Setelah pertempuran itu, ketenangan di Kartanesia hanyalah ilusi sementara. Di balik kemenangan atas Pasukan Abyss, ancaman besar dari The Infinity terus menghantui pikiran Rendy. Bagi Rendy Wang, kemenangan itu hanya memberi mereka waktu yang sedikit untuk merencanakan langkah berikutnya. Klan Sembilan Naga Sakti berkumpul kembali, dan mereka semua merasakan bahaya yang kian mendekat.Beberapa hari setelah pertempuran, Rendy menerima pesan rahasia dari salah satu informannya di luar negeri. Pesan itu berisi satu nama, sosok yang berbahaya dan menjadi sosok misterius di balik The Infinity: Yin Xi, Sang Shadow Hunter. Sosok ini digambarkan sebagai pemimpin bayangan dari organisasi tersebut, seorang yang memiliki ambisi besar untuk menguasai segala lini ekonomi dan kehidupan manusia. Kabarnya, Yin Xi adalah seorang strategis jenius dan pengguna teknik kultivasi kuno yang memungkinkan dia untuk memanipulasi pikiran orang lain.Rendy, yang tak ingin membuang waktu, memutuskan bahwa mereka
Setelah berhari-hari berjuang melawan ombak besar dan angin yang menerjang kapal mereka, Rendy, Katrin, dan anggota Sembilan Naga Sakti akhirnya tiba di Pulau Naga. Pulau itu tampak seperti tempat yang terlupakan oleh waktu, terbungkus dalam kabut putih tebal yang membuat langit seakan tak terlihat. Tanah yang dipijak terasa lembab, diselimuti oleh dedaunan basah dan akar pohon yang menghalangi jalan mereka. Hutan belantara yang mereka masuki dipenuhi dengan aroma lembap tanah dan kayu basah, menyatu dengan udara dingin yang meresap ke dalam tubuh mereka. “Waspadalah,” bisik Katrin, suaranya seakan teredam oleh kabut yang mengelilingi mereka. “Tempat ini... ada sesuatu yang aneh di sini.” Rendy memfokuskan pandangannya ke depan, mencoba melihat lebih jauh ke dalam hutan yang tampak seperti dunia lain. Suasana di sekitar mereka semakin terasa suram dan berat, suara gemericik air dari aliran sungai terdekat semakin samar, digantikan oleh suara bisikan halus yang terdengar seperti ka
Penjaga kedua, Mei Huan, Sang Pengendali Ilusi, menunggu mereka di lembah yang penuh kabut. Kabut di lembah itu tebal dan pekat, seolah-olah memiliki nyawa, bergerak melingkari Rendy dan kelompoknya seperti tirai hantu yang menyusup ke dalam pikiran. Rasa dingin merayap di kulit mereka, menusuk hingga ke tulang, tetapi itu bukan sekadar dingin biasa—melainkan dingin dari kebimbangan dan keraguan yang ditanamkan Mei Huan, Sang Pengendali Ilusi. Anggota kelompok saling memandang dengan waspada, mata mereka penuh rasa curiga dan ketakutan yang tumbuh seiring dengan kabut yang semakin padat.Di tengah kabut, Rendy mulai merasakan bayangan masa lalunya kembali menghantuinya. Ia melihat sosok dirinya yang lebih muda, seorang pemuda yang tenggelam dalam ketidakberdayaan dan rasa kecewa yang begitu mendalam. Kenangan akan kegagalannya dulu berkelebat di sekitarnya seperti bayangan-bayangan gelap yang siap melahapnya.“Untuk apa kau berusaha?” suara Mei Huan berbisik, lembut namun mematikan,
Penjaga terakhir, Wu Sheng, Sang Roh Tanpa Batas, menghadang mereka di puncak gunung. Di puncak gunung yang diselimuti awan gelap, Wu Sheng, Sang Roh Tanpa Batas, menanti mereka dalam wujud yang hampir tak nyata. Bayangannya tampak kabur, bergeser dari satu titik ke titik lain dengan kecepatan yang mustahil ditangkap mata telanjang. Setiap langkahnya membuat udara bergetar, meninggalkan jejak samar yang langsung memudar seolah-olah dimensi itu sendiri tak mampu menahan kehadirannya.Mei Xun, si Naga Hitam, menatap tajam sosok tak kasatmata di depannya. Ia telah menghadapi makhluk-makhluk dimensi lain sebelumnya, tetapi Wu Sheng adalah yang terberat. Dengan gerakannya yang halus namun bertenaga, Mei Xun memasuki posisi bertarung, lalu mengaktifkan jurus “Mata Bayangan Langit.” Dalam sekejap, pandangannya menjadi tajam seperti elang, mampu melihat celah antara dimensi tempat Wu Sheng bersembunyi.Wu Sheng bergerak cepat, berpindah tempat dengan gerakan kabur seperti angin gelap. Namun M
Di puncak tertinggi Pulau Naga, mereka membuka Kitab Abadi, halaman-halamannya dipenuhi simbol-simbol kuno yang berpendar keemasan. Setiap kata terasa hidup, berdesis halus seakan menuntun mereka untuk memahami rahasia yang terkandung di dalamnya. Kitab itu mengungkap kelemahan terbesar The Infinity—Pilar Sembilan Bayangan, struktur sakral yang menyokong kekuatan utama organisasi tersebut.Dengan perasaan tegang, mereka menyadari bahwa menghancurkan satu dari sembilan pilar ini saja dapat meruntuhkan keseimbangan energi The Infinity, membuka jalan bagi mereka untuk melawan organisasi itu. Namun, Kitab Abadi juga memperingatkan bahwa tiap pilar dilindungi oleh prajurit yang kuat dan dikendalikan oleh energi kegelapan yang berasal langsung dari Yin Xi, pemimpin The Infinity.Tanpa ragu, Rendy, Katrin, dan Mei Xun bersiap untuk menghadapi tantangan itu, memasuki wilayah di mana Pilar Pertama dijaga. Di hadapan mereka, muncul seorang prajurit tinggi besar, tubuhnya dipenuhi urat-urat ener
Di Kartanesia, suasana semakin tegang seiring persiapan menghadapi The Infinity yang berlangsung cepat dan penuh intensitas. Kota ini bagaikan sebuah benteng yang sedang disiapkan untuk menghadapi serangan besar. Para anggota Klan Sembilan Naga Sakti bersama pasukan elit mereka tersebar di berbagai titik strategis, setiap sudut kota dipenuhi dengan pasukan, mata-mata, dan ahli strategi yang bersiap menghadapi ancaman dari pasukan The Immortality. Rendy Wang berdiri tegak di atas gedung pusat komando Wang Industries, wajahnya keras dan dipenuhi ketegangan. Angin malam yang dingin menerpa kulitnya, tetapi rasa cemas yang menggelayuti hatinya jauh lebih menonjol. Di tangannya, Kitab Abadi terbuka, memberikan petunjuk tentang keberadaan Pilar Sembilan Bayangan yang harus mereka hancurkan. Di sampingnya, Katrin Chow memandang jauh ke bawah, ke pusat kota yang gelap dan sepi, menyadari bahwa semua ini akan menentukan nasib mereka. "Kita tidak punya banyak waktu," kata Rendy dengan suara t
"Dia mengandalkan bayangannya untuk bergerak," Katrin menyarankan, suaranya tenang meski ada ketegangan yang menggantung. "Jika kita bisa memanipulasi cahaya di sekitar kita, kita bisa memaksanya keluar dari bayangannya."Dengan kecepatan yang luar biasa, Akuma muncul lagi, meluncurkan serangan bayangan yang mematikan. Tapi Rendy sudah siap, menggerakkan tangan untuk mengubah posisi cahaya di sekitar mereka, menciptakan sorotan terang yang menyilaukan. Bayangan Akuma mulai menghilang, dan saat itulah Ryu Ten meluncurkan serangan petir kedua, yang akhirnya menghantam Akuma dengan kekuatan penuh.Akuma terjerembab ke tanah, tubuhnya gemetar oleh petir yang menyengat. "Ini baru permulaan," katanya dengan suara teredam, sebelum tubuhnya menghilang dalam bayangan lagi, menghilang tanpa jejak."Tidak akan mudah," kata Rendy, suara berat dan penuh peringatan. "Tapi kita akan terus maju, kita tidak akan berhenti sampai Pilar Sembilan Bayangan ini hancur."***Di sisi lain, Naga Besi Tian Wu,
Beberapa minggu setelah pertempuran di Kartanesia, kota perlahan kembali hidup. Reruntuhan mulai disingkirkan, gedung-gedung dibangun ulang, dan warga yang sebelumnya hidup dalam ketakutan mencoba mengembalikan semangat mereka. Namun, bayangan perang masih terasa. Di lantai tertinggi Wang Industries, Rendy berdiri dengan pandangan tajam mengamati lanskap kota dari balik jendela kaca yang luas. Suasana ruangan terasa berat, dan keheningan hanya dipecahkan oleh langkah kaki Katrin Chow yang memasuki ruangan bersama Huo Ming.“Kondisi pertahanan kita sudah lebih kuat dari sebelumnya,” kata Huo Ming, suaranya rendah tapi tegas. “Namun, kita tidak bisa santai. Jika The Infinity kembali dengan strategi baru, kita harus siap menghadapi mereka.”Rendy mengangguk, mengalihkan pandangannya dari jendela ke arah Katrin dan Huo Ming. “Kalian sudah mendengar kabar tentang Pasukan Bayangan Hitam?” tanya Rendy, sorot matanya penuh kehati-hatian.Katrin menunduk sejenak, lalu berkata, “Mereka bukan se
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind
Tanpa ragu, Rendy Wang melangkah maju, tubuhnya masih berlumuran debu pertempuran. Portal dimensi di hadapannya berputar liar, cahaya biru kehijauan berpendar seperti ombak liar. Setelah mengalahkan Zhang Wei dan menyelamatkan Negeri Langit dari kehancuran, ia tahu ini adalah satu-satunya jalan pulang. Dengan satu tarikan napas, ia melangkah masuk.Saat portal menutup di belakangnya, kegelapan langsung menyergap. Kesadarannya menghilang.Ketika membuka mata, aroma kayu tua dan udara dingin menyeruak ke hidungnya. Dia mengenali tempat ini—kamar sempit di rumah Keluarga Huang, Paradise Hill, Kota Buitenzorg. Dinding-dinding kayu masih sama, catnya mengelupas di beberapa tempat, dan kasur tipis di bawahnya berderit saat ia bangkit."Sepertinya kamar ini memang gerbang antar dimensi," gumamnya. "Setiap kali kembali ke Khatulistiwa, selalu melalui tempat ini."Sebelum sempat berpikir lebih jauh, suara nyaring menusuk telinganya."Untuk apa lagi pengangguran itu pulang ke rumah?" suara cemp
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai sutra jendela kamar, mengusap wajah Rendy Wang yang perlahan terbangun. Ia membuka matanya, mendapati ruangan yang begitu akrab—suasana mewah Resort Red Lotus Resort and Club yang pernah ia kunjungi sebelumnya. Meski begitu, ada keanehan yang menyelinap ke dalam ingatannya, seolah waktu telah mengubah segalanya. Aroma lavender dan kayu manis yang lembut menyatu dengan semilir angin dari balkon, mengiringi kebingungan yang menggelayuti pikirannya.Saat tangannya meraba permukaan lembut sprei sutra, ia mendapati sosok di sampingnya. Punggung putih mulus Renata, istrinya kah? Benar-benar mengundang kehangatan sekaligus teka-teki. Dalam keheningan pagi itu, Renata terbangun dan menatap Rendy dengan tatapan penuh tanya."Kak Rendy, sudah bangun?" suaranya serak namun penuh keakraban, mengisi ruangan dengan nuansa kenangan.Rendy mengerutkan dahi, matanya menyusuri sosok Renata yang kini tampak lebih dewasa, lebih matang. "Renata... kenapa kita di sin