Ketika tubuh yang tersesat itu mencari jalan keluar, adalah bagaimana amalan seseorang ketika ia hidup di dunia.
Lalu, sudah seyakin apa kalian bisa menemukan jalannya tanpa tersesat?
* * *
Seperti yang aku bilang sebelumnya, membantu menemukan Seva walau aku tidak yakin. Apa aku bisa menemukannya?
Setelah pulang dari rumah sakit, aku menghubungi kakek terlebih dulu. Apakah aku bisa membantu wanita ini, lalu kakek bilang 'pasti ada alasannya kenapa kalian bisa bertemu. Jika kamu merasa mampu membantunya, maka lakukan saja tetapi jika kamu merasa tidak yakin sejak awal. Jangan lakukan.' Hanya itu pesan kakek, namun hatiku bilang aku harus melakukan sesuatu. Makanya kuhubungi Nayanika terlebih dulu, orang yang paling dekat yang bisa diajak bekerjasama dan aku tau kemampuannya.
"Oke aku lihat kok, tapi.. aku balik palingan dua hari lagi. Coba Mas Gahara aja dulu, kalau ada apa-apa hu
Berhati-hatilah jejak penyesalan, selalu saja membawa penderitaan hingga kita tiada. * * * Setelah peristiwa di kamar tadi, aku jadi harus semakin menahan diri. Setidaknya berada dikeramaian adalah pilihan yang lebih baik, dari pada berada di suatu tempat sendirian. Sore itu kami melakukan rapat, sesuai dengan informasi yang disampaikan Bang Jul tadi. Event kali ini adalah meningkatkan jumlah wisatawan di daerah Pantai Pangandaran. Bang Julivan dan Bang Bayu adalah hustler kita, CEO Javajaya ini adalah Bang Julivan dan yang jago manajemen adalah Bang Bayu. Kalau tidak ada mereka berdua, mana mungkin kami bisa berkembang dan mengambil event-event yang bekerja sama dengan pihak dinas pariwisata. Walau do you know-lah gimana suka dukanya, tapi ya mau gimana lagi kan. Walau jam rapat sedikit molor, yang katanya sampai jam sembilan. Ternyata makan waktu hingga pukul sebelas malam, ini karena banyak revisi ya
Kau tau berurusan dengan mereka bukanlah perkara mudah, kau tidak bisa menganggap masalah ini sebagai main-main. * * * Aku menghubungi Shin untuk memastikan apa Niskala dalam kondisi baik, hari ini aku akan mempertemukan mereka untuk pertama kalinya. Begitu mobil telah ada di parkiran, mereka berdua langsung menuju lantai tiga untuk menemui Niskala. Pintu kamar terbuka Niskala tengah setengah terbaring, ketika ia melihat kami dan tersenyum. Namun Mas Gahara sekilas melirik ke pojok itu, gadis yang masih duduk meringkuk memeluk lulutnya ketika terakhir kali aku melihatnya. Mas Gahara malah menghampirinya lebih dulu, entah apa yang ia lakukan dan katakan. Hingga kulihat samar dan terdengar ia menangis berterimakasih lalu pergi. Tak ada lagi gadis itu di kamar ini, ia berdoa terakhir kalinya lalu melihat kearah kami. Kuperkenalkan Mas Gahara pada Niskala dan Shin, si sipit itu lebih ramah dan sopan dari pada setiap kali bertemu deng
Walau tak dapat dilihat, bukan berarti mereka tak ada.Jangan terlalu banyak bercanda. * * * Hari ini adalah hari terakhir kami di kota ini, aku juga harus cepat-cepat bertemu dengan Kak Aiza. Ini karena kemarin sore tidak sempat meneleponnya, karena rapat kami yang sampai malam kembali. Hari ini juga kami berkumpul untuk kesepakatan terakhir, setelah beberapa revisi dan revisi lagi akhirnya Bang Jul dan Bang Bayu bisa meyakinkan mereka dengan rencana yang telah direvisi itu. Sampai ketuk palu di pukul satu, kami juga harus bergegas berkemas dan pukul empat sore ini. Kami tengah makan siang saat ini. Bang Bayu sepertinya sangat senang, dengan hasil kerja keras kami selama tiga hari dua malam itu. Dia dan Candra bahkan seperti orang kurang waras, berkeliling di seputaran kolam renang. Aku harus menelepon Kak Aiza sebelum pulang, jadi mencari tempat yang agak sepi. Mungkin ruang tunggu di lobi depan, ada kursi untuk aku du
Temukan dia, selamatkan dia! Hanya itu harapan kita. * * * Eratan tangan Niskala pada Gahara begitu kuat, ia berusaha meyakinkannya bahwa kali ini mereka bisa menemukan Seva. Gahara benar-benar tidak ingin melakukannya, ini menaruhkan kesehatan Niskala juga nyawanya. Namun wanita itu bersikukuh memohon untuk melakukannya. "Anda tidak akan mengerti.., walau aku menceritakannya anda tidak akan mengerti perasaan ini." Niskala bernada sedih, putus asa dengan apa yang harus ia lakukan. "Tidak! Aku juga tidak setuju, kita tunda saja, kita cari cara lain ya?" Shin kali ini memohon, memegang tangan wanita yang nyaris seputih salju itu. Aku bisa melihatnya, mata yang penuh harap bahwa orang yang kau cintai mengerti keinginanmu. Namun keputusan Niskala telah bulat, walau bibirnya tersenyum ia menggelengkan kepala untuk menjawab permohonan lelaki itu. "Kau tau.. dia telah mengorbankan se
Sejahat-jahatnya binatang, manusialah yang paling jahat. Sejail-hailnya setan, manusialah yang paling jail. Binatang tak berakal, wajar jika mereka saling membunuh. Setan berteman dengan iblis, bertugas mengganggu manusia. Pantas saja jika mereka jail. Tetapi manusia jail? Aku tidak tau harus menyebut mereka apa. * * * Aku tau rasanya marah, benci, dendam, kecewa, putus asa, tidak berdaya, bahkan hancur. Tetapi aku juga tau bagaimana rasanya memaafkan, merelakan, mengikhlaskan, melupakan, bangkit kembali, berjuang lagi, terbentuk walau sakit. Pada akhirnya kita juga yang harus mengelola perasaan dan pikiran kita, mau terus merasa terluka. Atau mengobatinya dan bahagia dengan versi terbaik dari diri kita. Makanya ketika aku tau bagaimana cerita tentang wanita bernama Niskala dan Seva, tentang perjalanan panjang Mas Gahara dan Kak Aiza. Hanya doa dan syukur yang terus terulang-ulang dalam hati dan bi
Langkah pertama dari sebuah takdir, adalah jalan kehidupan dan nasib. * * * Aiza merasa lelah melihat tingkah sobatnya, kadang perlakukannya pada Eiliyah terlihat terlalu berlebihan. Walau ia tidak mengerti lelaki itu sebenarnya punya otak atau tidak, tapi dia yakin sejak awal saja dia tidak paham dengan dirinya sendiri. Menyukai karya musik dan seni, tapi justru berada di jurusan biologi. Begitu bekerja dia lebih memilih menjadi guru kesenian, sementara mengajar biologi hanya di tempat les atau privat. Mereka bertiga sedang makan di kantin, Aiza memilih angkat kaki duluan. Hingga si kuncir baru sadar dia bertanya mau kemana, Aiza menjawab sambil berlalu. Aiza duduk di taman angkringan, tepatnya di pojokan lapang basket. Anak-anak tak suka duduk disana karena mereka pikir tempat itu terlalu di sudut dan menakutkan, juga tidak bisa melihat lapang basket dengan jelas. Tapi bagi Aiza ini tempat yang tepat untuk merokok, selain itu j
Jarak yang paling dekat untuk kita, adalah kehidupan dan kematian. Apa yang tidak bisa dibeli oleh kekayaan, ialah kematiaan. Terlihat abadi namun tak abadi, begitulah waktu. * * * Toko bunga adalah tempat yang tak pernah di datangi Aiza, hanya beberapa kali ia mengunjunginya ketika masa kuliah dulu. Tapi hari ini, ia sengaja mengunjunginya. Entah apa yang bisa ia berikan, selain karangan bunga untuk hari ini. Bunga Lily, krisan, dan mawar putih. Rangkaian indah yang dibuat oleh owner-nya dengan rasa duka, hingga sampai di pusaran sang pemiliknya Niskala. Sebelum Aiza pulang dan mengunjungi Rumah Sakit, Aruna meneleponnya lalu mengabarkan berita itu padanya. Kabar duka tentang meninggalnya Niskala, lima menit yang lalu. Aiza langsung mengemasi barangnya, permisi pada semua di ruang kantor. Bahkan Wira yang menyapanya sehabis jam terakhir pun, tak digubrisnya hingga lelaki itu memesan rangkaian karangan bunga lalu
Semua yang sendiri akan datang pada waktunya untuk menjadi berdua. * * * Plak! Sebuah undangan terlempar di atas meja, siapa orang kurang kerjaan yang membuat kaget pagi begini. Tapi sang tersangka malah nyengir, lalu merangkul pundakku begitu saja. "Datang ya! Lu kan sobat gue, nanti lu harus jadi saksi gue!" "Apa sih datang, saksi? Lu kena pidana? Aduh!" Dia menepuk kepalaku, kutarik kunciran rambutnya sampai dia mengaduh. Wira kesal ia mengambil kembali surat undangan di meja yang dilempar tadi. "Nikahan gue semprul!" Menyerahkannya kali ini ke tanganku dengan tidak ramah. Aku baru sadar ternyata nama di undangan adalah 'Eiliyah & Wira'! "Lu mau nikah!" "Sunatan!" Jawabnya ketus. "Haha! Yasorry, lu nya asal jeplak aja. Lagian gue juga lagi ngelamun, ya mana engeuh lu ma
Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert
Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.* * *Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann
Aku tidak yakin. Tentang semua hal saat ini.* * *Setelah obrolan dengan Suryakanta, Nayanika duduk di gazebo halaman belakang di subuh hari. Ngeri betul kalau ada yang melihat gadis itu sendirian. Mereka pasti akan mengatakan ada penampakan kuntilanak. Walau sebenarnya memang ada sih di pohon besar sana. Di salah satu halaman tetanggangganya.Naya sudah kenal dengan sosok wanita itu. Tetapi berkat perlindungan kakek, dia tidak bisa masuk ke sini. Makanya sesekali Naya yang mengunjunginya. Hanya saja subuh ini mereka hanya saling menyapa lewat semilir angin."Aku gak mau canggum lagi di kantor, jadi. Malam ini aku mau ngomong sama kamu Nay!""Bentar. Ngomong apaan?""Tentang ucapan kakek atau Kak Aiza." Hening sejenak, "..walau tanpa restu mereka pun. Aku akan mengatakannya sama kamu Nay. Aku jatuh suka! Jauh sebelum ini. Saat kita masih di
Jika kakak tanyakan 'apa aku baik-baik saja?'Sebenarnya aku takut. Tetapi..Selama kalian bersama ku. Sesulit apapub itu, aku akan baik-baik saja.* * *Aku terkejut, tak berani menatap matanya ataupun melihat wajahnya. Kak Aiza mengatakan hal itu, seolah selama ini dia adalah beban untukku. Padahal, akulah yang menjadi bebannya selama ini.Sejak ia bisa melihat mereka. Sedetik pun, dia tak pernah absen mencemaskan keadaan ku. Bahkan di saat untuk pertama kalinya. Kami bisa berbagi cerita dan rahasia mengenai mereka. Kak Aiza harus bergelut dengan rasa takutnya sendiri.Benar. Aku tau Ka Aiza harus menutup indra ke enamnya karena ketakutan Enah. Bahkan ketika dia harus memilikinya kembali. Hal yang paling ia cemaskan adalah perasaan Enah. Bahkan aku juga yakin, saat ini kakak juga pasti memikirkan. 'Apa Enah akan mengetahui cerita ini. Sekali lagi?'.Aku tidak tau, bagaimana car
Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat
Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga
Biarkan kebenaran yang berbicara, biarkan takdir menemukan jalannya.* * *Seperti yang Aiza katakan tempo hari, dokter mengatakan bahwa sore ini Aiza sudah dapat pulang. Masalah benturan di kepalanya tidak parah, kalaupun terasa pusing itu karena ia baru saja menjalani perawatan dan kondisi darahnya belum stabil. Tangan dan kakinya yang terluka juga sudah sembuh, bersyukurlah retakan kecil di kaki kirinya tidak parah dan gips telah membantu tulangnya untuk menempel kembali dengan sempurna. Selebihnya hanya resep dokter dan menjaga pola makan agar pasien bisa lekas sembuh serta beraktivitas seperti sebelumnya.Sampai saat ia pulang dan dijemput seperti janji sobatnya itu. Aiza masih belum menyadari sesuatu, bahkan ketika Naya bereaksi memegang lengan baju Aiza dengan erat. Lelaki jangkung itu malah berkata bahwa Naya seperti bocah yang takut hilang. Karena hal itu Naya melepaskan lengan baju Aiza dengan marah, dan memilih masuk mobil
Apa ceritanya akan kembali seperti dulu?Apa semua akan baik-baik saja?* * *"Kau tidak perlu cemas. Untuk saat ini, lebih baik begini. Kaka mu tidak perlu tau bahwa ia tidak bisa melihat makhlul-makhluk itu lagi. Mungkin dengan begini kesembuhannya akan lebih cepat."Naya melamun di depan layar laptop yang kini telah padam. Pikirannya sedang tidak berada di tempat rupannya, bahkan ketika Enah datang untuk menebus obat dan kembali, ia menyaksikan anak gadis nya melamun dengan pandangan kosong ke arah layar laptop yang mati. Wanita lima puluh tahunan berkerudung pich itu melirik Aiza yang juga sejak tadi mengamati adiknya. Kakaknya itu sudah memerhatikan tingkah adiknya sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan ketika Enah datang dan melirik dengan pandangan bertanya padanya."Kenapa adik mu?"Begitulah makna tatapan matanya. Aiza menjawab dengan mengangkat kedua pundaknya jawaban tida
Aku mempercayainya lalu aku mengikutinya, karena aku meyakininya. * * * Seperti yang sosok itu katakan, aku tidak ragu untuk menutup mataku dan melangkah terus kedepan. Tidak peduli apa nanti akan tersesat atau tidak, dia bilang 'percayalah pada apa yang engkau yakini'. Lalu aku merasa walau mata tertutup, jalan itu membentang luas dipenglihatanku. Seolah sesuatu menarik dari arah depan sana, agar terus melangkah tanpa ragu. Lalu sayup-sayup suara doa-doa menggema, makin lama semakin terdengar jelas. Lagi-lagi seperti katanya, suara yang aku kenal dan kurindukan. Enah mengaji dan berdoa memanggil namaku berulang kali, hingga cahaya itu yang teramat menyilaukan membuat mata terbuka dan kulihat langit pucat ciri khas rumah sakit. "MasyaAllah! Alhamdulillah...Aiza! Aiza, ini Enah Za.MasyaAllah,bapak! Aiza bangun Pak!" Lalu suara bapak dan Naya juga terdengar, dan begitulah sampai akhirnya aku bena