Dengan sangat hati-hati Hanna memutar langkahnya dan masuk melalui pintu dapur.
Sambil mengendap-endap, perempuan itu melesat bersembunyi di balik tembok pembatas antara dapur dengan ruang tengah rumahnya.
Jantungnya seolah berhenti begitu dia menangkap dengan jelas perselingkuhan suaminya dengan wanita yang bernama Marcella itu.
Rasanya dia ingin menangis kencang melihat tubuh telanjang kedua orang itu saling bertindih satu sama lain.
Pinggul Putra menghentak-hentak sambil mendesis penuh kenikmatan. Sesekali bibir pria itu mengucapkan kata-kata nakal yang membuat Marcella nampak semakin bergairah.
Tanpa ada rasa bersalah sedikit pun, wanita sialan itu terus melenguh. Lehernya yang jenjang menggantung di lengan sofa sehingga ujung-ujung rambutnya menyentuh lantai.
“Tega kamu, Mas…” gumam Hanna lirih. Tak kuasa air matanya berderai jatuh.
Sesak memenuhi relung dadanya. Terasa begitu menyakitkan.
Selama ini Hanna berpikir Putra adalah segalanya. Perempuan itu bahkan rela melepas karirnya yang gemilang demi menjadi istri Putra.
Tapi inikah balasan dari segala pengorbanannya?
‘Sialan!’ pekik Hanna.
Tangan Hanna bergetar hebat saat mengarahkan kamera ponselnya ke arah sofa itu.
Kini giliran Marcella yang mengambil alih. Rambut wanita itu tergerai-gerai indah saat berada di atas tubuh Putra.
Kepala Putra menengadah. Kedua tangan kekar pria itu merangkul pinggul ramping Marcella. Jelas, tatapan Putra begitu kagum dengan keindahan tubuh Marcella yang polos itu.
Hati Hanna semakin tertusuk-tusuk, apalagi saat melihat suaminya mulai mendesah, menikmati setiap gerakan sensual wanita itu.
Momen demi momen di atas sofa itu berhasil direkam dengan sempurna oleh Hanna.
Hati Hanna yang sakit kini berubah jadi amarah.
Rekaman ini akan jadi senjatanya untuk menghancurkan hidup suaminya juga wanita selingkuhannya itu.
Lenguhan mereka semakin menjadi-jadi.
Hanna tahu ini saat yang tepat untuk menyeruak dan menampakkan diri. Dia tidak rela membiarkan dua sejoli sialan itu mencapai kenikmatan di depan matanya, di atas sofa miliknya dan di rumahnya!
“Ah… baby, aku mau keluar…” Putra mendesis.
“A-aku juga, Sayang…”
“MAS PUTRA?!”
Suara Hanna menggelegar seperti petir yang menyambar di tengah hujan lebat.
Sontak Marcella menjerit kaget begitu melihat sosok Hanna yang bak hantu muncul dari arah dapur.
Tubuh Marcella sedikit oleng dan hampir jatuh kalau saja Putra tak menahannya dengan siaga.
Kedua bola mata Putra seakan hampir keluar dari rongga saat pria itu menoleh dan mendapati istrinya yang berdiri tak jauh darinya.
‘Ini bukan mimpi kan?’ batin Putra sambil mengerjap-ngerjapkan matanya.
“Brengsek kalian!” Jerit Hanna lagi. Wajahnya nampak merah padam. Pipinya basah sementara dada wanita itu naik-turun penuh emosi.
Tanpa disadari, Putra malah mendorong tubuh Marcella begitu saja sehingga wanita itu tersentak ke ujung sofa sambil meringis pelan.
“Ha-Hanna?” Putra tergagap.
Sorot mata istrinya memancarkan amarah yang tak terbendung.
“Brengsek kamu, Mas! Kenapa kamu tega bercinta dengan orang lain di rumah kita! Di sofa kita! Kenapa?! Kenapa kamu tega selingkuh dariku?!”
Hanna terisak kencang.
“Mana janji setiamu saat kita menikah, Mas? Mana?!” teriak Hanna lagi.
“Ha-Hanna… dengarkan aku dulu…” Dada Putra kini berdegup dua kali lebih cepat. Diambilnya celananya yang ada di bawah meja. “A-Aku…”
“Apa?!” Bentak Hanna lagi. “Jangan pikir kalian bisa menipuku!”
Telunjuk Hanna menuding bergantian ke arah Putra dan Marcella yang berlindung di balik punggung Putra.
“Aku bisa saja memanggil para tetangga agar menyaksikan perbuatan menjijikkan kalian ini!” ancam Hanna.
“Hanna, dengarkan penjelasanku dulu…” pinta Putra dengan wajah memelas.
Hanna berdecak, mundur menjauh saat Putra berusaha mendekatinya.
“Penjelasan apa? Penjelasan kalau wanita murahan itu bernama Marcella, yang juga rekan satu kantormu, hah? Aku tahu, Mas!”
“Plis, Hanna. Jangan gegabah,” lanjut Putra.
Kedua alis Hanna menyatu heran. “Gegabah? Kamu yang gegabah, Mas! Kamu sudah mengkhianatiku! Kalian harus membayar semua ini!”
“Aku dan Mas Putra saling mencintai!” Tiba-tiba Marcella angkat bicara.
Sejenak suasana jadi hening sesaat.
Putra nampak kaget dengan ucapan Marcella, begitu pula Hanna. Dia tidak menyangka, wanita sialan itu punya keberanian untuk menyela omongannya.
Kedua mata Hanna memicing tajam, mengarah pada Marcella yang menutupi tubuhnya dengan bantal sofa.
Marcella menelan ludahnya dalam-dalam.
Tatapan tajam istri sahnya Putra benar-benar membuat nyalinya ciut.
Sialan, seharusnya dia tidak harus takut seperti ini. Dirinya dan Putra memang saling mencintai dan Hanna harus tahu itu.
Tidak ada yang bisa mengalahkan yang namanya cinta walaupun caranya salah. Cinta akan selalu menang, pikir Marcella.
“Berani-beraninya kamu bicara seperti itu,” desis Hanna. “Kamu sudah merusak rumah tangga kami!”
“Itu salahmu,” suara Marcella sedikit tercekat. “Kamu enggak bisa memberi kepuasan pada suamimu sehingga dia memilihku.”
“Apa?” kening Hanna sontak mengernyit. Bisa-bisanya wanita sialan ini menyalahkan dirinya?!
Tanpa berpikir panjang, Hanna menghambur ke arah Marcella.
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat di pipi wanita selingkuhan suaminya itu.
Mata Marcella membelalak lebar. Belum sempat mempertahankan diri, Hanna keburu mendorong tubuh setengah telanjang Marcella sehingga wanita itu terkapar di atas lantai yang dingin.
Marcella menjerit begitu Hanna hendak menerjang dirinya lagi.
Tetapi, Putra keburu menahan pergerakan istrinya.
“Hanna, hentikan.”
“Lepaskan aku, Mas! Aku jijik bersentuhan denganmu!” Hanna menepis kedua tangan suaminya.
“Ini semua salahku. Salahku, Hanna. Aku minta maaf…” lanjut Putra.
Hanna berdecak. “Ha, sekarang kamu baru sadar, setelah aku menampar selingkuhanmu itu? Ceraikan aku, Mas! Aku enggak sudi hidup bersamamu lagi!”
Putra mengusap wajahnya yang panik. “Hanna, dengarkan aku dulu…”
“Tidak,” Hanna menggeleng tegas. “Aku enggak butuh penjelasan apapun dari mulutmu yang penuh kebohongan itu. Aku minta cerai.”
Dari bawah sana, Marcella menyeringai penuh kemenangan. Dengan begitu, Putra akan jadi miliknya sepenuhnya.
“Hanna–”
“Tapi, jangan harap aku akan melepas kalian begitu saja,” satu alis Hanna naik ke atas. “Ini,” Hanna mengeluarkan ponsel miliknya. “Aku merekam semua adegan perselingkuhan kalian. Dan aku akan menyerahkan ini sebagai bukti di persidangan cerai kita nanti. Oh, atau haruskah aku menyebarkan ini ke publik?”
Napas Putra dan Marcella mendadak tertahan.
Ha, tidak seharusnya mereka meremehkan seorang Hanna.
Hanna menyeringai penuh kemenangan saat menyadari bahwa raut wajah Putra dan selingkuhanya itu nampak menegang.“Hanna, jangan bertindak bodoh,” pinta suaminya dengan nada memohon. “Dengan menyebarkan rekaman itu kamu sama saja menyebar aib suami sendiri.”Rasanya Hanna ingin tertawa terbahak-bahak mendengarnya.“Menyebarkan aib? Aku bahkan bisa menyeret kalian berdua ke penjara dengan pasal perzinahan,” tandas Hanna. “Tapi kurasa aku hanya akan minta cerai darimu, Mas. Dan menyebarkan video ini supaya karir kalian berdua hancur!”“Dasar wanita sialan…” geram Marcella. Wanita itu tertatih-tatih bergerak mendekat ke Putra.“Wanita sialan?” Ulang Hanna. “Yang sialan itu dirimu, Marcella. Wanita perusak rumah tangga orang.”Tiba-tiba saja, Putra menghambur ke arah Hanna, bersimpuh di kedua kaki istrinya.Hanna agak terkesiap. Namun, genggaman tangan Putra yang begitu erat melingkar di sekitar kakinya, membuat Hanna kesulitan bergerak.“Hanna… maafkan aku,” punggung Putra mulai berguncang
“Hanna… Anakku…” Tubuh Lidya, ibunya Hanna, lunglai di selasar rumah sakit.Wanita setengah baya itu terus saja terisak, meratapi nasib putri tunggalnya yang mengenaskan.Dini hari, Lidya dihubungi Putra, memberi tahu kabar buruk itu bahwa Hanna terlibat kecelakaan di jalanan yang sepi.Polisi menduga ini tabrak lari. Sayangnya, tidak ada saksi mata maupun CCTV di daerah tersebut.“Tenang, Ma…” Putra berusaha mengendalikan tangis ibu mertuanya yang semakin menjadi. “Kita berdoa saja agar semuanya berjalan baik.”“Baik bagaimana? Putriku terbaring koma di dalam sana, Putra! Lagian, kenapa kamu bisa membiarkan istrimu pergi sendirian di tengah malam begitu, naik motor pula?!” Lidya menukas murka. Awalnya, Putra heran dari mana istrinya mendapatkan motor itu? Tetapi akhirnya diketahui bahwa motor itu milik Andin, sahabatnya Hanna.‘Jadi, Hanna memang sudah merencanakan semua ini,’ pikir Putra dalam hati. ‘Dia memang ingin menangkap basah diriku dengan Marcella…’“Kamu harus bertanggung
‘Tidak… Aku enggak mau mati dulu!’ Hanna menjerit dalam hati.Jemarinya bergerak-gerak dengan gelisah. Bibirnya yang pucat pun gemetar.“Sia-sia Hanna, Sayang…” desis Marcella lembut seolah tahu isi hati Hanna. “Kamu sudah tidak berdaya. Selamat tinggal. Mudah-mudahan kamu masuk surga…”Marcella tersenyum licik penuh kemenangan.“Cella?”Suara Putra sontak menghentikan pergerakan tangan Marcella yang hendak menyuntikkan sesuatu ke selang infus itu.“Ma-Mas?” Marcella tergagap, segera menarik tubuhnya menjauh dari samping ranjang Hanna.“Sedang apa kamu di sini?” Dahi Putra mengernyit dalam.“Tentu saja aku ingin menjenguk Hanna,” balas Marcella sambil tersenyum kaku.“Untuk apa? Bagaimana kalau sampai ada yang memergokimu?” Mata Putra melotot tidak senang.“Ya ampun, Mas… Santai saja,” Marcella membenarkan kerah kemeja lelaki itu. “Enggak ada yang mengetahui hubungan kita selain istrimu yang sudah tak berdaya itu.”“Tetap saja, kita harus hati-hati. Orang-orang pasti curiga kalau kamu
Dua bulan berlalu sejak kejadian nahas yang menimpa Hanna.Sayangnya, kondisi Hanna stagnan.Makin lama, tagihan rumah sakit semakin menumpuk. Kepala Putra rasanya ingin pecah memikirkannya.Perkataan ibunya pun terus terngiang di kepalanya.“Lepaskan Hanna. Tanda tangani surat yang menyatakan kalau kamu akan melepas alat-alat bantu itu,” ucap Nena tempo lalu. “Atau ceraikan saja dia dan mulai hidup yang baru.”Bercerai? Yah, mungkin itu pilihan yang akan diambil Putra.Lagi pula, rumah dan mobil yang dia pakai selama ini sudah jatuh ke tangan Lidya.Wanita itu bersikukuh untuk menjualnya demi mempertahankan kelangsungan hidup Hanna.Putra memandangi sekeliling ruang tengah yang nyaman. Sebentar lagi, dia harus keluar dari sini.Saat Putra sedang merenungi nasibnya, tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu rumahnya.“Marcella?” Bola mata Putra melebar begitu mendapati wanita itu berdiri dari balik pintu rumahnya. “Masuklah.”Cepat-cepat Putra mengunci pintu rumah.“Kenapa kamu enggak b
“Ini enggak adil, Putra,” Nena terlihat masam begitu mengetahui bahwa Lidya, besannya yang menyebalkan itu, seenak jidat mengusir anak lelaki kesayangannya keluar dari rumah yang seharusnya juga milik Putra.“Setelah menikah, seharusnya rumah ini juga jadi milikmu,” tandas Nena lagi dengan penuh emosi.Putra memasukkan beberapa barang miliknya ke dalam kardus.“Ada perjanjian pranikah, Bu, yang menyatakan kalau rumah dan mobil pemberian dari ayahnya Hanna memang milik Hanna sepenuhnya,” terang Putra.Dahi Nena mengerut. “Ibu enggak tahu kalau kalian membuat perjanjian semacam itu. Kalau saja Ibu tahu, Ibu bakal mencegah Hanna membuat perjanjian konyol seperti itu!”“Yah, s
Suasana di ruang tamu kali ini memang terasa agak canggung.Di hadapan Nena, Marcella duduk sambil terus memamerkan senyumnya.Sementara Nena masih heran, kenapa anaknya tiba-tiba saja membawa wanita ini ke rumahnya.“Begini Bu…” Putra berujar gugup. “Sebenarnya Marcella adalah teman spesialku.”“Maksudmu?” Mata Nena menyipit.“Dia pacarku.”“Bukannya kamu bilang kalian rekan kerja?”“Yah, rekan kerja sekaligus pacar, Bu.” Tukas Putra.Dahi wanita setengah baya itu tambah mengerut dalam. “Kamu bahkan belum
Sepatu kulit yang mengkilap itu menahan laju pintu lift yang hendak menutup.Sosok pria tampan dengan tubuh tegap melangkah ke dalam lift.Sontak Putra dan Marcella terkesiap dengan kehadiran CEO baru Beauty Inc., Erik Mahendra Soemardja, di depan mata mereka.Kehadiran Erik yang sedekat ini ternyata membuat Marcella gugup.Dia tidak menyangka, Erik begitu mempesona! Wangi pria itu, rambutnya yang klimis, serta lihat, urat-urat di punggung tangannya.Sungguh menggoda, pikiran Marcella melanglang buana dengan liar.‘Siapa wanita beruntung yang bisa bersanding dengan pria sempurna ini?’ batin Marcella sambil terus mencuri pandang ke arah bos barunya itu.
Derap langkah Abraham menggema di selasar rumah sakit yang sepi.Pria itu sengaja datang tengah malam, sebelum besok pagi dirinya terbang ke Singapura dan memulai perjalanan liburan kapal pesiarnya dari sana.Di tengah kesunyian, Abraham menatap wajah putrinya itu lekat-lekat.Hanna terlihat pucat dengan mata yang terpejam. Wajah putrinya itu memang lebih mirip ibunya, namun Abraham menyadari dia mewarisi hidung mancungnya pada Hanna.“Aku dengar putra pertamamu akan menikah,” ujar Lidya saat mereka berada di luar kamar Hanna.“Ya, besok pagi aku akan pergi. Oleh karena itu, aku menyempatkan diri untuk menjenguk Hanna.”Lidya merapatkan kardigan tebal yang
Marcella mematung di tempat. Kalimat yang barusan meluncur dari mulut suaminya itu masih menggantung di kepalanya. Namun sebagian dari dirinya berusaha untuk tak mempercayainya.“Ha-Hanna? Kamu bilang kamu dijebak oleh Hanna?” Marcella tercekat.Putra mengangguk dengan sorot mata yang tak tergoyahkan.Satu alis Marcella naik sebelah. “Tapi kamu bahkan menyangkal kalau Hanna masih hidup, Mas.”“Awalnya memang begitu, tapi…”“Tapi apa?” Desak Marcella.“Tapi sekarang aku yakin kalau Hanni adalah Hanna. Dia masih hidup, Cella. Dan dia sedang merencanakan sesuatu pada kita,” Putra memicingkan matanya tajam.***Marcella menutup pintu ruangannya. Dirinya langsung melempar tasnya ke atas meja.“Lantas, apa yang harus kita lakukan?” Wanita itu menyugar rambutnya.Putra berjalan sambil bersedekap menuju ke jendela. Matanya memandang ke hamparan langit biru.“Untuk saat ini, kita harus berhati-hati pada wanita itu. Hanni–atau Hanna,” tandas Putra. “Dan juga Erik.”“Erik?”Putra lantas mencerit
“Katakan, Cella. Apa kamu ada hubungannya dengan penyekapan Hanni?” Desak Putra tajam.Dengan satu gerakan cepat, Marcella melepaskan dirinya dari cengkraman Putra.Wanita itu mendengus keras, mendongakkan dagunya sambil memandang suaminya dengan tatapan tak percaya.“Pelecehan? Penyekapan Hanni??” Kedua alis Marcella bertautan. “Aku bahkan enggak mengerti dengan ucapanmu. Tapi satu yang pasti, kamu sudah berbohong, Mas. Ternyata kamu membuntuti wanita sialan itu! Hah, kamu bahkan menuduhku yang enggak-enggak!”“Aku yakin seratus persen pria itu adalah teman SMA-mu. Aku ingat betul, Cella.”“Lantas?” Kedua bola mata Marcella melebar, menantang ucapan suaminya tadi. “Jika memang pria itu temanku, bukan berarti aku terlibat, Mas!”Marcella tertawa sinis. “Jangan-jangan, semalam kamu tidur dengan wanita sialan itu kan? Oh, astaga! Ternyata seleramu memang rendahan, Mas…”Putra hanya mematung. Kenapa Hanni tega mengirim foto-foto itu pada istrinya, pikir Putra. Untuk apa wanita itu menje
“Ayo, buka pakaian dalammu, Hanna. Boleh kan aku memanggilmu dengan sebutan itu?” Sepasang mata Putra menyorot penuh gairah ke arah tubuh indah itu.Lantas, Hanna berjalan ke arah Putra, mendorong tubuh pria itu.“Tapi sebelumnya,” tangan Hanna bergerak pelan membuka satu per satu kancing kemeja Putra, “kamu juga harus menanggalkan pakaianmu.”Putra menyeringai begitu Hanna mulai melempar kemejanya ke sembarang arah, lalu lanjut melepas ikat pinggangnya.Hanna melirik nakal, melihat sesuatu yang menyembul di antara kedua kaki Putra.“Apa istrimu enggak pernah melakukan ini?” Tanya Hanna, menarik celana Putra. “Apa dia kurang menarik di atas ranjang?”“Sebenarnya dia cukup liar, tapi akhir-akhir ini kami sering bertengkar. Hubungan kami jadi dingin,” napas Putra mulai terdengar berat.Seketika, Putra menguap lebar. Sementara Hanna merangkak naik ke atas pangkuan Putra.Dada Hanna berdebar begitu kencang sekarang. Dia hanya bisa berharap obat tidur itu segera bekerja.“Duh, kok aku jadi
Suara sorak sorai serta tepukan yang meriah dari para tamu terdengar begitu, Hanna dan Putra berciuman setelah sah menjadi suami istri.Hanna tak bisa menyembunyikan pipinya yang merona saat ciuman manis itu usai.Putra yang berdiri di depannya, menatap Hanna hangat. Raut wajah bahagia terpancar karena akhirnya dia sah memiliki Hanna sepenuhnya.“Istriku…” panggil Putra pelan. “Akhirnya kamu menjadi istriku, Hanna.”Hanna menyunggingkan senyumnya, mengangguk. Dadanya berdebar bahagia. Bagi Hanna, menikah dengan Putra adalah impiannya.Dia sangat mencintai pria ini. Di matanya, Putra adalah sosok yang sempurna, pekerja keras dan penyayang.Tiga tahun mereka pacaran, banyak rintangan yang harus dilalui, termasuk penolakan keras dari ibunya Hanna, Lidya.Tapi kini rintangan itu sudah mereka lewati. Sambil memegang buku nikah, mereka akan mengarungi hidup baru yang menyenangkan.“Sekarang, hadap ke kamera ya. Buku nikahnya tunjukkin,” titah fotorgrafer itu. “Jangan lupa senyum. Satu, dua,
Erik menggeram kesal.Sudah seminggu setelah kejadian itu, tetapi pihak berwajib belum juga menemukan keberadaan Jordan.Yang membuat Erik tambah naik pitam adalah kemungkinan besar keterlibatan salah satu anak buahnya, Marcella.“Haruskah kita menyewa orang sendiri untuk mencari keberadaan pria sialan itu?” Erik melempar kedua tangannya ke udara. “Atau aku akan introgasi Marcella?”“Jangan, Erik.” Sergah Hanna. “Biarkan Marcella merasa bahwa dirinya aman, sampai Jordan tertangkap dan menyeret namanya.”“Tapi aku bahkan enggak tahan untuk melabraknya, Hanna,” geram Erik. “Dan plis, Hanna. Selalu beri tahu aku kalau kamu punya rencana. Aku enggak mau hal seperti ini terjadi.”“Maafkan aku, Erik…”Erik menghela napas pelan, berdiri di depan wanita itu. “Aku mencemaskamu. Apa… aku batalkan saja perjalananku kali ini?”“Hei!” kedua mata Hanna melebar. “Ini perjalanan dinas penting, Erik. Lagian, aku baik-baik saja kok.”“Tapi kalau aku enggak ada, kamu harus pulang-pergi sendiri. Gimana k
“Uh..” Jordan mendesah pelan. “Aku enggak menyangka tubuhmu seindah ini, Hanni…”Sebelum menarik turun pakaian dalam bagian bawah itu, ujung hidung Jordan menyentuh paha Hanna menyesap tubuh wanita itu dalam-dalam.Mau tak mau, Hanna menggeliat takut.“Pantas saja Marcella cemburu padamu…” tukasnya lagi. “Kamu tenang saja, Hanni. Aku akan memperlakukanmu dengan lembut kok. Aku ahli dalam hal ini.”Jordan mendongak sambil melempar senyum nakal ke arah Hanna.Hanna terus saja terisak, berharap keajaiban datang.Jordan mengecup pinggul Hanna, menjilatnya pelan. “Hanni, Sayang… kamu enggak akan menyesal, karena aku akan membuatmu melayang…”Dada Hanna terasa begitu sesak. Napasnya tersengal berat saat merasakan pakaian dalam bagian bawah itu perlahan turun.Pipinya benar-benar basah sekarang.Sampai tiba-tiba…BRAK!Suara pintu yang mendobrak keras itu terdengar.‘Erik!’ Kedua mata Hanna membelalak penuh harap. “Hei! Brengsek!!!” Suara lelaki itu menggelegar.Jordan tersentak dan langsun
Angin malam berembus kencang, seiring dengan motor yang dikendarai Jordan melaju begitu cepat.Sesekali Hanna mendengar suara gemuruh dari atas sana. Sepertinya akan turun hujan.“Jordan, kapan kita sampai?” Tanya Hanna, suaranya nyaris tertelan kilatan petir yang seketika menyambar.“Masih beberapa kilometer lagi,” balas pria itu. Dari jalan besar yang ramai, lama-lama motor mereka memasuki kawasan yang sepi.Kini motor itu melaju di jalanan yang remang. Lampu-lampu jalan berpendar suram dengan kesunyian yang mencekam malam.Dada Hanna jadi berdebar kencang. Pelipisnya sedikit berkeringat karena gelisah.Sepertinya dia sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengikuti permainan pria ini.Diam-diam, Hanna merogoh ke dalam tasnya. Dengan jari-jari yang gemetar dia mengirim pesan pada Erik.‘Sepertinya aku dalam bahaya.’Hanna pun menyalakan aplikasi GPS di ponselnya dan mengirimkannya pada Erik.“Jordan, aku berubah pikiran,” ucap Hanna.“Apa?”“Aku berubah pikiran!” Hanna menaikkan n
Malam itu, Hanna baru saja keluar dari gedung Beauty Inc. ketika sebuah motor tiba-tiba melipir di depannya.Langkah Hanna terhenti. Keningnya mengerut memperhatikan siapa sosok di balik helm itu.“Jordan?” Hidung Hanna mengerut terkejut begitu Jordan menampakkan wajahnya.Dia tersenyum. “Kebetulan aku lewat sini dan melihatmu baru keluar dari gedung. Mau kuantar?”Rambut sebahu Hanna bergerak pelan. “Aku bisa pulang sendiri.”“Ayolah, anggap saja ini sebagai bentuk terima kasihku karena kamu bersedia jadi modelku,” desak Jordan lagi. “Aku bawa helm lagi kok.”Belum sempat Hanna mengiyakan ajakan itu, Jordan sudah keburu menjulurkan helm di hadapan Hanna.Hanna menghela napas pelan lalu menerima tumpangan itu. Sekalian, dia mau menggali lebih dalam soal pria ini. Siapa tahu Jordan keceplosan menyebut nama Marcella.Tak jauh dari situ, Putra memperhatikan mereka dengan curiga dari dalam mobilnya.‘Hanni. Dengan siapa dia pulang? Pacarnya?’ batin Putra penasaran. ‘Tapi tunggu, sepertiny
Pagi ini, Hanna sudah berdiri di depan kasir kopi langganan anak-anak kantor sambil menatap catatannya, mengecek ulang pesanan mereka.Tugas seperti sudah biasa baginya.“Tiga es americano, dua vanilla latte sama satu kopi susu. Semua less sugar ya,” tukas Hanna pada kasir yang berdiri di hadapannya.Saat sedang menunggu, seketika ada seseorang yang berdiri di sebelahnya.“Espresso, double shot,” suara barito pria itu membuat Hanna menoleh.Pria itu tinggi, mengenakan kaus hitam dan celana selutut sehingga terlihat begitu santai, dengan potongan rambut cepak.Pria itu tiba-tiba menoleh ke arahnya yang membuat Hanna terkesiap.Sial, dia tertangkap basah mencuri pandang ke pria itu!Cepat- cepat, Hanna memalingkan tatapannya.Lantas, kening pria itu mengernyit. “Kamu… kamu model produk kecantikan itu kan?”Hanna nampak terkejut.“Aku lihat videonya di media sosial. Cukup viral lho. Jadi, video itu bukan settingan ya?” Pria itu balik memperhatikan Hanna. “Kamu benar-benar seorang office