Beberapa hari setelah pertemuan terakhir dengan The Eternal, Kartanesia terasa seperti kota yang menahan napas, tenang namun penuh ketegangan. Rendy Wang dan Sembilan Naga Sakti tidak hanya memperkuat benteng fisik dan pertahanan magis, tetapi juga mengerahkan semua intelijen dan mata-mata mereka untuk memantau setiap pergerakan musuh.Di markas utama, Katrin Chow menatap peta holografis yang memperlihatkan pergerakan dan potensi titik masuk Pasukan Abyss. Dengan jaringan teknologi canggih dari Wang Industries, mereka berhasil melacak konvoi kecil yang diperkirakan membawa anggota-anggota The Infinity.Ryu Ten, dengan tenang namun penuh wibawa, berkata, “The Infinity akan datang dari segala arah. Mereka ingin kita lengah, tetapi kita memiliki kekuatan gabungan yang mereka remehkan.”Rendy mengangguk, memfokuskan pandangannya pada Naga Strategis Huo Ming. “Kita perlu strategi yang bisa memecah pasukan mereka. Serangan mereka harus dihadapi di luar perbatasan Kartanesia. Aku ingin sebag
Setelah pertempuran itu, ketenangan di Kartanesia hanyalah ilusi sementara. Di balik kemenangan atas Pasukan Abyss, ancaman besar dari The Infinity terus menghantui pikiran Rendy. Bagi Rendy Wang, kemenangan itu hanya memberi mereka waktu yang sedikit untuk merencanakan langkah berikutnya. Klan Sembilan Naga Sakti berkumpul kembali, dan mereka semua merasakan bahaya yang kian mendekat.Beberapa hari setelah pertempuran, Rendy menerima pesan rahasia dari salah satu informannya di luar negeri. Pesan itu berisi satu nama, sosok yang berbahaya dan menjadi sosok misterius di balik The Infinity: Yin Xi, Sang Shadow Hunter. Sosok ini digambarkan sebagai pemimpin bayangan dari organisasi tersebut, seorang yang memiliki ambisi besar untuk menguasai segala lini ekonomi dan kehidupan manusia. Kabarnya, Yin Xi adalah seorang strategis jenius dan pengguna teknik kultivasi kuno yang memungkinkan dia untuk memanipulasi pikiran orang lain.Rendy, yang tak ingin membuang waktu, memutuskan bahwa mereka
Setelah berhari-hari berjuang melawan ombak besar dan angin yang menerjang kapal mereka, Rendy, Katrin, dan anggota Sembilan Naga Sakti akhirnya tiba di Pulau Naga. Pulau itu tampak seperti tempat yang terlupakan oleh waktu, terbungkus dalam kabut putih tebal yang membuat langit seakan tak terlihat. Tanah yang dipijak terasa lembab, diselimuti oleh dedaunan basah dan akar pohon yang menghalangi jalan mereka. Hutan belantara yang mereka masuki dipenuhi dengan aroma lembap tanah dan kayu basah, menyatu dengan udara dingin yang meresap ke dalam tubuh mereka. “Waspadalah,” bisik Katrin, suaranya seakan teredam oleh kabut yang mengelilingi mereka. “Tempat ini... ada sesuatu yang aneh di sini.” Rendy memfokuskan pandangannya ke depan, mencoba melihat lebih jauh ke dalam hutan yang tampak seperti dunia lain. Suasana di sekitar mereka semakin terasa suram dan berat, suara gemericik air dari aliran sungai terdekat semakin samar, digantikan oleh suara bisikan halus yang terdengar seperti ka
Penjaga kedua, Mei Huan, Sang Pengendali Ilusi, menunggu mereka di lembah yang penuh kabut. Kabut di lembah itu tebal dan pekat, seolah-olah memiliki nyawa, bergerak melingkari Rendy dan kelompoknya seperti tirai hantu yang menyusup ke dalam pikiran. Rasa dingin merayap di kulit mereka, menusuk hingga ke tulang, tetapi itu bukan sekadar dingin biasa—melainkan dingin dari kebimbangan dan keraguan yang ditanamkan Mei Huan, Sang Pengendali Ilusi. Anggota kelompok saling memandang dengan waspada, mata mereka penuh rasa curiga dan ketakutan yang tumbuh seiring dengan kabut yang semakin padat.Di tengah kabut, Rendy mulai merasakan bayangan masa lalunya kembali menghantuinya. Ia melihat sosok dirinya yang lebih muda, seorang pemuda yang tenggelam dalam ketidakberdayaan dan rasa kecewa yang begitu mendalam. Kenangan akan kegagalannya dulu berkelebat di sekitarnya seperti bayangan-bayangan gelap yang siap melahapnya.“Untuk apa kau berusaha?” suara Mei Huan berbisik, lembut namun mematikan,
Penjaga terakhir, Wu Sheng, Sang Roh Tanpa Batas, menghadang mereka di puncak gunung. Di puncak gunung yang diselimuti awan gelap, Wu Sheng, Sang Roh Tanpa Batas, menanti mereka dalam wujud yang hampir tak nyata. Bayangannya tampak kabur, bergeser dari satu titik ke titik lain dengan kecepatan yang mustahil ditangkap mata telanjang. Setiap langkahnya membuat udara bergetar, meninggalkan jejak samar yang langsung memudar seolah-olah dimensi itu sendiri tak mampu menahan kehadirannya.Mei Xun, si Naga Hitam, menatap tajam sosok tak kasatmata di depannya. Ia telah menghadapi makhluk-makhluk dimensi lain sebelumnya, tetapi Wu Sheng adalah yang terberat. Dengan gerakannya yang halus namun bertenaga, Mei Xun memasuki posisi bertarung, lalu mengaktifkan jurus “Mata Bayangan Langit.” Dalam sekejap, pandangannya menjadi tajam seperti elang, mampu melihat celah antara dimensi tempat Wu Sheng bersembunyi.Wu Sheng bergerak cepat, berpindah tempat dengan gerakan kabur seperti angin gelap. Namun M
Di puncak tertinggi Pulau Naga, mereka membuka Kitab Abadi, halaman-halamannya dipenuhi simbol-simbol kuno yang berpendar keemasan. Setiap kata terasa hidup, berdesis halus seakan menuntun mereka untuk memahami rahasia yang terkandung di dalamnya. Kitab itu mengungkap kelemahan terbesar The Infinity—Pilar Sembilan Bayangan, struktur sakral yang menyokong kekuatan utama organisasi tersebut.Dengan perasaan tegang, mereka menyadari bahwa menghancurkan satu dari sembilan pilar ini saja dapat meruntuhkan keseimbangan energi The Infinity, membuka jalan bagi mereka untuk melawan organisasi itu. Namun, Kitab Abadi juga memperingatkan bahwa tiap pilar dilindungi oleh prajurit yang kuat dan dikendalikan oleh energi kegelapan yang berasal langsung dari Yin Xi, pemimpin The Infinity.Tanpa ragu, Rendy, Katrin, dan Mei Xun bersiap untuk menghadapi tantangan itu, memasuki wilayah di mana Pilar Pertama dijaga. Di hadapan mereka, muncul seorang prajurit tinggi besar, tubuhnya dipenuhi urat-urat ener
"RENDY!" Teriakan melengking seorang wanita paruh baya seketika memenuhi rumah mewah itu. Rendy Wang yang sedang mengepel lantai sontak mengerutkan kening melihat Ibu Mertuanya yang tampak marah. "Ada apa, Ma?" tanya pria 28 tahun itu, sopan. "Cepat kamu buang air kotor bekas cuci kaki aku dan istrimu! Dasar menantu sampah tak berguna! Mengepel saja begitu lamanya!" hina wanita yang sedang berbaring di Sofa Bed dengan anak gadisnya. Mendengar itu, Rendy pun bergegas mengambil baskom air bekas rendaman kaki ibu mertuanya, disusul baskom air bekas rendaman kaki istrinya. Tak tampak emosi di wajahnya meski diperlakukan tak manusiawi. Hal ini justru membuat Vera–sang mertua–semakin kesal. "Ck! Dasar pria memble! Beruntung Cindy mau menikahimu! Apa yang bisa dilihat dari penampilanmu yang lusuh itu, sih? Menyusahkan saja!" Kali ini, Rendy melihat ke arah Cindy. Ia ingin mengetahui reaksi istrinya itu yang ternyata … mengalihkan pandangan? Brak! "Ngapain kamu lihat-l
Kota Kartanesia, Khatulistiwa.Seorang wanita cantik berumur awal 30-an yang menguasai roda perekonomian negara Khatulistiwa buru-buru membuka telepon genggamnya. Setelah sekian lama, nomor rahasia yang hanya dimiliki “Empat Elemental Naga”--pengikut setia sang Naga Perang mengirimkan sebuah pesan. Katrin Chow langsung tersenyum membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Hanya 3 kalimat, tapi sudah cukup bagi Katrin memahami keinginan Naga Perang yang merupakan bos-nya selama ini. [Siap, Ketua! Tambang Emas di Jayanesia dan Tambang Minyak di Timornesia akan segera beralih nama menjadi milikmu.] [Jabatan CEO Perusahaan Wang Industries juga akan langsung diserahkan kepada Ketua.] [Proses balik nama untuk saham Perusahaan Wang Industries dan Sun City sebesar 75%, segera dilaksanakan] [Selamat datang kembali, Ketua] Tak lama, wanita yang terkenal akan kemampuan ilmu bela diri dan bisnisnya itu, langsung menelepon bawahannya. Ia juga meneruskan pesan sang ketua pada