Share

BAB 4

Setelah kondisinya membaik, Alyn dibawa kembali ke rumah Anggara untuk beristirahat. Rumah yang sudah lama tidak ia kunjungi itu menyambutnya dengan kehangatan yang kontras dengan dinginnya kenangan bersama Felix. 

Rumah Anggara adalah lambang kemewahan dan keanggunan seorang pengusaha besar. Bangunan megah dengan arsitektur klasik modern dikelilingi oleh taman yang luas, dipenuhi bunga-bunga yang selalu mekar. Banyak pelayan sigap melayani setiap kebutuhan Alyn, memastikan ia merasa nyaman dan diperhatikan.

Saat Alyn memasuki kamar yang sudah lama tidak ia tempati, ia merasakan kehangatan dan nostalgia masa kecilnya. Ibunya telah meninggal lama, sehingga ia dibesarkan sendirian oleh ayahnya. Meskipun Anggara keras dan tegas, perhatian dan kasih sayangnya tidak pernah hilang.

Alyn berbaring di ranjang, menatap langit-langit kamar yang dikenalnya. Dengan hati yang penuh emosi, ia memikirkan masa lalu. “Ini semua terasa begitu jauh,” gumamnya pelan, tangannya memeluk bantal dengan erat.

Dalam pikirannya, ia kembali ke momen pertama kali bertemu dengan Felix di perusahaan. Felix, dengan karisma dan wibawanya, berhasil memikat hatinya. Alyn teringat bagaimana ia, sebagai sekretaris Felix, sering melihat sisi profesionalnya yang bertanggung jawab. 

Mata Alyn berkaca-kaca mengingat semua itu. "Aku begitu bodoh," bisiknya pada diri sendiri. "Mengira bahwa Felix adalah segalanya yang aku butuhkan. Tapi ternyata, dia hanya topeng belaka."

Pada awalnya, Alyn berharap pernikahan rahasianya akan membawa kedekatan antara dia dan Felix. Namun, harapan itu segera memudar. Kehidupan Alyn tidak seperti yang dia bayangkan.

Felix tetap menjaga jarak, sibuk dengan tugas-tugasnya sebagai CEO dan tekanan dari kedua orang tuanya. Dia jarang berbicara banyak dengan Alyn, bahkan di dalam rumah tangga mereka sendiri.

Pikiran Alyn terpecah, saat sebuah ketukan lembut terdengar di pintu. Seorang pelayan masuk dengan membawa secangkir teh hangat.

“Nyonya Anggara, ini teh hangat untuk membantu Anda beristirahat,” kata pelayan dengan ramah.

“Terima kasih,” jawab Alyn, menerima cangkir teh dengan tangan yang masih gemetar. “Kalian semua sangat baik.”

Pelayan membungkuk sopan dan meninggalkan ruangan. Alyn menatap cangkir teh di tangannya dan merasakan kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia menghirup aroma teh yang menenangkan dan membiarkan pikirannya merenung pada rencana-rencana yang akan datang. 

"Aku akan bangkit," gumamnya, menatap langit-langit kamar yang tinggi. "Aku akan menunjukkan kepada mereka siapa Alyn sebenarnya."

Alyn meletakkan cangkir itu di meja, merasa bosan dengan suasana kamar yang hanya membuat pikirannya kembali mengingat Felix. Ia memutuskan untuk keluar dan menghirup udara segar di taman belakang rumahnya yang luas.

Taman itu bukan sekadar halaman biasa, melainkan hutan buatan yang indah. Hamparan tanah begitu luas, dengan pepohonan tinggi dan semak-semak hijau yang menyejukkan mata. Ayahnya sering bermain golf di sana, menikmati ketenangan dan keindahan alam buatan itu.

Saat Alyn sedang berjalan-jalan santai di tengah taman, tiba-tiba suara tembakan mengejutkannya. Ia segera menutup telinganya dan berjongkok, merasa ketakutan. Di depannya, seekor burung yang tertembak jatuh begitu saja, membuat hatinya semakin berdebar kencang.

Tiba-tiba, terdengar langkah kaki yang berat mendekat. Alyn tetap menunduk, masih dalam keadaan syok mendengar suara tembakan dan melihat burung yang mati di depannya.

"Oh maaf! Kau tidak apa-apa?" Suara seorang pria terdengar, penuh kekhawatiran. Alyn masih menunduk, berusaha menenangkan dirinya.

Pria itu berjongkok di samping Alyn, mencoba membuatnya merasa aman. "Hei, tenanglah. Aku tidak sengaja menakutimu," katanya lembut.

Alyn perlahan mengangkat wajahnya, menatap pria itu dengan mata yang masih terkejut. Ia melihat seorang pria tinggi dengan rambut hitam dan mata tajam, tampak khawatir dan merasa bersalah.

"Bryan? A-apa yang terjadi?" tanya Alyn, suaranya masih bergetar.

"Oh Nona Alyn! Ma-maksudku Nyonya, maafkan aku tak tahu kau ternyata kembali ke sini. Aku sedang berlatih menembak. Tidak sengaja menakutimu. Aku sungguh minta maaf," jawab pria itu, menatap Alyn dengan penuh penyesalan.

Alyn menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Tidak apa-apa. Hanya saja, aku terkejut. Terkejut dengan berbagai hal, ternyata aku bisa bertemu lagi denganmu …."

"Nyonya, bangunlah," kata Bryan, membantu Alyn berdiri dan mengajaknya duduk di bangku.

"Maafkan aku jika ini membuatmu tidak nyaman, Nyonya Alyn. Aku akan berhati-hati ke depannya," ucap Bryan sambil membungkukkan tubuhnya dengan sopan dan profesional.

Alyn mengangguk, mencoba meredakan rasa takutnya. "Tidak apa-apa. Aku hanya terkejut. Kapan kamu kembali? Bukankah ayah mengirimu ke luar negeri?"

Bryan mengangkat bahu. "Aku sudah lama kembali. Aku tahu ini tidak ideal, tapi aku senang kembali ke sini."

Bagi Alyn, Bryan bukan hanya seorang sahabat atau kepercayaan ayahnya, tetapi lebih dari itu. Bryan adalah sosok yang sangat dekat dengan keluarganya, terutama dengan dirinya sendiri. Mereka memiliki ikatan yang sudah terjalin sejak lama, sejak masa kecil Alyn. 

Ketika Alyn merasakan keputusasaan dan kesepian, Bryan adalah sosok yang bisa diandalkan untuk memberikan dukungan emosional dan semangat. Bagi Alyn, Bryan adalah bagian dari masa lalu dan kenangan indah yang tidak bisa dilupakan.

Pelayan menghampiri mereka dan berkata dengan sopan, "Nyonya Alyn, Tuan Bryan, Tuan Anggara memanggil kalian ke ruangannya. Mohon ikut saya."

Alyn dan Bryan mengikuti pelayan menuju ruang kerja Tuan Anggara, sebuah ruangan yang luas dan bergaya klasik dengan perabotan mewah. Setibanya di depan pintu, pelayan membuka pintu dan memberi isyarat untuk masuk.

Di dalam ruangan, Tuan Anggara duduk di belakang meja kerjanya yang besar, tampak serius namun ramah. Dia tersenyum ketika melihat Alyn dan Bryan memasuki ruangan.

"Alyn, Bryan, terima kasih telah datang. Aku ingin memastikan kalian merasa nyaman di sini," ujar Tuan Anggara dengan nada hangat.

Alyn mengangguk, merasa terharu atas perhatian ayahnya. "Terima kasih, Ayah. Kami baik-baik saja."

Tuan Anggara memandang Bryan dengan penuh rasa terima kasih. "Bryan, aku sangat menghargai bantuanmu."

Bryan membungkuk sedikit, "Terima kasih, Tuan Anggara. Itu adalah tugas dan kehormatan saya."

Tuan Anggara memandang Alyn dan Bryan dengan serius. "Alyn, setelah mempertimbangkan situasi saat ini, aku merasa bahwa Bryan bisa memberikan dukungan lebih besar untukmu. Aku ingin agar Bryan menjadi asisten pribadi kamu mulai sekarang."

Alyn tampak terkejut namun merasa lega. "Bryan? Benarkah?"

Bryan, yang sudah lama bekerja dengan keluarga Anggara, memberikan senyuman penuh keyakinan. "Nyonya Alyn, jika Tuan Anggara memutuskan demikian, aku akan melakukan yang terbaik untuk mendukungmu."

Tuan Anggara melanjutkan, "Bryan sudah lama bekerja dengan kita dan memahami banyak hal tentang keluarga ini. Aku percaya dia adalah orang yang tepat untuk membantu kamu menavigasi situasi ini dan memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik."

Bryan mengangguk. "Aku akan melakukan yang terbaik, Nyonya Alyn."

Tuan Anggara menambahkan, "Bagus. Semoga ini bisa membantu Alyn merasa lebih tenang dan terfokus pada masa depan. Aku percaya kalian akan melakukan pekerjaan yang luar biasa."

Saat Alyn dan Bryan beranjak dari ruang kerja Tuan Anggara, pandangan Alyn tertarik pada sebuah undangan di atas meja. Itu adalah undangan pernikahan Felix dan Ericka. 

Undangan tersebut menonjol dengan desain elegan dan mewah, mencolok di antara tumpukan dokumen dan barang-barang lainnya. Nama Felix dan Ericka tertulis dengan indah, bersama dengan tanggal dan lokasi acara.

Alyn merasa hatinya tercekat melihat undangan itu. Rasa sakit dan kepedihan dari masa lalu kembali muncul, dan dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari undangan tersebut. Kenangan tentang pernikahannya sendiri, yang kini terasa seperti mimpi buruk, dan hubungan dingin yang dialaminya dengan Felix, semuanya muncul dalam pikirannya.

"Apa aku benar-benar bisa melanjutkan hidupku?" gumam Alyn pelan, sambil meremas ujung kursi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status