*Maaf jika banyak typoArin sudah sampai ke rumah Pakde Supri. Ternyata hari sudah sore dan kedua orangtua Faisal itu sudah pulang."Kok lama perginya, Rin?""Belanja setoko diborong semua, ya pasti lama. Faisal sampai lelah mengikuti ndoro ayu ini. Fai mau mandi ah, gerah."Faisal langsung nyelong saja dan masuk ke kamar untuk membersihkan badannya. Arin memilih duduk setelah lelah mengelilingi toko pakaian mencari model dan warna baju yang sama."Beli apa saja kamu, Rin?" tanya Narsih."Beli baju buat kita sekeluarga besok. Ada buat Pakde dan Bulik juga," jawab Arin."Pakde sudah dikasih tahu, Bu?" "Sudah, Rin. Pakde ikut senang mendengarnya. Sebagai pengganti ayahmu, Pakde siap menjadi saksi dan wali nikah nanti. Ohya, Agam sudah kamu kasih tahu?" tanya Pakde."Belum. Masih lamaran, Pakde. Besok saja kalau resepsi, jadi sekalian sama Mas Bayu dan Oma Opa Agam yang di Bandung.""Yakin, mau undang Bayu?" tanya Ratmi."InsyaAllah, Bude. Arin dan Mas Bayu sudah menjalin hubungan yang
Kedua orang mengantar Narsih dan Arin sampai ke rumahnya. Ketika pulang, Arin memberikan uang sebagai ucapan terimakasih tetapi mereka menolak. "Sudah, tak apa. Saya ikhlas, rezeki buat Bapak karena sudah mau menolong saya."Karena memaksa akhirnya mereka menerimanya. Setelah mereka pergi, Arin masuk dengan perlahan. Lukanya cukup perih dan Narsih sampai tak tega melihatnya."Rin, kakimu sakit banget ya? Jalannya sudah gitu," tanya Narsih."Lumayan. Mungkin karena kita pergi waktu menjelang maghrib kali ya?" tanya Arin."Lagi apes aja. Kita ke dokter saja?" tanya Narsih."Nggak usah. Nanti Arin bersihkan sendiri lukanya. Ibu nggak apa?" tanya Arin khawatir."Tak. Ibu hanya memar dikit di tangan dan lecet dikit. Nggak sakit kok, kamu ini yang justru mengkhawatirkan. Lukanya sampai begitu," ucap Narsih."Dah, nggak apa. Arin bisa mengurusnya. Kita sholat magrib dulu, ini sudah hampir habis waktunya," ajak Arin."Baiklah. Benar nggak apa, Rin?""Nggak. Ibu tenang aja," jawab Arin. Arin
Kaisar sudah tak sabar menunggu hari ini. Dari persiapan hantaran, hingga persiapan hal yang hendak diutarakan nanti, ia sudah mencoba menghafalkannya. "Wuih, calon penganten grogi amat. Sudah siap jadi imam?" seloroh Kenzi."Iya beginilah calon manten. Sekarang sedang grogi, semoga di sana nggak malu-maluin," timpal Pakde Gimin."Enggaklah. Bude mana? Apa sudah siap berangkat?" tanya Kaisar."Sudah, nunggu lagi ambil sesuatu di kamar. Kamu ke mobil dulu, Kai. Mobilnya biar Kenzi yang nyetir, kamu cukup duduk manis di depan sambil bayangin yang indah-indah," ucap Pakde Gimin."Bayangin indah-indah contohnya kayak apa, Pakde?" tanya Kenzi dihadiahi toyoran Kaisar."Masih kecil dilarang bertanya bayangan indah," ujar Kaisar tertawa kecil."Idih, emang bayangan indah itu kayak apa? Kakak ini yang nggak beres, otaknya perlu di servis ulang. Mentang-mentang dah mau nikah, mikirnya yang enggak-enggak," protes Kenzi. Kaisar hanya merangkul Kenzi dan membawanya ikut masuk ke mobil."Jangan s
“Bismillah.”“Ayo, masuk!” ajak Kanjeng Mami.“Assalamualaikum,” salam keluarga Kaisar.“Waalaikumsalam,” sambut Pakde Supri dan juga keluarga Arin yang lain.“Alhamdulilah sudah sampai, dari Purwokerto jam berapa?” tanya Pakde Supri.“Jam delapan tadi. Hanya nunggu keluarga kumpul,” jawab Kaisar.“Baiklah, silahkan masuk ke dalam. Maaf jika tempatnya sederhana begini,” sambut Pakde Supri ramah.Semua keluarga Kaisar masuk ke dalam rumah Arin. Di dalam ruangan ini, Kaisar sama sekali tak melihat Arin juga.“Maaf jika hanya disuguhi jamuan seadanya. Monggo, dipun dahar riyin, sambil istirahat. Pasti lelah perjalanan Purwokerto-Cilacap,” uap Narsih setelah membawakn jamuan bersama Ratmi dan Indah. Sambil menikmati suguhan dan memperkenalkan diri dari pihak Arin dan Kaisar, kini suasana kembali serius.Setelah dirasa cukup menikmati hidangan, Kanjeng Mami meminta Pakde Gimin langsung mengutarakan maksud kedatangn mereka.“Maaf sebelumnya, kami langsung saja mengutarakan maksud kedatangan
Kaisar mengemudikan mobilnya dengan cepat. Hatinya sangat tak tenang semenjak mendengar kabar Arin di rumah sakit. Saat mendapati ruangan Arin, dia orang yang pertama kali masuk ke dalam.“Rin.”Arin yang sedang mengobrol dengan Faisal menengok dan terkejut melihat Kaisar ada di ruangannya.“Mas?”Kaisar mendekat dan hendak memeluk Arin . Namun, Faisal menghalaunya.“Eits, belum muhrim. Nunggu sah dulu, Bang,” ujar Faisal. Kenzi yang baru masuk dengan Indah tersenyum mengejek melihat kelakuan kakaknya itu.“Hadeh, calon bini meriang, calon suami meradang. Sabar, Kak. Dunia belum akan berakhir,” ledek Kenzi.“Kamu kenapa nggak bilang kalau sakit, Rin. Mas khawatir,” ucap Kaisar.“Kok Mas Kaisar menyusul ke rumah sakit? Besok juga Arin pasti sembuh,” sahut Arin tanpa menjawab pertanyaan Kaisar.“Bang Fai, kita keluar saja yuk! Di sini kita jadi obat nyamuk saja. Biar Indah aja yang jadi pawangnya,” ajak Kenzi.Faisal mengangguk dan pergi keluar bersama Kenzi. Indah yang masih beraa di d
“Nggak nolak maksudnya,” imbuh Arin membuat Kaisar memeluk Arin dan menempelkan kepala Arin di dada bidangnya.“Mas, jangan begini,” ucap arin melepaskan pelukan Kaisar.“Maaf, Mas kelewat senang.” Arin tersenyum dan Kaisar mengambil cincinnya dan memasukan dalam jemari manis arin.“Arinda wulandari, hari ini Mas janji akan setia sehidup sesurga. Semoga kamu menjadi wanita pertama dan terakhir Mas,” ucap Kaisar.“Meleleh hati Adinda, Kang Mas,” kelakar Arin.Kaisar dan Arin tertawa bersama menampakan aura bahagianya. Bukan perkara mudah memang untuk menumbuhkan benih cinta diantara keduanya, mengingat Arin maupun Kaisar memang awalnya hanya sebatas partner bisnis dan juga asisten rumah tangga. Jodoh tak ada yang mengira, jika Arin yang dulu menghiba uang setiap hari pada Bayu kini bisa menikmati buah dari kesabarannya mengasuh Agam dan perjuangannya mengabdi sebagai istri Bayu. Mendapatkan lelaki sebaik Kaisar memang anugerah terbesarnya."Mas, cincinnya kamu udah kasih aku loh dulu,"
*Happy Reading"Bisa nggak, Mam, dimajuin gitu seminggu saja jadwal nikahnya?" tanya Kiasar saat mengantar Mami pulang ke Rinjani."Nggak, sabar aja. Nanti juga bakalan sah kok jadi suami Arin.""Kak, kalau Mami nggak mau ajukan hari pernikahan biar Kenzi aja yang nikah duluan. Bisa?" tanya Kenzi."Nggak!!" jawab Kaisar dan Mami bersamaan."Kamu ini ngaco saja, Ken. Memangnya siapa calon kamu? Jangan bilang mau nikung Kakak sendiri," ujar Kaisar."Tadinya bercita-cita gitu, tapi sudah dapat kandidat baru. Lebih menantang dan juga istimewa," ujar Kenzi gagah dan percaya diri. Kanjeng Mami menoyor kepala Kenzi hingga anak itu tersenyum lebar."Jangan melangkahi kakakmu. Kalau sabar nunggu tahun depan, kalau nggak sabar ya nunggu gajah bertelur," sungut Kanjeng Mami."Yaelah, nunggu gajah bertelur lagi. Macam mana?" ucap Kenzi kesal."Ya, kalau jodoh kan akan datang dan tiba pada masanya, Mas Kenzi. Kalau sekarang mau nikah dan Tuhan memang menghendaki, manusia bisa apa? Toh, semua itu u
“Ya. Nggak apa emangnya menutupi semua hal penting dari oma?” tanya Kaisar.“Itu terserah kamu saja. Mami hanya tak ingin rencana pernikahan bahagia kamu sama Arin gagal gara Oma. Nanti biar Mami yang bilang sama Oma jika hari H sudah dekat. Bukan tak mengabari dan menutupi, hanya menunda informasi saja. Semoga dilancarkan segala urusannya,” ucap Mami.“Amiin. Makasih, Mam. Karena Mami sudah memberi restu dan memberi banyak hal selama ini pada Kaisar.”“Kasih sayang seorang Ibu tak akan bisa dibandingkan dengan apapun. Sejahat-jahatnya ibu ketika benci kepada anaknya, tak akan tega melihat anaknya menderita. Itu jika ibu yang tidak lupa akan kodratnya. Kalau di zaman sekarang ini, banyak sekali ibu yang lupa cara dia memposisikan diri sampai melenceng dari jalur norma dan batasan sebagai wanita. Makanya Oma selalu mencari bibit unggul agar keturunannya bisa terjaga tata krama dan bibit bobot bebetnya jelas.”“Tapi, Mami langsung berubah pikiran saat Kenzi yang mengatakan tentang Arin.