncul dari persembunyiannya, memberikan pidato yang menenangkan publik dan menyatakan bahwa ancaman telah "diatasi dengan baik berkat kolaborasi berbagai pihak." Tidak ada yang menyebutkan nama Rendy, Jessy, atau Klan Naga Sakti—sebuah tanda bahwa pemerintah ingin melupakan kejadian tersebut secepat mungkin dan memulai lembaran baru.Namun, bagi Rendy, kedamaian itu terasa seperti fatamorgana. Ia tahu bahwa musuh-musuhnya, meskipun telah dikalahkan, mungkin masih menyusun rencana dari bayang-bayang. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk sementara waktu kembali ke Keluarga Huang di Paradise Hill, memastikan semuanya benar-benar aman se
Saat ia dan Cindy berjalan melewati kerumunan, matanya menangkap sosok misterius di sudut ruangan: seorang wanita dengan gaun merah berkilauan, wajahnya tersembunyi di balik topeng setengah wajah yang anggun namun menyeramkan. Tatapannya tajam, langsung tertuju pada Rendy.“Cindy,” Rendy berbisik, suaranya pelan namun tegas. “Siapa wanita itu?”Cindy mengerutkan kening. “Wanita mana?”Rendy menoleh ke arah sosok tersebut, namun wanita itu telah menghilang di tengah kerumunan. Kegelisahannya semakin bertambah.Beberapa saat kemudian, pelayan mendekat dan menyerahkan sebuah amplop hitam kepada Rendy. Tanpa nama pengirim, hanya tertulis: "Untuk Rendy Wang."Rendy membuka amplop tersebut dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat secarik kertas dengan tulisan tangan yang tegas:Kau pikir ini sudah berakhir? Kau salah. Aku akan kembali, dan aku akan mengambil segalanya. — Z.K.Rendy merasakan darahnya mendidih. Zhao Kien. Mungkinkah dia masih hidup? Ataukah ini hanya seseorang yang mencoba mem
Acara reuni yang awalnya hanya sebuah perayaan nostalgia berubah menjadi medan konflik pribadi bagi Cindy. Tasya, salah satu sahabat lamanya, menjadi sosok yang tak terduga dalam membakar suasana. Dengan senyum sinis dan suara yang nyaris melengking, Tasya mulai menyerang Cindy secara verbal di depan para alumni.“Cindy, kau benar-benar masih bersama Rendy Wang? Kau pantas mendapatkan yang lebih baik, seperti William misalnya. Seorang pria terhormat, sukses, dan jelas jauh dari masalah. Bukannya seorang pria yang membawa ancaman di setiap langkahnya,” kata Tasya dengan nada mengejek.Kerumunan mulai memperhatikan, beberapa tertawa kecil, sementara yang lain hanya menatap dalam diam, menikmati drama yang tak terduga ini.Cindy, yang biasanya tenang, mencoba mengendalikan amarahnya. “Tasya, ini bukan tempat untuk pembicaraan semacam itu.”Namun Tasya tak berhenti. “Oh, ayolah, Cindy. Semua orang tahu. Kau bisa hidup lebih baik tanpa Rendy. Kau hanya menundanya. Kau sudah melihat apa yan
Di sudut ruangan, suasana tampak kembali mereda, namun di balik tirai pesta yang gemerlap, bahaya mulai menyusup perlahan. Rendy merasakan sesuatu yang ganjil, aura gelap yang samar tapi nyata. Ia menyadari ada ancaman yang lebih besar daripada sekadar ucapan sinis Tasya atau rencana jahat William.Rendy mulai menyadari kalau dirinya berada dalam bahaya tapi ia tetap ingin merahasiakan identitas Naga Perang agar tidak diketahui oleh Cindy sekarang. Untuk itu ia harus menjauh terlebih dahulu dari istrinya ini."Cin, aku harus pergi sebentar. Ada urusan yang harus kuselesaikan," bisik Rendy di telinga Cindy sambil mengecup lembut keningnya.Cindy memandangnya dengan cemas. "Hati-hati. Aku tak mau kehilanganmu," jawabnya lirih. Entah hanya berbasa basi dengan Rendy atau memang hatinya mulai luluh dengan keteguhan hati Naga Perang, ucapan Cindy lebih lembut dari biasanya.Rendy mengangguk, tatapannya penuh keyakinan. Tanpa membuang waktu, ia melangkah keluar dari aula reuni, menuju ke ma
Aura dari Naga Api berwarna merah menyala dan Naga Kegelapan berwarna hitam pekat melingkupi tubuh Rendy Wang, memancarkan kekuatan legendaris yang sebelumnya hanya dianggap mitos. Kini, kekuatan itu menjadi nyata, membangkitkan amarah dan tekad Rendy yang luar biasa.Rendy mengangkat tangan, menciptakan bola api raksasa yang berputar dengan intens di atas telapak tangannya. “Kau menyentuh orang yang paling aku sayangi. Sekarang, kau akan menanggung akibatnya,” ucapnya tegas.Tanpa membuang waktu, Rendy melesat dengan kecepatan mengagumkan, menghantam Master Tsung yang mencoba bertahan dengan serangkaian jurus pertahanan tinggi. Pertempuran berlangsung selama tiga jam, setiap pukulan dan tendangan Rendy menghancurkan tanah, menciptakan gelombang kejut yang meluluhlantakkan area sekitar. Jurus Pedang Angin Gelap milik Tsung dan Teknik Perisai Cakra Langit diterapkan bergantian, namun tetap gagal menahan kombinasi serangan mematikan dari Inferno Naga dan Bayangan Kegelapan yang dikuasai
Rendy memasuki rumah besar Shen Lao, yang berdiri megah di balik pepohonan hijau yang menghiasi pekarangannya yang luas. Meskipun dari luar tampak sederhana, interiornya memancarkan kemewahan berlapis kebijaksanaan kuno. Ruangan utama dipenuhi pilar-pilar marmer putih berukir simbol kuno, sementara di langit-langit tergantung lampu kristal yang memancarkan cahaya hangat. Aroma dupa yang menenangkan mengisi udara, memberikan kesan bahwa tempat ini bukan sekadar rumah biasa.Rendy menempatkan Cindy di atas ranjang berlapis sutra putih di salah satu kamar yang tenang. Shen Lao berdiri di sampingnya, mengamati Cindy dengan tatapan penuh perhatian. Dengan gerakan tangan yang anggun, Shen Lao mulai melafalkan mantra kuno. Cahaya keemasan berpendar dari tangannya, menyelimuti tubuh Cindy. Suasana di ruangan berubah, udara terasa lebih berat seiring kekuatan mistis memenuhi setiap sudut.“Energi Naga Perang di tubuhmu telah menyentuh inti spiritual Cindy,” ujar Shen Lao dengan nada serius. “A
Naga Api mengaum keras, suaranya seperti gemuruh petir. “Apa yang membuatmu berpikir kau bisa mengendalikan kami, manusia?” raungnya, menyemburkan api ke langit.Tubuh Naga api diselimuti api yang panasnya membara, membuat keringat Rendy bercucuran di sepanjang tubuhnya.Naga Kegelapan berbicara dengan suara bergetar yang dalam. “Kau adalah makhluk fana yang lemah. Buktikan bahwa kau pantas, atau hancur oleh kekuatan kami.”Sebaliknya dengan Naga Kegelapan, Rendy merasakan energi dingin yang menusuk tubuhnya bagaikan mata pedang dingin.Rendy menggenggam kedua tangannya erat. Ia tahu ini adalah momen penentuan. Dengan napas tegas, ia maju selangkah. “Aku tidak akan mengendalikan kalian untuk diriku sendiri. Aku ingin melindungi orang-orang yang aku cintai dan mengakhiri ancaman yang menghancurkan dunia ini!”Naga Api mengerutkan dahi, sementara Naga Kegelapan berputar mengitari Rendy, matanya menyipit tajam. “Kau harus membuktikannya dalam Pertarungan Tantangan Jiwa,” kata mereka bers
Shen Lao menatapnya tajam. “Kita harus menghentikan Master Tsung sebelum dia membuka Gerbang Kegelapan dan membangkitkan kekuatan yang jauh lebih berbahaya dari yang kau bayangkan. Kau tidak bisa melakukannya sendiri. Kita membutuhkan sekutu, termasuk dari dunia atas.”Shen Lao berdiri dengan tangan di belakang punggungnya, menatap keluar jendela besar yang menghadap ke lembah di bawah. Malam telah tiba, dan bintang-bintang berkilauan di langit, tetapi suasana di dalam ruangan terasa tegang. Rendy duduk di kursi kayu yang diukir indah, mendengarkan dengan penuh perhatian penjelasan Shen Lao.“Master Tsung bukan hanya sekadar ancaman pribadi bagimu, Rendy,” ujar Shen Lao dengan suara berat. “Dia adalah pemimpin utama Sekte Gerbang Api Neraka, sebuah sekte yang telah menjadi musuh bebuyutan kami selama ribuan tahun. Sekte Gerbang Api Neraka mempercayai bahwa kekuatan tertinggi hanya dapat diperoleh melalui kehancuran total dan penderitaan umat manusia. Mereka ingin menciptakan dunia yan
Rendy menarik napas dalam-dalam, udara dingin menusuk paru-parunya, sementara matanya yang tajam menyapu badai salju yang mengamuk di sekelilingnya. Setiap butir salju yang beterbangan seakan menceritakan ancaman, namun tekadnya tak tergoyahkan. Setelah berhasil menaklukkan prajurit es pertama yang menyerang dengan keberanian setara badai itu, ia melangkah ke dalam kegelapan beku Formasi Kutub Es Tujuh Langkah. Angin mengaum lebih liar, menyembunyikan jebakan mematikan di balik tirai putih yang terus berputar.Saat langkah pertamanya menuju formasi kedua, tanah di bawahnya tiba-tiba bergetar hebat, mengirimkan getaran menakutkan ke seluruh tubuhnya. Tanah itu runtuh, menciptakan celah besar seakan ingin menelannya hidup-hidup. Dengan refleks instan, Rendy melompat ke samping, namun matanya menangkap gerakan kilat ... dinding es raksasa melesat dari bawah dan atas, berusaha menjepitnya dalam pelukan maut."Sial!" teriak Rendy, suara yang tertiup angin seolah menyatu dengan rintihan bad
Angin menderu tanpa ampun, menerjang wajah Rendy dengan suhu yang menusuk, seakan ribuan jarum es menyusup ke dalam kulitnya. Di sekelilingnya, salju menari liar, berputar-putar membentuk pusaran putih yang seakan ingin menelan segala sesuatu yang berada di lintasan badai. Di tengah kekacauan itu, dua sosok prajurit es meluncur bak bayangan, melangkah tanpa jejak di atas permukaan salju yang telah membeku kaku.Rendy, yang tengah berlari menyusuri medan yang terselimuti badai, tiba-tiba mengayunkan tubuhnya ke samping. Tepat di saat itulah, sebuah pedang es berkilauan meluncur mendekat, hampir saja menyapu bahunya dengan kecepatan yang mematikan. Udara di sekitar pedang itu bergetar, menampakkan efek membekukan yang menyeramkan pada setiap hal yang disentuhnya."Dekat sekali!" seru Rendy dengan nada terkejut, namun ia tak sempat mengeluh. Dalam satu gerakan refleks, ia memutar badannya dan melayangkan tendangan ke arah bayang-bayang prajurit itu. Namun, tendangannya hanya menyentuh ke
Di balik tirai salju tebal yang menutupi setiap sudut Pegunungan Es Abadi, dunia terlihat seperti lukisan sunyi yang menyimpan keindahan dan kematian sekaligus. Namun, Rendy, dengan tatapan waspada dan langkah yang terukur, tahu bahwa di balik pesona dingin itu tersimpan jebakan mematikan yang dirancang oleh Keluarga Besar Bai. Setiap langkah yang diambilnya terasa bagai melangkah di atas kristal pecah; dingin yang menusuk hingga ke dalam tulang, diiringi oleh ketidakpastian medan yang licin dan berbahaya. Angin kencang menyusup lewat celah-celah antara puncak gunung, mendesis seperti bisikan kematian. Butiran es kecil yang tersapu angin menghantam wajahnya, meninggalkan rasa perih yang membakar, sementara jubah hitamnya menari liar di tengah pusaran salju, kontras dengan hamparan putih yang tak berujung. Rendy menatap sekeliling dengan mata tajam, menyusuri setiap bayangan dan jejak samar yang tertutup salju. Tiba-tiba, ia berhenti. Di bawah langkahnya, ada sebuah bekas jejak yang
Rendy melangkah mantap ke utara, angin dingin menerpa wajahnya, membawa serta butiran salju yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. Hembusan napasnya mengepul, seiring dengan tekad yang semakin menguat di dalam dadanya. Ia harus menemui Keluarga Besar Bai secara langsung. Tiga kultivator Bai yang ia biarkan hidup telah menyampaikan pesannya, tetapi ia ragu pesan itu cukup kuat untuk menghentikan mereka."Aku harus memastikan mereka tidak menggangguku saat berhadapan dengan Zhang Wen," gumamnya, kedua matanya menatap lurus ke depan, penuh determinasi.Dalam perjalanannya, Rendy menyadari satu hal: ia telah melewatkan kesempatan menanyakan keberadaan ayahnya kepada Keluarga Xie dan Zhao. Pertarungan sengit dengan mereka telah menyita seluruh perhatiannya, dan kini, hanya Keluarga Besar Bai yang mungkin memiliki jawaban.Pegunungan Es Abadi membentang di hadapannya, rumah bagi Keluarga Besar Bai. Sebuah perkampungan luas tersembunyi di balik lapisan pertahanan berlapis, dengan formasi
Rendy Wang berdiri tegak di antara puing-puing kediaman keluarga Zhao. Angin malam berdesir, membawa aroma debu dan darah yang masih hangat. Kedua pedangnya—Pedang Kabut Darah dan Pedang Penakluk Iblis—berkilauan tajam di bawah cahaya bulan. Di hadapannya, Zhao Tiangxin menatap tajam, jubah patriarknya berkibar ditiup energi qi yang bergetar di sekelilingnya."Naga Perang!" suara Zhao Tiangxin bergema seperti guntur. "Aku akan menunjukkan padamu mengapa aku disebut sebagai Patriark Zhao!"Tangannya terangkat tinggi, telapak tangannya bersinar emas. Dengan satu gerakan sigil tangan, ia menarik energi langit dan bumi. "Formasi Penghancur Langit!"Awan di atas mereka bergolak, berputar membentuk pusaran yang menyedot kekuatan dari sekelilingnya. Udara bergetar, dan dalam sekejap, ratusan tombak qi berwarna emas terbentuk di langit, melayang dengan ujungnya mengarah lurus ke tubuh Rendy.Rendy mengangkat satu alis. "Begitu? Kau pikir formasi ini bisa menghentikanku?"Dengan satu hentakan
Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, Rendy melesat ke depan seperti kilatan petir yang menyambar langit. Pedang Penakluk Iblis di tangannya bergetar, memancarkan cahaya merah menyala yang menebarkan hawa kematian di sekelilingnya. Dalam satu tebasan, gelombang energi memancar deras, menggetarkan udara dan menciptakan pusaran angin yang menghantam para praktisi keluarga Zhao dengan kekuatan dahsyat."Kalian yang mencari kematian kalian sendiri! Aku telah memberi kalian kesempatan untuk hidup! Kini, kesempatan itu telah hilang!" teriak Rendy yang bergerak dengan sangat cepat sehingga tidak kelihatan oleh mata biasa.Wuuusssh!Clash!Jeritan kesakitan menggema saat beberapa dari mereka terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retakan besar terbentuk di sekitarnya. Sementara itu, yang lain bahkan tak sempat menghindar—hanya ada kilatan merah yang membelah tubuh mereka, meninggalkan sisa-sisa tubuh yang jatuh dengan suara berdebum ke tanah."Apa ini? Dasar iblis! Ti
Malam itu, kediaman Keluarga Besar Zhao dipenuhi ketegangan yang merayap di setiap sudut benteng megah mereka. Cahaya lentera berkelap-kelip, memantulkan bayangan tajam dari para kultivator dan praktisi bela diri yang berjaga. Mata mereka tajam, napas tertahan, tangan menggenggam erat senjata seolah bersiap menghadapi bahaya yang sewaktu-waktu bisa menerjang.Di tengah ruang utama yang dipenuhi aroma dupa, seorang pria tua duduk di singgasananya dengan tenang. Rambut dan janggut putihnya tergerai panjang, namun tubuhnya yang bercahaya menunjukkan bahwa usia bukanlah batasan bagi kekuatannya. Zhao Tiangxin, pemimpin Keluarga Besar Zhao, menatap tajam ke arah seorang pengintai yang baru saja kembali dari misi penyelidikan."Siapa yang cukup kejam menghancurkan Keluarga Besar Xie?" Suaranya berat, penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan.Kultivator pengintai itu menelan ludah sebelum menjawab, tubuhnya sedikit gemetar. "Lapor, Tuan Besar! Pembunuh Patriark Xie adalah seorang pemuda yang
Rendy Wang berdiri tegap, tubuhnya dikelilingi aura merah dan emas yang berkobar liar, seolah mencerminkan amarah yang membakar dalam dirinya. Luka di bahunya menghangat, darah menetes perlahan, tetapi tatapannya tetap dingin, penuh determinasi.Xie Wu Jie, terhuyung di atas tanah yang retak, mencengkeram dadanya yang kini tercabik oleh tebasan Pedang Penakluk Iblis. Napasnya berat, tetapi di balik wajahnya yang penuh luka, senyum tipis terukir. "Kau pikir ini sudah berakhir?" suaranya parau, tapi penuh kepastian.Tiba-tiba, udara di sekitar mereka bergetar hebat. Gelombang energi hitam membuncah dari tubuh Xie Wu Jie, menyelimuti langit malam yang semakin kelam. Bayangan-bayangan pekat menjulur dari tanah, berputar-putar seperti tentakel yang mencari mangsa."Roh Pembalasan... Bangkitlah!"Teriakan Xie Wu Jie menggema, dan dari balik bayangan, sesosok entitas raksasa mulai terbentuk. Wujudnya menyerupai iblis bertaring dengan mata merah menyala dan tanduk berliku. Udara menjadi semak
Langit malam membentang kelam, hanya dihiasi bulan pucat yang menggantung dingin di antara gumpalan awan gelap. Udara terasa berat, dipenuhi ketegangan yang nyaris tak tertahankan. Energi bertabrakan di udara, menggetarkan tanah dan membuat dedaunan berdesir liar seakan gemetar ketakutan. Aroma besi yang samar tercium, bercampur dengan hawa panas dari pertarungan yang akan segera meletus.Rendy Wang berdiri dengan kedua kakinya tertanam kokoh di tanah yang mulai retak akibat tekanan kekuatan mereka. Kedua tangannya menggenggam senjata masing-masing—Pedang Kabut Darah yang memancarkan aura merah pekat di tangan kiri, dan Pedang Penakluk Iblis yang berpendar keemasan di tangan kanan. Matanya menyala tajam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Xie Wu Jie melangkah maju, auranya semakin pekat, seperti kabut hitam yang siap melahap segala yang mendekat. Ia memegang tombak hitam dengan ukiran naga yang melilit sepanjang gagangnya, sementara tangan satunya menggenggam tong