"Iya, Mbak. Pakde juga sering datang ke sini, hanya ngasih makanan ringan dan negokin Rani katanya.""Sama bude atau Sekar?""Kemarin sama Bang Fai. Nggak tahu, katanya ada urusan dengan Abah."Mulut Arin hanya membentuk huruf O menanggapi ucapan Rani. Pakdenya itu memang kerap datang ke pesantren. Yang Arin pernah dengar, katanya Sekar hendak dijodohkan dengan anak Abah yang ada di Kairo juga. Entahlah, itu hanya kabar angin dan Arin tak ingin menanyakan hal lebih pribadi pada Pakde Supri meski mereka saudara dekat. Ada batasan sejauh mana memasuki masalah keluarga masing-masing."Kalau begitu, Mbak pulang dulu ya. Mbak tadi pamit pada Ibu hanya sebentar perginya. Pasti ngomel nanti kalau tahu Mbak dari sini nggak ajak-ajak," ucap Arin sambil tersenyum."Iya, Mbak. Makasih udah jengukin Rani."Arin mengeluarkan uang untuk Rani."Ini buat kamu bekal uang saku sekolah sama keperluan mengaji. Belajar yang rajin dan semoga ujian sekolahnya lancar. Pokoknya, semangat!" ucap Arin berseri k
"Assalamualaikum," salam keluarga Agam yang baru tiba dari Bandung. Agam yang baru turun dari mobil langsung berlari ke arah Arin yang sudah menunggu dari sore tadi."Ibu…""Agam, alhamdulillah sampai dengan selamat. Abah, Umi, berangkat dari Bandung jam berapa?" tanya Arin lalu mencium takzim Abah dan Umi."Habis maghrib tadi, Ibu sehat?" tanya Abah pada Narsih yang juga ikut menyambut kedatangan tamu dari Bandung ini."Alhamdulillah, Pak. Mari masuk, kita berbincang di dalam. Sekalian istirahat, pasti lelah perjalanan dari Bandung ke Cilacap," kata Narsih mengajak Umi dan Abah masuk.Agam mengulurkan tangan pada Arin tetapi Arin ingat jika ia sedang terluka. "Bu, Agam kangen banget deh. Gendong ya?" ucap Agam manja."Hm, gendongnya nanti kalau Ibu sudah sembuh ya. Tangan Ibu sedang sakit," ucap Arin memperlihatkan tangannya yang diperban dan tertutup gamisnya."Astaghfirullah, ini kenapa, Bu?" tanya Agam meniup luka Arin. Agam begitu panik dan khawatir melihat luka Arin dan hal itu
"Oh, berarti Kakek sama Nenek hanya pindah alam ya, Bu?""Iya, makanya kita harus jadi orang baik. Biar nanti jika pindah alam kita nggak bingung bawa bekal karena ada amalan baik yang akan senantiasa membantu kita di sana.""Kalau yang nggak baik dan jahat, gimana, Bu?""Kalau orang jahat, nanti mereka akan kebingungan dan akan dihukum Allah karena di dunia tak mau menyiapkan bekal amal baik yang banyak. Mereka termasuk golongan orang-orang yang merugi," ucap Arin."Berarti Ayah merugi dong, Bu? Dia kan jahat," cetus Agam."Agam, nggak boleh gitu. Ayah itu baik, hanya sedang khilaf saja. Kita harus berdoa semoga Ayah diberi hidayah sama Allah dan kita semua selalu dilimpahkan kebaikan.""Aamiin. Ohya, Agam sampai lupa. Agam punya hadiah buat Ibu," ucap Agam semangat."Apa?""Ibu tutup matanya ya? Ini surpres."Arin tertawa mendengar kata surpres dan akhirnya mengikuti kemauan Agam untuk menutup mukanya dengan telapak tangan. Kemudian Arin merasa jika Agam menyiapkan sesuatu yang spes
*Happy Reading*"Sudah siap, Rin?" tanya Narsih saat hendak ke rumah Bayu bersama keluarga Agam. "Bentar, Bu. Lagi pakein sabuk buat Agam," sahut Arin dari dalam kamar.Umi dan Abah sudah siap di luar. Arin menyusul dengan pakaian serba hitamnya. Agam juga memakai kemeja hitam dengan jeans yang sepadan. Cerai dari Bayu, Arin lebih menonjolkan sisi yang dulu terpendam. Dia lebih tahu fashion dan juga hal yang cocok untuk dipakai, hanya saja ia jarang memakai berlebih jika sedang tak bepergian.Untuk kali ini Arin sudah tak ada lagi rasa takut bertemu Bayu. Bahkan ingin pergi dan menghindari pun tidak. Baginya, kini Bayu hanyalah orang lain yang pernah menjadi masa lalunya."Bagernya cucu Opa , mau kemana ini?" Ledek Abah saat melihat Agam yang berkacamata hitam."Kok gelap ya, Bu?""Eta kacamata na, Agam. Kumaha, ya pasti gelap atuh," ucap Umi diiringi tawa semua orang."Ayo! Nanti keburu siang," ucap Arin.Semua naik ke dalam mobil Abah. Agam terlihat masih enggan bertemu ayahnya, ia
"Yang sudah ya sudah, bukan berarti melupakan. Tetapi hidup memang harus saling memaafkan agar tak ada beban jika meninggal nanti, tapi untuk masalah rumah, Abah tetap akan memintanya padamu. Itu hak Agam dan kamu harus berusaha mengembalikannya. Untuk batas akhirnya, sampai Agam yang memintanya lagi. Dan Abah harap, setahun saja sudah cukup bagimu untuk serius mengumpulkan uang untuk menebus rumah itu.""Tapi, kalau rumah itu sudah di jual gimana, Bah?""Mas Bayu jangan khawatir, Arin sudah mengetahui siapa yang menjualnya. Dan Arin sudah memintanya agar tak menjualnya sampai pihak kami membayarnya kembali," sela Arin. Arin sengaja tak memberi tahu bahwa surat rumah itu ada pada Kaisar. Kaisar sengaja mengembalikan uang Pakde Supri dan menjadikan rumah itu sebagai barang berharga Arin. Arin sengaja ingin melihat keseriusan Bayu untuk menebus rumah itu dan Arin sudah sempat merempug dengan Kaisar akan hal ini."Betulkah?" tanya Bayu tak percaya. Arin mengangguk dan Bayu justru merasa
*Happy Reading*"Pokoknya Mami nggak mau nunggu lagi. Pulang ke Purwokerto atau Mami jemput ke Cilacap, Oma sudah datang jauh-jauh dari Jakarta demi kamu. Pokoknya kamu harus pulang!" ucap Kanjeng Mami tegas. Kaisar hanya bisa pasrah saat Kanjeng Mami memintanya pulang. Dari bulan yang lalu, keluarga besarnya mendesak Kaisar untuk segera menikah karena umur yang sudah diluar angka tigapuluh. Bukan hal yang aneh memang bagi kaum lelaki, tapi gunjingan tetua membuat Mami mau tak mau harus tegas pada anak lelakinya."Ya, Kaisar pulang."Kaisar langsung menemui Kenzi yang sepertinya masih sibuk di cafe. Kaisar memilih menyusul Kenzi ke sana dan berpamitan.Setelah sampai, Kaisar langsung menemui Kenzi. Tentu saja Kenzi kaget saat Kakaknya tiba-tiba hendak pulang."Bukankah ke Purwokerto lusa? Kenapa jadi dipercepat?" tanya Kenzi."Kakak juga tak tahu. Kali ini Kanjeng Mami yang meminta, Kakak tak bisa menolaknya lagi. Daripada izin buka usaha di Cilacap ditolak? Kamu juga pasti akan kena
"Iya, Mi. Oma kemana?" "Tadi lagi di dapur, nggak tahu sekarang. Kamu cek saja nanti."Kaisar masuk ke dalam rumah dan mendapati Oma yang sedang menonton tv. Sepertinya dia tak tahu kalau Kaisar datang."Assalamualaikum, Oma." Oma menengok dan tersenyum melihat kedatangan Kaisar."Waalaikumsalam, loh kapan datang?""Baru saja. Oma sehat?""Alhamdulillah, bocah nakal yang satunya lagi mana? Nggak ikut pulang?" tanya Oma saat tak mendapati Kenzi ikut pulang."Kai, baru sampai toh? Apa kabar?" Kali ini Pakde Diman yang baru keluar kamar. "Alhamdulilah, sae. Dah lama sampai di Purwokerto?""Kemarin kami sampai, Oma meminta agak lama di sini jadi Pakde persiapan packing lumayan menyita waktu. Kamu istirahat dulu, berbincangnya nanti saja. Soalnya akan sedikit membahas hal berat," ungkap Pakde sambil tersenyum."Nggih, Pakde." Kaisar pergi tanpa menjawab pertanyaan Omanya. Dia memang kadang harus sedikit menjaga jarak dengan Oma Lina, Ibu dari Ayahnya ini terkesan suka mendikte para anak
Dua minggu sudah Kaisar tak mengabari Arin. Hanya Kenzi yang sesekali berkabar menanyakan percetakan pada Arin. Bukan Kaisar lupa, tapi ia diminta Kenzi agar lebih meyakinkan diri sendiri apakah perasaannya pada Arin hanya dia atau Arin juga merasakannya."Rin, nanti aku ke percetakan. Kamu di sana?" tanya Kenzi lewat pesan yang dikirimkan pada Arin."Ya. Arin mulai kerja minggu kemarin di percetakan dan akan selalu ada di percetakan. Terlebih Mas Kaisar sedang tak ada, harus ada yang mengurus agar tak kacau.""Ok. Makasih."Pagi Arin sudah bersiap ke percetakan. Memakai gamis berwarna navy, Arin pamit pada Narsih."Bu, Arin pergi dulu. Ibu jangan lelah-lelah, kalau bosan ke gudang saja ngobrol sama anak-anak gudang," ucap Arin."Iya, kamu hati-hati kerjanya. Eh, ngomong-ngomong Ibu jarang lihat Nak Kaisar dan Kenzi, lagi pada kemana?" tanya Narsih."Kak Kenzi sibuk ngurus cafe dan percetakan yang lain. Kalau Mas Kaisar lagi pulang ke Purwokerto, ada urusan.""Oh, pantes biasanya wara