“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”Darino menatap Fernandra yang berdiri dihadapannya dengan mengangkat tab dan senyum miring. Hal itu membuat Darino menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan rencana apa yang direncanakan oleh pria dihadapannya, dan penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh Fernandra.“Ada hal yang harus aku beritahu,” ucap Fernandra tanpa menatap Darino yang memicingkan mata, ia fokus menatap layar tab berukuran 12”inch, lalu terkekeh pelan. Fernandra menaikkan pandangannya, “Lebih baik duduk di sana. Tidak nyaman jika bicara sambil berdiri seperti ini,” ucapnya, mengulurkan tangan ke arah sofa berwarna putih, memberikan isyarat kepada Darino untuk melangkah lebih dahulu.Darino mengindahkannya, melangkahkan kakinya mendekati sofa putih yang terletak di dekat jendela, diikuti oleh Fernandra yang masih memfokuskan atensinya ke arah layar tab yang memperlihatkan sebuah rekaman CCTV dua orang yang sedang duduk berdua, telinga kanannya disumpal oleh eabuds berw
Azizah melangkahkan kedua kakinya dengan anggun mendekati meja bundar yang diisi oleh Darino, senyumnya tak luntur hingga tiba duduk di sebelah sang suami yang menyambutnya dengan hangat.“Ini dress yang aku beli waktu itu?” tanya Darino dengan suaranya yang lembut, menatap wanitanya yang menganggukkan kepala. Hal itu membuat senyumannya semakin lebar, “Aku fikir akan kebesaran atau kekecilan, ternyata pas untuk kamu,” lanjutnya setengah berbisik.Azizah terkekeh pelan, mendekatkan wajahnya pada telinga kiri suaminya, “Aku harus cantik, karena mantan kamu disini, Mas. Benar begitu bukan?” bisiknya, menyunggingkan senyum manisnya kepada Darino yang bergumam pelan.Azizah menjauhkan wajahnya saat mendengar suara microphone yang berdengung, atensinya kini menatap Fernandra yang berdiri di atas panggung kecil di atas sana, lalu melirik melalui sudut matanya. Ia mendapati kedua insan berbeda jenis itu saling bertatapan satu sama lain, walaupun keduanya berbeda meja.Wanita itu menoleh ke s
Azizah menaikkan dagunya menantang perempuan yang ada dihadapannya saat ini, ia bersidekap dada dan ekspresi wajahnya datar. Sedangkan Carisa menyentuh pipi kanan yang merah karena ditampar oleh Azizah.Pertengkarangan keduanya menarik perhatian tamu undangan yang lain, terkecuali Fernandra yang tersenyum miring di belakang Darnius yang siap untuk mendekati Azizah. Fernandra melirik ke arah Darino, memberikan isyarat untuk pria itu bertindak.“Aku sudah cukup sabar ya, Carisa. Kali ini aku tidak akan sabar lagi,” ucap Azizah dengan penuh penekanan, melangkah maju sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan Carisa yang menelan saliva.Azizah menyunggingkan smirk smilenya, lalu berbisik di telinga kanan Carisa, “Aku tahu ini rencana kamu untuk menjatuhkanku.”Carisa menatap Azizah yang tengah menatapnya setelah menjauhkan wajah dari telinganya. Perempuan dihadapannya saat ini tidak seperti Azizah yang sering ia temui, suasana disekitarnya pun menjadi merinding. Aura Azizah saat ini sepe
Darino menatap seorang laki-laki yang berdiri dihadapannya dengan ekspresi wajah datar. “Kamu suka sama istri saya?” tanyanya, membuat Darnius menaikkan sebelah alis. “Jujur saja, tidak ada orang lain selain saya dan kamu,” imbuhnya.Darnius memicingkan mata, “Aku suka sama istri kamu?” tanyanya, lalu menyunggingkan senyum miringnya. “Istri kamu itu sempurna. So, siapa sih yang gak suka sama dia?” tambahnya dengan nada bicara yang santai.Darino hanya bergeming, memberikan ruang dan waktu untuk Darnius yang terkekeh. “Aku fikir, orang kaya kamu gini, tidak akan sadar kalau aku tertarik sama Azizah,” lanjutnya.Sementara itu di belakang tembok, terdapat dua insan berbeda jenis sedang berdiri membelakangi tembok dengan earbuds yang menyumpal di salah satu telinga masing-masing, Azizah memakainya ditelinga kanan, dan Fernandra memasang di telinga kiri.“Darino tahu kalau aku ikutan kaya gini?” tanya Azizah dengan suaranya yang pelan, menatap Fernanda yang sedang menatapnya. Ia memicingka
Azizah menghela nafasnya perlahan, ia menatap langit yang sudah gelap dan hanya dihiasi oleh bintang-bintang. Hanya ada dirinya saja di halaman belakang villa di saat semua orang tertidur, termasuk suaminya.Ingatan perempuan itu kembali pada saat semuanya terbongkar. Rencananya bersama Fernandra, dan saat dirinya mengikuti Darino. Dua jam yang lalu mereka berdebat cukup sengit, baru bisa berhenti satu jam yang lalu.“Kamu masih memikirkan kejadian tadi?”Suara berat milik seorang pria tiba-tiba saja hadir, membuat Azizah menoleh dan mendapati Fernandra yang kini memilih untuk duduk di kursi kosong sisi kirinya. Fernandra memberikan kaleng soda kepada Azizah.“Thanks,” ucap Azizah setelah menerima kaleng tersebut, dan langsung membukanya tanpa berfikir panjang.Fernandra hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk, mengalihkan atensinya menjadi menatap langit yang gelap. “Hubunganmu dan Darino akan baik-baik saja, kalau itu yang membuatmu tidak bisa tidur,” tuturnya dengan tenan
Azizah memicingkan mata saat berpapasan dengan Carisa yang mengabaikannya, tersenyum kepadanya pun tidak. Ada perasaan aneh dalam hatinya, sangat aneh dengan sikap Carisa yang baru saja diperlihatkan kepadanya.“Entah dia memang sudah tobat, atau ini adalah salah satu rencananya untuk menghancurkan rumah tanggaku?” monolognya, lalu menaikkan kedua bahunya dan kembali melangkahkan kakinya pergi.Azizah tersenyum saat melihat suaminya dan Fernandra jalan bersama, ia mempercepat langkahnya lalu berhenti tepat dihadapan Darino yang langsung merangkul pinggangnya. Hubungan mereka memang baik-baik saja, Darino mengerti situasi yang dijalani oleh Azizah.“Kalian abis darimana?” tanya Azizah, menatap Darino dan Fernandra silih berganti, tetapi fokusnya hanya untuk Darino yang membelai lembut surai panjangnya.“Biasa urusan laki-laki,” jawab Darino, membuat istrinya mengerucut bibir, dan itu sangat menggemaskan dikedua matanya. Atensinya kini tertuju ke arah Fernandra, “Sorry banget yaa aku sa
Azizah mempercepat langkahnya saat melihat putrinya yang terbaring lemah di atas kasur empuk bersama mommynya yang duduk di sisi ranjang. “Anak Mama, sakit yaa?’ tanyanya, ditanggapi dengan bergumam oleh putrinya, sedangkan mommynya memukul lengannya.“Sudah tahu anaknya sakit, kenapa nanya pertanyaan yang tidak berbobot?” oceh Karisya, ekspresi wajahnya kesal, berbanding terbalik dengan ekspresi wajah Azizah yang menyengir tanpa rasa bersalah.Karisya berdiri, memberikan tempatnya untuk Azizah, dan putrinya itu mengindahkannya. Ia menoleh ke arah pintu, lalu kembali menatap Azizah yang menggenggam tangan Arlin dengan ekspresi wajah yang khawatir.“Kamu baik-baik saja kan sama suamimu?” tanya Karisya, ia hanya heran kebingungan karena tidak mendapati menantunya, hanya ada Azizah datang seorang diri. Sebagai orangtua, tentu saja dirinya merasa aneh dan berfikiran macam-macam terkait hubungan putrinya dan Darino.Arlin hanya menatap pias nenek dan mamanya, karena kondisi tubuhnya juga s
Azizah menghela nafasnya perlahan, menyugar surai panjangnya. Ia menyadari bahwa sikapnya beberapa menit yang lalu itu keterlaluan, dan tidak seharusnya dirinya bersikap seperti itu terhadap putrinya.“Bodoh,” umpatnya dalam diri sendiri, mengusap wajahnya gusar, lalu berbalik saat mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka. “Mas ….” gumamnya saat melihat sosok pria yang melangkah mendekat kepadanya.Darino menghentikan langkahnya tepat dihadapan Azizah yang tengah menatapnya. Kedua matanya menatap intens kedua mata sang istri, ia dapat melihat tatapan cemas dan kebingungan yang terpancar pada sorotan mata Azizah.Pria itu menggenggam tangan wanita dihadapannya saat ini, “Apa yang kamu fikirkan, hm?” tanyanya dengan suara lembut. Lalu kembali bersuara saat tidak mendapatkan jawaban dari sang istri, “Aku juga kaget, tidak terima dengan apa yang dikatakan Arlin, tetapi aku ingat bukan itu yang utama.”“Tidak seharusnya Arlin membebani fikirannya dengan urusan kita,” balas Azizah, diang
BRAK!Darino dan Azizah saling melempar pandang satu sama lain, tentu saja dentuman keras itu menarik perhatian Arlin yang langsung bergeser mendekat pintu belakang pengemudi untuk melihat apa yang terjadi dibelakang.Kedua mata gadis kecil itu melebar, telapak tangan menutup mulut yang menganga terkejut melihat sebuah mobil berwarna putih terjepit diantara dua kendaraan berat, truck kontainer.“Oh my god!” Arlin ingin turun untuk melihat kondisi pengemudi mobil sedan putih tersebut, tetapi tidak jadi saat kedua telinganya mendengar bunyi ‘klik’, mendakan pintu mobil di kunci oleh Darino-pengemudi-.“Sudah banyak yang menolong, Arlin,” ujar Darino dengan suara yang rendah dan berat. Bukan drinya tidak memiliki rasa
“Mas, kenapa?”Azizah memperhatikan suaminya yang sedang menatap layar ponsel dengan ekspresi sulit diartikan olehnya, setelah ia mengajukan pertanyaaan, suaminya itu menoleh, menggelengkan kepala dan tersenyum.“Oh itu … teman aku bilang kalau ada yang ingin dibicarakan nanti sore,” ujar Darino setelah mencari alasan yang tepat. Bukan dirinya tidak ingin istrinya tahu, tetapi bukan sekarang waktunya, disaat ada Arlin yang duduk di tengah.Darino melajukan kendaraan roda empat tepat setelah mobil didepannya melaju, saat melirik traffic light, memang sudah berubah warna menjadi warna hijau. Sementara itu Azizah mengerut kening, tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Darino.
Arlin tersenyum lantas berlari mendekati kedua orangtuanya yang menjemputnya di sekolah pada siang hari ini, lalu memeluk mamanya yang sigap berjongkok. Azizah memeluk putrinya, dan mengecup kedua kedua pipi putrinya.“Sepertinya kamu happy sekali,” ucap Azizah, menatap Arlin yang menganggukkan kepala. Ia tersenyum penuh arti, “Karena kamu dapat coklat dari teman laki-lakimu?”Arlin menjawabnya dengan terkekeh, memutar tas ranselnya supaya berada di depan dan lebih dijangkau olehnya untuk mengeluarkan barang yang disimpan di dalam tas ransel berwarna merah muda itu.Gadis kecil itu mengeluarkan tiga coklat berukuran sedang, “Boleh memangnya aku makan coklat sebanyak ini?” tanyanya, menatap kedua orangtuanya silih berganti. “Kalau tidak boleh, satu buat papah, satu lagi buat mamah,” tuturnya karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari kedua orangtuanya.Azizah tersenyum manis kepada putrinya, “Boleh dong, tapi jangan langsung dihabiskan dalam satu hari. Okey?” ujarnya dengan suara yang
“Sayang … dengerin penjelasan dan alasan aku tidak memberitahumu,” ucap Darino dengan suaranya yang lembut, menggenggam kedua tangan sang istri dan atensinya menatap kedua mata wanita dihadapannya saat ini.Azizah tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, bibirnya terkunci rapat. Hanya dengan tatapan mata ia berbicara, tatapan matanya mengatakan ‘Jelasin’, dan berharap pria dihadapannya saat ini mengerti akan tatapannya tersebut.Darino menarik nafas perlahan, lalu mengembuskannya. Ia menggeser lebih mendekat ke arah Azizah yang hanya bergeming, mengikis jarak dan biarlah dirinya yang bergerak mendekat. Darino tahu, dan Darino tidak marah dengan sikap yang diperlihatkan Azizah saat ini.Memang salah Darino tidak mengatakan dari jauh hari, jauh sebelum ada permasalahan teror dan permasalahan lainnya. Darino fikir, jika memberitahu Azizah nanti, semua akan baik-baik. Tetapi naasnya, pemikirannya salah dan berujung keretakan.“Bukan karena aku kesulitan. Semua uang yang aku berikan untuk k
Azizah bersidekap dada menghalangi jalan sang suami, kedua matanya menyipit menatap suaminya yang menaikkan sebelah alis. Ia masih penasaran dengan kejadian apa yang dilewati suaminya itu sehingga mengalami perubahan yang signifikan.“Apa?” Pertanyaan itu terucap dari bibir Darino, menatap bingung wanitanya yang hanya terdiam dihadapannya saat ini. “Ada yang ketinggalan?” tambahnya dengan suara lembut dan kesabaran yang membuatnya ditatapan intimidasi.“Kamu habis kepentok dimana, Mas?” tanya Azizah, menatap curiga suaminya, sedang sang suami tergelak. Azizah mendelik tidak suka, “Aku sedang tidak bercanda, Mas,” tukasnya penuh penekanan, membuat pria dihadapannya saat ini menghentikan tawa dan mengangguk-anggukkan kepala.Darino melangkah maju, mengikis jarak antaranya dan Azizah. Kedua matanya menatap lekat kedua mata sang istri yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya. “Memangnya aneh kalau aku seperti itu? Lagipula, kamu kan istri aku, dan menurut aku itu tidak aneh,” tutu
Azizah menaikkan sebelah alisnya saat tubuhnya ditarik paksa supaya mendekat ke arah suaminya yang memejamkan kedua mata. Ia mengulurkan tangannya, meraih ponsel yang ada di meja nakas. Kedua matanya menyipit saat cahaya layar ponselnya menyala, menyilaukan penglihatannya ditengah kegelapan.Pukul 05:00, memang sudah pagi, sudah waktunya untuk wanita itu bangun, beranjak, menyiapkan sarapan, mengurus putrinya dan suaminya.Azizah menyimpan kembali ponselnya di meja nakas, lalu memeluk sang suami dan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Darino yang semakin mendorong punggungnya, sehingga tidak ada jarak diantara mereka.“Mas … aku mau bikin sarapan. Kamu mau sarapan apa?” ujar Azizah dengan suara pelan, nada bicaranya yang lembut, sangat sopan untuk diterima oleh indra pendengaran siapapun.Darino menanggapinya dengan bergumam tanpa membuka kedua matanya. Respon yang ia berikan membuat Azizah mengulas senyum tipis, tangan wanita itu terangkat menyusuri wajah suaminya.“Mas ….”“Pes
Fernandra menatap sosok pria yang duduk bersebrangan dengannya saat ini. Sesuai dengan pembicaraannya dengan pria itu, ia datang ke lokasi yang dibagikan oleh pria itu, Darino. Dan disinilah mereka berdua, di sebuah ruangan yang lebih private di salah satu restaurant ternama yang letaknya tidak jauh dari rumah Darino.“Kamu yang menyarankan itu ke Azizah?” tanya Darino, setelah pelayan yang mengantar makanan untuknya dan Fernandra pergi dari ruangan ini, dan memastikan tidak ada orang lain di ruangan ini.Fernandra menaikkan sebelah alis, “Memangnya aku menyarankan apa?” tanyanya seolah tidak mengerti arah pembicaraan Darino. “Aku hanya meminta bantuan Azizah untuk masuk ke rumah Darnius,” lanjutnya, lalu menggelengkan kepala. “Lebih tepatnya kamar Darnius, supaya aku bisa memantau aktifitas Darnius di kamarnya,” tambahnya lengkap dengan maksud dan tujuannya dari apa yang direncanakan olehnya.Darino mendengarkannya dengan seksama, ekspresi wajahnya sangat serius, bahkan fokusnya hany
“Kamu yakin mau masuk ke sana? Kamu tahu kan dia itu ada perasaan sama kamu,” ucap Darino, terselip nada khawatir dan tidak setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh istrinya.Malam ini, Azizah mengatakan niatnya yang ingin membantu Fernandra setelah mengetahui apa yang dilakukan oleh tetangga depan rumah kedua orangtua itu. Semula, Azizah tidak setuju karena suaminya pasti tidak setuju. Benar saja, sesuai tebakan wanita itu, Darino tidak percaya rencana itu akan berhasil dengan situasi yang baik.Azizah menghela nafasnya perlahan, menggenggam tangan sang suami, lalu mengusap punggung tangan pria yang sedang menatapnya dengan tatapan teduh. “Aku pastiin, semua akan baik-baik saja, Mas. Arlin aman di rumah Mommy dan Daddy,” tuturnya.“Karena itu yang aku takutin. Rumah Mommy dan Daddy berhadapan sama rumahnya Darnius,” balas Darino dengan cepat. Ia menumpuk tangan kanannya diatas tangan Azizah, kedua matanya menatap dalam kedua mata wanita dihadapannya saat ini.]Hening, tidak ad
Azizah mengedarkan atensinya, menatap sekeliling caffe yang cukup ramai. Ia sedang menunggu kedatangan seseorang setelah tadi malam membuat janji dengan orang itu, dan disinilah tempat mereka janjian.Selang beberapa menit wanita itu menunggu, sosok pria tinggi, putih, bermata sipit, lengkap dengan kacamata yang bertengger di hidung itu tersenyum kepada wanita yang tengah menatapnya dengan senyuman tipis.“Sudah lama menunggu?” tanya pria itu setelah menempati kursi kosong dihadapan Azizah, ia melepaskan jas hitam dan menyisakan kemeja putih lengan pendek dengan aksesoris dasi berwarna hitam.Azizah menggelengkan kepala, “Lumayan … sepuluh menit,” jawabnya diakhiri dengan terkekeh pelan. “Kamu dari kantor langsung ke sini?” tanyanya setelah memperhatikan penampilan pria dihadapannya saat ini.Pria dengan gaya rambut undercut itu menggelengkan kepala. “Aku habis ada pertemuan juga dengan klien di resto sebelah. Karena itu juga aku memilih tempat ini,” ucapnya dengan tenang, tersenyum k