Mataku mungkin tak bisa melihat mereka, tetapi itu bukan berarti aku tidak bisa melihat isi hatinya, kan?
* * *
Cewe itu pergi lagi, setelah pekerjaan dia diselesaikan selalu dengan sempurna. Dia bahkan sudah menyelesaikan proyek Minggu depan, dengan cara begadang semalaman dan untuk pergi Sabtu ini. Padahal aku harap bisa ikut dengannya kalau tidak..
"Surrr lu edit lagi layer yang ini. Warnanya kurang, nanti tunjukin laga sama gua." Ucap Bang Jul mengirim balik tugasku, sudah pasti tidak akan bisa pulang hari Sabtu ini.
"Hah..."
"Ngapain lu menghela napas?"
"Oh, hahaha. Kagak Bang." Nasib emang.
"Lu pengen nyusul si Naya kan?"
"Eng-enggak Bang! Nay' kan pergi sama kakaknya."
"Hmm," obrolan kita berakhir digumaman Bang Jul, dan aku kembali dengan tugas yang masih menumpuk.
PING!
Orang bijak selalu bilang, "yang telah lewat tak usah diungkit dan jadikanlah pembelajaran. Yang sekarang datang disambut dengan lapang, dan yang belum pasti jangan diperdebatkan." * * * Siapa Jenggala, mengapa ia menjadi duka lara, apa yang membuatnya terlibat pada masa Naya dan Aiza? Semua itu berputar bertahun-tahun dalam kepala mereka berdua, dan tak ada yang ingin menceritakannya pada kakak beradik itu. Mereka selalu bilang, kisah ini hanya satu orang yang harus menceritakannya dan itu adalah Enah sendiri. Tahun 1974. Kakek memiliki lima orang anak, yang pertaman bernama Jenggala; kedua Sambas; ketiga Dian; keempat Atiek; dan yang paling bungsu adalah Enah. Dari anak yang paling cikal sampai nomer empat, mereka dianugrahi mata ke enam, sementara anak kelima mereka tidak. Ke empat anak itu mendapatkan kemampuan dari ayah mereka, namun si bungsu ini tidak merasa harus iri dengan kemampuan kakak-kakaknya. Walau terkadang mereka
Tidak ada yang mudah dalam berubah, namun keyakinan harus tumbuh dan percaya. Bahwa semua akan semakin, baik-baik saja. * * * Sabtu malam ketika jalanan mulai ramai dengan hilir mudik, anak muda bermalam mingguan. Kami sekeluarga mengulang cerita tentang keluarga kecil ini. Entah mungkin butuh waktu, mengembalikan kepercayaan dirinya. Namun kami akan selalu percaya, dengan bersama-sama kami akan kuat dan menjadi sosok yang lebih baik. Kali ini kami mendengarkan semua cerita tentang kami semasa kecil. Hal-hal yang sempat kami lupakan, atau hanya Enah dan bapak yang mengingatnya. Sementara kami menjadi pendengar saat ini, sampai perut kami berbunyi nyaring. Mempersiapkan makan malam tidak pernah terasa semenyenangkan ini, bahkan hanya barbeque biasa namun kehangatan dan kenangan itu tidak akan pernah kami berdua lupakan. Hingga arunika menyadarkan lelah kami berdua, diantara baris jenggala yang masih menguap
Begitu banyak macam rupa mereka, ada yang baik; buruk; juga tak tau arah pulang.Namun satu lagi yang harus kalian waspadai, wanita bergaun merah.* * *Kami pulang dengan dada dan pundak yang lebih ringan. Entah ini karena berat oleh-oleh yang telah kami turunkan, atau beban yang kami bawa selama ini. Yang jelas Naya dan Aiza merasa bahagia saat ini, mereka merasa udara yang masuk ke rongga paru-paru tak lagi terganggu.Walau mungkin Aiza harus mundur sebentar, dan sadar kembali bahwa yang menjadi masalahnya adalah, ia mampu melihat hantu. Seperti hari Senin pagi ini, Pak Firman guru pengampu Geografi mencegatnya pagi ini. Tak ada angin atau hujan, lelaki yang masih melajang itu seperti kurang tidur beberapa hari ini."Kenapa Pa, ada masalah apa?" Aiza bertanya, melihat wajah gugupnya."A-anu Pa Aiza.. katanya.. Pak Aiza bisa liat hantu ya?" Jawaban yang menjurus pada mau tidak mau, Ai
Dia seharusnya tidak ada di sini, lalu siapa dia? * * * Pukul setengah sepuluh ketika akhirnya aku berhadapan dengannya. Sosok yang pernah terlintas dalam bayangan, wanita bergaun merah yang bisa membawa bahaya untuk si pemiik rumah. Firman berusaha kuat untuk menolak bujuk rayu wanita itu, begitu juga dangan ku yang mencoba melawannya setelah berkonsultasi dengan Mas Gahara. Sebelum datang ke rumah ini, aku bertanya pada Mas Gahara bagaimana jika itu memang benar adanya. Mas Gahara lebih mengusulkan untuk menanyakan terlebih dahulu, alasan di balik dia ada di sana. Atau mengapa ia mengganggu lelaki itu. Maka saat dia muncul di hadapanku, kutanyakan apa tujuan makhluk itu. Rupanya ia marah, sebisa mungkin aku menahannya, dan kutanyakan sekali lagi. Yang kudengar saat dalam perjaanan ke rumah ini, Pak Firman baru saja menempati rumah ini sekitar dua minggu lalu. Pada hari pertama itu ia tidak merasakan hal y
Kita akan bertemu dengan apa yang memang menjadi takdir kita.Atau segalanya yang tak direncanakan, namun harus dipertemukan.* * *Mereka duduk bertiga, membatalkan rencana masing-masing. Bukan tanpa sebab ini karena Aiza menuntut penjelasan. Aruna Jumantara dan Shin, dua orang itu tidak sengaja ditemukan oleh Aiza sedang bersama. Mereka berdua tengah berbelanja, di supermarket yang sama dengan Aiza.Shin duduk bersidekap dengan pakaian serba hitam seperti biasa, sedangkan Aruna memainkan gim di ponselnya. Aiza mengamati keduanya, satu orang yang selalu datang tanpa diminta, dan satunya lagi suka ikut campur. Lalu hari ini mereka justru malah bertemu di hari yang menyebalkan, karena sejak kemarin Naya menyuruhnya untuk belanja bulanan sedangkan dia pergi melakukan dinas keluar kota.Pesanan mereka datang, Aruna menyimpan ponselnya mengambil minuman kesukaannya. "Kenapa kau tidak bica juga?" Shin akhirnya b
Sebagian diri kita dianugerahi kemampuan untuk melihat dunia lain, bukan tanpa alasan karena mungkin hanya kita yang bisa membantu mereka.Namun terkadang tidak semua hal, bisa menjadi tanggung jawab kita.Sama seperti dunia manusia, di dunia ini juga punya kasta dan aturan mainnya.* * *Niskala tersenyum pada lelaki jangkung itu, katanya tak ada yang bisa disembunyikan dari mata kita, sekalipun kita tidak ingin melihatnya. Rumah Sakit bukan tempat yang ingin mereka tinggali begitu lama, terkhusus untuk mata seperti mereka. Salah satunya adalah roh yang menunggu untuk pulang.Salah satunya adalah gadis dipojokan itu, ia tidak mengganggu hanya duduk menunggu. Mendekap kedua lututnya, menunduk tak bersuara dan tak ingin ditanya. Walau sesekali Niskala mencoba menyapanya, atau hanya sekedar bercakap-cakap ringan. Daripada ia harus mendengar hantu-hantu tak jelas itu, berbisik dan bermain-main ketika malam datang.&n
Logika kita terkadang tidak bisa menerima, apa yang di lakukan oleh tradisi dan kepercayaan. Namun sebagai orang yang tak tau apa-apa, lebih baik tak usah mengambil musibah untuk diri sendiri. Semua yang terjadi pasti ada sebab dan akibatnya. * * * Nayanika masih mengomel pagi itu, karena ia sudah harus berangkat ke kantor sebelum rombongan berkumpul. Dia dan tim-nya harus dinas ke luar kota, karena mereka akan ada acara besar di sana. Tetapi melihat rumah yang berantakan dan stok di dapur yang menipis, tentu saja Aiza yang jadi bahan menanggung penderitaan. Setelah sekuat tenaga membangunkan sang kakak dan menyuruhnya berbelanja, ia langsung meluncur menggunakan taksi ke arah kantor. Suryakanta sudah menelepon dan berniat menjemput, namun gadis itu lebih tinggi gengsi rupannya. Ia bersikukuh akan sampai di kantor tepat waktu, sebelum mobil travel mereka datang lebih dulu. Dan untung saja Naya berhasil datang lima menit lebih cep
Ketika tubuh yang tersesat itu mencari jalan keluar, adalah bagaimana amalan seseorang ketika ia hidup di dunia. Lalu, sudah seyakin apa kalian bisa menemukan jalannya tanpa tersesat? * * * Seperti yang aku bilang sebelumnya, membantu menemukan Seva walau aku tidak yakin. Apa aku bisa menemukannya? Setelah pulang dari rumah sakit, aku menghubungi kakek terlebih dulu. Apakah aku bisa membantu wanita ini, lalu kakek bilang'pasti ada alasannya kenapa kalian bisa bertemu. Jika kamu merasa mampu membantunya, maka lakukan saja tetapi jika kamu merasa tidak yakin sejak awal. Jangan lakukan.'Hanya itu pesan kakek, namun hatiku bilang aku harus melakukan sesuatu. Makanya kuhubungi Nayanika terlebih dulu, orang yang paling dekat yang bisa diajak bekerjasama dan aku tau kemampuannya. "Oke aku lihat kok, tapi.. aku balik palingan dua hari lagi. Coba Mas Gahara aja dulu, kalau ada apa-apa hu