Share

3 - Sahabat Lama

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Di akhir pekan berikutnya, Mira dan Bima menitipkan Kiran di rumah Lela sementara mereka pergi ke supermarket untuk belanja bulanan.

“Seharusnya, Kiran ikut kita saja,” keluh Bima di balik kemudi.

“Mau bagaimana lagi, Ibu bilang dia kangen sama Kiran,” balas Mira sambil memperhatikan jalanan yang padat. “Memangnya kamu enggak suka ya pergi berduaan sama aku aja?”

Bima berdecak pelan. “Hah, sudahlah. Jangan mulai drama lagi.”

Mira menyandarkan kepala di kepala jok. Sesaat dia memandangi wajah suaminya yang nampak muram. 

“Bukan maksudku untuk memulai drama, Mas. Tapi kita memang sudah lama enggak pernah pergi kencan,” tukas Mira pelan.

Kedua alis Bima bertautan. “Kencan? Kayak Abg saja.”

“Tapi kencan itu bagus lho untuk mempererat hubungan kita. Aku rasa kamu mulai enggak perhatian sama aku,” Mira kini tertunduk.

“Tuh kan, kamu mulai lagi. Aku itu sibuk kerja untuk menghidupi keluarga kita, Mir. Seharusnya kamu paham itu. Dulu, waktu awal-awal nikah kedua orangtuamu itu meremehkan aku yang masih pengangguran. Sekarang, aku sudah menjabat sebagai manajer, kamu malah protes! Kalau begini, aku jadi serba salah,” sungut Bima panjang lebar.

Mendengar kata-kata itu, Mira hanya terdiam. Sampai akhirnya mobil mereka memasuki pelataran parkir supermarket.

Mira mendorong troli belanjaan, menelusuri rak-rak makanan sendirian. Sementara itu, Bima menghilang entah kemana. 

Tidak jauh dari tempat Mira berdiri, dia melihat sepasang suami istri yang bercengkrama mesra. Entah kenapa perasaan iri langsung menyergap hati Mira.

Seketika dia teringat masa awal pernikahannya dengan Bima yang begitu indah. Walaupun mereka harus mengontrak dan hidup pas-pasan kala itu, tapi Mira bisa merasakan kehangatan cinta Bima yang dicurahkan padanya.

Saat Mira menghela napas panjang, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menepuk pundak kirinya.

Mira memalingkan wajahnya dan betapa terkesiap dirinya begitu mendapati senyum yang mengembang dari sahabat lamanya.

“Va-Vania?” tukas Mira, mengerjap-ngerjapkan matanya.

“Iya, ini aku Vania,” wanita itu mengangguk penuh antusias. Kedua tangan Vania langsung mengembang lebar dan memeluk sahabatnya itu erat-erat.

“Ya ampun, Van. Kamu benar-benar cantik!” Mira memperhatikan penampilan Vania dari ujung kepala hingga kaki tepat setelah mereka melepaskan pelukan.

Sahabat lamanya itu mengenakan kaus putih yang ketat sehingga menonjolkan lekukan tubuh indahnya. Dia juga mengenakan jins biru muda robek-robek dengan tas selempang bermerek yang menyilang di tubuhnya.

“Kamu seperti anak muda umur tujuh belas tahun!” puji Mira dengan tulus.

“Ah, kamu bisa aja, Mir.” Vania tersenyum malu. “Kamu juga tampak keibuan kok.”

Mira menggelengkan kepalanya. “Kamu enggak perlu muji aku seperti itu.”

“Aku serius. Kamu tambah manis dan memancarkan aura keibuan,” timpal Vania sambil memandangi sahabat lamanya itu. “Hah, udah lama banget ya kita enggak ketemu.”

Mira mengangguk sambil mendorong troli belanjanya. “Terakhir ketemu waktu aku menikah dengan Bima. Kamu kan jadi bridesmaid-ku.”

Vania berdecak pelan sambil berjalan di samping Mira. “Yah, sepuluh tahun yang lalu. Dan dulu aku masih kerempeng dan kucel. Oh ya, gimana kabar Kiran?”

“Dia tumbuh sehat, Van. Tapi tempo hari dia sempat demam dan terjatuh dari sepeda. Bibirnya sampai berdarah dan kepala memar,” Mira menukas sedih.

“Astaga, yang benar? Sekarang gimana keadaannya?”

Mira mengambil sabun cuci piring dari rak. “Untungnya sekarang keadaannya sudah baik-baik aja. Aku sebagai ibu merasa bersalah karena enggak bisa jaga Kiran dengan baik.”

Vania mengelus pelan pundak sahabat SMP-nya itu. “Tapi yang penting, Kiran sekarang sudah baik-baik aja kan?”

Mira hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Vania. “Kamu benar. Tapi mertua dan suamiku selalu menyalahkan aku kalau terjadi apa-apa dengan Kiran. Padahal tanpa disalahkan pun aku sudah merasa bersalah kalau terjadi sesuatu yang buruk pada anakku.”

Bibir Vania hanya mengatup rapat. Dia bingung harus berkata apa.

“Mir, apa pernikahanmu baik-baik aja?” tanyanya seketika walaupun Vania merasa pertanyaan itu kurang etis. “Kalau kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku.”

Mira menggeleng cepat seraya menatap Vania. Dia berusaha tersenyum santai. “Enggak kok, pernikahanku baik-baik aja. Hanya yah…selalu ada kerikil kecil dalam kehidupan rumah tangga.”

Mereka kini berada di bagian makanan dan minuman. Mira mengambil sebungkus kopi hitam untuk Bima juga sekotak teh rasa melati kesukaannya.

“Eh, kamu belanja bulanan sendirian kan? Gimana kalau habis belanja, aku traktir kamu makan siang?” tanya Vania pada akhirnya.

“Aku bareng sama Mas Bima kok. Tapi dia enggak tahu pergi kemana,” tandas Mira sambil mengedikkan bahu.

Mendengar hal itu, Vania nampak gugup. “Oh, begitu. Kalau gitu, aku duluan deh.”

“Lho, kenapa buru-buru? Padahal aku masih pengin ngobrol sama kamu.”

“A-aku…aku ada–”

“Mas Bima!” ucap Mira begitu mendapati suaminya yang sedang memperhatikan rak yang berjejer minuman ringan.

Mendengar nama Bima yang terucap dari mulut Mira, jantung Vania jadi berdebar kencang. Seketika dia menyesal telah menyapa sahabat lamanya itu.

Bima memutar tubuhnya. Pria itu sontak terkesiap saat menangkap sosok Vania yang berdiri di samping istrinya. Sesaat mulut Bima terasa begitu kering. Saat itu juga dia ingin menghilang.

“Mas, kamu masih ingat sama Vania?” Tanya Mira dengan santai.

“Oh, Va-Vania?” Suara Bima kini terdengar begitu parau. Dentuman jantungnya berdetak keras. Dia berusaha memalingkan wajahnya dari Vania.

“Iya, dia sahabat SMP-ku yang pernah jadi bridesmaid-ku juga. Masa kamu lupa sih?”

“Oh, itu…ya aku ingat sekarang. Vania. Iya, Vania. Hei, Vania. Apa kabar?” Bima tersenyum canggung.

Vania membalas singkat senyuman dari Bima.

“Oh ya, aku setuju sama ide kamu tadi, Van.” Mira memalingkan pandangannya pada sahabatnya itu.

Kening Vania langsung mengernyit. “Ideku yang mana?”

“Itu lho kalau kita makan siang bareng setelah ini,” tukas Mira.

“Kurasa Ibu pasti kewalahan menjaga Kiran sendirian di rumah,” sela Bima cepat.

Mira mengibaskan tangannya santai. “Tenang aja, Mas. Kan ada adikmu yang ikut menjaga Kiran. Lagian, Ibu bilang dia enggak keberatan kok menjaga Kiran. Gimana?”

Bima maupun Vania hanya terdiam.

“Ayolah, sudah lama kita enggak ngobrol bareng,” ucap Mira sambil menggenggam tangan Vania. “Kamu tenang aja, aku yang traktir deh.”

“Bukan begitu–”

“Baiklah, kamu boleh makan siang dengan temanmu itu,” ucap Bima yang dibarengi dengan tatapan melotot dari Vania.

Mira langsung tersenyum lebar. “Makasih, Mas!”

“Biar aku yang traktir makan siang kalian,” Bima kembali berujar.

“Kamu enggak ikut makan, Mas?” Mira menatap suaminya itu dengan heran.

Bima menggeleng cepat. “Aku enggak ingin mengganggu kebersamaan kalian. Lagian, aku mau melihat-lihat alat pancing yang ada di lantai dua.”

Lantas Bima menyodorkan kartu kreditnya pada istrinya.

“Bersenang-senanglah. Nanti kalau kamu sudah selesai, kirimi aku pesan, oke?” tukas Bima sebelum akhirnya dia berlalu dari kedua wanita itu.

Mira mengembuskan napasnya pelan. “Maafkan suamiku ya. Dia memang suka bersikap dingin begitu dengan orang yang enggak terlalu dikenal.”

Vania tersenyum tipis. “Enggak masalah. Aku mengerti kok. Lagian, lebih nyaman kalau kita makan berdua aja kan?”

“Iya, benar juga. Kalau ada Mas Bima, kita enggak bisa bebas bergosip.”

Lalu Mira cepat-cepat menyelesaikan daftar belanjaannya. Dia sudah tidak sabar menghabiskan waktu dengan sahabat lamanya.

Related chapters

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   4 - Kegundahan Vania

    “Jadi, sekarang kamu kerja di mana?” tanya Mira setelah menyeruput minuman bersoda di hadapannya. “Aku kerja di daerah Sudirman sebagai konsultan keuangan,” terang Vania. Dia memperhatikan Mira yang mulai melahap ayam goreng. “Wah, keren banget, Van!” timpal Mira sambil sedikit kepedasan. “Tapi pekerjaanku bikin stres, Mir. Hampir setiap hari aku lembur,” Vania menghela napas panjang. “Aku malah iri sama kamu. Soalnya cita-citaku dulu menjadi wanita karir,” tukas Mira lagi. “Kehidupanmu pasti menyenangkan.” Mendengar hal itu Vania hanya bisa mendesah pelan. “Aku malah pengin menikah dan jadi ibu rumah tangga kayak kamu.” Kedua mata Mira langsung melotot lebar. “Haduh, lebih baik kamu nikmati masa-masa lajangmu deh. Kalau sudah menikah dan punya anak, kamu bakal merindukan kebebasanmu sekarang ini.” “Masa? Tapi aku memang ingin menikah, Mir. Sayangnya, enggak ada pria yang mau melamarku,” Vania mengaduk-aduk minumannya. “Ah, masa cewek secantik kamu enggak ada yang naksir sih?

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   5 - Awal Mula

    Tiga bulan lalu Bima membenarkan posisi dasinya sambil berusaha mengatur napasnya yang tidak karuan. Jantungnya berdebar kencang dan telapak tangannya basah. Ini semua dikarenakan dia harus menemui klien penting di sebuah restoran yang ada di lantai 46. Berkali-kali Bima berdeham seraya mensugesti dirinya agar tenang. Di tengah ketegangan yang melanda dirinya, tiba-tiba saja pintu lift membuka perlahan. Sudut matanya langsung menangkap sesosok wanita yang kini berdiri di sampingnya. Aroma parfum wanita itu menyerbak ke setiap sudut lift. Kehadiran wanita itu membuat ketegangan Bima sedikit teralihkan. Karena hanya ada mereka berdua di dalam lift, pikiran kotor menyergap benak lelaki itu. Apalagi penampilan wanita itu sangat sensual. Rok hitam di atas lutut yang dikenakan wanita itu memperlihatkan kakinya yang jenjang. Kemeja putihnya juga menerawang sehingga bra hitam wanita itu terlihat jelas. Bima menelan ludahnya dalam-dalam. Pria itu lantas tersontak saat wanita yang dipand

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   6 - One Night Stand

    “Arg, Sayang!” Vania mengerang seraya mencengkram ujung bantal keras-keras. Semburan kenikmatan itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Wajahnya memerah dan napasnya tersengal-sengal. Di atasnya, Vania mendapati tubuh kekar Bima yang menjulang. “Aku mau keluar,” Bima berucap sambil terus menghentakkan tubuhnya. Lantas Vania merangkul leher pria itu. “Keluarin, Sayang. Di dalam juga enggak apa-apa.” “Kamu serius?” Vania mengangguk pelan. Tidak lama setelah itu, Vania bisa merasakan semburan hangat di bawah sana. Sesaat kemudian Bima menghempaskan tubuhnya di samping sahabat lama istrinya itu. Vania memalingkan wajahnya, menatap Bima yang kelelahan. Telapak tangannya meraba rahang pria itu dengan lembut. “Bima, kamu luar biasa,” Vania menyunggingkan senyumannya. Wanita itu lalu beringsut pelan dan mengecup bibir tebal Bima. Bima hanya membalasnya dengan senyuman tipis. “Sudah lama aku enggak bergairah seperti ini.” Sementara itu, jendela kamar hotel mereka diterjang rintik hujan yang

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   7 - Kembalinya Bima

    Kedua mata Bima terpana menatap liukan pinggul Vania. Goyangannya membuat Bima terasa seperti mengawang. Ditambah desahan menggoda wanita itu yang menusuk gendang telinganya. Debaran jantung Bima pun berdetak hebat.Begitu bibir Vania mengecup lehernya, Bima tidak tahan lagi untuk mengerang keras.Lantas, kedua matanya membuka lebar. Kini dia dihadapkan pada langit-langit kamarnya yang gelap. Bima menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.“Sial! Kenapa aku jadi memikirkan Vania,” keluhnya dalam hati. Sesi bercinta mereka semalam memang susah untuk dihempaskan dari pikiran Bima.Lalu Bima berpaling ke sisinya. Dilihatnya Mira yang terlelap. Dia menyadari istrinya itu mengenakan baju tidur bertali dari bahan satin yang memperlihatkan lekuk tubuh Mira yang besar. Namun, dia tidak bernafsu menyentuh istrinya itu. Dia hanya ingin Vania.Bima mengusap wajahnya keras-keras. Lantas, dia membenamkan kepalanya di balik bantal berharap kantuk kembali menyerang sehing

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   8 - Menyentuh Mira

    Kembali ke masa sekarangDi sepanjang perjalanan pulang, saran Vania agar Bima menyentuh istrinya itu terus menggantung di kepalanya.“Haruskah sekali-kali aku menyentuh Mira?” pikir Bima dalam hati dengan gundah.Begitu sampai di rumah, Bima mendapati istrinya yang sibuk bermain dengan Kiran. Daster yang lusuh membalut tubuh besar Mira dan nampak rambutnya mencuat kesana-kemari.“Papa!” Kiran langsung bangkit dan memeluk Bima yang berada di ambang pintu.Bima kemudian memasang senyum lebarnya untuk putri kesayangannya itu.“Anakku yang cantik,” Bima langsung menciumi Kiran dengan penuh kasih. “Mir, biar aku yang menemani Kiran main. Kamu mandi sana dan dandan yang cantik.”Kening Mira langsung mengernyit. “Apa maksudmu, Mas?”“Aku tahu pasti kamu belum mandi dari tadi sore kan? Jangan-jangan kamu juga belum makan malam,” tukasnya sambil menurunkan Kiran di karpet ruang tengah dan mulai menemaninya menyusun balok lego.“Aku sudah makan kok. Sebaiknya, kamu saja yang mandi dan makan ma

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   9 - Partner Kerja Baru Bima

    Pagi ini, direktur PT. Bangun Karya–perusahaan tempat Bima bekerja–mengumumkan sebuah projek besar.“Projek rumah sakit ini akan menjadi rumah sakit terbesar di asia tenggara,” imbuh direktur dengan mata berbinar. “Dan kamu, Bima, sebagai manajer keuangan, kamu akan bertanggung jawab penuh terhadap pengalokasian anggaran tender.”Bima menahan napas dalam-dalam dan mengangguk pelan.“Kita harus bisa memenangkan tender ini,” ucap direktur dengan tegas yang dibarengi dengan anggukan dari anak buahnya yang duduk melingkar di ruang meeting.Setelah rapat selesai, Bima kembali ke ruangannya. Jantungnya berdegup keras. Dia belum pernah menangani proyek sebesar ini. Apalagi ini termasuk proyek prestisius. Otaknya mulai berpik

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   10 - Acara Kantor yang Menyesakkan Hati

    Mira menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi. Gaun hitam selutut membalut tubuhnya yang besar. Untungnya dia membeli gaun itu dengan ukuran ekstra sehingga lemak di tubuhnya itu lumayan tersamarkan.Sore tadi Mira menyempatkan diri ke salon. Dia merias wajahnya agar terlihat cantik. Rambut sebahunya pun di blow sehingga sedikit bervolume.Mira menyunggingkan senyumannya di depan cermin. Entah kenapa jantungnya berpacu kencang. Dia membayangkan dirinya berada di tengah-tengah acara kantor suaminya itu.Seketika perkataan Bima tempo lalu mengiang di telinganya. Hal itu sontak membuat kepercayaan dirinya kembali pudar.Mira lantas menarik napas dalam-dalam. Kedua tangannya mengepal erat.“Aku cantik kok. Dan aku ban

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   11 - Pertengkaran

    Bima melajukan mobilnya menembus malam. Di luar tetesan hujan mulai membasahi jalan. Sementara itu, Mira bersedekap sambil merengut kesal.“Apa kamu mau muncul di rumah Ibu dengan tampang seperti itu?” Tanya Bima tanpa menoleh pada Mira.Mira mendengus. “Kamu enggak ngerti perasaanku, Mas.”“Mengerti bagaimana? Kamu kesal karena aku enggak memberi tahu kamu soal Vania, hah? Sudah kubilang aku terlalu sibuk saat itu.”“Tapi seharusnya kamu kasih tahu aku,” balas Mira cepat.“Untuk apa? Kalau kamu tahu apa hal itu, apa akan memperlancar pekerjaanku? Enggak kan? Lagian, sekarang semua sudah lewat. Aku memenangkan tender dan Vania juga enggak bekerja dengan perusahaanku lagi.&

Latest chapter

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   44 - Tekad Bima

    Di pinggir jalan yang nampak sibuk, Bima nampak kaget dengan ucapan yang keluar dari mulut Aryo.Kedua mata Bima menatap tajam wajah Aryo. Dengan penuh percaya diri, Aryo kini merangkul bahu Mira.Sontak Mira terperanjat, namun sebisa mungkin wanita itu berusaha menutupi keterkejutannya.“Jangan bercanda kamu, bocah tengil,” ucap Bima sambil mendongakkan dagunya.“Aku sedang tidak bercanda,” Aryo menukas tajam. “Aku ini pacar barunya Mira,” Aryo kembali menegaskan.Bima berdecak, melempar senyum mengejek ke arah Mira dan Aryo. “Astaga, Mira. Katakan padaku kalau semua ini hanya lelucon kan? Enggak mungkin kamu menjalin hubungan dengan bocah ingusan seperti dia.”Mira seakan terjebak di tengah situasi yang tidak mengenakan ini. Dia terlihat kebingungan dan pipinya nampak merona merah dengan pengakuan Aryo itu. Dada wanita itu terus berdebar keras, apalagi Aryo menggenggam tangannya semakin erat.“Dia…dia memang pacar baruku, Bima,” suara yang keluar dari bibir Mira terdengar begitu ser

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   43 - Kecemburuan Bima (2)

    Dua bulan berlalu. Perkuliahan yang dijalani Mira memang terasa berat namun menyenangkan. Berinteraksi dengan anak-anak muda zaman sekarang ternyata memberi Mira semangat baru.Terutama kedekatannya dengan Aryo.Tidak bisa dipungkiri, hubungan mereka semakin dekat, apalagi Mira sedang membantu Aryo menyebar kuesioner skripsinya. Terkadang Aryo juga membantu Mira menyelesaikan beberapa paper kuliahnya.Kini mereka berjalan di selasar gedung, menuju parkiran. “Mir, gimana kalau akhir pekan ini kita jalan-jalan?” ucap Aryo.Kening Mira langsung mengernyit. “Jalan-jalan?”“Iya, sekalian refreshing. Kurasa aku butuh udara segar dan melupakan sejenak skripsiku. Gimana kalau kita nonton? Ada film bagus lho.”“Sorry, tapi akhir pekan adalah waktuku bersama Kiran.”Aryo manggut-manggut sambil menyembunyikan ekspresi kecewanya. “Ah, gimana kalau kita ajak Kiran juga?”Mira tertawa pelan. “Kiran masih kecil. Dia belum bisa diajak nonton bioskop. Yang ada nanti malah merepotkan.”“Yah…kita jalan

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   42 - Kecemburuan Bima

    “Aku sudah bercerai,” tandas Mira saat dirinya dan Aryo berada di kantin kampus.“Apa?” Aryo hampir saja tersedak minuman soda yang baru dia seruput.“Yah, aku ini seorang janda,” Mira mengedikkan bahunya sambil menyingkirkan mangkuk bakso yang sudah kosong itu. Lantas, dia meneliti buku-buku yang baru saja dipinjamnya di perpus.“Aku salut,” sela Aryo begitu melihat Mira membereskan buku-bukunya. “Kamu masih ingin melanjutkan pendidikanmu walaupun sudah enggak muda lagi. Kurasa itu semangat yang harus anak-anak muda punya saat ini.”Mira menyunggingkan senyum tipis. “Yah, karena hanya dengan pendidikan aku bisa mandiri, sekaligus jadi contoh untuk anakku satu-satunya.”“Anakmu lucu. Berapa umurnya? Namanya Kiran kan?”“Tahun ini dia menginjak usia lima tahun.”Aryo manggut-manggut. “Berarti kamu menikah di pertengahan umur dua puluhan ya?”“Aku menikah muda. Yah, pokoknya ceritanya panjang-lah,” Mira menepiskan tangannya. Dia tidak ingin mengumbar permasalahan hidupnya pada pria bron

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   41 - Pertemuan

    Bima menelan ludahnya dalam-dalam. Mati-matian dia berusaha menahan keterkejutannya, menangkap sosok mantan istrinya yang begitu berbeda. Mira menatap Bima dan Vania secara bergantian. “Aku…aku baik-baik saja…” balas Bima dengan tergagap. “Sudah lama kamu enggak menjenguk Kiran,” sindir Mira lagi. “Oh, itu…itu karena aku sibuk menyambut kedatangan anak pertama kami,” ucap Bima. Dia masih terpana dengan wajah Mira yang kembali cantik seperti dulu. “Ya, kami sudah menikah,” Vania dengan bangga menunjukkan cincin berlian yang melingkar di jari manisnya. “Well, selamat. Semoga kalian bahagia,” Mira menyunggingkan senyum kecut sambil berlalu. “Mira, tunggu!” Sela Bima cepat. Sontak kening Vania mengernyit tidak suka. “Apa?” Mira memutar tubuhnya, kembali menatap wajah mantan suaminya itu. “Kurasa…minggu depan aku mau menjenguk Kiran.” “Lho, minggu depan kita harus ke dokter!” Pekik Vania kesal, menyenggol lengan Bima. “Bisa diatur, Sayang,” tukas Bima pada istrinya yang cemburu

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   40 - Hidup Baru Mira

    Peluh keringat membasahi sekujur tubuh Mira. Langkahnya nampak tertatih, namun sekuat tenaga perempuan itu terus memaksa dirinya untuk bergerak, mengikuti lajur treadmill yang kini dalam mode menanjak.“Ayo, Mir. Kamu bisa!” Bella menyemangati sahabatnya itu. “Lima menit lagi selesai.”“Ya, aku pasti bisa,” gumam Mira dengan napas tersengal–walaupun sebenarnya dia ingin pingsan.“Cukup,” suara pelatih pribadi Mira itu terdengar dari balik punggungnya. “Sekarang kamu bisa istirahat dua menit, lalu kita lanjut latihan angkat beban.”“Coach, saya rasa latihannya cukup sampai di sini saja,” balas Mira. Dadanya naik turun karena kekurangan oksigen. Sementara Bella menjulurkan botol minum ke arah Mira. Jujur, Bella takut kalau tiba-tiba Mira pingsan.“Hey, itu baru pemanasan,” balas pelatih berbadan kekar itu. “Ta-tapi saya enggak kuat, Coach. Rasanya saya pengin pingsan,” Mira terbata sambil mengusap keringat di dahinya. Dia tidak menyangka latihan perdananya ini terasa seperti latihan mi

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   39 - Kecurigaan Rika

    Pagi itu, langit biru nampak membentang dengan cerah di atas sana. Udara yang masih segar membuat Bima jadi sedikit rileks.Mobil yang dilajukannya membelah jalan yang tidak terlalu padat. Di samping Bima, terlihat Rika yang sedang membenarkan riasannya berkali-kali. Sementara Lela duduk di jok belakang. Sesekali wanita setengah baya itu membenarkan posisi sanggulnya. Di samping Lela, menumpuk barang-barang seserahan yang akan diberikan ke Vania.“Aduh, Mas Bima! Yang bener dong nyetirnya,” keluh Rika saat polesan lipstiknya jadi berantakan begitu Bima tidak sengaja menghantam polisi tidur begitu saja.“Lagian kenapa dari tadi kamu dandan melulu sih?” Komentar Bima sambil memperhatikan jalan.“Aku kan harus tampil menawan di depan calon besan kita, Mas. Apalagi Mbak Vania datang dari keluarga terpandang. Jadi, aku enggak boleh tampil malu-maluin,” balas Rika masih menatap kaca kecil yang dibawanya.“Apa kamu sebelumnya sudah pernah ketemu dengan keluarganya Vania?” Tanya Lela penasar

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   38 - Kabar Baik

    Pintu rumah kontrakan kedua orangtua Mira membuka perlahan. Dengan wajah yang tertunduk, Mira memasuki ruangan.Suswanto dan Arianti, yang sedang menonton televisi, langsung menyadari ekspresi anak mereka yang diliputi kesedihan.Mira menghela napas panjang setelah menghempaskan tubuhnya di atas sofa. PHK yang mendadak serta ajakan mesum dari mantan atasannya itu membuat kepalanya pusing.“Ada masalah apa, Mir?” Tanya Arianti, menatap lekat wajah putrinya itu.Mira menggeleng pelan. Dia tidak tega memberi tahu mereka soal dirinya yang baru saja di PHK.“Jangan bohong,” sela Suswanto cepat. “Papa tahu dari raut wajahmu, Mir. Ceritakan pada kami apa yang terjadi.”Mira menghela napas panjang. “Se-sebenarnya…aku baru saja dipecat dari Bahagia Mart.”Suswanto dan Arianti pun saling bertukar pandang.“Aku…enggak punya pekerjaan lagi…” Mira berujar dengan putus asa.“Sudahlah, Mir. Kamu tidak perlu bekerja sekarang,” tukas Suswanto lagi.“Tapi Pa, aku butuh biaya untuk kehidupan Kiran. Uang

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   37 - Di PHK

    Siang itu, Mira bersedekap. Bibirnya nampak mengerucut kesal dari balik meja kasir. Sementara itu, Lilis berdiri di sampingnya dengan raut wajah yang dipenuhi rasa bersalah.“Aku enggak nyangka, kamu tega padaku, Lis,” Mira bersungut. “Kamu tahu? Aku hampir saja dilecehkan sama om-om setengah baya!”“Sst! Jangan keras-keras, Mir,” desis Lilis. Lehernya menjulur ke sekitar, takut ada pelanggan yang mendengar. Lantas, Lilis menatap teman kerjanya itu lekat-lekat. “Maafkan aku, Mir. Aku pikir kamu enggak keberatan kerja seperti itu.”Mira masih saja marah. Perempuan itu memalingkan pandangannya ke luar sana.“Sebenarnya, kamu bisa nolak kok kalau enggak mau diajak tidur bareng,” lanjut Lilis.Mira mendengus keras. “Tapi om-om brengsek itu memaksaku, Lis! Dia bahkan menjambak rambutku!”“Tenang, Mir. Tenang. Toh, akhirnya kamu selamat juga kan?” Balas Lilis.Mira menghela napas panjang. “Aku enggak mau kerja begituan lagi. Bilang sama bosmu itu kalau aku keluar.”“Yah, terserah kamu deh,”

  • Kebangkitan Istri yang Dikhianati   36 - Jadi LC

    Mira menatap pantulan dirinya di cermin yang lusuh itu. Gincu merah darah memoles bibirnya yang tebal, sementara rambutnya yang biasanya diikat itu kini nampak bergelombang.Tangan Mira menarik ujung gaun hitamnya yang mengkilap. Jujur, dia begitu risih karena gaun ini sangat ketat. Apalagi potongannya yang rendah membuat dadanya menyembul dengan jelas.“Udah, Mir. Santai aja,” Lilis muncul dari balik punggung Mira.Penampilannya begitu seksi malam ini. Lilis mengenakan rok mini dan tanktop berwarna pink serta riasan yang tidak kalah menor dari Mira.“Tapi, aku enggak biasa pakai baju kayak gini,” keluh Mira.“Ih, udah deh, jangan narik-narik ujung gaun itu nanti malah melar,” Lilis menepis tangan Mira yang sedari tadi menarik ujung gaunnya yang di atas lutut itu. “Lihat, kamu sangat seksi malam ini! Pasti banyak pelanggan yang mau ditemani sama kamu, Mir!”“Aku enggak pe-de, Lis. Gimana kalau aku pulang saja?” Raut wajah Mira nampak cemas.“Eh, jangan! Dicoba dulu aja, Mir. Ingat, an

DMCA.com Protection Status