Share

76. Mengejutkan

Author: Tompealla Kriweall
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Malam itu, Ryan duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop dengan penuh konsentrasi. Elsa baru saja mengirimkan laporan yang merinci penyelidikan terhadap seorang pria bernama Andi. Dari hasil investigasi, Andi ternyata memiliki keterkaitan dengan sebuah kelompok kriminal kecil yang kerap kali menyelundupkan barang-barang ilegal, namun mereka bukan pelaku biasa.

"Ternyata teroganisir juga mereka," gumam Ryan menggeleng perlahan.

Nama-nama lain yang muncul dalam laporan itu membuat Ryan semakin waspada. Andi adalah salah satu kaki tangan penting dari seorang tokoh yang lebih besar dan mungkin berpengaruh dalam jaringan kejahatan tersebut.

Ponsel Ryan bergetar di meja, menampilkan pesan dari Elsa. Memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai laporannya.

"Ada bukti kuat bahwa Andi terlibat langsung dalam sabotase mobil Bu Erika. Dia juga terlihat beberapa kali bertemu dengan seseorang yang kita curigai sebagai dalang utama. Aku bisa lanjut menyelidiki kalau pak Ryan mengijinkan."

Ryan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   77. Kemungkinan Yang Kebetulan

    Setelah memberikan perintah pada Dedi, Ryan langsung bergegas setelah menutup teleponnya. Hatinya berdebar kencang, memikirkan Elsa yang baru saja mengalami kecelakaan. Padahal, mereka baru saja membahas langkah-langkah penting dalam penyelidikan Andi. Kini, situasi berubah secepat kilat, menambah rasa cemas yang telah menghantui sejak kecelakaan Erika kemarin."Sayang, aku mau menemui Dedi di rumah sakit." Ryan pamit pada sang istri, supaya istrinya tidak mencari-cari - nanti."Ke rumah sakit? Dedi sakit, mas?" tanya Erika dengan kening berkerut.Wanita itu tahu siapa Dedi, tapi tidak dengan sakitnya atau kabar terbaru dari salah satu asisten Ryan. Dia juga tahu siapa saja yang saat ini menjadi orang-orang kepercayaan suaminya, yang dari dulu memang menjadi asisten dan membantu pekerjaan Ryan."Elsa kecelakaan, sayang. Tidak apa-apa, kan? Aku hanya ingin memastikan saja, semuanya diurus dengan baik." Ryan kembali meminta izin untuk pergi ke rumah sakit tempat Elsa dibawa.Erika menga

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   78. Semua Terencana

    "Minta pada Tomi dan Fery untuk menyelidiki TKP!" perintah Ryan."Baik, pak." Dedi mengangguk lalu merokok ponselnya dan menghubungi Tomi."Aku ingin segera mendapatkan laporan," terang Ryan menambahi.Dengan dugaan sementara itu, Ryan meminta Dedi untuk menelpon Tomi dan Fery, memberikan perintah untuk segera menyelidik ke tempat kejadian - di tempat Elsa kecelakaan. Bisa jadi, ada petunjuk penting yang bisa menunjukkan siapa pelaku yang sudah mencelakai Elsa.Beberapa jam berlalu dengan keheningan yang mencekam di ruang tunggu rumah sakit. Ryan dan Dedi hanya bisa duduk di sana, menatap ke arah ruang perawatan intensif tempat Elsa dirawat. Awalnya, ada sedikit kelegaan setelah dokter mengatakan kondisinya stabil. Tapi sekarang, situasi mulai terasa lebih suram.Tak lama, seorang perawat keluar dari ruang perawatan dan menghampiri mereka. "Maaf, saya butuh tanda tangan untuk prosedur tambahan. Kondisi pasien sedikit berubah, jadi dokter memutuskan untuk melakukan pemindaian - scannin

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   79. Bukti Lain

    Beberapa waktu lalu.Tomi menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya yang mulai berkeringat. Mobil yang mereka kendarai nyaris tidak bergerak, terjebak dalam kemacetan panjang di tengah jalan raya kota. Fery yang duduk di sebelahnya, memukul-mukul setir dengan kesal."Macetnya parah banget. Kita bisa habis waktu di sini saja," gerutu Fery tidak sabar.Tiba-tiba, ponsel Tomi bergetar. Ia mengeluarkannya dari saku dan melihat nama Dedi muncul di layar. Tanpa menunggu lama, ia menjawab panggilan tersebut."Ya, Ded? Kami sedang dalam perjalanan," kata Tomi dengan suara sedikit frustasi."Dalam perjalanan? Lama sekali, kalian di mana sekarang?" tanya Dedi dari seberang - rumah sakit, suaranya terdengar tegang."Kami terjebak macet. Ada kecelakaan tadi, mungkin ini yang membuat jalanan jadi penuh. Kami masih di jalan, tapi kayaknya butuh waktu lebih lama untuk sampai ke TKP," jelas Tomi sambil melirik ke arah Fery, yang hanya mengangkat bahu tanda tidak berdaya."Pak Ryan sudah nunggu

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   80. Pesta Berakhir

    Beberapa waktu kemudianDi lorong rumah sakit, suasana terasa tegang. Lampu-lampu neon yang terang tidak cukup untuk mengusir kecemasan yang menghantui. Ryan berdiri dengan gelisah di depan ruang operasi, sesekali melirik jam tangannya yang seolah bergerak lebih lambat dari biasanya. Dedi duduk di kursi tak jauh darinya, diam sambil menunduk, menahan segala emosi yang membuncah di dadanya.Sudah berjam-jam Elsa berada di dalam, dan hingga kini belum ada kabar yang pasti. Ryan hanya bisa berharap, meskipun kekhawatiran bahwa sesuatu yang lebih buruk bisa saja terjadi terus menghantuinya.Tiba-tiba, ponsel Dedi bergetar. Ia segera meraihnya, membaca pesan dari Tomi yang memberikan kabar tentang hasil penyelidikannya."Kami hampir sampai. Ada banyak bukti baru. Aku akan jelaskan begitu tiba."Dedi menghela napas, menoleh ke arah Ryan yang tampak semakin gelisah. Bosnya itu memang beda dari bos-bos yang lain, sebab rasa kekeluargaan mereka sangat kental - sudah seperti saudara sendiri."P

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   81. Koma

    "Egh... Mas? Mas Ryan..." Erika mencari-cari sang suami."oh ya, mas Ryan sedang berada di rumah sakit. Bagaimana keadaan Elsa, ya?" gumam Erika, seorang diri.Tengah malam, Erika yang terbaring di kamarnya, terjaga di tengah malam. Sinar lampu dari luar masuk melalui celah tirai, menerangi sebagian ruangan yang sunyi. Meski tubuhnya masih terasa lemah, pikirannya berputar-putar, gelisah memikirkan keadaan suaminya yang ada di rumah sakit - menunggu operasinya Elsa bersama dengan Dedi dan dua asistennya yang lain.Wanita itu sadar bahwa sang suami memang seperti itu, tidak bisa mengabaikan orang-orang terdekatnya - meskipun itu adalah asistennya, jika sedang dalam keadaan darurat seperti ini. Apalagi dirinya sudah lebih baik daripada beberapa waktu lalu setelah kecelakaan yang dialaminya."Issshhh... aduh! Aku mau telpon mas Ryan, mau tanya keadaan Elsa."Erika mencoba duduk, meskipun rasa nyeri di tubuhnya masih terasa. Dengan sedikit usaha, ia meraih ponselnya yang tergeletak di me

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   82. Penelpon Misterius

    Saat Ryan tiba di rumah, jam sudah menunjukkan lewat tengah malam. Rumah tampak sepi, namun lampu di kamar masih menyala. Ia masuk perlahan, tubuhnya terasa berat, dipenuhi kelelahan fisik dan mental setelah berjam-jam di rumah sakit bersama Elsa. Pikiran tentang asistennya yang kini dalam keadaan koma tak henti-hentinya menghantuinya, tapi ia tahu, di rumah ada hal lain yang harus ia perhatikan—Erika.Dia berjalan menuju kamar mereka, membuka pintu dengan hati-hati, berharap Erika sudah tertidur. Namun, yang ditemukannya adalah istrinya duduk di tepi tempat tidur, memeluk lututnya, wajahnya tampak pucat dan terlihat cemas dan khawatir."Sayang?" panggil Ryan lembut, sambil mendekat.Erika mendongak perlahan, dan begitu melihat Ryan, matanya melebar. Dia sempat melamun, sampai-sampai tidak sadar jika sang suami pulang dan masuk kamar."Mas Ryan... kamu, akhirnya kamu pulang." Suara Erika gemetar, menandakan bahwa ada sesuatu yang sangat mengganggunya. Ia berdiri perlahan, berjalan men

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   83. Dilarang

    Segera, Tanu berjalan cepat menuju pintu, kunci mobil sudah tergenggam di tangannya. Ia harus segera memastikan bahwa Erika aman, terutama setelah telepon misterius itu. Langkahnya penuh dengan kegelisahan, namun ketika ia membuka pintu, sosok yang tak disangka muncul di hadapannya."Tanu? Mau ke mana kamu tengah malam begini?" Suara berat ayahnya, Tuan Lee, menghentikan langkahnya. Lelaki tua itu berdiri di lorong dengan mengenakan piyama, matanya sedikit menyipit karena kantuk yang masih melekat, tapi jelas tergambar kekhawatiran di wajahnya.Tanu mendadak tegang. Dia tak ingin membuat ayahnya cemas, terutama setelah dirinya baru saja keluar dari rumah sakit. Meskipun kondisinya sudah pulih, sang ayah masih sering memantau kesehatannya dengan ketat. Dan Tuan Lee bukanlah orang yang mudah diyakinkan jika itu menyangkut keluarganya, apalagi anak-anaknya.“Papa, aku cuma mau keluar sebentar,” jawab Tanu, mencoba bersikap santai, meski hatinya dipenuhi kecemasan karena takut ketahuan ni

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   84. Musuh Dalam Selimut

    Di rumah sakit, suasana malam terasa lebih sunyi daripada biasanya. Lampu-lampu di koridor menyala terang tapi tampak remang-remang bagi orang yang ada di tempat tersebut, hanya terdengar suara langkah-langkah kecil para perawat yang sedang berjaga. Di ruang tunggu dekat kamar rawat Elsa, Dedi dan Tomi duduk berdampingan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.Tomi melirik Dedi yang sedang mengamati ponselnya, seolah menunggu sesuatu. Keheningan di antara mereka membuat suasana semakin terasa tegang. Elsa yang masih terbaring di ruang rawat intensif telah melalui masa-masa kritis, namun keadaannya tetap belum stabil sepenuhnya. Dan ini membuat kecemasan mereka tak kunjung mereda.“Tomi. Kamu pikir, ini semua kebetulan nggak?” Dedi akhirnya berbicara lebih dulu, memecah keheningan. Suaranya rendah, tapi jelas terisi dengan kecurigaan.“Apa maksudmu, Ded?” Tomi menoleh, sedikit kaget mendengar pertanyaan itu.Dedi memandang Tomi serius, lalu menunduk sejenak sebelum melan

Latest chapter

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   122. Tidak Ada Jalan Lain

    Tomi menggenggam alat rekam kecil yang ditemukan di saku pria tersebut. Matanya menyipit, menyadari bahwa ini lebih dari sekadar serangan fisik. Mereka sedang dipantau—kemungkinan, setiap langkah mereka dicatat dan mungkin juga dikirimkan ke seseorang yang lebih tinggi, dalang dari semua kejadian ini."Fer, tunggu!" seru Tomi, mengejar Fery dan Elsa yang baru saja mencapai tangga darurat.Fery menoleh, sedikit kebingungan melihat Tomi berlari dengan membawa alat kecil itu."Apa itu?" tanya Fery sambil mengerutkan kening.Tomi mengangkat alat itu di depan wajah mereka, memperlihatkan sesuatu yang ditemukannya tadi."Ini alat rekam, you now? Mereka bukan cuma datang untuk menyerang. Mereka memata-matai kita. Siapa pun yang menyerang pak Ryan semalam, mereka pasti ingin lebih dari sekadar peringatan. Mereka sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar," jelas Tomi mengangguk.Elsa menatap alat rekam itu dengan ngeri, paham dengan maksud perkataan Tomi. "Mereka tahu semua yang kita bicara

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   121. Pagi Yang Tegang

    Keesokan paginya, suasana apartemen Dedi dipenuhi ketegangan yang tak terlihat namun terasa kuat. Ryan, yang tiba pagi-pagi setelah melewati malam yang sulit, duduk di ruang tamu bersama Dedi, Tomi, dan Fery. Wajahnya masih menunjukkan bekas-bekas serangan semalam, dengan beberapa luka di sudut bibir dan memar di pipi. Meski begitu, sorot matanya tajam, penuh tekad untuk menemukan siapa yang berada di balik semua ini."Pak Ryan, kita perlu tahu detail serangan semalam. Siapa yang nyerang Anda? Atau, apa ada mereka bilang sesuatu?" tanyaDedi mulai bicara, suaranya tenang tapi serius.Ryan menggeleng pelan sambil mengingat-ingat kejadian semalam, sebab dua pria yang menyerangnya juga tidak menyebutkan nama seseorang. Mereka hanya memberikan peringatan supaya dirinya tidak ikut campur urusan orang lain, padahal Ryan tidak tahu urusan siapa yang dimaksud."Mereka nggak bilang apa-apa. Dua orang, besar dan pastinya mereka terlatih. Mereka tahu apa yang mereka lakukan, nggak asal nyerang.

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   120. Yang Ketiga

    Beberapa saat sebelum Elsa keluar kamar.Setelah telepon dari Ryan berakhir, suasana di apartemen Dedi kembali tegang. Mereka bertiga tahu ini bukan sekadar kebetulan. Serangan terhadap Ryan menunjukkan bahwa ada seseorang di luar sana yang tidak main-main. Dedi, Tomi, dan Fery segera memutuskan untuk mempercepat langkah mereka dalam mengamankan Elsa dan mencari tahu siapa yang ada di balik semua ini.Tomi berdiri dari sofa, memasukkan ponselnya ke saku. "Kita harus buat rencana yang jelas. Mereka sudah menargetkan pak Ryan hari ini, dan Elsa mungkin target berikutnya."Fery mengangguk setuju dengan analisa rekannya itu. "Aku akan segera hubungi beberapa orang. Kita butuh pengawasan di sini, mungkin pasang CCTV tambahan, atau lebih baik lagi, kita datangkan tim yang bisa jaga secara fisik. Apartemen ini cukup tinggi, tapi tetap saja, kita nggak bisa ambil risiko."Dedi yang duduk diam sambil berpikir akhirnya angkat bicara. "Setuju. Kita nggak boleh remehkan ancaman ini. Selain itu, k

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   119. Salah Paham

    Malam itu, di apartemen Dedi, suasana mulai tenang setelah Elsa masuk ke kamarnya. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama ketika ponsel Tomi tiba-tiba berdering. Nama Ryan muncul di layar, membuat Tomi segera mengangkatnya, dengan ekspresi yang mendadak serius."Pak Ryan, ada apa?" tanya Tomi cepat, merasakan jika ada sesuatu yang tidak beres karena syara Ryan yang terdengar tidak biasa..Dari seberang, suara Ryan memang terdengar berat namun tetap berusaha untuk tenang. Dia sudah keluar dari medan bahaya yang tadi sempat didapatkan.“Aku baru saja dihadang di jalan. Dua pria dengan mobil hitam mencoba memaksaku keluar dari mobil. Mereka nggak main-main. Aku harus melawan mereka, tapi berhasil keluar dari situ setelah sedikit adu fisik.” Ryan menjelaskan.Mata Tomi langsung menyipit, rasa khawatir merambat di pikirannya. “Apa Anda, baik-baik saja? Di mana Anda sekarang, pak Ryan?”“Ah, tenang, Tomi. Aku berhasil lolos. Sedikit babak b

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   118. Apartemen Dedi

    Di tempat lain, Elsa baru saja tiba di apartemen Dedi. Perasaannya campur aduk, karena dia tidak pulang ke rumahnya - tempat tinggalnya selama beberapa waktu terakhir ini setelah menjadi asistennya Ryan. Meski merasa sedikit lebih baik setelah beberapa hari di rumah sakit, dia masih belum sepenuhnya pulih, baik fisik maupun mental.Dedi sendiri yang mengantarnya kali ini, karena Ryan memutuskan untuk langsung pulang ke rumah, mengingat ada urusan yang harus dia selesaikan di sana.Apartemen Dedi terletak di lantai yang cukup tinggi, menawarkan pemandangan indah kota saat malam hari. Begitu pintu lift terbuka, mereka berjalan menuju pintu apartemen yang tak jauh dari situ. Dedi menekan kode pengaman pintu, dan suara klik terdengar, menandakan pintu terbuka.Elsa sempat terkejut ketika melihat dua sosok yang sudah menunggu di dalam. Tomi dan Fery, dua sahabat dekat Dedi - yang juga rekan kerjanya, berdiri di ruang tamu, tampak sudah siap menyambut mereka. Wajah mereka cerah, menunjukkan

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   117. Adu Skill

    Di saat Ryan sedang dalam perjalanan pulang, tiba-tiba dua mobil hitam muncul di belakangnya. Kecepatan mereka meningkat dengan cepat, dan dalam sekejap, mereka sudah menempel di belakang mobilnya. Ryan bisa merasakan firasat buruk, tapi tetap mencoba tetap tenang sambil fokus menyetir.Tapi pada kenyataannya, dua mobil itu tidak memberikan kesempatan Rian untuk kabur. Mereka terus mepet dan itu membuat Ryan tidak bisa bergerak dengan bebas sehingga harus berhati-hati dengan kemudinya."Ini tidak beres," gumamnya sambil melirik ke kaca spion. Mobil-mobil itu seperti sengaja mengikuti setiap gerakannya.Ryan mencoba meningkatkan kecepatan, namun salah satu mobil dengan cepat berpindah ke jalur sebelah kiri, sejajar dengan mobilnya. Sementara itu, mobil lain tetap berada di belakangnya, seolah-olah memaksanya masuk ke dalam jebakan. Dengan keadaan seperti ini, dia sedikit kesulitan menghindar, apalagi Fery, supir pribadinya, tidak bersamanya. Fery sedang berada di apartemen Dedi, menyam

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   116. Khawatir

    Kondisi Elsa berangsur membaik setelah perawatan intensif di rumah sakit. Luka-luka fisiknya mulai pulih, dan senyumnya yang lama hilang kini perlahan kembali menghiasi wajahnya. Dokter telah memberikan izin untuknya pulang, namun di balik kabar baik itu, ada kekhawatiran yang menggelayuti pikiran semua orang, terutama Dedi. Rekan kerja yang paling dekat dengannya, sejak mereka menjadi asisten Ryan.Dedi, yang selama ini selalu berada di samping Elsa - bekerja sama untuk kesuksesan perusahaan Ryan, tentu tahu bahwa membiarkannya pulang ke rumah bisa menjadi risiko besar. Meski tidak ada ancaman nyata yang terungkap, kejadian kecelakaan yang dialami Elsa tidak bisa dianggap sebagai kebetulan - apalagi Elsa tinggal seorang diri di rumahnya, sebab Elsa adalah yatim yang diusir oleh keluarga ibunya dan ditolong Ryan saat itu. Perasaan tidak nyaman semakin menghantui Dedi seandainya Elsa di rumah sendirian. Apalagi dengan semua yang terjadi akhir-akhir ini, Dedi tidak bisa menyingkirkan pi

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   115. Menggali Ingatan

    Waktu jam kantor sudah usai, sementara Ryan duduk termenung sendirian di ruang kantornya yang sepi - semua asistennya sudah pergi dan melakukan tugasnya masing-masing.Lampu meja yang redup memberikan suasana muram pada ruangan, seolah mencerminkan kegelisahan yang tak pernah pergi dari benaknya Ryan. Tangannya menggenggam pena, tapi pikirannya melayang jauh, menembus waktu, ke kehidupan yang pernah ia jalani. Suatu kehidupan yang membuatnya mati dengan cara yang tragis—dikhianati oleh orang-orang yang seharusnya berada di sisinya.Ryan masih ingat dengan jelas, hari itu adalah hari yang kelam. Saat semua yang ia bangun perlahan hancur berantakan, dan ia tidak pernah sempat menemukan siapa yang berada di balik semua penderitaannya. Ryan tersenyum pahit, mengingat detik-detik menjelang kecelakaan yang merenggut nyawanya. Tubuhnya terlempar dari mobil yang tergelincir di tikungan tajam jalan raya, dan saat kesadarannya perlahan memudar, hanya satu pikiran yang memenuhi benaknya saat itu

  • Kebangkitan Menantu Terbuang   114. Tertekan Situasi

    Erika sedang duduk di teras rumahnya - sendiri karena Ryan masih berada di kantor, menikmati sore yang tenang dengan secangkir teh di tangannya. Udara sejuk sedikit membantu meredakan pikirannya yang sejak beberapa hari terakhir terus dipenuhi oleh kekacauan yang menimpa dirinya dan Elsa. Belum lagi pikiran tentang ancaman demi ancaman yang diterimanya - juga Tanu yang sering membuatnya khawatir, terutama setelah kegagalan perusahaan yang sempat membebani kakak laki-lakinya itu. "Atau, kegagalan kakak ada kaitannya dengan semua ini?" gumam Erika yang sedang berpikir. Ketika sedang tenggelam dalam pikirannya, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Erika menoleh dan mendapati Nyonya Lee turun dari mobil mewahnya dengan elegan. Sosok wanita paruh baya itu tampak anggun dalam balutan busana mahal, namun senyum yang menghiasi wajahnya kali ini berbeda—ada sesuatu yang nampaknya ingin ia sampaikan. “Ma…” Erika berdiri, menyambut kedatangan ibu mereka dengan sedikit canggung. Bi

DMCA.com Protection Status