Azizah menyusuri lorong sekolah yang sunyi, merasakan detak jantungnya semakin kencang. Tangannya menggenggam buku tugas Arlin yang mulai berkeringat. Ketika sampai di depan kelas Arlin, ia melihat seorang wanita dengan rambut panjang kecoklatan berdiri dengan anggun, mata birunya menatap lurus ke arahnya. Wanita itu ialah Carisa Hargantasya, mantan kekasih Darino.Carisa tersenyum tipis, "Azizah, lama tidak berjumpa." Suaranya sehalus sutra, penuh rahasia dan ketegangan. Azizah merasakan ketidaknyamanan sejenak, seolah bayangan masa lalu yang tiba-tiba muncul di antara mereka."Carisa," balas Azizah dengan tegas, meskipun hatinya berdebar. "Apa yang membawamu kemari?" tambahnya.Carisa mengangkat alis, seakan terkejut oleh pertanyaan Azizah. "Aku bekerja disini sebagai guru dan walikelas 1A."Azizah menatap Carisa, mencoba menyelami niat wanita itu. Ia mencoba untuk mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh Carisa, lalu tersadar ternyata putrinya berada di kelas 1A.Suasana semakin
Pusat perbelanjaan dipenuhi hiruk-pikuk suara orang ramai, namun perhatian Azizah tertuju pada sosok familiar di depan gerai jam tangan. Darino berdiri di sana, benda pipih dengan casing berwarna hitam itu menempel ditelinga kanan, seperti sedang membicarakan hal serius. Azizah berhenti sejenak, matanya menyipit, mencoba memastikan bahwa yang dilihatnya bukanlah ilusi."Ma, kenapa berhenti?" tanya Arlin dengan mata yang penasaran menatap Azizah.Azizah menarik napas dalam-dalam, memberikan senyuman tipis kepada putrinya. "Tidak apa-apa, Sayang. Mama hanya melihat sesuatu." Tanpa menunggu lebih lama, Azizah menggandeng tangan Arlin dan berjalan menuju Darino, langkahnya tegas namun terjaga.Darino menutup teleponnya, wajahnya menunjukkan sekilas keterkejutan saat melihat Azizah mendekat. "Azizah? Arlin?" suaranya terdengar sedikit tersendat."Darino, kamu sedang apa disini? Bukankah seharusnya kamu ada jadwal kelas sekarang?" suara Azizah lembut namun penuh dengan pertanyaan yang tak
Azizah menatap Darino yang mencekal tangannya saat ingin masuk ke dalam mobil setelah mengantar Arlin pergi ke sekolah. Hatinya masih dipenuhi dengan amarah dan kekecewaan. Suara burung berkicau di pagi hari terasa kontras dengan gejolak emosional yang ia rasakan."Sayang, tolong dengarkan aku," suara Darino penuh dengan permohonan, matanya mencari-cari tatapan Azizah. "Aku bisa menjelaskan semua ini. Semua ini hanya kesalahpahaman."Azizah menarik tangannya dengan gerakan cepat, menghindari sentuhan suaminya. "Kesalahpahaman? Kamu sudah memiliki buktinya?" katanya dengan nada suara yang mencoba tetap tenang, namun jelas mengandung kemarahan yang tertahan.Darino menghela napas, jelas merasa frustasi tetapi tidak mau menyerah. "Izinkan aku membuktikan bahwa ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan. Tolong, aku hanya ingin kamu kembali ke rumah."Azizah menggelengkan kepala, matanya penuh dengan kebingungan dan sakit hati. "Aku butuh waktu untuk sendiri, Darino. Mama juga tidak mengi
Azizah kembali pulang ke rumah bersama Arlin setelah beberapa hari berlalu. Arlin sangat bahagia bisa bertemu lagi dengan Darino, wajahnya memancarkan keceriaan yang sudah lama hilang. "Papa!" seru Arlin sambil berlari ke pelukan Darino yang sudah menunggu di ruang tamu dengan wajah penuh harap.Darino merangkul putrinya erat-erat, merasakan kehangatan keluarga yang hampir hilang. "Arlin, Papa rindu sekali padamu," katanya dengan suara bergetar, matanya berkaca-kaca melihat kebahagiaan putrinya. Dia mengecup kedua pipi putrinya dan tersenyum terharu.Azizah berdiri di belakang, menatap momen tersebut dengan hati yang campur aduk. Meski ia masih menyimpan kekecewaan dan kemarahan, ia tahu bahwa pertemuan ini penting bagi Arlin. Setelah beberapa saat, ia mengambil napas dalam-dalam dan melangkah maju. "Darino, kita perlu bicara," katanya dengan nada tegas tapi tenang.Darino menatap Azizah dengan tatapan penuh harap. "Tentu, Azizah. Aku siap menjelaskan semuanya." Mereka berdua duduk
Pada malam ini, Carisa mengenakan pakaian super ketat dan seksi, sementara Darino mengenakan kemeja hitam yang kontras dengan suasana hatinya yang gelap. Mereka berada di sebuah restoran, di dalam ruangan VIP yang dipesan oleh Carisa. Darino merasa dijebak, suasana ruangan yang seharusnya mewah terasa menyesakkan.Carisa menghela napas panjang, matanya menatap Darino dengan tatapan yang sulit diartikan. "Silakan duduk, Darino," katanya dengan nada suara yang berusaha terdengar santai, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan.Darino tetap berdiri sejenak, menimbang-nimbang situasi sebelum akhirnya duduk dengan enggan. Ia merasakan dinginnya kursi di bawahnya, seolah mencerminkan suasana hatinya yang penuh kecurigaan. Carisa duduk di seberangnya, senyum tipis menghiasi wajahnya yang penuh riasan."Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Darino, suaranya datar namun tegas, mencoba mengendalikan situasi.Carisa mengangkat bahu, memainkan rambutnya dengan jari-jari yang lentik
“Mas ….”Azizah menatap suaminya yang memakai jam tangan dihadapannya saat ini, perasaannya bimbang, antara ingin bertanya dan melupakan. Bukan hal mudah untuknya membahas kontak nama CH yang ada di ponsel sang suami.Darino yang sudah selesai memakai jam tangannya pun menatap Azizah yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh arti, sehingga membuatnya sulit untuk memahaminya.“Kenapa, Sayang?” tanya Darino dengan suara yang lembut, ia mengusap puncak kepala sang istri. Salah satu cara untuk menenangkan Azizah yang mungkin sedang banyak fikiran, sementara itu Azizah hanya bergeming memperhatikan Darino.Azizah menggelengkan kepala dengan senyum manisnya, “Tidak jadi, Mas,” tuturnya dengan suara yang lembut. Ia merapihkan rambut sang suami yang sedikit berantakan dengan jari lentiknya.“Hari ini cuma satu kelas?” tanya wanita itu, dijawab dengan anggukkan kepala.“Tapi aku pulangnya telat. Selesai kelas jam dua belas, lanjut acara makan-makan sama dosen lainnya. Ada yang nikah, terus n
Azizah mengetukkan jemari telunjuknya di meja kaca, tatapannya lurus menatap Carlinta yang sedang menatapnya. Sahabatnya itu memperlihatkan sebuah foto kepadanya, di dalam foto tersebut terlihat Darino sedang merangkul Carisa.“Kamu tidak berani menghubungi suamimu sendiri, hm?” tanya Carlinta, melirik ponsel yang ada dihadapan Azizah. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, “Kamu takut kalau Darino akan memarahimu karena sedang mengajar?”Azizah bergeming. Sudah lebih dari sepuluh menit dirinya terdiam, sehingga membuat Carlinta gemas sendiri melihatnya. Bagaimana tidak? Azizah seolah tidak percaya dengan foto yang dikirim oleh suami Carlinta.Azizah memikirkan banyak aspek, salah satunya jika dirinya bertanya kepada Darino yang saat ini sedang ada jadwal mengajar, akan membuat suaminya itu hilang fokus dan berakibat menyampaikan materinya berantakan.Jujur saja, Azizah sangat ingin bertanya kepada suaminya mengenai foto yang diperlihatkan oleh Gibran -Suami Carlinta, sekalig
Azizah melangkahkan kaki jenjangnya mendekati gadis kecil yang duduk di ayunan bersama dengan seorang bocah laki-laki yang duduk disebelah gadis kecil itu. Dirinya datang bersama dengan Carlinta-Mama dari bocah laki-laki yang sedang bersama putrinya.“MAMA ….”Azizah tersenyum manis kepada putrinya yang turun dari ayunan dan berlari kecil mendekatinya. “Hei … sudah lama menunggu? Maaf ya Mama telat jemput kamu,” tuturnya dengan suara lembut, mengecup kedua pipi Arlin.Carlinta merangkul putranya yang berdiri disisi kanannya saat ini. “Ms. Carisa tidak datang hari ini?” tanyanya, menatap putranya yang mendongak supaya bisa bertatapan dengannya.Azizah berdiri dengan menggenggam tangan Arlin, menatap Carlinta yang langsung to the point. Ia menyenggol lengan Carlinta saat sudut matanya menangkap pergerakan seorang perempuang yang keluar dari salah satu ruangan, dan melangkah mendekat.“Datang kok. Tadi Ms. Carisa juga kasih tugas ke kami,” jawab Nadi, kedua matanya memperhatikan mamanya
Azizah menghela nafasnya perlahan, ia menatap langit yang sudah gelap dan hanya dihiasi oleh bintang-bintang. Hanya ada dirinya saja di halaman belakang villa di saat semua orang tertidur, termasuk suaminya.Ingatan perempuan itu kembali pada saat semuanya terbongkar. Rencananya bersama Fernandra, dan saat dirinya mengikuti Darino. Dua jam yang lalu mereka berdebat cukup sengit, baru bisa berhenti satu jam yang lalu.“Kamu masih memikirkan kejadian tadi?”Suara berat milik seorang pria tiba-tiba saja hadir, membuat Azizah menoleh dan mendapati Fernandra yang kini memilih untuk duduk di kursi kosong sisi kirinya. Fernandra memberikan kaleng soda kepada Azizah.“Thanks,” ucap Azizah setelah menerima kaleng tersebut, dan langsung membukanya tanpa berfikir panjang.Fernandra hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk, mengalihkan atensinya menjadi menatap langit yang gelap. “Hubunganmu dan Darino akan baik-baik saja, kalau itu yang membuatmu tidak bisa tidur,” tuturnya dengan tenan
Darino menatap seorang laki-laki yang berdiri dihadapannya dengan ekspresi wajah datar. “Kamu suka sama istri saya?” tanyanya, membuat Darnius menaikkan sebelah alis. “Jujur saja, tidak ada orang lain selain saya dan kamu,” imbuhnya.Darnius memicingkan mata, “Aku suka sama istri kamu?” tanyanya, lalu menyunggingkan senyum miringnya. “Istri kamu itu sempurna. So, siapa sih yang gak suka sama dia?” tambahnya dengan nada bicara yang santai.Darino hanya bergeming, memberikan ruang dan waktu untuk Darnius yang terkekeh. “Aku fikir, orang kaya kamu gini, tidak akan sadar kalau aku tertarik sama Azizah,” lanjutnya.Sementara itu di belakang tembok, terdapat dua insan berbeda jenis sedang berdiri membelakangi tembok dengan earbuds yang menyumpal di salah satu telinga masing-masing, Azizah memakainya ditelinga kanan, dan Fernandra memasang di telinga kiri.“Darino tahu kalau aku ikutan kaya gini?” tanya Azizah dengan suaranya yang pelan, menatap Fernanda yang sedang menatapnya. Ia memicingka
Azizah menaikkan dagunya menantang perempuan yang ada dihadapannya saat ini, ia bersidekap dada dan ekspresi wajahnya datar. Sedangkan Carisa menyentuh pipi kanan yang merah karena ditampar oleh Azizah.Pertengkarangan keduanya menarik perhatian tamu undangan yang lain, terkecuali Fernandra yang tersenyum miring di belakang Darnius yang siap untuk mendekati Azizah. Fernandra melirik ke arah Darino, memberikan isyarat untuk pria itu bertindak.“Aku sudah cukup sabar ya, Carisa. Kali ini aku tidak akan sabar lagi,” ucap Azizah dengan penuh penekanan, melangkah maju sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan Carisa yang menelan saliva.Azizah menyunggingkan smirk smilenya, lalu berbisik di telinga kanan Carisa, “Aku tahu ini rencana kamu untuk menjatuhkanku.”Carisa menatap Azizah yang tengah menatapnya setelah menjauhkan wajah dari telinganya. Perempuan dihadapannya saat ini tidak seperti Azizah yang sering ia temui, suasana disekitarnya pun menjadi merinding. Aura Azizah saat ini sepe
Azizah melangkahkan kedua kakinya dengan anggun mendekati meja bundar yang diisi oleh Darino, senyumnya tak luntur hingga tiba duduk di sebelah sang suami yang menyambutnya dengan hangat.“Ini dress yang aku beli waktu itu?” tanya Darino dengan suaranya yang lembut, menatap wanitanya yang menganggukkan kepala. Hal itu membuat senyumannya semakin lebar, “Aku fikir akan kebesaran atau kekecilan, ternyata pas untuk kamu,” lanjutnya setengah berbisik.Azizah terkekeh pelan, mendekatkan wajahnya pada telinga kiri suaminya, “Aku harus cantik, karena mantan kamu disini, Mas. Benar begitu bukan?” bisiknya, menyunggingkan senyum manisnya kepada Darino yang bergumam pelan.Azizah menjauhkan wajahnya saat mendengar suara microphone yang berdengung, atensinya kini menatap Fernandra yang berdiri di atas panggung kecil di atas sana, lalu melirik melalui sudut matanya. Ia mendapati kedua insan berbeda jenis itu saling bertatapan satu sama lain, walaupun keduanya berbeda meja.Wanita itu menoleh ke s
“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”Darino menatap Fernandra yang berdiri dihadapannya dengan mengangkat tab dan senyum miring. Hal itu membuat Darino menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan rencana apa yang direncanakan oleh pria dihadapannya, dan penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh Fernandra.“Ada hal yang harus aku beritahu,” ucap Fernandra tanpa menatap Darino yang memicingkan mata, ia fokus menatap layar tab berukuran 12”inch, lalu terkekeh pelan. Fernandra menaikkan pandangannya, “Lebih baik duduk di sana. Tidak nyaman jika bicara sambil berdiri seperti ini,” ucapnya, mengulurkan tangan ke arah sofa berwarna putih, memberikan isyarat kepada Darino untuk melangkah lebih dahulu.Darino mengindahkannya, melangkahkan kakinya mendekati sofa putih yang terletak di dekat jendela, diikuti oleh Fernandra yang masih memfokuskan atensinya ke arah layar tab yang memperlihatkan sebuah rekaman CCTV dua orang yang sedang duduk berdua, telinga kanannya disumpal oleh eabuds berw
“Gimana hubunganmu dengan Azizah? Overall okey?” tanya Fernandra dengan santai disela-sela melangkahnya, mengikuti langkah Azizah yang sedang melakukan panggilan video dengan Arlin, 6 langkah darinya.Darino bergumam menanggapinya, kedua matanya memperhatikan istrinya dan sesekali mengedarkan atensinya untuk memastikan tidak ada yang berniat jahat kepada istrinya yang terlihat happy saat memperlihatkan seisi ruangan di lantai satu ini.“Hubungan aku dan Azizah tidak pernah ada masalah,” ucap Darino, lalu menoleh saat pria di sisi kirinya ini tertawa. “Hanya ada binatang buas di luaran,”: tambahnya, semakin membuat Fernandra tertawa.“Seperti itu kamu bilang tidak pernah ada masalah?” celetuk Fernandra, tersenyum penuh arti kepada Darino yang otomatis menghentikan langkah dan menatapnya. “Ada yang ingin aku bicarakan. Tidak di sini. Ikut aku,” bisiknya, memberikan isyarat kepada Darino yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya.Fernandra melangkah kaki mendekati Azizah yang meno
Azizah bersedekap dada dengan ekspresi wajahnya yang datar, menatap perempuan yang ada dihadapannya saat ini. Carisa Hargantasya, masalalu dari suaminya dan perempuan yang masih mengejar Darino, bahkan berusaha untuk merebut Darino darinya.Tidak ada orang lain disini, termasuk suaminya yang sedang pergi ke kamar mandi.Azizah tidak ceroboh, ia memperhatikan sekitar, lalu tersenyum miring saat daun sirih di depan sana bergerak disaat tidak ada angin. Sudah jelas sekali ada orang lain yang sedang mengupingnya. Tidak usah menebaknya lebih lanjut, dirinya sudah mengetahui siapa orang itu.“Gimana tadi perjalanannya? Lancar?” tanya Azizah dengan suara lembut, mengulas senyum manisnya kepada Carisa yang menaikkan sebelah alis bingung. “Pasti capek ya nyetir sendiri? Aku saja tadi bergantian sama Mas Darino,” tambahnya, diakhiri dengan tersenyum tipis.“Kamu ….”“Oh sebentar ….” Azizah masuk ke dalam mobilnya, lalu kembali kehadapan Carisa yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya. I
“Fernandra sudah menunggu disana?” tanya Darino, menoleh ke sisi kirinya untuk melihat wanitanya yang menoleh.“Aku tidak nanya kepadanya setelah aku mengabari kalau kita akan datang ke pembukaan villa-nya,” ucap Azizah dengan santai, lalu mengalihkan atensinya memperhatikan jalan tol yang sangat senggang pada pagi menjelang siang ini.Darino hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk-angguk, “Aku kira, kamu bertukar pesan dengannya,” ucapnya tanpa menatap Azizah.Azizah tersenyum tipis, bodoh jika dirinya tidak memahami penuturan yang baru saja diucapkan oleh Darino kepadanya. Kalimat menyindir untuknya, mungkin juga lebih tepatnya kalimat sarkas yang ditujukan kepadanya.Azizah merupakan wanita pintar dan peka terhadap sekitarnya. “Aku tidak seperti itu, Mas. Aku sangat menjaga perasaan kamu yng masih menjadi suami aku,” imbuhnya, melirik suaminya yang terdiam.Azizah membalas yang sama, ia melemparkan kalimat sarkas untuk Darino, dan dirinya sangat yakin bahwa Darino menyada
“Bagaimana? Sudah kamu bicarakan dengan Darino?”Kedua atensi Azizah menatap lurus pintu, bukan … lebih tepatnya memperhatikan kunci yang menggantung di depan sana. Saat ini dirinya sedang berada di kamar kosong yang sudah lama tidak dipakai, karena kamar ini khusus untuk tamu jika keluarga besarnya datang dan menginap.Ponsel pintar yang menempel pada telinga kanan perempuan itu membuat Azizah harus mempertajam indra pendengarannya, supaya terdengar jelas suara seorang pria disebrang sana.“Sudah. Nanti jam sembilanan aku berangkat dari sama Darino. Kamu akan standby di sana, kan?” ujar Azizah kepada seseorang yang diyakini ialah Fernandra Aurinta, masalalunya yang saat ini sedang bekerjasama dengannya untuk mengungkap peneror yang sudah meresahkan hampir satu bulan ini.Sementara itu di tempat lain, seorang pria berdiri dengan tangan kirinya yang dimasukkan ke dalam saku celananya, kedua matanya tertuju kepada perempuan yang terikat di kursi dengan mulut yang dilakban.“Ya. Aku akan