"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Pak?" tanya Bayu penasaran."Maaf, Nak Bayu. Bapak ingin bertanya, tadi kamu habis dari mana?" tanya Ustad Zaki."A-ku ti-dak da-ri manapun. Hanya ke rumah teman," ucap Bayu gugup."Temanmu dukun?" Bayu sontak kaget dengan tuduhan Ustad Zaki yang bisa tahu kepergiannya tadi.Bayu diam membuat Ustad Zaki menyimpulkan sendiri jika perkataan dan pertanyaannya tadi benar."Astaghfirullohal'adim. Bayu-bayu. Kamu tahu dosa seseorang yang menyekutukan Allah? Neraka jahanam dan abadi di dalamnya. Perbuatanmu ini, membuat Ibumu hampir saja kehilangan nyawanya. Siapa yang kamu kirimkan makhluk gaib tadi?" Bayu bingung hendak mengatakan hal apa. Jujur, sekarang ia sangat takut ditanyai hal seperti ini."Iya. Bayu sadar sudah salah jalan, Bayu menyesal Pak Ustad." Bayu tak ingin bicara jujur jika dia meminta Ucup mengganggu keluarga Arin dan juga Kaisar."Syukurlah kalau menyesal. Kalau tidak kamu akan kehilangan semuanya. Makhluk tadi meminta imbalan nyawa da
Bayu datang ke rumah Arin di saat hari masih gelap namun sudah menjelang pagi. Niat hati ingin meminta maaf namun saat baru sampai di sana ternyata Arin tak berada di rumah. Justru Bayu hanya bertemu para karyawan Arin dan mengatakan jika Arin dan Ibunya dilarikan ke rumah sakit. Bayu sempat membuat para karyawan kaget karena kedatangannya tiba-tiba di saat langit masih gelap dan sangat masih belum layak untuk bertamu.Bayu langsung bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan Arin. Terselip rasa bersalah karena semuanya jadi seperti ini. Dengan langkah tergesa, akhirnya Bayu mendapatkan informasi mengenai ruangan tempat Arin dirawat."Kamu lagi?!" Wajah Kenzi mengeras mendapati Bayu ada di rumah sakit."Saya ingin bertemu Arin.""Kamu ingin bertemu Arin? Tak puaskah sudah membuat kekacauan di rumah Arin semalam?" sentak Kenzi."Maaf, saya tak ada urusan padamu anak muda. Saya hanya ingin bertemu Arin," sergah Bayu.Dengan tatapan tajamnya, Kenzi sudah mengepalkan tangan hendak memu
"Mas, sudah bangun? Jangan banyak bergerak. Mas Bayu, tolong panggilkan dokter," perintah Arin pada Bayu. Bayu mengangguk dan segera keluar dari ruangan Arin."Mas, jangan paksakan berdiri. Arin juga nggak kuat kalau bangun, rebahan saja sepertinya lebih baik. Mas kepalanya pusing ya?" tanya Arin cemas. Sejatinya ia juga bingung kenapa ada di rumah sakit. Tadi hendak bertanya pada Kenzi namun ia belum memiliki daya."Kita di rumah sakit, Rin.""Iya."Kaisar melihat Arin dengan tangan yang diperban. Dia hendak bangun tapi lagi-lagi bagian kepalanya sangat sakit terutama di lehernya. Ia ingat kejadian tadi malam saat Arin terlihat begitu kacau dan mungkin ini akibat kejadian itu."Rin, tanganmu masih sakit?" Arin menggeleng. Ia lalu tersenyum lalu keduanya saling berpandangan.Dokter yang berjaga malam tadi masuk. Dokter lalu memeriksa keadaan keduanya. Kenzi juga terlihat ikut masuk ke ruangan Arin dan Kaisar."Kak? Alhamdulillah, sudah bangun. Bagaimana keadaan Kakak dan pacar saya, D
Bayu akhirnya dapat bernafas lega. Kedatangannya kali ini ke rumah sakit tak sia-sia. Bahkan meski Narsih memaafkannya dengan terpaksa, namun Bayu bisa segera kembali ke rumah dengan tenang.Mobil sampai di pelataran. Bayu melihat bendera kuning berkibar di sisi jalan depan rumahnya. Rumahnya juga dipenuhi orang datang, hatinya mulai takut. Bayu terpatung di dalam mobil, enggan turun dan airmata deras membanjiri.Kaca mobil diketuk membuat Bayu tersadar dan akhirnya keluar dengan badan yang melemah. Pak Suradi tetangganya sampai membantu Bayu berjalan masuk ke rumah.Badan Reni yang tertutup kain jarik diatas ranjang membuat tangis Bayu pecah. Wisnu yang juga sama terpukulnya hanya bisa memandangi tubuh ibunya tanpa bisa berkata-kata."Sabar, Bay. Semoga Allah memberi tempat terbaik untuk Ibumu, semua sudah atas kehendakNya. Ikhlaskan, ini yang terbaik dan jangan sampai meratap seperti itu," ucap Ustad Zaki memberi nasihat."Ibu!! Bayu sudah minta maaf sama Arin, dia udah maafin kita,
"Pakai ponsel, hubungi mereka. Alangkah baiknya kabar duka ini kamu sampaikan lebih awal agar bisa mereka mengikhlaskan dan memberi maaf jika ibumu ada salah. Kita tidak tahu, perkataan mana yang bikin mereka sakit hati. Sebaiknya sekarang hubungi mereka semua.""Baik, Tad."Bayu mengambil ponsel yang sejak kemarin tak ia sentuh. Kematian ibunya membuat Bayu rapuh dan tak bisa menahan kesedihan.Panggilan pada orangtua Desti tersambung. Namun, lima panggilan tak terjawab dan setelah panggilan ke enam barulah diangkat."Assalamualaikum, Bah.""Waalaikumsalam, kenapa Bay telepon malam-malam?""Maaf, Bah kalau Bayu mengganggu tidur Abah. Bayu hanya ingin mengabarkan berita duka. Ibu meninggal tadi pagi dan Bayu mohon maaf jika selama ini ada perkataan mau perbuatan ibu yang menyakiti Abah dan Umi.""Innalillahiwainnailaihirojiun, Abah turut berduka ya, Bay. Semoga beliau dilapangkan kuburnya dan husnul khotimah, insyaAllah Abah dan Umi memaafkan.""Terimakasih, Bah. Agam sudah tidur ya,
Hari ini Arin sudah diperbolehkan pulang. Kaisar dan Narsih juga pulang dengan catatan akan kembali chek up dua hari lagi. Setelah semalam menginap, kini mereka kembali ke rumah masing-masing. Kaisar tak ingin merepotkan Arin begitupun sebaliknya. Terlihat tak etis juga jika Kaisar menginap di rumah Arin karena keduanya bukanlah pasangan halal.Arin yang sedang rebahan di kamar meraih ponselnya yang sejak kemarin tak ia sentuh. Ia bahkan tak kepikiran memainkan ponsel sama sekali waktu itu.Ada banyak chat dari Melly dan beberapa karyawan percetakan. Tak luput mata Arin melihat chat dari Bayu. Matanya membulat sempurna melihat pesan yang dikirimkan padanya."Innalillahi, Ibu."Arin berulang kali mengucap kalimat istirja sambil mengingat-ingat kebaikan Reni. Tak ada terbesit rasa benci setelah sekian lama menjadi menantunya. Arin beranjak dengan pelan dan mencari ibunya untuk mengabari ini,Di kamar, Narsih sedang mencoba memejamkan matanya. Kepala yang terbentur kemarin menyisakan mem
"Ada hal yang hendak Abah Kyai sampaikan. Apa bisa, Bu?""Sekarang?""Kalau bisa, iya.""Baiklah, akan saya usahakan.""Terimakasih, Bu. Kami tunggu kehadirannya. Wassalamualaikum.""Nggih, Ukhti. Wa'alaikumsalam."Arin berpikir untuk segera pergi ke sana tanpa membangunkan ibunya. Ia tak ingin ibunya khawatir jika nanti kabar yang disampaikan pihak pesantren bukan kabar bahagia. Arin keluar kamar dengan hati-hati dan berjalan menuju gudang."Den, kamu sibuk nggak?" Deni yang sedang memeriksa barang di rak mendekat saat Arin memanggilnya."Tidak terlalu, Bu. Bagaimana? Apa ada yang bisa Deni bantu?""Kalau kamu nggak sibuk, antar saya ke pesantren Rani. Bisa?" "InsyaAllah bisa. Biar pekerjaan ini dilanjutkan Ahmad saja, hanya tinggal cek beberapa saja karena sudah diambil kemarin barang yang ready.""Baiklah. Kamu panaskan mobil, saya ganti baju sebentar.""Nggih, Bu."Arin segera kembali ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Ia penasaran dengan hal apa yang hendak Abah kyai sampaikan
"Jadi, sebenarnya ada apa, Bah?""Begini, Mbak. Kirani kemarin ikut olimpiade mewakili negara kita. Nah, besok akan ujian akhir sekolah. Pihak sekolah mendapat surat dari Kairo berisi beasiswa untuk kuliah di sana. Kami pihak pesantren tentu meminta izin pada orang tua. Sebenarnya ini harus dirembug dan surat beasiswa ini akan Abah serahkan pada pihak keluarga langsung. Mohon diterima," ucap Abah membuat Arin benar-benar kaget. Kemarin Arin sempat menelpon dan hanya meminta pada ibu dan dirinya untuk dimudahkan urusan menuntut ilmu. Ternyata ia telepon untuk pergi lomba olimpiade.Setahu Arin, Rani tak pernah bilang apapun. Bukan hanya olimpiade, lomba bahkan penghargaan tak pernah ia perbincangkan ketika di rumah. Ketika pulang, Rani terlihat masih seperti bocah biasa. Bermain bergurau dan tak ada wajah serius dan sok pintarnya membanggakan kepandaian pada siapapun.Arin menerima surat panggilan beasiswa Rani dengan tangan bergetar. Sungguh ini adalah Anugerah terbesar dan nikmat k
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar