“Sayang, kok kamu disini?” tanya Darino, dirinya sedikit terkejut dengan kehadiran istrinya disini. Ia menarik Azizah untuk duduk di kursi yang berhadapan dengannya, dan menatap serius sang istri yang seperti sedang mencari seseorang.“Kamu janjian sama Carlinta?” tanya Darino, dijawab dengan gelengan kepala. Jawaban dari wanitanya membuatnya menaikkan sebelah alis, “Terus kamu kesini mau ketemu siapa?” tanyanya, lagi. Kali ini lebih lembut dibandingkan sebelumnya.“Kamu,” jawab Azizh, lalu menaruh ponselnya di meja. “Itu Carisa atau bukan?” tanyanya to the point, menatap Darino yang bergeming memperhatikan foto yang terlihat jelas di layar ponsel miliknya.Darino menaikkan pandangannya, kedua mtanya bertemu dengan kedua mata Azizah yang seperti sedang menyiratkan emosi. Berusaha untuk tetap tenang disaat dirinnya ingin sekali mencari orang yang sudah diam-diam mengambil fotonya dan Carisa, lebih parahnya orang itu mengirimkannya kepada Azizah, sehingga membuat istrinya itu datang ke
Azizah membuka pintu dengan tidak santai, langkahnya cepat menuju pantry. Darino mengikuti dari belakang, melihat kekhawatiran di wajah istrinya. Ketika tiba di pantry, Azizah mengatur nafasnya yang terengah-engah, mendekati Carlinta yang menoleh dengan senyum manis."Azizah, tenang … aku baik-baik saja," kata Carlinta sambil tersenyum menenangkan.Azizah memeriksa tubuh Carlinta dengan cermat, memastikan sahabatnya itu benar-benar tidak terluka. "Kamu yakin? Aku sangat panik tadi," katanya, suaranya penuh kekhawatiran.Carlinta mengangguk, mencoba meyakinkan Azizah. "Aku baik-baik saja, sumpah. Carisa tidak bisa menyakitiku. Suamiku datang tepat waktu dan menarik paksa Carisa keluar dari toko," jelasnya.Darino yang berdiri tidak jauh dari mereka, mendengar percakapan itu dengan perasaan lega. Azizah menghela napas panjang, merasakan beban besar terangkat dari pundaknya. "Aku sangat takut Carisa akan menyakitimu. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan jika terjadi sesuatu padamu,” u
Arlin menatap mamanya dengan tatapan nanar, hatinya mencelos saat melihat mama tercintanya terpeleset karena air dari gelasnya tumpah ketika Arlin ingin turun dari kursi makan. Wajah kecilnya dipenuhi kekhawatiran, namun Azizah segera tersenyum, mengusap puncak kepala putrinya dengan lembut dan mengecup keningnya."Tidak apa-apa, Sayang. Mama baik-baik saja," kata Azizah dengan suara menenangkan. "Kamu jangan khawatir, ya," tambahnya supaya lebih meyakinkan putri kecilnya bahwa dirinya benar-benar dalam kondisi yang sangat baik.Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca. Azizah berusaha untuk tetap tersenyum, meskipun tubuhnya terasa sedikit sakit akibat jatuh tadi."Arlin, hari ini Nenek yang akan mengantar kamu ke sekolah," ujar Azizah, sambil melihat ke arah Mama Darino yang datang menghampiri mereka bersama dengan seorang pria yang memakai pakaian formal.Mama Darino mengangguk, menunjukkan dukungannya. "Jangan khawatir, Arlin. Nenek akan pastikan kamu sampai di sekolah d
Azizah menatap datar layar ponselnya yang memperlihatkan dua insan yang sedang berdiri berhadapan di parkiran, Darino dan Carisa. Ia menghela nafasnya perlahan, tidak ada orang lain selain dirinya saat ini.Wanita itu membuka kontak nomor, mencari nomor seseorang lalu menghubungi nomor yang dinamai ‘Mommy’. Azizah menunggu panggilan suaranya diterima oleh seseorang disebrang sana.“Halo, anakku sayang. Sepertinya keadaanmu tidak baik-baik saja,” ucap seorang perempuan disebrang sana, Azizah me-loudspeaker panggilan suara tersebut.Azizah tersenyum tipis, menghela nafas beratnya. “Capek aku, Mom. Perempuan itu menyebalkan,” ocehnya, ditanggapi dengan tertawa dan membuatnya kesal. “Mommy ….” panggilnya dengan suara merajuk.Mommynya berdeham, “Kamu pulang ke tempatnya Mbak?”Azizah menganggukkan kepala, “Ya … lagian kemana lagi tempat aku berlari selain tempat Bunda?” “Ke rumah Mommy dan Daddy. Kamu tidak rindu dengan kami?” sahut seorang pria yang tiba-tiba hadir. Suara berat itu memb
“GRANDMAA!!”Azizah ingin menahan putrinya yang akan berlari ke arah kedua orangtuanya yang sudah menunggu di teras rumah dengan kedua tangan yang terbuka lebar, ia mendapatkan tatapan dari mommynya yang menggelengkan kepala.“Halo, Cucu Grandma,” sapa Karisya Harimtala, mommy Azizah dan Nenek dari gadis kecil yang berada dalam gendongannya. Ia mengecup gemas pipi Arlin yang tertawa pelan karena kegelian.Azizah mendekati, menyalimi kedua orangtuanya. Dirinya tersenyum kepada Daddynya yang sedang menatapnya. Pria berbadan proporsional diusia yang tidak lagi muda itu mengernyit alis saat melihat putrinya memakai jaket disiang hari.“Kamu sedang sakit?” tanya Januar Andrisata, sebagai Daddy Azizah dan Kakek Arlin, menatap Azizah yang menganggukkan kepala singkat. “Kenapa dipaksa? Daddy sama Mommy kan bisa datang ke rumahmu,” imbuhnya.Azizah mengulas senyum kecil, “Aku yang memang yang ingin jalan-jalan. Bosan cuma di rumah.”Arlin memperhatikan kakeknya yang bergeming. “Grandpaaa,” pan
“Mas,” panggil Azizah saat melihat suaminya yang datang dengan membawa coklat dan bunga. “Terimakasih,” imbuhnya setelah kedua tangannya menerima pemberian dari sang suami.Darino tersenyum manis kepada istrinya, mengusap puncak kepala wanita yang sangat disayang olehnya, lalu mengecup kening Azizah cukup lama sehingga Azizah merasakan kehangatan dan ketenangan yang diberikan olehnya melalui kecupan.“Aku tidak sempat untuk membeli makanan yang kamu suka, jadi maaf yaa cuma itu doang yang bisa aku berikan,” ujar Darino dengan suaranya yang lembut, dan tatapan yang penuh cinta kepada sang istri yang memeluknya cukup erat.“Ini juga sudah lebih dari cukup,” ucap Azizah, tersenyum manis kepada suaminya yang menunduk supaya bisa tatapan. “Yang aku tunggu itu kehadiranmu disini,” imbuhnya, kembali mengeratkan pelukannya dengan Darino yang terkekeh pelan dan membalas pelukannya.Beberapa detik kemudian, terdengar suara berdeham dibelakang Azizah, sehingga membuat sepasang suami istri itu me
Azizah menghela nafasnya perlahan, ia menyugar surai panjangnya lalu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Sedangkan kedua orangtuanya hanya terdiam sambil memperhatikan putrinya yang sedang lelah.Azizah datang ke ruang keluarga lima menit yang lalu, setelah Darino kembali ke kamar untuk menjaga Arlin yang sedang tertidur. Ini salah satu alasannya untuk menginap di rumah kedua orangtuanya bersama dengan Darino.“Darino menceritakan apa yang terjadi hari ini, termasuk saat kamu berteriak tadi sore,” ujar Karisya, dan membuat putrinya itu membuka kedua mata. “Seseorang menghubungi Darino untuk bertemu, kan?” tanyanya, dijawab dengan bergumam.Azizah menegakkan tubuhnya, memperlihatkan ekspresi serius saat ini. Atensinya menatap kedua orangtuanya silih berganti, lalu berkata, “Aku tahu siapa yang ngirim pesan itu Mas Darino, dan aku melarang Mas Darino untuk bertemu orang itu.”Januar dan Kariyasa menatap satu sama lain, lalu mengalihkan atensi menjadi fokus memperhatikan Azizah ya
Azizah menatap Darino yang sudah bersiap untuk pergi ke kantor dengan pakaian casual, ia tersenyum kepada suaminya yang sedang membalas tatapannya. Pagi ini, Darino ada jadwal mengajar, jadi Darino akan kembali meninggalkan Azizah yang memilih untuk berada di rumah kedua orangtua wanita itu.“Kamu selesai kelasnya siang?” tanya Azizah setelah beberapa menit hanya terdiam, dijawab dengan anggukkan dari sang suami. “Nanti kamu yang jemput Arlin ya berarti?” lanjutnya.Darino tersenyum manis kepada istrinya, mengusap puncak kepala wanita yang sangat ia cintai ini. “Iya, Sayang. Kamu hari ini ikut Mommy ke kantor?” tanyanya dengan suara lembut.“Betul. Nanti Arlin biar aku sama Mommy yang mengantar. Nanti ada guru baru temen Mommy yang akan masuk mengajar di sekolah Arlin, dia juga yang akan menjaga Arlin selama di sekolah,” jelas Azizah, menatap suaminya yang memicingkan mata bingung.“Emangnya harus sejauh ini rencana kamu?” tanya Darino, membuat istrinya menyipitkan kedua mata hingga k
Azizah menghela nafasnya perlahan, ia menatap langit yang sudah gelap dan hanya dihiasi oleh bintang-bintang. Hanya ada dirinya saja di halaman belakang villa di saat semua orang tertidur, termasuk suaminya.Ingatan perempuan itu kembali pada saat semuanya terbongkar. Rencananya bersama Fernandra, dan saat dirinya mengikuti Darino. Dua jam yang lalu mereka berdebat cukup sengit, baru bisa berhenti satu jam yang lalu.“Kamu masih memikirkan kejadian tadi?”Suara berat milik seorang pria tiba-tiba saja hadir, membuat Azizah menoleh dan mendapati Fernandra yang kini memilih untuk duduk di kursi kosong sisi kirinya. Fernandra memberikan kaleng soda kepada Azizah.“Thanks,” ucap Azizah setelah menerima kaleng tersebut, dan langsung membukanya tanpa berfikir panjang.Fernandra hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk, mengalihkan atensinya menjadi menatap langit yang gelap. “Hubunganmu dan Darino akan baik-baik saja, kalau itu yang membuatmu tidak bisa tidur,” tuturnya dengan tenan
Darino menatap seorang laki-laki yang berdiri dihadapannya dengan ekspresi wajah datar. “Kamu suka sama istri saya?” tanyanya, membuat Darnius menaikkan sebelah alis. “Jujur saja, tidak ada orang lain selain saya dan kamu,” imbuhnya.Darnius memicingkan mata, “Aku suka sama istri kamu?” tanyanya, lalu menyunggingkan senyum miringnya. “Istri kamu itu sempurna. So, siapa sih yang gak suka sama dia?” tambahnya dengan nada bicara yang santai.Darino hanya bergeming, memberikan ruang dan waktu untuk Darnius yang terkekeh. “Aku fikir, orang kaya kamu gini, tidak akan sadar kalau aku tertarik sama Azizah,” lanjutnya.Sementara itu di belakang tembok, terdapat dua insan berbeda jenis sedang berdiri membelakangi tembok dengan earbuds yang menyumpal di salah satu telinga masing-masing, Azizah memakainya ditelinga kanan, dan Fernandra memasang di telinga kiri.“Darino tahu kalau aku ikutan kaya gini?” tanya Azizah dengan suaranya yang pelan, menatap Fernanda yang sedang menatapnya. Ia memicingka
Azizah menaikkan dagunya menantang perempuan yang ada dihadapannya saat ini, ia bersidekap dada dan ekspresi wajahnya datar. Sedangkan Carisa menyentuh pipi kanan yang merah karena ditampar oleh Azizah.Pertengkarangan keduanya menarik perhatian tamu undangan yang lain, terkecuali Fernandra yang tersenyum miring di belakang Darnius yang siap untuk mendekati Azizah. Fernandra melirik ke arah Darino, memberikan isyarat untuk pria itu bertindak.“Aku sudah cukup sabar ya, Carisa. Kali ini aku tidak akan sabar lagi,” ucap Azizah dengan penuh penekanan, melangkah maju sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan Carisa yang menelan saliva.Azizah menyunggingkan smirk smilenya, lalu berbisik di telinga kanan Carisa, “Aku tahu ini rencana kamu untuk menjatuhkanku.”Carisa menatap Azizah yang tengah menatapnya setelah menjauhkan wajah dari telinganya. Perempuan dihadapannya saat ini tidak seperti Azizah yang sering ia temui, suasana disekitarnya pun menjadi merinding. Aura Azizah saat ini sepe
Azizah melangkahkan kedua kakinya dengan anggun mendekati meja bundar yang diisi oleh Darino, senyumnya tak luntur hingga tiba duduk di sebelah sang suami yang menyambutnya dengan hangat.“Ini dress yang aku beli waktu itu?” tanya Darino dengan suaranya yang lembut, menatap wanitanya yang menganggukkan kepala. Hal itu membuat senyumannya semakin lebar, “Aku fikir akan kebesaran atau kekecilan, ternyata pas untuk kamu,” lanjutnya setengah berbisik.Azizah terkekeh pelan, mendekatkan wajahnya pada telinga kiri suaminya, “Aku harus cantik, karena mantan kamu disini, Mas. Benar begitu bukan?” bisiknya, menyunggingkan senyum manisnya kepada Darino yang bergumam pelan.Azizah menjauhkan wajahnya saat mendengar suara microphone yang berdengung, atensinya kini menatap Fernandra yang berdiri di atas panggung kecil di atas sana, lalu melirik melalui sudut matanya. Ia mendapati kedua insan berbeda jenis itu saling bertatapan satu sama lain, walaupun keduanya berbeda meja.Wanita itu menoleh ke s
“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”Darino menatap Fernandra yang berdiri dihadapannya dengan mengangkat tab dan senyum miring. Hal itu membuat Darino menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan rencana apa yang direncanakan oleh pria dihadapannya, dan penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh Fernandra.“Ada hal yang harus aku beritahu,” ucap Fernandra tanpa menatap Darino yang memicingkan mata, ia fokus menatap layar tab berukuran 12”inch, lalu terkekeh pelan. Fernandra menaikkan pandangannya, “Lebih baik duduk di sana. Tidak nyaman jika bicara sambil berdiri seperti ini,” ucapnya, mengulurkan tangan ke arah sofa berwarna putih, memberikan isyarat kepada Darino untuk melangkah lebih dahulu.Darino mengindahkannya, melangkahkan kakinya mendekati sofa putih yang terletak di dekat jendela, diikuti oleh Fernandra yang masih memfokuskan atensinya ke arah layar tab yang memperlihatkan sebuah rekaman CCTV dua orang yang sedang duduk berdua, telinga kanannya disumpal oleh eabuds berw
“Gimana hubunganmu dengan Azizah? Overall okey?” tanya Fernandra dengan santai disela-sela melangkahnya, mengikuti langkah Azizah yang sedang melakukan panggilan video dengan Arlin, 6 langkah darinya.Darino bergumam menanggapinya, kedua matanya memperhatikan istrinya dan sesekali mengedarkan atensinya untuk memastikan tidak ada yang berniat jahat kepada istrinya yang terlihat happy saat memperlihatkan seisi ruangan di lantai satu ini.“Hubungan aku dan Azizah tidak pernah ada masalah,” ucap Darino, lalu menoleh saat pria di sisi kirinya ini tertawa. “Hanya ada binatang buas di luaran,”: tambahnya, semakin membuat Fernandra tertawa.“Seperti itu kamu bilang tidak pernah ada masalah?” celetuk Fernandra, tersenyum penuh arti kepada Darino yang otomatis menghentikan langkah dan menatapnya. “Ada yang ingin aku bicarakan. Tidak di sini. Ikut aku,” bisiknya, memberikan isyarat kepada Darino yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya.Fernandra melangkah kaki mendekati Azizah yang meno
Azizah bersedekap dada dengan ekspresi wajahnya yang datar, menatap perempuan yang ada dihadapannya saat ini. Carisa Hargantasya, masalalu dari suaminya dan perempuan yang masih mengejar Darino, bahkan berusaha untuk merebut Darino darinya.Tidak ada orang lain disini, termasuk suaminya yang sedang pergi ke kamar mandi.Azizah tidak ceroboh, ia memperhatikan sekitar, lalu tersenyum miring saat daun sirih di depan sana bergerak disaat tidak ada angin. Sudah jelas sekali ada orang lain yang sedang mengupingnya. Tidak usah menebaknya lebih lanjut, dirinya sudah mengetahui siapa orang itu.“Gimana tadi perjalanannya? Lancar?” tanya Azizah dengan suara lembut, mengulas senyum manisnya kepada Carisa yang menaikkan sebelah alis bingung. “Pasti capek ya nyetir sendiri? Aku saja tadi bergantian sama Mas Darino,” tambahnya, diakhiri dengan tersenyum tipis.“Kamu ….”“Oh sebentar ….” Azizah masuk ke dalam mobilnya, lalu kembali kehadapan Carisa yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya. I
“Fernandra sudah menunggu disana?” tanya Darino, menoleh ke sisi kirinya untuk melihat wanitanya yang menoleh.“Aku tidak nanya kepadanya setelah aku mengabari kalau kita akan datang ke pembukaan villa-nya,” ucap Azizah dengan santai, lalu mengalihkan atensinya memperhatikan jalan tol yang sangat senggang pada pagi menjelang siang ini.Darino hanya menanggapinya dengan kepala yang mengangguk-angguk, “Aku kira, kamu bertukar pesan dengannya,” ucapnya tanpa menatap Azizah.Azizah tersenyum tipis, bodoh jika dirinya tidak memahami penuturan yang baru saja diucapkan oleh Darino kepadanya. Kalimat menyindir untuknya, mungkin juga lebih tepatnya kalimat sarkas yang ditujukan kepadanya.Azizah merupakan wanita pintar dan peka terhadap sekitarnya. “Aku tidak seperti itu, Mas. Aku sangat menjaga perasaan kamu yng masih menjadi suami aku,” imbuhnya, melirik suaminya yang terdiam.Azizah membalas yang sama, ia melemparkan kalimat sarkas untuk Darino, dan dirinya sangat yakin bahwa Darino menyada
“Bagaimana? Sudah kamu bicarakan dengan Darino?”Kedua atensi Azizah menatap lurus pintu, bukan … lebih tepatnya memperhatikan kunci yang menggantung di depan sana. Saat ini dirinya sedang berada di kamar kosong yang sudah lama tidak dipakai, karena kamar ini khusus untuk tamu jika keluarga besarnya datang dan menginap.Ponsel pintar yang menempel pada telinga kanan perempuan itu membuat Azizah harus mempertajam indra pendengarannya, supaya terdengar jelas suara seorang pria disebrang sana.“Sudah. Nanti jam sembilanan aku berangkat dari sama Darino. Kamu akan standby di sana, kan?” ujar Azizah kepada seseorang yang diyakini ialah Fernandra Aurinta, masalalunya yang saat ini sedang bekerjasama dengannya untuk mengungkap peneror yang sudah meresahkan hampir satu bulan ini.Sementara itu di tempat lain, seorang pria berdiri dengan tangan kirinya yang dimasukkan ke dalam saku celananya, kedua matanya tertuju kepada perempuan yang terikat di kursi dengan mulut yang dilakban.“Ya. Aku akan