Menyadari jebakan Cindy yang perlahan-lahan menjeratnya, Rendy tahu ia harus memutar otak untuk menghindari pengakuan apa pun yang bisa memperkuat posisi Cindy. Ia tak ingin menjadi alat bagi ambisi Cindy untuk memperluas kekuasaannya. Tanpa ragu, ia menyusun rencana licin—berlagak sebagai Rendy Wang yang dulu, menantu yang menurut ibu mertuanya hanya tahu bermalas-malasan dan bergantung pada kekayaan keluarga Huang.Pagi itu, ia melangkah ke ruang tamu rumah Vera Huang dengan pakaian kasual yang sengaja ia pilih agar terlihat sesederhana mungkin. Vera, yang tengah duduk dengan anggun di sofa, menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, sorot matanya menyiratkan cemoohan yang tak tersembunyi.“Akhirnya menampakkan diri juga,” ujarnya tanpa basa-basi, menyiratkan kekecewaannya. “Kupikir kau sibuk mengurus hal-hal tak penting.”Rendy tersenyum lemah, mengesankan rasa malu dan ketidakberdayaan. “Maafkan aku, Ma. Aku hanya ingin memastikan Cindy tidak kesusahan. Tentu saja, aku sadar kalau
Rendy memutuskan untuk segera mengunjungi Kristin di Kepulauan Tropis, meskipun kekhawatiran akan Cindy masih membebani pikirannya. Masalah tiga artefak suci yang belum sepenuhnya berhasil dikumpulkan menambah tekanan yang ia rasakan, terutama mengingat betapa pentingnya artefak-artefak itu untuk menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih lagi, perubahan dalam diri Cindy, yang kini menjadi sosok dingin dan penuh ambisi sebagai CEO Huang Corporation, membuatnya merasa semakin asing dengan wanita yang dulu begitu ia kenal.Entah kenapa, Jessy yang telah memiliki dua artefak kuno lainnya yaitu Pedang Langit Lima Elemental dan Golok Penghancur Naga tidak segera menyerahkannya kepada Naga Perang.Rendy mendapatkan alasan yang masuk akal untuk pergi sementara dari rumah Keluarga Huang sehingga kepergiannya yang lama ini tidak akan dipermasalahkan oleh Vera dan Cindy. Di dalam pesawat menuju Kepulauan Tropis, Rendy duduk termenung, menatap keluar jendela. Di balik niatnya untuk menolong Kristin, i
Rendy, alias Naga Perang, menatap serius saat Kristin mulai menjelaskan situasi genting di perbatasan Negeri Khatulistiwa. Informasi dari para mata-mata menyebutkan bahwa Negeri Cakrawala telah menyewa pasukan bayaran profesional dengan keahlian tempur yang hebat untuk melakukan invasi terselubung. Mereka bergerak diam-diam, beroperasi seperti bayangan tanpa menimbulkan kecurigaan besar dari negara-negara tetangga.Kristin melanjutkan, "Pasukan bayaran ini bukan sembarang tentara. Mereka dilatih secara khusus dalam taktik perang gerilya dan sabotase. Jika berhasil masuk, mereka bisa dengan mudah memotong jalur komunikasi dan suplai utama kita." Wajahnya tampak tegang, menunjukkan betapa gentingnya situasi ini.Rendy mendengarkan dengan tenang, namun di dalam hatinya mulai muncul ketegangan. Meski Negeri Cakrawala secara resmi tidak terlibat, Rendy menyadari bahwa mereka menggunakan prajurit bayaran untuk melindungi nama dan reputasi mereka di kancah internasional, tetapi dampaknya sam
Saat fajar menyingsing di Kepulauan Tropis, ketegangan merayap di udara. Rendy Wang, yang dikenal sebagai Naga Perang, berdiri di garis depan, mengawasi pergerakan pasukan Bayangan Maut yang sudah mulai menyusuri tepi hutan. Strategi dan kecermatan akan menjadi kunci untuk mengalahkan musuh yang lebih kuat dan lebih banyak.“Jangan biarkan mereka melihat kita,” Rendy berbisik kepada Kristin, memerintahkan timnya untuk bergerak lebih dalam ke bayang-bayang pepohonan kelapa yang lebat. “Kita harus mengejutkan mereka sebelum mereka menyadari kita ada di sini.”Kristin mengangguk, lalu memberi isyarat kepada para pejuang untuk bersiap. “Ingat, kita hanya menyerang jika mereka terpisah. Jika tidak, kita harus bergerak secara terkoordinasi.”Saat Bayangan Maut mendekat, Rendy mengamati pemimpin mereka—seorang pria berperawakan tinggi dengan tatapan tajam dan aura menakutkan. Dia dikenal sebagai Bayangan Maut. Ketika musuh berada dalam jangkauan, Rendy mengangkat tangan sebagai tanda untuk b
Setelah pertempuran kolosal itu, Rendy dan Kristin kembali ke markas di Pulau Kelapa bersama para pejuang yang tersisa. Ketenangan di pantai tampak kontras dengan keganasan pertempuran yang baru saja mereka alami. Cahaya matahari senja menyinari wajah-wajah lelah mereka, tetapi semangat kemenangan dan ketahanan membekas dalam hati. Turunnya Jendral Wang dengan taktik briliannya telah berhasil mengusir Bayangan Maut beserta pasukan Shadow of Death-nya kembali ke Negeri Cakrawala.Rendy juga tidak tahu kalau Bayangan Maut tidak akan pernah lagi berhasil membalaskan dendam pribadi karena Presiden Samuel Balthazar langsung memenggal kepala Bayangan Maut begitu prajurit bayaran ini melaporkan kegagalannya akibat ikut campurnya Naga Perang.“Jendral Wang ... akhirnya kamu muncul juga setelah sekian tahun lamanya. Sudah lama aku menantikan pertarungan hebat dengan salah satu legenda terhebat Khatulistiwa."Wajah Presiden Samuel tampak dingin, bahkan hawa dingin yang terpancar dari tubuhnya l
Saat pesawat komersial mulai bergerak di landasan, Rendy mendapati dirinya duduk di kursi ekonomi yang sederhana, jauh dari kemewahan yang biasa ia rasakan di penerbangan kelas utama. Tapi yang membuat segalanya terasa berbeda adalah melihat Kristin di sebelahnya, yang tersenyum begitu lepas dan penuh antusiasme, seperti seorang gadis muda yang baru pertama kali bepergian.Selama sepuluh jam perjalanan, Kristin berbicara dengan semangat tentang Negeri Sakura dan petualangan yang mereka hadapi, sesekali menertawakan hal-hal kecil yang mereka alami di pesawat. Rendy yang biasanya kaku dan penuh kendali, perlahan merasa rileks di samping Kristin yang begitu ceria. Dalam suasana yang santai, ia bahkan mulai membalas candaan Kristin, membuat mereka tertawa bersama.“Jadi, Rendy Wang yang terkenal sebagai Jenderal dingin ini ternyata bisa tertawa juga, ya?” goda Kristin sambil mencubit ringan lengannya.Rendy hanya tersenyum, sedikit menggeleng. “Kau merubahku, Kris. Baru kali ini aku meras
Malam ketiga di Negeri Sakura terasa berbeda, seakan udara di kamar hotel mereka dipenuhi ketegangan dan antisipasi yang merayap dalam diam. Esok pagi mereka akan bergabung dengan para pencari lain untuk berburu Samurai Ninjitsu, sebuah artefak legendaris yang konon mampu menyembunyikan pemiliknya hanya dengan menusukkan pedang itu ke tanah. Samurai itu terkenal tak hanya karena kemampuannya, tapi juga karena ketajamannya yang begitu sempurna hingga bisa membelah apa saja tanpa meninggalkan bekas kasar. Legenda bahkan menyebut bahwa darah pun mengering seketika saat tersentuh bilah samurai yang sedingin es ini.Kristin terbaring santai di atas tempat tidur, menghela napas dalam-dalam seolah meresapi sisa-sisa energi dari hari yang melelahkan. "Kalau kita benar-benar berhasil menemukan Samurai Ninjitsu itu, apa yang akan kamu lakukan dengan kekuatannya, Ren?" tanyanya, suara lembutnya melayang di antara mereka.Rendy menoleh padanya, tersenyum samar. "Sebenarnya, aku hanya penasaran. B
Pagi itu, Kota Isekai berdenyut penuh semangat. Langit masih berwarna keemasan saat ratusan peserta dari berbagai penjuru dunia—berpasangan atau sendiri—berkumpul, membentuk lautan wajah yang dipenuhi tekad. Masing-masing datang dengan satu tujuan yaitu menemukan Pedang Samurai Ninjitsu, artefak legendaris yang diyakini memberi pemiliknya keberuntungan dan kekuatan untuk menjadi pemimpin yang tak terkalahkan.Rendy dan Kristin berdiri di tengah kerumunan, bahu membahu, dikelilingi oleh para pesaing yang sama-sama penuh ambisi. Kristin menggenggam peta lokasi perburuan erat-erat, sementara Rendy memindai para peserta lain, mengamati tiap gerakan, tiap tatapan—mereka semua adalah calon musuh dalam pencarian ini. Namun, dia merasa anehnya tenang berada di sisi Kristin, yang menunjukkan ketegasan dan keseriusan dalam setiap langkahnya.Kristin melirik ke arah Rendy, senyumnya tipis namun berkilau semangat. “Kau siap, Ren? Perjalanan ini akan menguji batas kita.”Rendy balas tersenyum, ang
Di balik tirai salju tebal yang menutupi setiap sudut Pegunungan Es Abadi, dunia terlihat seperti lukisan sunyi yang menyimpan keindahan dan kematian sekaligus. Namun, Rendy, dengan tatapan waspada dan langkah yang terukur, tahu bahwa di balik pesona dingin itu tersimpan jebakan mematikan yang dirancang oleh Keluarga Besar Bai. Setiap langkah yang diambilnya terasa bagai melangkah di atas kristal pecah; dingin yang menusuk hingga ke dalam tulang, diiringi oleh ketidakpastian medan yang licin dan berbahaya. Angin kencang menyusup lewat celah-celah antara puncak gunung, mendesis seperti bisikan kematian. Butiran es kecil yang tersapu angin menghantam wajahnya, meninggalkan rasa perih yang membakar, sementara jubah hitamnya menari liar di tengah pusaran salju, kontras dengan hamparan putih yang tak berujung. Rendy menatap sekeliling dengan mata tajam, menyusuri setiap bayangan dan jejak samar yang tertutup salju. Tiba-tiba, ia berhenti. Di bawah langkahnya, ada sebuah bekas jejak yang
Rendy melangkah mantap ke utara, angin dingin menerpa wajahnya, membawa serta butiran salju yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. Hembusan napasnya mengepul, seiring dengan tekad yang semakin menguat di dalam dadanya. Ia harus menemui Keluarga Besar Bai secara langsung. Tiga kultivator Bai yang ia biarkan hidup telah menyampaikan pesannya, tetapi ia ragu pesan itu cukup kuat untuk menghentikan mereka."Aku harus memastikan mereka tidak menggangguku saat berhadapan dengan Zhang Wen," gumamnya, kedua matanya menatap lurus ke depan, penuh determinasi.Dalam perjalanannya, Rendy menyadari satu hal: ia telah melewatkan kesempatan menanyakan keberadaan ayahnya kepada Keluarga Xie dan Zhao. Pertarungan sengit dengan mereka telah menyita seluruh perhatiannya, dan kini, hanya Keluarga Besar Bai yang mungkin memiliki jawaban.Pegunungan Es Abadi membentang di hadapannya, rumah bagi Keluarga Besar Bai. Sebuah perkampungan luas tersembunyi di balik lapisan pertahanan berlapis, dengan formasi
Rendy Wang berdiri tegak di antara puing-puing kediaman keluarga Zhao. Angin malam berdesir, membawa aroma debu dan darah yang masih hangat. Kedua pedangnya—Pedang Kabut Darah dan Pedang Penakluk Iblis—berkilauan tajam di bawah cahaya bulan. Di hadapannya, Zhao Tiangxin menatap tajam, jubah patriarknya berkibar ditiup energi qi yang bergetar di sekelilingnya."Naga Perang!" suara Zhao Tiangxin bergema seperti guntur. "Aku akan menunjukkan padamu mengapa aku disebut sebagai Patriark Zhao!"Tangannya terangkat tinggi, telapak tangannya bersinar emas. Dengan satu gerakan sigil tangan, ia menarik energi langit dan bumi. "Formasi Penghancur Langit!"Awan di atas mereka bergolak, berputar membentuk pusaran yang menyedot kekuatan dari sekelilingnya. Udara bergetar, dan dalam sekejap, ratusan tombak qi berwarna emas terbentuk di langit, melayang dengan ujungnya mengarah lurus ke tubuh Rendy.Rendy mengangkat satu alis. "Begitu? Kau pikir formasi ini bisa menghentikanku?"Dengan satu hentakan
Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, Rendy melesat ke depan seperti kilatan petir yang menyambar langit. Pedang Penakluk Iblis di tangannya bergetar, memancarkan cahaya merah menyala yang menebarkan hawa kematian di sekelilingnya. Dalam satu tebasan, gelombang energi memancar deras, menggetarkan udara dan menciptakan pusaran angin yang menghantam para praktisi keluarga Zhao dengan kekuatan dahsyat."Kalian yang mencari kematian kalian sendiri! Aku telah memberi kalian kesempatan untuk hidup! Kini, kesempatan itu telah hilang!" teriak Rendy yang bergerak dengan sangat cepat sehingga tidak kelihatan oleh mata biasa.Wuuusssh!Clash!Jeritan kesakitan menggema saat beberapa dari mereka terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retakan besar terbentuk di sekitarnya. Sementara itu, yang lain bahkan tak sempat menghindar—hanya ada kilatan merah yang membelah tubuh mereka, meninggalkan sisa-sisa tubuh yang jatuh dengan suara berdebum ke tanah."Apa ini? Dasar iblis! Ti
Malam itu, kediaman Keluarga Besar Zhao dipenuhi ketegangan yang merayap di setiap sudut benteng megah mereka. Cahaya lentera berkelap-kelip, memantulkan bayangan tajam dari para kultivator dan praktisi bela diri yang berjaga. Mata mereka tajam, napas tertahan, tangan menggenggam erat senjata seolah bersiap menghadapi bahaya yang sewaktu-waktu bisa menerjang.Di tengah ruang utama yang dipenuhi aroma dupa, seorang pria tua duduk di singgasananya dengan tenang. Rambut dan janggut putihnya tergerai panjang, namun tubuhnya yang bercahaya menunjukkan bahwa usia bukanlah batasan bagi kekuatannya. Zhao Tiangxin, pemimpin Keluarga Besar Zhao, menatap tajam ke arah seorang pengintai yang baru saja kembali dari misi penyelidikan."Siapa yang cukup kejam menghancurkan Keluarga Besar Xie?" Suaranya berat, penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan.Kultivator pengintai itu menelan ludah sebelum menjawab, tubuhnya sedikit gemetar. "Lapor, Tuan Besar! Pembunuh Patriark Xie adalah seorang pemuda yang
Rendy Wang berdiri tegap, tubuhnya dikelilingi aura merah dan emas yang berkobar liar, seolah mencerminkan amarah yang membakar dalam dirinya. Luka di bahunya menghangat, darah menetes perlahan, tetapi tatapannya tetap dingin, penuh determinasi.Xie Wu Jie, terhuyung di atas tanah yang retak, mencengkeram dadanya yang kini tercabik oleh tebasan Pedang Penakluk Iblis. Napasnya berat, tetapi di balik wajahnya yang penuh luka, senyum tipis terukir. "Kau pikir ini sudah berakhir?" suaranya parau, tapi penuh kepastian.Tiba-tiba, udara di sekitar mereka bergetar hebat. Gelombang energi hitam membuncah dari tubuh Xie Wu Jie, menyelimuti langit malam yang semakin kelam. Bayangan-bayangan pekat menjulur dari tanah, berputar-putar seperti tentakel yang mencari mangsa."Roh Pembalasan... Bangkitlah!"Teriakan Xie Wu Jie menggema, dan dari balik bayangan, sesosok entitas raksasa mulai terbentuk. Wujudnya menyerupai iblis bertaring dengan mata merah menyala dan tanduk berliku. Udara menjadi semak
Langit malam membentang kelam, hanya dihiasi bulan pucat yang menggantung dingin di antara gumpalan awan gelap. Udara terasa berat, dipenuhi ketegangan yang nyaris tak tertahankan. Energi bertabrakan di udara, menggetarkan tanah dan membuat dedaunan berdesir liar seakan gemetar ketakutan. Aroma besi yang samar tercium, bercampur dengan hawa panas dari pertarungan yang akan segera meletus.Rendy Wang berdiri dengan kedua kakinya tertanam kokoh di tanah yang mulai retak akibat tekanan kekuatan mereka. Kedua tangannya menggenggam senjata masing-masing—Pedang Kabut Darah yang memancarkan aura merah pekat di tangan kiri, dan Pedang Penakluk Iblis yang berpendar keemasan di tangan kanan. Matanya menyala tajam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Xie Wu Jie melangkah maju, auranya semakin pekat, seperti kabut hitam yang siap melahap segala yang mendekat. Ia memegang tombak hitam dengan ukiran naga yang melilit sepanjang gagangnya, sementara tangan satunya menggenggam tong
Angin malam berembus liar, menggugurkan dedaunan kering yang beterbangan di antara dua sosok yang berdiri berhadapan. Mata Rendy Wang menyala tajam, kilatan emas berpendar di irisnya, sementara Xie Wu Jie berdiri tegap dengan senyum meremehkan. Tidak tampak rasa takut sedikit pun terhadap Naga Perang padahal Rendy telah berhasil menghancurkan segel kunonya yaitu Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit yang membuat kediaman Keluarga Xie terbuka untuk umum.Tanpa aba-aba, Rendy mengayunkan Pedang Penakluk Iblisnya. Kilatan keemasan membelah udara, meledak ke arah lawannya seperti ombak yang mengamuk. Gelombang energi yang ia lepaskan begitu kuat hingga tanah di bawahnya retak, menciptakan pola pecahan yang berpusat di kakinya.Namun, Xie Wu Jie tetap bergeming. Dengan satu tangan, ia membentuk segel aneh di udara, menciptakan perisai energi transparan yang menyerap serangan itu seakan tidak berarti."Hah!" Xie Wu Jie terkekeh meremehkan. "Pedangmu memang legendaris, tapi kekuatanmu masih belum
Langkah Rendy menggema di sepanjang jalan berbatu menuju kediaman Keluarga Xie. Setiap derap kakinya terasa berat, namun tak ada keraguan dalam sorot matanya. Cahaya bulan menggantung pucat di langit, memantulkan bayangan tubuhnya yang berlumuran darah—bukan darahnya, melainkan darah para lawan yang telah ia tumbangkan. Aroma anyir masih melekat di bajunya yang terkoyak, namun itu tak menghambat langkahnya.Udara malam dipenuhi kesunyian yang menyesakkan, seolah alam pun menahan napas, menyaksikan kehadiran seorang lelaki yang datang membawa badai. Di halaman luas kediaman Xie, bayangan manusia mulai bergerak. Satu per satu, para praktisi bela diri Keluarga Xie bermunculan dari kegelapan, mengenakan jubah hitam bersulam lambang keluarga mereka. Mata mereka, penuh dengan kilatan kebencian yang telah mengendap bertahun-tahun, menatapnya tanpa sedikit pun rasa gentar.Seorang lelaki bertubuh tegap melangkah ke depan, wajahnya dipenuhi bekas luka yang menandakan pengalaman tempurnya. Suar