Sejahat-jahatnya binatang, manusialah yang paling jahat.
Sejail-hailnya setan, manusialah yang paling jail.
Binatang tak berakal, wajar jika mereka saling membunuh.
Setan berteman dengan iblis, bertugas mengganggu manusia. Pantas saja jika mereka jail.
Tetapi manusia jail? Aku tidak tau harus menyebut mereka apa.
* * *
Aku tau rasanya marah, benci, dendam, kecewa, putus asa, tidak berdaya, bahkan hancur. Tetapi aku juga tau bagaimana rasanya memaafkan, merelakan, mengikhlaskan, melupakan, bangkit kembali, berjuang lagi, terbentuk walau sakit. Pada akhirnya kita juga yang harus mengelola perasaan dan pikiran kita, mau terus merasa terluka. Atau mengobatinya dan bahagia dengan versi terbaik dari diri kita.
Makanya ketika aku tau bagaimana cerita tentang wanita bernama Niskala dan Seva, tentang perjalanan panjang Mas Gahara dan Kak Aiza. Hanya doa dan syukur yang terus terulang-ulang dalam hati dan bi
Langkah pertama dari sebuah takdir, adalah jalan kehidupan dan nasib. * * * Aiza merasa lelah melihat tingkah sobatnya, kadang perlakukannya pada Eiliyah terlihat terlalu berlebihan. Walau ia tidak mengerti lelaki itu sebenarnya punya otak atau tidak, tapi dia yakin sejak awal saja dia tidak paham dengan dirinya sendiri. Menyukai karya musik dan seni, tapi justru berada di jurusan biologi. Begitu bekerja dia lebih memilih menjadi guru kesenian, sementara mengajar biologi hanya di tempat les atau privat. Mereka bertiga sedang makan di kantin, Aiza memilih angkat kaki duluan. Hingga si kuncir baru sadar dia bertanya mau kemana, Aiza menjawab sambil berlalu. Aiza duduk di taman angkringan, tepatnya di pojokan lapang basket. Anak-anak tak suka duduk disana karena mereka pikir tempat itu terlalu di sudut dan menakutkan, juga tidak bisa melihat lapang basket dengan jelas. Tapi bagi Aiza ini tempat yang tepat untuk merokok, selain itu j
Jarak yang paling dekat untuk kita, adalah kehidupan dan kematian. Apa yang tidak bisa dibeli oleh kekayaan, ialah kematiaan. Terlihat abadi namun tak abadi, begitulah waktu. * * * Toko bunga adalah tempat yang tak pernah di datangi Aiza, hanya beberapa kali ia mengunjunginya ketika masa kuliah dulu. Tapi hari ini, ia sengaja mengunjunginya. Entah apa yang bisa ia berikan, selain karangan bunga untuk hari ini. Bunga Lily, krisan, dan mawar putih. Rangkaian indah yang dibuat oleh owner-nya dengan rasa duka, hingga sampai di pusaran sang pemiliknya Niskala. Sebelum Aiza pulang dan mengunjungi Rumah Sakit, Aruna meneleponnya lalu mengabarkan berita itu padanya. Kabar duka tentang meninggalnya Niskala, lima menit yang lalu. Aiza langsung mengemasi barangnya, permisi pada semua di ruang kantor. Bahkan Wira yang menyapanya sehabis jam terakhir pun, tak digubrisnya hingga lelaki itu memesan rangkaian karangan bunga lalu
Semua yang sendiri akan datang pada waktunya untuk menjadi berdua. * * * Plak! Sebuah undangan terlempar di atas meja, siapa orang kurang kerjaan yang membuat kaget pagi begini. Tapi sang tersangka malah nyengir, lalu merangkul pundakku begitu saja. "Datang ya! Lu kan sobat gue, nanti lu harus jadi saksi gue!" "Apa sih datang, saksi? Lu kena pidana? Aduh!" Dia menepuk kepalaku, kutarik kunciran rambutnya sampai dia mengaduh. Wira kesal ia mengambil kembali surat undangan di meja yang dilempar tadi. "Nikahan gue semprul!" Menyerahkannya kali ini ke tanganku dengan tidak ramah. Aku baru sadar ternyata nama di undangan adalah 'Eiliyah & Wira'! "Lu mau nikah!" "Sunatan!" Jawabnya ketus. "Haha! Yasorry, lu nya asal jeplak aja. Lagian gue juga lagi ngelamun, ya mana engeuh lu ma
Ada malam tertentu dimana mereka juga berpesta, saat itu tiba manusia tak diijinkan menikmatinya. Tapi mereka bisa saja hadir, mengisi kekosongan pesta manusia. * * * Aruna bingung, mengapa ia ada di rumah ini. Dia bahkan tidak meminta ijin orang rumah, ini semua karena Aiza menyeret anak lelaki itu membantu secara paksa. Padahal dua hari sebelumnya dia menolak, lagian untuk apa juga anak sekolah mengkuti pesta perpisahan gurunya sebelum menikah. Mereka tidak begitu dekat, bukan juga saudara, lalu mengapa ia berada disituasi yang aneh ini. Sebelum mereka benar-benar pergi ke rumah Aiza, Aruna dan si jangkung itu sedang nongkrong seperti biasa di pojok taman lapang basket. Salah satu alasan Aiza karena beberapa hal tak kasat mata, juga karena Aruna menemaninya. Beberapa anak dan guru menyangka bahwa mereka adik kakak, Aiza oke-oke saja lagian dia memang tidak punya adik lelaki. Kalan adik sepupunya itu jarang berkunjung, karena pe
Apa yang paling membuat seseorang tak ingin kembali? Ketika mereka tidak menemukan tempat pulang, saat merasa terluka dan kesepian. * * * Aruna menghilang dari rumah, Shin bahkan datang ke kediaman Aiza. Mencari adiknya yang baru diketakui tak pulang selama tiga hari. Ia bahkan beradu mulut dengan Aiza, bahwa dia pasti telah memberi anak itu hal yang tidak-tidak. Mana mungkin si jangkung itu terima omongan tak berdasar seperti itu, ia bahkan tidak bertemu dengan Aruna di sekolah. Ingatan Aiza jadi kembali ke malam itu. Setelah pesta bujang yang aneh itu, Aruna menginap di rumah Aiza. Bahkan setelah pertengkaran antara Aruna dan Shin, anak itu tidak membicarakannya. Ia malah lebih suka bersama tiga bocah hantu, ada perasaan sedikit tidak enak di sana. Aiza keluar menemuinya, duduk di anak tangga taman, malam masih menunjukkan pukul setengah sembilan. Nampaknya bulan purnama akan segera datang beberapa hari lagi, setengah b
Mempertahankan, memberitahu bahwa mereka berharga tak pernah semudah itu. Entah kenapa meyakinkan tak pernah menjadi mudah, keinginan setiap orang yang hidup adalah ingin dimengerti.* * *Shin dan Seva berada di rumah Aiza, ini karena Shin pikir tempat terakhir Aruna singgah. Lelaki bermata sipit itu akan mencari keberadaan Aruna, dengan menemukan energinya keberadaanya. Namun berbeda dengan Aiza, sepertinya ia tahu siapa yang harus dia tanyakan terlebih dahulu.Malam ini akan muncul bulan purnama, ketika itu kekuatan mereka katanya akan semakin terrasa kuat. Gerbang dimensi akan mudah terbuka, dan para mahluk itu akan bersuka cita. Energi bumi yang tertarik lebih kuat menuju gravitasi bulan, langit pula akan menurunkan hujan memberi mereka waktu beristirahat sejenak.Pukul tiga sore ketika Shin dan Seva datang, telah berlalu selama satu jam. Perdebatan antara mereka siapa yang memulai, semakin menambah kacau kea
Segala bentuk dalam dunia ini, memiliki waktu dan ceritanya sendiri. Tak boleh mengejek, tak boleh mencela. Semua punya masa dan porsinya. Kau mengusik, semua terusik. Berhati-hatilah! * * * Apa yang Nayanika lakukan memiliki konsekuensinya, Aiza juga faham hal itu. Namun kali ini mau tidak mau, mereka harus memaksa kembali tiga bocah itu mengakuinya. Naya meminta maaf jika elmo, Berend, dan Lara merasa terganggu dengan nyanyian itu. Namun semua karena sebuah sebab, ketiga bocah itu tidak ada ketika Aiza dan Naya mencoba memanggil mereka dengan cara yang baik. Jika kalian bisa melihat kemarahan mereka, ketiga anak itu menunjukkan wajah buruk mereka. Bagaimana mereka mati dan apa yang terjadi, padahal Seva pernah memuji mereka karena mereka manis. Memang tidak dipungkiri, ketika mereka tidak terusik wajah yang mereka tampilkan adalah bentuk yang baik dan ramah. Namun mereka sama saja seperti manusia ketika
Mengapa semua orang ingin memiliki rumah yang nyaman? Percaya atau tidak, rumah akan merekam semua kenangan sang penghuninya. Jika kau bertemu dengan beberapa orang yang pernah tinggal di sana, atau orang memiliki mata keenam. Mereka akan membantu menceritakannya pada mu, orang baru. * * * Mungkin bukan saatnya Seva mengagumi rumah ini, tapi dia seolah sangat dekat dengan semua sudut di rumah ini. Tanpa sadar tingkah Seva menarik perhatian Shin, mengenai bagaimana gadis itu bisa menjadi saudara untuk Niskala. Dia bahkan tidak pernah membahas Seva ketika dengan Niskala, dia bahkan kadang mengabaikan gadis itu ketika Kala datang untuk menemaninya mengobrol. Terutama ketika Niskala harus tinggal bersama keluarga besar, Shin tau jarak antara Niskala dan Seva terasa jauh. Seva berada di luar rumah utama, tepatnya di rumah ibu dan ayah Niskala. Kalaupun ingin bertemu keduanya kadang harus membuat rencana, tentu saja yang melibatkannya sebagai
Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert
Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.* * *Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann
Aku tidak yakin. Tentang semua hal saat ini.* * *Setelah obrolan dengan Suryakanta, Nayanika duduk di gazebo halaman belakang di subuh hari. Ngeri betul kalau ada yang melihat gadis itu sendirian. Mereka pasti akan mengatakan ada penampakan kuntilanak. Walau sebenarnya memang ada sih di pohon besar sana. Di salah satu halaman tetanggangganya.Naya sudah kenal dengan sosok wanita itu. Tetapi berkat perlindungan kakek, dia tidak bisa masuk ke sini. Makanya sesekali Naya yang mengunjunginya. Hanya saja subuh ini mereka hanya saling menyapa lewat semilir angin."Aku gak mau canggum lagi di kantor, jadi. Malam ini aku mau ngomong sama kamu Nay!""Bentar. Ngomong apaan?""Tentang ucapan kakek atau Kak Aiza." Hening sejenak, "..walau tanpa restu mereka pun. Aku akan mengatakannya sama kamu Nay. Aku jatuh suka! Jauh sebelum ini. Saat kita masih di
Jika kakak tanyakan 'apa aku baik-baik saja?'Sebenarnya aku takut. Tetapi..Selama kalian bersama ku. Sesulit apapub itu, aku akan baik-baik saja.* * *Aku terkejut, tak berani menatap matanya ataupun melihat wajahnya. Kak Aiza mengatakan hal itu, seolah selama ini dia adalah beban untukku. Padahal, akulah yang menjadi bebannya selama ini.Sejak ia bisa melihat mereka. Sedetik pun, dia tak pernah absen mencemaskan keadaan ku. Bahkan di saat untuk pertama kalinya. Kami bisa berbagi cerita dan rahasia mengenai mereka. Kak Aiza harus bergelut dengan rasa takutnya sendiri.Benar. Aku tau Ka Aiza harus menutup indra ke enamnya karena ketakutan Enah. Bahkan ketika dia harus memilikinya kembali. Hal yang paling ia cemaskan adalah perasaan Enah. Bahkan aku juga yakin, saat ini kakak juga pasti memikirkan. 'Apa Enah akan mengetahui cerita ini. Sekali lagi?'.Aku tidak tau, bagaimana car
Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat
Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga
Biarkan kebenaran yang berbicara, biarkan takdir menemukan jalannya.* * *Seperti yang Aiza katakan tempo hari, dokter mengatakan bahwa sore ini Aiza sudah dapat pulang. Masalah benturan di kepalanya tidak parah, kalaupun terasa pusing itu karena ia baru saja menjalani perawatan dan kondisi darahnya belum stabil. Tangan dan kakinya yang terluka juga sudah sembuh, bersyukurlah retakan kecil di kaki kirinya tidak parah dan gips telah membantu tulangnya untuk menempel kembali dengan sempurna. Selebihnya hanya resep dokter dan menjaga pola makan agar pasien bisa lekas sembuh serta beraktivitas seperti sebelumnya.Sampai saat ia pulang dan dijemput seperti janji sobatnya itu. Aiza masih belum menyadari sesuatu, bahkan ketika Naya bereaksi memegang lengan baju Aiza dengan erat. Lelaki jangkung itu malah berkata bahwa Naya seperti bocah yang takut hilang. Karena hal itu Naya melepaskan lengan baju Aiza dengan marah, dan memilih masuk mobil
Apa ceritanya akan kembali seperti dulu?Apa semua akan baik-baik saja?* * *"Kau tidak perlu cemas. Untuk saat ini, lebih baik begini. Kaka mu tidak perlu tau bahwa ia tidak bisa melihat makhlul-makhluk itu lagi. Mungkin dengan begini kesembuhannya akan lebih cepat."Naya melamun di depan layar laptop yang kini telah padam. Pikirannya sedang tidak berada di tempat rupannya, bahkan ketika Enah datang untuk menebus obat dan kembali, ia menyaksikan anak gadis nya melamun dengan pandangan kosong ke arah layar laptop yang mati. Wanita lima puluh tahunan berkerudung pich itu melirik Aiza yang juga sejak tadi mengamati adiknya. Kakaknya itu sudah memerhatikan tingkah adiknya sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan ketika Enah datang dan melirik dengan pandangan bertanya padanya."Kenapa adik mu?"Begitulah makna tatapan matanya. Aiza menjawab dengan mengangkat kedua pundaknya jawaban tida
Aku mempercayainya lalu aku mengikutinya, karena aku meyakininya. * * * Seperti yang sosok itu katakan, aku tidak ragu untuk menutup mataku dan melangkah terus kedepan. Tidak peduli apa nanti akan tersesat atau tidak, dia bilang 'percayalah pada apa yang engkau yakini'. Lalu aku merasa walau mata tertutup, jalan itu membentang luas dipenglihatanku. Seolah sesuatu menarik dari arah depan sana, agar terus melangkah tanpa ragu. Lalu sayup-sayup suara doa-doa menggema, makin lama semakin terdengar jelas. Lagi-lagi seperti katanya, suara yang aku kenal dan kurindukan. Enah mengaji dan berdoa memanggil namaku berulang kali, hingga cahaya itu yang teramat menyilaukan membuat mata terbuka dan kulihat langit pucat ciri khas rumah sakit. "MasyaAllah! Alhamdulillah...Aiza! Aiza, ini Enah Za.MasyaAllah,bapak! Aiza bangun Pak!" Lalu suara bapak dan Naya juga terdengar, dan begitulah sampai akhirnya aku bena