Home / Fantasi / Kebangkitan Klan Phoenix / Tiga Manusia, dan Dua Elf.

Share

Tiga Manusia, dan Dua Elf.

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-02-21 14:07:30

Sementara itu, jauh dari Hutan Luthion—tempat para Elf mendiami Kota Elf Felarion—di sebuah wilayah bersuhu beku, suara keras menggema memanggil.

Udara terasa menusuk, membekukan setiap napas yang keluar dari mulut.

“Onimur, pengendali arwah. Datang menghadap Warlock Hitam!” Suara itu bergemuruh, merobek keheningan dataran es yang membeku, menembus kabut gelap yang menyelimuti.

Suara tersebut berasal dari sebuah kastil kuno yang megah, menjulang tinggi ke langit. Kastil itu berdiri di atas bukit es yang terjal, dindingnya dipenuhi oleh es yang mengkilap dan retakan misterius.

Itulah Istana Kaisar Hersen, tempat bersemayam Sang Warlock Hitam yang Agung, Oberon Kravit. Cahaya redup dari jendela-jendela kastil menciptakan bayangan menyeramkan di atas es.

Di bawah kastil, terdapat sebuah kota yang dihuni manusia dan makhluk-makhluk jahat seperti Imp dan Foliot.

Kota itu bernama Oros, ibukota Kekaisaran Hersen. Jalan-jalannya dipenuhi oleh bangunan tua yang hampir runtuh, dengan atap-atap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Ladang Perang.

    Sudah tujuh hari tujuh malam, kelompok lima itu menembus hutan. Kabut tebal masih menyelimuti pepohonan, dan udara terasa lembab serta dingin. Namun, tak ada serangan yang menghadang, baik dari makhluk gaib penghuni hutan, maupun pasukan Qingchang—para penunggang Galileon yang ditakuti.Keheningan hutan seolah menipu, membuat Nethon, yang selama ini selalu tampak khawatir, akhirnya mengeluarkan komentar. “Jika perjalanan tetap aman seperti ini, kita akan tiba di Gunung Rotos lebih cepat dari jadwal!” ujarnya, mencoba mencairkan ketegangan yang terasa di antara mereka.Pigenor menoleh, matanya yang tajam menatap Nethon dengan tatapan dingin.“Jangan terlalu berlega hati, anak muda,” ucapnya, suaranya rendah namun penuh peringatan. “Kita baru memasuki Hutan Yarcam, wilayah perbatasan Tengzhi dengan Chosa!”Justru sekaranglah saatnya kau meningkatkan kewaspadaan. Wilayah ini dikenal sebagai tempat yang berbahaya, bahkan bagi mereka yang sudah berpengalaman.”Nethon mendengus dingin, tida

    Last Updated : 2025-02-22
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Priest.

    Di depan mata mereka, dua kelompok pasukan saling baku hantam. Dari pakaian dan baju zirah yang mereka kenakan, Kiran menebak bahwa ini adalah pertempuran antara Tentara Aliansi Qingchang - Hersen melawan pasukan Chosa.Sekitar seribu tentara Aliansi beradu pedang dengan seribu pasukan Zolia. Sementara itu, dari balik bukit kecil di sisi Timur, pasukan Chosa melepaskan hujan anak panah. Setiap anak panah itu menyala dengan api, mengaum saat melesat di udara.“Panah sihir!” gumam Kiran pelan, matanya menyipit. “Sepertinya Aliansi tidak akan bertahan lama. Pasukan Chosa dengan peralatan tempur mereka yang canggih akan menang.”Kata-kata Kiran tidak ditanggapi. Semua orang tercekam, menyaksikan kecanggihan alat perang Chosa. Bukan hanya panah sihir, pasukan Chosa juga melepaskan tembakan dari senjata api berbahan mesiu. Suaranya bergemuruh, seperti mesin perang semi-modern yang mengancam.Dalam sekejap, pasukan Aliansi kocar-kacir.Bahkan kapal roh milik Qingchang yang melayang di udara

    Last Updated : 2025-02-22
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Tameng Kristal.

    “Chen!” teriak Kiran, suaranya menggelegar di tengah hiruk-pikuk medan perang. Tanpa peduli hujan anak panah sihir yang melesat atau dentuman senjata semi-modern yang meluluhlantakkan segala sesuatu di sekitarnya, Kiran melompat.WUSSH!Dengan gerakan gesit, Kiran melompati batu tinggi tempat mereka bersembunyi. Keempat kawannya hanya bisa melongo, menyaksikan Kiran melompat batu setinggi tiga meter dengan mudah, seperti seorang ahli.Meskipun kekuatan sihirnya terblokir oleh kalung kutukan, kemampuan fisik dan keterampilan tempurnya masih utuh. Skill Evasion—kelincahan yang telah ia latih sejak di akademi sihir — muncul seolah terbangunkan oleh naluri menyelamatkan Chen, sahabatnya sejak masa kecil di Institut Sihir Kota Shanggu.Kiran, Lila, Chen, dan Kenji adalah empat sahabat yang tak terpisahkan. Persahabatan mereka terjalin erat, seperti keluarga sendiri. Mereka pernah menghabiskan hari-hari panjang bersama, berlatih sihir, dan berbagi mimpi di bawah langit Kota Shanggu.Itulah

    Last Updated : 2025-02-23
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Lubang Jarum.

    Kiran dan kawan-kawannya menghilang dari arena perang dengan bantuan amulet sihir Elf yang dibawa Pigenor. Amulet itu berkilauan dengan cahaya kebiruan, memancarkan energi magis yang terasa hangat saat Pigenor melemparkannya ke udara.Seketika, portal sihir terbuka dengan suara gemuruh yang memecah udara. Cahaya putih kebiruan menyilaukan mata mereka saat mereka melangkah masuk ke dalam portal.Ruang dan waktu seolah terdistorsi, dan dalam sekejap, mereka muncul dua puluh kilometer dari arena perang.Udara di sekitar mereka terasa lebih dingin, dan keheningan hutan menggantikan kekacauan medan pertempuran.“Ayo, kita cari tempat untuk bersembunyi!” seru Pigenor, wajahnya tegang. “Meskipun kita jauh dari arena perang, bukan mustahil jika sihir pelacak lawan masih bisa mengidentifikasi ledakan portal tadi, lalu musuh akan mengejar kita.”Emma dan Nethon segera membuka selembar kertas besar yang mereka ambil dari dalam tas penyimpanan. Peta itu terlihat tua, dengan garis-garis yang sudah

    Last Updated : 2025-02-23
  • Kebangkitan Klan Phoenix   The Rune.

    Kiran berhenti mengikuti instruksi penjaga kota. Namun, dia tetap menunduk, dengan hoodie yang menutupi sebagian wajahnya, mencoba menyembunyikan identitasnya sebaik mungkin.Suaranya terdengar rendah, hampir tertelan oleh kain hoodie yang berkibar mengikuti angin, menutupi mulutnya.Sejak melihat gerbang Kota Tengzhi dari jauh, bukan hanya Kiran dan kawan-kawannya yang menyamarkan diri dengan jubah berhoodie ala pengelana.Chen, yang sekarat di punggung Kiran, juga disamarkan dengan hoodie untuk menghindari kecurigaan. Saat ini, napas Chen terasa lemah, dan Kiran bisa merasakan betapa panas tubuh sahabatnya itu.“Tuan-tuan, ada yang ingin ditanyakan?” tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Udara dingin malam menusuk kulitnya, dan bayangan kegelapan di sekitar gerbang kota menambah ketegangan.TSING!Suara gemerincing tombak terdengar ketika salah satu penjaga menunjuk ke arah sosok Chen yang digendong di punggung Kiran.“Tunjukkan apa

    Last Updated : 2025-02-24
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Zayed Sang Pendongeng.

    Namun, keterkejutan itu hanya sebentar menyelimuti hati Kiran. Terbiasa dengan kejutan demi kejutan dalam perjalanan mereka, dia langsung bergegas ke meja administrasi yang juga berfungsi sebagai bar.Kiran merasa sedikit cemas, mengingat kondisi Chen yang semakin lemah di punggungnya.Di sana, seorang pria berusia sekitar empat puluh lima tahun sedang sibuk bekerja. Dia berjanggut tebal, mengenakan busana musim semi dengan lengan baju tergulung hingga siku. Keringat menetes di keningnya, bertolak belakang dengan udara dingin di luar.Pria itu tampak sangat fokus, tangannya bergerak cepat menyiapkan minuman dengan keterampilan yang luar biasa. Beberapa minuman yang dia buat berwarna menakjubkan, seperti biru laut dan hijau zamrud.Jika tidak melihat sendiri, seseorang mungkin mengira minuman itu dibuat dengan sihir.“Tuan, ada kamar kosong? Kami butuh setidaknya empat kamar,” ujar Kiran. Dia menghitung: Emma harus mendapat kamar sendiri karena dia perempuan, dan Chen yang sedang sakit

    Last Updated : 2025-02-25
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Cerita Sang Pemanggil Arwah.

    Semua orang di dalam Pub The Rune terdiam, larut dalam dongeng dan cerita yang diperagakan Tuan Zayed. Suasana yang sebelumnya riuh rendah seketika berubah menjadi hening, seolah udara di ruangan itu ikut menahan napas.Pendongeng itu menceritakan kisah-kisah kedigdayaan tiga panglima perang dari Hersen.Suaranya bergema, penuh dengan intonasi yang menciptakan ketegangan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti membawa bayangan kegelapan, membuat seisi pub terpaku dalam diam.Kelompok Kiran juga demikian. Mereka duduk dalam diam. Tak ada yang berbicara.Namun, dari ekspresi mereka, semua bisa menebak bahwa sosok Onimur, pengendara Mandrasath, datang ke dataran tengah dengan misi khusus.Kiran merasakan dingin menyelinap di tulang punggungnya, seolah bayangan Onimur sudah mengintai dari jauh.“Apakah yang dimaksud sosok yang diburu Onimur adalah aku?” gumam Kiran pelan, matanya menatap kosong ke arah panggung. Pikirannya berputar, membayangkan ia diburu oleh panglima perang sekal

    Last Updated : 2025-02-25
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Malam Di Kaki Gunung Rotos.

    Matahari baru terlihat berupa jejak cahaya kuning di langit Timur. Kota Tengzhi masih gelap, hanya diterangi oleh lampu-lampu minyak yang redup di sepanjang jalan.Sesekali, terlihat para pedagang yang melintas dengan barang bawaan, bersiap untuk berjualan di pasar kota. Suasana pagi yang sepi itu terasa menegangkan, seolah menyembunyikan bahaya yang belum terlihat.Kiran beserta empat kawannya berjalan keluar dari The Rune. Mereka menyusuri lorong kumuh yang kini sepi, sambil menuntun seekor keledai yang menarik gerobak kecil, seukuran satu tubuh manusia.Di atas gerobak itu, Chen masih terlelap, tubuhnya dibungkus selimut tebal untuk melindunginya dari udara pagi yang dingin. Meski belum sadar, rona wajah Chen sudah terlihat lebih sehat, berkat ramuan herbal dari Pigenor.Gerobak itu dipesan khusus oleh Kiran pada Volker, pemilik Bar dan Penginapan The Rune. Volker, dengan sikapnya yang ramah namun penuh rahasia, membantu mereka tanpa banyak bertanya, selama koin emas ada.Pigenor,

    Last Updated : 2025-02-26

Latest chapter

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Alkemis di Negeri Mata-Mata.

    Emma menatap hasil perbuatannya dengan mata kosong. Ini bukan pertama kalinya ia membunuh, tapi rasa berat di hatinya tidak pernah berkurang. Setiap nyawa yang ia renggut adalah beban yang harus ia tanggung, setiap tetes darah adalah noda yang tak akan pernah hilang dari tangannya."Demi misi," bisiknya pada dirinya sendiri, sebuah mantra penghiburan yang semakin kehilangan maknanya setiap kali diucapkan. "Demi harapan."Dengan tangan gemetar, Emma mendorong tubuh-tubuh tak bernyawa itu ke dalam sungai, membiarkan arus deras membawa mereka pergi.Bukti kejahatannya, bukti keberadaannya, terhapus oleh air yang sama yang telah membantunya membunuh.Namun, penggunaan sihir terakhir itu telah menguras habis sisa-sisa energi spiritualnya.Emma merasakan kegelapan mulai menyelimuti pandangannya, tubuhnya terhuyung ke depan. Ia berusaha bertahan, berusaha tetap sadar, tapi kelelahan dan kehilangan darah akhirnya mengalahkannya.Saat kesadarannya mulai menghilang, Emma merasakan tubuhnya jatu

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pedang Air di Sungai Crystalline.

    Air bergemuruh laksana seribu kuda perang menerjang medan laga.Sungai Crystalline, dengan derasnya yang tak kenal ampun, membelah Hutan Terlarang di perbatasan dua kekaisaran besar—Qingchang dan Zolia.Airnya yang jernih berkilau kebiruan bahkan di bawah cahaya bulan, seolah ribuan kristal kecil menari-nari di permukaannya. Sungai ini tidak mengenal batas politik, mengalir bebas menembus tembok sihir yang memisahkan dua kekaisaran, sebuah jalur alam yang menentang kehendak manusia.Di tepi sungai yang berbatu, tersembunyi di balik semak belukar yang rimbun, Emma meringkuk dengan napas tertahan.Darah mengalir dari luka di bahunya, menciptakan aliran merah tipis yang bercampur dengan air sungai yang dingin. Matanya yang biru cerah kini redup oleh kelelahan dan ketakutan, mengawasi gerakan para penyihir dan tentara Qingchang yang menyisir area perbatasan."Cari di setiap sudut!" Suara komandan pasukan Qingchang memecah keheningan malam."Mereka tidak mungkin menghilang begitu saja!"Em

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Siken - Pengendara Mandrasath Pengendali Air

    "Siken," kata Sang Warlock, suaranya bergema di ruangan batu yang dingin, "Klan Phoenix Merah telah muncul kembali.""Mereka bersembunyi di Zolia seperti tikus di balik dinding. Aku ingin kau pergi ke sana, temukan mereka, dan hancurkan mereka. Tidak boleh ada yang tersisa—bahkan debu pun tidak."Siken mengangkat wajahnya, senyum dingin menghiasi bibirnya yang pucat seperti bulan di malam tanpa bintang. Mata birunya yang sedingin es lautan utara menatap tajam."Dengan senang hati, Tuanku. Apakah ada petunjuk khusus tentang mereka?" tanyanya, jari-jarinya yang panjang dan pucat memainkan belati perak di pinggangnya."Mereka memiliki Kyuubi berekor sembilan," jawab Sang Warlock. Keheningan mencekam melanda ruangan, seolah-olah suara Sang Warlock berasal dari dimensi lain yang menerobos masuk ke dunia fana. Bara api di obor-obor dinding bergoyang tanpa angin, seakan-akan takut."Dan kemungkinan besar, pemimpin mereka adalah penerus Sage Alaric. Dia adalah seorang pemuda bernama Kiran

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Amarah Di Kota Oros.

    Kaisar Darius mengangkat tangannya, menghentikan kata-kata Kapten Bao. Ia tidak perlu mendengar kelanjutannya. Semua orang tahu apa yang terjadi pada kerajaan-kerajaan yang berani menentang atau mengecewakan Warlock Hitam Oberon Kravit—kehancuran total."Kita harus menemukan mereka sebelum Kaisar Oberon mengirim pasukannya ke sini," kata Kaisar Darius akhirnya, suaranya tegas dan matanya menyiratkan kekhawatiran. "Kerahkan seluruh pasukan, sisir setiap sudut Zahranar. Temukan penyusup itu dan jaringan Klan Phoenix Merah yang mungkin bersembunyi di kota ini," Titah Kaisar Darius penuh otoritas."Baik, Yang Mulia," jawab Kapten Bao, bangkit dari posisi berlututnya. "Saya akan memimpin pencarian sendiri.""Dan Lyra," Kaisar Darius berpaling pada penyihir wanita itu, "hubungi Klan Zorya. Minta bantuan mereka untuk mendeteksi keberadaan penyihir asing di kota kita."Lyra mengangguk, wajahnya serius. Dia bersyukur tidak di jatuhi hukuman oleh kaisar."Saya akan melakukannya segera, Yang

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Amarah Dua Kekaisaran.

    Kabut asap melayang-layang di lorong sempit Zahranar seperti hantu-hantu kelabu yang enggan pergi. Rembulan telah mencapai puncak langit, menyinari jalanan kota dengan cahaya perak yang dingin. Suara derap kaki prajurit dan teriakan perintah masih bergema di kejauhan, namun kini terdengar lebih lemah, lebih putus asa.Di lorong tempat Kiran dan Roneko menghilang, sekelompok prajurit masih mengaduk-aduk setiap sudut, menyibak tumpukan sampah dan mengetuk dinding-dinding batu, mencari jalan rahasia yang mungkin terlewatkan.Wajah mereka kusut oleh kelelahan dan keringat, mata mereka nyalang oleh ketakutan akan kegagalan.Kapten Bao berdiri di tengah lorong, tubuhnya kaku oleh amarah yang nyaris tak terbendung. Darah telah mengering di pelipisnya, membentuk garis kecokelatan yang kontras dengan kulitnya yang pucat. Matanya yang tajam menyapu setiap inci lorong, mencari petunjuk sekecil apapun."Tidak mungkin mereka menghilang begitu saja!" geramnya, suaranya rendah dan berbahaya sepert

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Menyelamatkan Diri.

    Detak jantung Kiran bergema di telinganya seperti genderang perang kuno, sementara keringat dingin merayapi punggungnya bagai jemari es yang mengancam.Perpustakaan Nasional Zolia—tempat yang seharusnya menjadi kuil pengetahuan dan ketenangan—kini berubah menjadi arena pertarungan yang mematikan.Cahaya ungu dari tongkat Lyra menyinari wajah Kiran, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari di pipinya. Ilusi yang menutupi identitas aslinya berkedip-kedip seperti lilin di tengah badai, hampir padam di bawah tekanan sihir pengungkap kebenaran."Aku bisa melihatmu," bisik Lyra, matanya berkilat penuh kemenangan. "Topengmu hampir jatuh, penyusup."Kapten Bao berdiri dengan kaki terbuka lebar, tangannya mencengkeram gagang pedang dengan keyakinan seorang algojo yang telah menjatuhkan ribuan kepala. Wajahnya keras seperti batu granit, tanpa setitik pun belas kasihan."Tidak ada gunanya melawan," kata Kapten Bao, suaranya rendah dan mengancam."Menyerahlah, dan mungkin Kaisar akan berbai

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Detik-Detik Terakhir Ilusi.

    Kiran teringat pada tatapan aneh Magister Farouk di toko alkemis."Alkemis itu," katanya, rahangnya mengeras. "Dia pasti melaporkan kita. Tidak ada orang biasa yang membeli dua puluh pot mana sekaligus."Suara langkah kaki semakin dekat, prajurit mulai memasuki perpustakaan dan memeriksa setiap pengunjung satu per satu. Kapten Bao sendiri memimpin pencarian, matanya yang tajam menyapu ruangan dengan teliti."Kita terjebak," bisik Roneko, tangannya bersiap untuk mengeluarkan cakra api jika diperlukan.Kiran menatap sekeliling, mencari jalan keluar. Perpustakaan dikepung dari segala arah, dan ilusi mereka tidak akan bertahan lama jika berhadapan langsung dengan Penyihir Lyra.Suara langkah kaki semakin mendekat, dan Kiran bisa merasakan energi spiritualnya mulai terkuras untuk mempertahankan penyamaran mereka."Mereka menuju ke sini," bisik Roneko, telinganya yang tajam menangkap suara langkah kaki yang semakin dekat ke bagian sejarah kuno. "Tuan Muda, apa yang harus kita lakukan?"Kira

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Perangkap di Perpustakaan Nasional.

    Alis Magister Farouk terangkat, seketika memperlihatkan wajahnya yang culas dan jahat."Dua ratus pot? Itu jumlah yang sangat banyak untuk perjalanan biasa. Bahkan penyihir tingkat tinggi jarang membutuhkan lebih dari lima atau enam untuk perjalanan panjang."Kiran mencoba mencari alasan yang masuk akal, namun Roneko menyambar pertanyaan itu dengan percaya diri."Kami memiliki kebutuhan khusus," kata Roneko dengan suara lembut, memainkan perannya dengan baik. "Perjalanan kami melintasi daerah dengan energi spiritual yang rendah."Magister Farouk menatap mereka beberapa saat, kemudian mengangguk perlahan. Namun ada kilatan tersembunyi dimatanya. Namun semua ini tak lolos dari pengawasan Kiran, dan Roneko."Baiklah. Dua puluh pot mana kualitas terbaik. Itu akan menjadi dua ratus lima puluh dinar emas."Kiran mengeluarkan kantong koin dari balik jubahnya dan menghitung jumlah yang diminta.Sementara itu, Magister Farouk berjalan ke ruang belakang dan kembali dengan kotak kayu berukir. Ia

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pembelian Pot Manna.

    Awan kelabu menggantung rendah di atas Zahranar, seolah kota itu diselimuti selendang abu-abu yang meredam cahaya matahari.Jalanan yang biasanya ramai oleh pedagang dan pengunjung festival kini tampak lengang.Para penjaga berseragam biru tua Kekaisaran Zolia berdiri di setiap persimpangan, mata mereka waspada mengawasi setiap orang yang lewat.Di sudut-sudut kota, pengumuman tertulis ditempelkan pada dinding-dinding bangunan—peringatan tentang mata-mata berbahaya dari Qingchang yang sedang bersembunyi di kota.Wajah-wajah penduduk menyiratkan kecemasan, berbisik-bisik tentang pencurian Kyuubi berekor sembilan dan kemungkinan penyusupan musuh.Di kamar Penginapan Bulan Sabit, Kiran berdiri di dekat jendela, mengamati situasi di luar dengan seksama. Meskipun wajahnya tenang, matanya menyiratkan perhitungan dan kewaspadaan."Penjagaan semakin ketat," kata Kiran, berpaling pada tiga sosok yang menunggu instruksinya. "Mereka menempatkan penjaga di setiap sudut kota."Roneko, dalam wujud

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status