Renata menghela napas, sambil menyandarkan diri sedikit ke kursi. "Hidupku tak seberat itu dibandingkan denganmu. Aku masih menjalankan bisnis kecilku, dan tentu saja, proyek medis kita masih berjalan sempurna. Tapi yang paling aku khawatirkan saat ini adalah keluargaku. Ada beberapa masalah di rumah yang... yah, kau tahu, selalu ada drama yang tak pernah habis."Rendy mendengarkan dengan seksama, mengamati wajah Renata yang, meskipun tersenyum, menyimpan keletihan yang sulit disembunyikan. "Keluarga memang selalu rumit," katanya sambil memutar gelas anggurnya di atas meja. "Tapi kau selalu berhasil menyeimbangkan semuanya, Renata. Kau punya bakat untuk tetap tenang di tengah kekacauan."Renata tertawa kecil. "Kau terlalu baik. Kau sendiri bagaimana, Kak Rendy? Kudengar ada banyak pergerakan di sekitar lingkaranmu. Terutama setelah pertemuan itu, banyak yang mulai bertanya-tanya tentang langkah-langkahmu selanjutnya."Rendy tersenyum samar, lalu menghela napas. "Ya, kau benar. Setelah
Suasana elegan dan damai di Restoran Galaksi berubah seketika. Belasan pria bertopeng emas, mengenakan jas hitam yang rapi dan memancarkan aura dingin, muncul dari berbagai sudut restoran. Gerakan mereka cepat, terkoordinasi, dan tanpa suara, hingga tiba-tiba mereka sudah mengepung meja Rendy dan Renata.Rendy dengan tenang menaruh gelas anggurnya di meja, menatap ke sekeliling. Sorot matanya berubah dari yang tadinya santai menjadi tajam, menyelidik. Di hadapannya, Renata tampak terkejut sesaat, namun ia segera menyamarkan keterkejutannya dengan menegakkan punggung, menunjukkan ketenangan yang mungkin tidak sepenuhnya ia rasakan.Salah satu pria bertopeng emas maju selangkah, membuka jasnya sedikit untuk memperlihatkan gagang senjata yang tersembunyi di dalamnya. "Tuan Rendy Wang," suara pria itu berat dan tegas. "Kami punya pesan untuk Anda."Renata menoleh sedikit ke arah Rendy, suaranya nyaris berbisik. "Apa kau tahu siapa mereka?"Rendy menggeleng pelan, ekspresinya tak berubah.
Rendy dan Renata mempercepat makan siang mereka di Restoran Galaksi. Sumpit-sumpit bergerak cepat, mengangkat potongan makanan mewah yang hanya sekadar disentuh lidah sebelum ditelan tanpa banyak menikmati rasa. Mereka tahu waktu adalah musuh saat ini, dan ancaman dari Klan Topeng Emas bisa datang kapan saja. Dalam waktu singkat, mereka sudah siap bergegas keluar dari restoran.Setibanya di luar, sebuah mobil SUV hitam sudah menunggu mereka, lengkap dengan pengemudi dan pengawalan bersenjata. Perjalanan mereka menuju Pegunungan Andesia dimulai tanpa suara, dan suasana di dalam mobil terasa tegang, meski tidak ada satu pun dari mereka yang menunjukkannya secara terbuka. Rendy tetap fokus pada pemandangan di luar, sementara Renata sibuk memeriksa gadgetnya, sesekali mengetuk layar dengan cekatan.Sesampainya di gerbang pertama di kaki Pegunungan Andesia, Rendy melihat barisan pengawal bersenjata lengkap berjaga. Wajah-wajah mereka kaku, fokus, tanpa sedikit pun lengah. Gerbang besi raks
Renata memimpin langkah ke arah bagian barat kompleks kediamannya, di mana pusat teknologi yang dia bangun berada. Rendy mengikuti dengan penuh rasa penasaran. Bangunan itu tidak seperti fasilitas teknologi biasa—strukturnya terlihat lebih futuristik, dengan dinding-dinding kaca tebal dan panel-panel logam mengilap yang memantulkan cahaya sore di Pegunungan Andesia. Di luar, tampak beberapa drone patroli melayang-layang secara diam-diam, menyatu dengan pemandangan.Ketika mereka memasuki pintu utama, suasana modern dan penuh teknologi segera menyergap Rendy. Cahaya biru lembut mengalir di sepanjang lantai dan dinding, memberi kesan bahwa tempat ini lebih dari sekadar laboratorium biasa. Monitor besar menampilkan berbagai data yang bergerak cepat, sementara tim kecil teknisi dan ilmuwan bekerja dengan tenang namun efisien."Selamat datang di pusat inovasiku," ucap Renata dengan nada bangga. "Di sinilah kami mengembangkan teknologi yang bisa membuat kita selangkah lebih maju dari musuh-
Di tengah suasana tegang yang melibatkan Klan Topeng Emas dan teknologi canggih yang sedang mereka diskusikan, tiba-tiba suasana berubah ketika Renata, dengan sedikit ragu, mencoba menagih janji yang pernah diucapkan Naga Perang. Wajahnya memerah, tak biasa terlihat begitu gugup, dan tangannya sedikit gemetar saat ia akhirnya memberanikan diri mengutarakan pertanyaan yang selama ini mengganggunya."Kamu masih ingat, kan, tentang janji itu?" ucap Renata pelan namun jelas. Suaranya bergetar, mencerminkan ketegangan yang ia coba sembunyikan di balik tatapan tajamnya.Rendy, yang tengah mengamati gadget canggih di tangannya, terdiam sejenak. Jelas, dia ingat betul janji yang dimaksud Renata. Namun, dalam situasi yang penuh tekanan dan ancaman dari musuh yang mengincarnya, dia tahu bahwa pertanyaan ini lebih rumit daripada sekadar memenuhi janji lama.Rendy menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum memberikan jawaban yang tidak melukai perasaan Renata. "Renata, aku tidak lup
Rendy duduk di salah satu kursi kulit yang nyaman di pusat teknologi Renata, tatapannya serius ketika dia mulai membuka topik yang sudah lama mengganggunya. “Renata, aku ingin mendengar pendapatmu soal Mata Dewa,” katanya, nada suaranya beralih dari pribadi ke profesional dalam sekejap.Renata mengangkat alis, penasaran. "Mata Dewa? Proyek dari Wang Industries?" tanyanya, menghentikan pekerjaannya di layar holografik yang sedang dia tinjau. Dia berbalik menghadap Rendy, menaruh perhatian penuh padanya.”Proyek yang ambisius sepertinya.”Rendy mengangguk. "Ya. Sistem pengawasan global itu. Kami mengklaim bisa memantau setiap pergerakan manusia di mana pun di dunia ini—semua di bawah kendali tunggal untuk mengurangi kejahatan. Tapi hasilnya… belum sesuai ekspektasiku. Ada banyak celah dalam teknologi itu yang belum tertutupi," ucapnya sambil menghela napas. Rasa frustrasi jelas tergambar di wajahnya. "Aku tahu sistem ini punya potensi besar, tapi aku butuh lebih dari sekadar klaim muluk
Cahaya lampu taman memantulkan kilauan lembut di atas air mancur yang berkilau, menciptakan suasana malam yang tenang di halaman villa Renata. Di bawah naungan pepohonan yang menghiasi taman, Naga Perang dan Renata duduk di meja makan yang elegan, dikelilingi oleh bunga-bunga harum yang mekar sempurna. Di hadapan mereka, seorang chef terkenal tengah menyiapkan hidangan istimewa ala Eropa, aroma mentega yang hangat dan rempah segar menggoda selera.Suara pisau yang lembut beradu dengan piring porselen saat steak dengan saus merah anggur disajikan dengan penuh kehati-hatian oleh sang chef. Angin malam yang sejuk membawa harum lavender dari kebun di seberang, berpadu dengan aroma anggur yang dituangkan ke dalam gelas kristal di hadapan mereka. Rendy mengangkat gelasnya, menatap Renata dengan senyum ringan, meskipun pikirannya masih terusik oleh peristiwa siang tadi.Setelah beberapa gigitan yang nikmat, Rendy mendesah pelan, meletakkan garpunya. "Sepertinya aku harus beristirahat lebih a
Rendy melangkah maju, menembus kegelapan ruangan, seakan bayangan dirinya menyatu dengan suasana dingin di dalam markas Klan Topeng Emas. Jessy mengikutinya tanpa suara, gerakannya gesit dan penuh ketenangan. Kedua sosok ini nyaris tidak terlihat saat mereka mengintai di sudut ruangan, hanya beberapa meter dari meja tempat para pria bertopeng itu berkumpul.Rendy mengamati mereka satu per satu—lima orang bertopeng emas, tubuh mereka tegap dan berotot, jelas terlatih dalam pertempuran. Peta kota yang terbentang di atas meja dipenuhi titik-titik merah, yang menandai berbagai tempat strategis di Horizon City. Sesekali, salah satu dari mereka menunjuk ke peta, membahas rencana mereka dengan suara rendah dan terukur. Rendy menyadari bahwa mereka tidak sekadar merencanakan serangan kecil; ini adalah bagian dari operasi besar yang bisa mengacaukan kota."Dengar," salah satu dari mereka berbicara dengan suara berat, suaranya terdengar jelas di antara bisikan lainnya. "Serangan di Restoran Gal