Rendy, Jessy, dan Raka mempersiapkan diri dengan matang sebelum melakukan serangan ke Benteng Kegelapan, markas besar The Immortality yang penuh misteri. Setelah mendapat informasi dari Informan Hantu mengenai benteng itu, mereka tahu bahwa tidak akan ada jalan mudah untuk masuk atau keluar.Setibanya di dekat benteng, mereka bergerak menyusuri terowongan bawah tanah yang disebutkan Informan Hantu. Suasananya mencekam, dan hanya cahaya redup dari senter kecil mereka yang menerangi jalur di bawah tanah yang lembab dan sempit. Sesekali, suara tetesan air dan gema langkah kaki mereka menciptakan ilusi bahwa mereka tidak sendirian.Jessy, yang sejak awal tampak lebih pendiam namun penuh tekad, sesekali menatap ke arah Rendy dan Raka. Dia tahu bahwa misi ini lebih dari sekadar menghancurkan organisasi; ini adalah upaya untuk mengakhiri ancaman yang terus menghantui mereka."Aku sudah siap. Tidak ada jalan mundur kali ini," katanya pelan, menguatkan diri.Rendy mengangguk, merasakan kekuata
The Killer tersenyum tipis. "The Immortality? Itu hanya tirai yang menutupi pemain sebenarnya. Di atas kami, ada The Infinity—sebuah organisasi yang tidak pernah tidur dan yang menentukan arah dunia ini. Kau bahkan tidak tahu seberapa dalam permainan ini berjalan."Mendengar itu, Rendy merasakan sesuatu bergetar dalam dirinya. Baru kali ini dia menyadari skala permainan yang sedang ia masuki. The Immortality, organisasi yang dia pikir adalah ancaman terbesar, ternyata hanyalah bidak dalam rencana yang lebih besar di bawah kendali The Infinity. Namun, sebelum kebingungan atau ketakutan menyelinap, Rendy menggenggam tekadnya lebih erat.“Kau hanya pion dalam permainan ini,” gumam Rendy. “Tak peduli siapa di belakangmu, ini akan berakhir sekarang.”Tanpa peringatan, Rendy meluncurkan serangan. Pertarungan berlangsung sengit, masing-masing menunjukkan teknik dan keahlian terbaik mereka. Pukulan dan tendangan dibalas dengan kelincahan, dan energi mereka memancar, hampir membakar udara di s
"RENDY!" Teriakan melengking seorang wanita paruh baya seketika memenuhi rumah mewah itu. Rendy Wang yang sedang mengepel lantai sontak mengerutkan kening melihat Ibu Mertuanya yang tampak marah. "Ada apa, Ma?" tanya pria 28 tahun itu, sopan. "Cepat kamu buang air kotor bekas cuci kaki aku dan istrimu! Dasar menantu sampah tak berguna! Mengepel saja begitu lamanya!" hina wanita yang sedang berbaring di Sofa Bed dengan anak gadisnya. Mendengar itu, Rendy pun bergegas mengambil baskom air bekas rendaman kaki ibu mertuanya, disusul baskom air bekas rendaman kaki istrinya. Tak tampak emosi di wajahnya meski diperlakukan tak manusiawi. Hal ini justru membuat Vera–sang mertua–semakin kesal. "Ck! Dasar pria memble! Beruntung Cindy mau menikahimu! Apa yang bisa dilihat dari penampilanmu yang lusuh itu, sih? Menyusahkan saja!" Kali ini, Rendy melihat ke arah Cindy. Ia ingin mengetahui reaksi istrinya itu yang ternyata … mengalihkan pandangan? Brak! "Ngapain kamu lihat-l
Kota Kartanesia, Khatulistiwa.Seorang wanita cantik berumur awal 30-an yang menguasai roda perekonomian negara Khatulistiwa buru-buru membuka telepon genggamnya. Setelah sekian lama, nomor rahasia yang hanya dimiliki “Empat Elemental Naga”--pengikut setia sang Naga Perang mengirimkan sebuah pesan. Katrin Chow langsung tersenyum membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Hanya 3 kalimat, tapi sudah cukup bagi Katrin memahami keinginan Naga Perang yang merupakan bos-nya selama ini. [Siap, Ketua! Tambang Emas di Jayanesia dan Tambang Minyak di Timornesia akan segera beralih nama menjadi milikmu.] [Jabatan CEO Perusahaan Wang Industries juga akan langsung diserahkan kepada Ketua.] [Proses balik nama untuk saham Perusahaan Wang Industries dan Sun City sebesar 75%, segera dilaksanakan] [Selamat datang kembali, Ketua] Tak lama, wanita yang terkenal akan kemampuan ilmu bela diri dan bisnisnya itu, langsung menelepon bawahannya. Ia juga meneruskan pesan sang ketua pada
“Menantu gila! Apa yang Kau lakukan?” teriak Vera, murka. Ia tak mengerti jalan pikiran Rendy. Sejak dulu, selalu menurut. Kenapa sekarang berubah? “Dasar, pria idiot!” timpal James lalu mengeluarkan sebuah undangan, “Apa kau tak tahu undangan ini sulit didapatkan, bahkan oleh keluarga istrimu?” Rendy melirik sinis undangan berwarna merah itu. "Baru undangan kelas menengah saja kamu sudah sombong. Belum tentu tamu undangan kelas menengah bisa bertemu Naga Perang." Wajah James memerah. "Apa yang kamu tahu tentang undangan ini? Undangan merah sudah termasuk bagus untuk perusahaan Grade C!" murkanya. "Aku bisa memberikan undangan emas yang bisa duduk berdampingan dengan Naga Perang kalau keluarga Huang menginginkannya!” balas Rendy, “Jadi, buat apa undangan sampah yang kamu berikan kepada keluarga ini?" “Hahaha!” "Suami tidak bergunamu ini sepertinya sudah gila, Cindy! Kalau Keluarga Huang tak mau undangan ini, bisa aku tarik kembali!" kata James sambil mencoba mengambil
James sempat terkejut dan ketakutan melihat sorot mata tajam Rendy. Namun, ia mengenyahkannya karena mengingat Rendy hanyalah sampah di Keluarga Huang. "Cindy, pakailah gaun pesta yang bagus agar bisa menarik perhatian Naga Perang!' ucapnya sambil melirik mengejek ke arah Rendy, “aku akan menjemputmu nanti.” Setelahnya, James pun pergi ditemani oleh Vera yang mengantarkannya ke depan. Sikap wanita paruh baya itu begitu hormat, berbeda jauh saat menghadapi menantunya. *** "Kamu harus mengendalikan emosimu, Ren ... kalau mau masuk ke dalam bisnis Huang Industries, kamu harus bersikap tenang dan tidak gampang marah!" ucap Cindy kala mereka berdua "Aku tidak suka pandangan matanya yang mesum, yang melecehkanmu, Cin!" "Tenang saja, aku bisa menjaga diri. Oh, iya, aku hendak beli gaun pesta yang pantas untuk aku pakai nanti saat bertemu Naga Perang. Apa kamu bisa menemaniku?" "Tentu saja! Aku dengan senang hati akan menemanimu untuk memilih gaun pesta yang cocok untukmu!' kata Rend
Mobil mewah merah melaju kencang dalam misi mengejar MBenz yang disetir oleh Rendy Wang, seseorang yang dianggap sampah tapi ternyata memiliki talenta luar biasa. Angin kencang menyentuh wajah Hezkil Wu yang bengis, penuh hawa membunuh. "Kurang ajar! Akan kupatahkan kaki dan tangan sampah brengsek itu! Beraninya menghina kemampuanku sebagai pembalap Super Car!" gerutunya. Suaranya bergetar dengan amarah yang mendidih. "Terlalu bagus kalau hanya dipatahkan kaki dan tangannya! Siksa saja dahulu, kemudian buang ke laut setelah mematahkan seluruh kaki dan tangannya, baru puas!" hasut Tristan Liu, duduk kaku dengan wajah pucat di samping Hezkil. Ruang sempit dalam mobil merah ini membuatnya kesulitan bernapas, setiap gerakan terasa seperti beban yang menekan. akhirnya, sesuatu yang ditahan lama terlepas juga ... Duuuut…! Tanpa sadar, Tristan mengeluarkan gas busuk yang langsung mengacaukan konsentrasi Hezkil. "Kamu ini apa-apaan sih? Memalukan keluarga Liu saja!" tegurnya dengan na
“Aaaa!” Cindy tak sengaja berteriak kala merasakan jantungnya berdegup kencang. Matanya melirik ke kaca spion melihat bayangan mobil mewah merah yang mendekat dengan kecepatan mengerikan. "Rendy, mereka semakin dekat! Apa yang harus kita lakukan?" paniknya. "Tenang, Cindy. Aku akan mengatasinya." Suaranya tenang, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Dia menambah kecepatan, mencoba menghindar dari kejaran gila Hezkil. Hal ini membuat Hezkil, di dalam mobil mewahnya, merasakan adrenalin mengalir deras. Angin yang masuk melalui jendela yang sedikit terbuka membawa aroma laut yang asin. Namun, dia tidak peduli. Semangat bertemu Naga Perang dan keinginannya untuk menghancurkan Rendy melebihi segalanya. Sementara itu, Tristan yang melihat ekspresi gila Hezkil, merasa ketakutan sekaligus kagum. "Lakukan, Hez! Tunjukkan padanya siapa yang berkuasa!" Tak lama, mobil mewah merah ini mendekat, jaraknya hanya beberapa meter lagi. Hezkil menyiapkan diri untuk benturan. "I