Rendy, alias Naga Perang, menatap serius saat Kristin mulai menjelaskan situasi genting di perbatasan Negeri Khatulistiwa. Informasi dari para mata-mata menyebutkan bahwa Negeri Cakrawala telah menyewa pasukan bayaran profesional dengan keahlian tempur yang hebat untuk melakukan invasi terselubung. Mereka bergerak diam-diam, beroperasi seperti bayangan tanpa menimbulkan kecurigaan besar dari negara-negara tetangga.Kristin melanjutkan, "Pasukan bayaran ini bukan sembarang tentara. Mereka dilatih secara khusus dalam taktik perang gerilya dan sabotase. Jika berhasil masuk, mereka bisa dengan mudah memotong jalur komunikasi dan suplai utama kita." Wajahnya tampak tegang, menunjukkan betapa gentingnya situasi ini.Rendy mendengarkan dengan tenang, namun di dalam hatinya mulai muncul ketegangan. Meski Negeri Cakrawala secara resmi tidak terlibat, Rendy menyadari bahwa mereka menggunakan prajurit bayaran untuk melindungi nama dan reputasi mereka di kancah internasional, tetapi dampaknya sam
Saat fajar menyingsing di Kepulauan Tropis, ketegangan merayap di udara. Rendy Wang, yang dikenal sebagai Naga Perang, berdiri di garis depan, mengawasi pergerakan pasukan Bayangan Maut yang sudah mulai menyusuri tepi hutan. Strategi dan kecermatan akan menjadi kunci untuk mengalahkan musuh yang lebih kuat dan lebih banyak.“Jangan biarkan mereka melihat kita,” Rendy berbisik kepada Kristin, memerintahkan timnya untuk bergerak lebih dalam ke bayang-bayang pepohonan kelapa yang lebat. “Kita harus mengejutkan mereka sebelum mereka menyadari kita ada di sini.”Kristin mengangguk, lalu memberi isyarat kepada para pejuang untuk bersiap. “Ingat, kita hanya menyerang jika mereka terpisah. Jika tidak, kita harus bergerak secara terkoordinasi.”Saat Bayangan Maut mendekat, Rendy mengamati pemimpin mereka—seorang pria berperawakan tinggi dengan tatapan tajam dan aura menakutkan. Dia dikenal sebagai Bayangan Maut. Ketika musuh berada dalam jangkauan, Rendy mengangkat tangan sebagai tanda untuk b
Setelah pertempuran kolosal itu, Rendy dan Kristin kembali ke markas di Pulau Kelapa bersama para pejuang yang tersisa. Ketenangan di pantai tampak kontras dengan keganasan pertempuran yang baru saja mereka alami. Cahaya matahari senja menyinari wajah-wajah lelah mereka, tetapi semangat kemenangan dan ketahanan membekas dalam hati. Turunnya Jendral Wang dengan taktik briliannya telah berhasil mengusir Bayangan Maut beserta pasukan Shadow of Death-nya kembali ke Negeri Cakrawala.Rendy juga tidak tahu kalau Bayangan Maut tidak akan pernah lagi berhasil membalaskan dendam pribadi karena Presiden Samuel Balthazar langsung memenggal kepala Bayangan Maut begitu prajurit bayaran ini melaporkan kegagalannya akibat ikut campurnya Naga Perang.“Jendral Wang ... akhirnya kamu muncul juga setelah sekian tahun lamanya. Sudah lama aku menantikan pertarungan hebat dengan salah satu legenda terhebat Khatulistiwa."Wajah Presiden Samuel tampak dingin, bahkan hawa dingin yang terpancar dari tubuhnya l
Saat pesawat komersial mulai bergerak di landasan, Rendy mendapati dirinya duduk di kursi ekonomi yang sederhana, jauh dari kemewahan yang biasa ia rasakan di penerbangan kelas utama. Tapi yang membuat segalanya terasa berbeda adalah melihat Kristin di sebelahnya, yang tersenyum begitu lepas dan penuh antusiasme, seperti seorang gadis muda yang baru pertama kali bepergian.Selama sepuluh jam perjalanan, Kristin berbicara dengan semangat tentang Negeri Sakura dan petualangan yang mereka hadapi, sesekali menertawakan hal-hal kecil yang mereka alami di pesawat. Rendy yang biasanya kaku dan penuh kendali, perlahan merasa rileks di samping Kristin yang begitu ceria. Dalam suasana yang santai, ia bahkan mulai membalas candaan Kristin, membuat mereka tertawa bersama.“Jadi, Rendy Wang yang terkenal sebagai Jenderal dingin ini ternyata bisa tertawa juga, ya?” goda Kristin sambil mencubit ringan lengannya.Rendy hanya tersenyum, sedikit menggeleng. “Kau merubahku, Kris. Baru kali ini aku meras
Malam ketiga di Negeri Sakura terasa berbeda, seakan udara di kamar hotel mereka dipenuhi ketegangan dan antisipasi yang merayap dalam diam. Esok pagi mereka akan bergabung dengan para pencari lain untuk berburu Samurai Ninjitsu, sebuah artefak legendaris yang konon mampu menyembunyikan pemiliknya hanya dengan menusukkan pedang itu ke tanah. Samurai itu terkenal tak hanya karena kemampuannya, tapi juga karena ketajamannya yang begitu sempurna hingga bisa membelah apa saja tanpa meninggalkan bekas kasar. Legenda bahkan menyebut bahwa darah pun mengering seketika saat tersentuh bilah samurai yang sedingin es ini.Kristin terbaring santai di atas tempat tidur, menghela napas dalam-dalam seolah meresapi sisa-sisa energi dari hari yang melelahkan. "Kalau kita benar-benar berhasil menemukan Samurai Ninjitsu itu, apa yang akan kamu lakukan dengan kekuatannya, Ren?" tanyanya, suara lembutnya melayang di antara mereka.Rendy menoleh padanya, tersenyum samar. "Sebenarnya, aku hanya penasaran. B
Pagi itu, Kota Isekai berdenyut penuh semangat. Langit masih berwarna keemasan saat ratusan peserta dari berbagai penjuru dunia—berpasangan atau sendiri—berkumpul, membentuk lautan wajah yang dipenuhi tekad. Masing-masing datang dengan satu tujuan yaitu menemukan Pedang Samurai Ninjitsu, artefak legendaris yang diyakini memberi pemiliknya keberuntungan dan kekuatan untuk menjadi pemimpin yang tak terkalahkan.Rendy dan Kristin berdiri di tengah kerumunan, bahu membahu, dikelilingi oleh para pesaing yang sama-sama penuh ambisi. Kristin menggenggam peta lokasi perburuan erat-erat, sementara Rendy memindai para peserta lain, mengamati tiap gerakan, tiap tatapan—mereka semua adalah calon musuh dalam pencarian ini. Namun, dia merasa anehnya tenang berada di sisi Kristin, yang menunjukkan ketegasan dan keseriusan dalam setiap langkahnya.Kristin melirik ke arah Rendy, senyumnya tipis namun berkilau semangat. “Kau siap, Ren? Perjalanan ini akan menguji batas kita.”Rendy balas tersenyum, ang
Ketika mereka berhasil melewati “Ladang Kematian” dan mencapai Hutan Cermin Tersembunyi, Rendy dan Kristin disambut oleh pohon-pohon raksasa yang permukaannya licin seperti cermin, memantulkan setiap gerakan mereka. Di dalam bayangannya sendiri, Rendy melihat sosoknya yang tampak lelah namun tegas, sementara bayangan Kristin terpantul dengan tatapan waspada.“Ini... menyeramkan,” bisik Kristin, menggenggam tangan Rendy. “Bayanganku seperti hidup. Seolah mengikuti setiap pikiran dan langkahku.”“Jangan biarkan bayangan itu membuat kita ragu,” jawab Rendy dengan tenang. “Mereka hanya ilusi, mencoba menyesatkan kita. Fokus ke arah yang sebenarnya.” Ia menuntunnya perlahan, mencoba mengabaikan pantulan yang terasa begitu nyata.Setelah berhasil melewati hutan penuh ilusi itu, mereka tiba di Lembah Bisikan. Suasana di sini begitu sunyi, namun bisikan-bisikan halus terdengar di telinga mereka, membuat suasana semakin meresahkan. Bisikan itu tak lain adalah suara yang terdengar mirip suara h
Plok!Plok!Plok!Suara tepukan keras tiba-tiba menggema, menghentikan langkah Kristin dan Rendy yang baru saja berhasil meraih Pedang Samurai Ninjitsu. Tepukan itu membuat peserta lain pun mendadak berhenti, menatap sosok yang melangkah ringan menuju Rendy dan Kristin.Rendy langsung mengenali pria itu—mengenakan kacamata hitam dengan setelan jas hitam sempurna, rambut hitamnya yang disisir rapi memantulkan cahaya pagi. Ia tak mungkin salah lagi.“Mister Sakamoto… ternyata kaulah dalang di balik semua kekacauan perlombaan ini!” Rendy berkata, matanya penuh tanya.Senyum tipis Mister Sakamoto mengembang, seolah menikmati momen ini. “Perlombaan berdarah? Siapa yang menyebutnya begitu?” Pria itu bertanya, matanya yang tajam dan misterius berkilat di balik kacamata hitamnya.Kristin bertukar pandang dengan Rendy, ekspresi bingung mereka tak bisa disembunyikan.“Bukankah kau yang mengizinkan peserta saling bertarung, saling bunuh, demi pedang ini?” Kristin bertanya tajam, tak memedulikan
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind
Tanpa ragu, Rendy Wang melangkah maju, tubuhnya masih berlumuran debu pertempuran. Portal dimensi di hadapannya berputar liar, cahaya biru kehijauan berpendar seperti ombak liar. Setelah mengalahkan Zhang Wei dan menyelamatkan Negeri Langit dari kehancuran, ia tahu ini adalah satu-satunya jalan pulang. Dengan satu tarikan napas, ia melangkah masuk.Saat portal menutup di belakangnya, kegelapan langsung menyergap. Kesadarannya menghilang.Ketika membuka mata, aroma kayu tua dan udara dingin menyeruak ke hidungnya. Dia mengenali tempat ini—kamar sempit di rumah Keluarga Huang, Paradise Hill, Kota Buitenzorg. Dinding-dinding kayu masih sama, catnya mengelupas di beberapa tempat, dan kasur tipis di bawahnya berderit saat ia bangkit."Sepertinya kamar ini memang gerbang antar dimensi," gumamnya. "Setiap kali kembali ke Khatulistiwa, selalu melalui tempat ini."Sebelum sempat berpikir lebih jauh, suara nyaring menusuk telinganya."Untuk apa lagi pengangguran itu pulang ke rumah?" suara cemp
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai sutra jendela kamar, mengusap wajah Rendy Wang yang perlahan terbangun. Ia membuka matanya, mendapati ruangan yang begitu akrab—suasana mewah Resort Red Lotus Resort and Club yang pernah ia kunjungi sebelumnya. Meski begitu, ada keanehan yang menyelinap ke dalam ingatannya, seolah waktu telah mengubah segalanya. Aroma lavender dan kayu manis yang lembut menyatu dengan semilir angin dari balkon, mengiringi kebingungan yang menggelayuti pikirannya.Saat tangannya meraba permukaan lembut sprei sutra, ia mendapati sosok di sampingnya. Punggung putih mulus Renata, istrinya kah? Benar-benar mengundang kehangatan sekaligus teka-teki. Dalam keheningan pagi itu, Renata terbangun dan menatap Rendy dengan tatapan penuh tanya."Kak Rendy, sudah bangun?" suaranya serak namun penuh keakraban, mengisi ruangan dengan nuansa kenangan.Rendy mengerutkan dahi, matanya menyusuri sosok Renata yang kini tampak lebih dewasa, lebih matang. "Renata... kenapa kita di sin
Langit masih bergetar hebat setelah kehancuran Zhang Wen. Namun, sebelum Rendy Wang sempat bernapas lega, Negeri Langit bergetar kembali. Dari reruntuhan medan perang, aura kegelapan yang lebih kelam muncul. Udara di sekeliling membeku, dan langit yang sebelumnya mulai cerah kembali diselimuti awan hitam pekat."Tidak... Ini tidak mungkin..." gumam Rendy, merasakan tekanan yang jauh lebih dahsyat dibandingkan yang ditimbulkan oleh Zhang Wen.Dari balik kabut hitam, muncul sosok berbalut jubah gelap dengan mata merah menyala. Energinya begitu besar hingga membuat tanah di sekelilingnya merekah. Sosok itu tertawa kecil, suaranya menggema seperti berasal dari dunia lain."Rendy Wang... kau mungkin telah mengalahkan Zhang Wen, tapi kegelapan sejati tak akan pernah bisa dihancurkan oleh cahaya sekecil milikmu. Aku adalah Kegelapan Abadi, pemilik sejati kegelapan di alam semesta ini!"Rendy menggertakkan giginya. Ia sudah mengerahkan seluruh kemampuannya dalam pertempuran melawan Zhang Wen,