Jelas tergambar dengan jelas bahwasannya maminya ini sama halnya bingung dengan masalah keinginan menikahi Arin ini. "Apa Mami memikirkan banyak hal mengenai hak waris ayah nanti?""Tentu, kamu punya adik dan pastinya dia juga harus Mami pikirkan. Bagaimana kalau Kenzi juga ikut dicoret dari daftar nama keluarga ayah?""Nggak apa, Mi. Kenzi ikhlas kok, kita udah bisa bekerja sendiri dan itu cukup sebagai dasar kalau kita bisa hidup tanpa naungan keluarga ayah." Tiba-tiba Kenzi menyela. Ternyata dia ikut terbangun juga karena suara berisik dari luar. Ya, Kenzi memang bukan tipe lelaki peler yang sudah bangun. Jika ada suara sedikit saja ia akan bangun dan itu cukup menguntungkan baginya kali ini."Ken, kamu bangun?" tanya Kaisar."Habisnya Mami sama Kakak berisik. Kenzi itu kalau tidur harus senyap, lagi pada ngapain si? Malam-malam malah ngerembuk togel," kelakar Kenzi membuat Kiasar sedikit tersenyum. Kenzi duduk di kursi dengan posisi yang terbalik. Sandaran kursi ia jadikan sanda
*Happy Reading*Kaisar terbangun saat adzan Subuh berkumandang. Sebentar saja memejamkan mata, berat rasanya untuk terpejam kembali. Kaisar bangun dan bergegas mandi untuk pergi ke masjid komplek rumahnya.Kanjeng Mami yang mendapati anaknya sudah rapi dengan koko dan sarungnya, merasa terharu. Sesoleh itu anak sulungnya tapi ia merasa tak bisa membahagiakannya."Mau ke masjid, Kai?""Iya, Kai ke masjid dulu, Mi. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Kanjeng Mami sempat merenung semalam. Dia memikirkan kata-kata Kenzi yang bercerita banyak hal mengenai Arin. Masa lalu Arin dan juga kehidupannya kini. Tentu itu semua menjadi bahan pertimbangannya untuk bisa membela hubungan Arin dan Kaisar nanti.Kanjeng Mami akan membicarakan nant selepas Kaisar dari masjid. Dia akan memutuskan sendiri semua ini dan tak lagi memikirkan pertentangan keluarga suaminya. Eyang juga tak keberatan jika Kaisar menikahi janda, setidaknya posisinya nanti tak sendiri. Kasihan jika sampai Arin mengalami hal menger
Kenzi ke kamar mami dan mengambil kacamata silinder yang biasa mami gunakan."Nih."Kenzi ikut duduk di samping Kaisar dan menatap maminya heran."Hallo, Assalamualaikum," salam mami lantang."Waalaikumsalam, Dek. Ada apa, tumben telepon?" "Itu, Mas, Rahayu mau tanya, apa Kang Mas di rumah?" tanya Kanjeng Mami."Nggih, di rumah, Yu. Ada apa?""Begini, Mas, Rahayu sama anak-anak mau silaturahmi ke sana. Boleh?""Ya, mesti boleh, Yu. Kang Mas juga sudah kangen sama Kaisar dan Kenzi. Deket tapi nggak pernah main ke Wangon, kapan mau ke sini?" tanya Pakde Gimin."Sore nanti, Nggih?""Nggih, Yu. Kang Maa tunggu," ucap Pakde kemudian mengucapkan salam perpisahan. Panggilan dimatikan setelah mendapatkan info bahwa orang yang akan dituju di rumah."Kok nelpon Pakde, Mi?" tanya Kenzi.Kanjeng Mami melirik ke arah Kenzi sekilas dan menatap Kaisar serius."Kai, sebelumnya Mami minta maaf karena sudah ragu sama keputusan kamu. Jujur, Mami hanya takut pada keluarga ayahmu yang akan marah jika men
"Eh, tunggu!" sahut Lastri, istri Pakde Gimin."Apa to, Bu?" tanya Gimin."Mau ke sana sekarang? Yang benar saja, memangnya kalian sudah siapkan segala keperluan ke sana? Ini acara penting loh. Nggak bisa asal slonong boy saja. Kita keluarga beradab yang menjunjung tinggi tradisi, walau calon istri Kaisar janda bukan berarti kita tak membawa apa-apa. Biar Bude yang turun tangan saja bawa seserahan, kamu sudah siapkan cincinnya?" tanya Lastri."Itu, Mbak Yu, belum kayaknya," jawab Kanjeng Mami."Hm, jangan samakan kamu sama calon istri Kaisar. Dia jangan sampai bernasib sama kayak Dek Rahayu, bisa kita membuat sedikit acara lebih berkelas. Lagian, Kaisar ini uangnya banyak. Nanti, biar Bude pesankan souvenir dan seserahan untuk dibawa ke sana. Adik-adik kita juga dikabari, Dek. Jangan diam-diam saja, tahu-tahu ijab. Nggak etis, apalagi anak Dek Rahayu ini bujang. Pasti banyak kawan yang mau main juga nanti. Betewe, katanya ke sini sore? Kenapa jadi pagi-pagi kalian ke sini?" tanya Las
"Maaf, Rin. Jangan dengarkan Kenzi, dia suka ngasal kalau ngomong. Tapi, intinya kami hendak kesana. Mas mau meminangmu, semoga kamu sudah memikirkannya.""Oh, iya. Baiklah, akan Arin sampaikan pada keluarga besar Arin kalau Mas Kai akan berkunjung ke rumah," jawab Arin."Baiklah, terimakasih, Rin. Mas tutup dulu telponnya. Sampai berjumpa besok, wassalamualaikum.""Waalikumsalam."Setelah panggilan terputus, Kaisar benar-benar membalas kejahilannya. Keduanya bahkan seperti anak-anak yang main jitak kepala sampai meringis menahan sakit."Ampun Den Bagus Kaisar, ampuni hamba yang ganteng ini," ucap Kenzi sambil tersenyum mengejek."Kalian ini, umur saja banyak. Kelakuan masih anak-anak, ya sudah Kai. Kamu antar Bude ke rumah temannya. Sekalian kamu pilih hantaran lamaran ke sana. Kenzi, kamu antar Pakde sama Mami ke rumah Eyang Simbok dan Paklik Kaderi. Kita harus pergi hari ini agar besok bisa pergi pagi ke Cilacap," ucap Gimin."Iya."Mereka pergi sesuai kebutuhan masing-masing. Kais
*Happy Reading*"Bu, kita ke rumah Pakde ya?" ajak Arin."Kenapa? Kok tiba-tiba," tanya Narsih bingung."Mas Kai mau ke sini besok. Arin mau minta Pakde sama Bulik agar ikut menyambut kedatangan keluarga Mas Kai.""Apa? Kenapa mendadak gini sih? Apa nggak terlalu cepat, Rin?" ucap Narsih panik."Santai saja, Bu. Nanti Arin yang urus semua keperluan untuk menyambut keluarga Mas Kai. Makanya Arin main ke rumah Pakde. Mau tanya apa saja yang perlu disiapkan. Kemarin 'kan Pakde habis nerima lamaran buat Sekar, pasti paham lah.""Kamu yang mau dilamar, kenapa Ibu yang deg-degan? Masa kamu mau dilamar santai banget, Rin? Nggak cinta 'kah?" tanya Narsih heran."Lah. Arin kon kepriwen? Hore hore, jingkrak-jikrak? Atau senyum-senyum sendiri? Arin cinta, sangat malah. Namun, cara menggambarkan cinta Arin cukup bersyukur dan berbuat yang terbaik nanti untuk menyambut kedatangan Mas Kai. Lagian, Arin sudah pernah menikah. Jantungnya sudah normal, deg-degannya nanti kalau mau ijab.""Gitu ya? Ibu
"Ohya? Syukurlah, Sekar memang cocok sama Mas Zidan. Satu pendiam, satunya cerewet," jawab Arin."Iya. Kadang hubungan memang butuh perbedaan, agar saling melengkapi. Betewe, calon suami kamu cerewet ya, Rin? Kamu kan sedikit kalem," tanya Faizal."Nggak. Pendiam malah, Arin aja kadang sampai bingung kalau lagi ngobrol sama Mas Kai. Dia tuhz tipe lelaki kulkas. Diem tapi ngangenin," ucap Arin keceplosan."Cie, ternyata mau jadi bininya si bos percetakan toh. Akhirnya, buka buku sendiri 'kan? Hm, sudah kuduga. Kamu itu nggak bisa rahasiaan sama Abang. Jadi, kapan mau nikahnya?"Akhirnya Arin terpaksa buka mulut. Akibat berbicara panjang lebar, dia keceplosan sendiri. "Nanti ya, Arin jelaskan. Ini dah mau sampai," ucap Arin menunjuk jalan bertuliskan nama A. Yani. "Oke. Akan Abang tagih ntar, awas kalau lupa.""Tenang, Arin ini bukan orang yang suka ingkar. Hanya kadang suka lupa-lupa ingat, maklum nikahnya dah mau dua kali. Pasti kalah sama yang belum sama sekali," ledek Arin."Ngec
*Maaf jika banyak typoArin sudah sampai ke rumah Pakde Supri. Ternyata hari sudah sore dan kedua orangtua Faisal itu sudah pulang."Kok lama perginya, Rin?""Belanja setoko diborong semua, ya pasti lama. Faisal sampai lelah mengikuti ndoro ayu ini. Fai mau mandi ah, gerah."Faisal langsung nyelong saja dan masuk ke kamar untuk membersihkan badannya. Arin memilih duduk setelah lelah mengelilingi toko pakaian mencari model dan warna baju yang sama."Beli apa saja kamu, Rin?" tanya Narsih."Beli baju buat kita sekeluarga besok. Ada buat Pakde dan Bulik juga," jawab Arin."Pakde sudah dikasih tahu, Bu?" "Sudah, Rin. Pakde ikut senang mendengarnya. Sebagai pengganti ayahmu, Pakde siap menjadi saksi dan wali nikah nanti. Ohya, Agam sudah kamu kasih tahu?" tanya Pakde."Belum. Masih lamaran, Pakde. Besok saja kalau resepsi, jadi sekalian sama Mas Bayu dan Oma Opa Agam yang di Bandung.""Yakin, mau undang Bayu?" tanya Ratmi."InsyaAllah, Bude. Arin dan Mas Bayu sudah menjalin hubungan yang