Senin yang sibuk datang lagi. Hanna tengah bercermin mencoba pakaian yang akan ia kenakan hari ini. Ia memilih memakai rok plisket putih pendek dan memadukannya dengan blouse pink transparan berenda. Rambut coklat yang indah itu, ia biarkan terurai. Sentuhan akhir lipbalm pink yang menggoda ia poles di bibir seksi itu.
Selama semalam ia menulis iklan di selebaran. Yah, Hanna mulai menyerah bekerja pada orang lain. Ia mencoba menawarkan jasa apa saja yang bisa dilakukannya. Entah itu bersih-bersih, mengantar barang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan jasa.
Ia masukkan lembaran kertas itu kedalam tas besar. Sebelum pergi Hanna menyempatkan mengganggu Nyonya Mery yang sedang asik mengganti gorden jendela.
”Booo!” Hanna dengan sengaja mengusili Nyonya Mery.
”Haah!" Sontak Nyonya Mery berteriak kaget hampir terjatuh.
”Hannaa.... Dasar gadis nakal. Jika ibu terkena serangan jantung bagaimana?” Hardik Nyonya Mery sembari menggetok kepala Hanna.
”Aww,” Hanna meringis. ”Ibu, aku akan keluar. Doakan aku ya Bu semoga hari ini adalah keberuntunganku.”
”Mencari pekerjaan baru lagi ya? Kau masih belum menyerah. Menikah sajalah dengan George dengan begitu kau tak perlu bekerja lagi.” Ujar Nyonya Mery.
”Sudah kukatakan aku belum mau menikah, Bu. Kalau begitu aku berangkat dulu ya bu.” Balas Hanna sembari mengambil sepatu kets putih dari rak sepatu.
Cuaca pagi ini sangat cerah. Hanna menempelkan setiap selebaran di tembok bangunan dan di tiang listrik yang ia temui di sepanjang jalan. Seorang pria mengikuti Hanna diam-diam. Dengan perlahan ia mendekati Hanna yang sibuk memasang iklan di tembok. Dan sedetik kemudian pria itu merangkul Hanna dari belakang yang membuat Hanna berteriak. Sekejap kemudian Hanna membalikkan badannya dan menampar wajah pria itu.
”Aww..Hanna ini aku, Sean. Aduh wajahku sakit sekali.” Rupanya pria itu Sean mantan Hanna.
Sean memegangi pipinya yang merah. Telapak tangan Hanna tergambar jelas di kulit putih itu.
”Sean? Huh! Rasakan sendiri. Beraninya memeluk tanpa izin. Apa kau mengikutiku kesini? Ini tidak mungkin kebetulan.” Hanna mengernyitkan alisnya.
Sean selangkah mendekati Hanna. ”Hanna, aku merindukanmu. Aku tidak bisa tanpamu. Ku mohon mari kita ulangi lagi kisah kita.” Ungkap Sean.
Hanna melipat kedua tangannya di depan dada. Ia memalingkan wajah indah itu ke jalanan. Mengamati setiap kendaraan yang melintas.
”No way! Rasa cintaku sudah hilang tuh. Kau cari saja wanita lain. Aku sudah memiliki pacar baru.” Hanna menjawab Sean dengan datar.
Sean berlutut dengan menangkupkan tangan. Pelupuk matanya penuh dengan air yang siap membanjiri pipinya.
”Aku sangat mencintaimu, Hanna. Beri aku kesempatan. Aku bahkan tidak tahu apa kesalahanku. Kau tiba-tiba mengatakan putus. Itu membuatku frustrasi.”
Hanna melirik Sean. Ia mulai merasa malu di perhatikan orang-orang yang melintas. Ia menendang pelan paha Sean.
”Kau membuatku merasa malu. Berdirilah Sean.” Suara Hanna sedikit meninggi.
Sean menggeleng kepala. ”Tidak mau. Sebelum kau menerimaku kembali aku akan tetap seperti ini.”
Bola mata coklat Hanna membesar. ”Baiklah. Kau berlutut saja disana selamanya. Toh, aku tidak peduli.” Hanna melangkah pergi meninggalkan Sean.
Namun, Sean pria yang teguh. Secepat kilat ia menangkap kaki Hanna dan merangkulnya erat-erat. Hanna merasa risih dengan tindakan Sean, berusaha melepaskan diri. Mereka menjadi pusat perhatian. Ada yang tertawa menyaksikan adegan itu, tak sedikit pula yang merasa kasihan pada Sean.
Di seberang jalan itu, Will Greyson sedang memperhatikan Hanna dan Sean yang sedang tarik ulur dari balik jendela kaca. Will tersenyum miring menikmati pertunjukan itu.
”Apa itu menarik?” tanya Kimberley yang duduk di hadapan Will.
Will melirik Kimberley. ”Ya, sedikit menghibur. Aku hanya merasa kasihan saja pada pria itu. Ia menjatuhkan harga diri seorang pria. Dan si wanita itu sangat tidak memiliki empati. Benar-benar bukan sifat seorang wanita.” Will memaparkan dengan rinci yang ia saksikan barusan.
Bibir Kimberley melengkung hingga membentuk garis di sudut. ”Lalu, bagaimana dengan ku? Coba ceritakan aku gadis seperti apa?” Kimberley hanya ingin tahu, siapa dirinya di hati Will.
Will terdiam sejenak. Ia ragu mengungkapkannya. Sebenarnya ia ingin menyatakan rasa yang ada di hati. Tapi, ia mengurung niatnya dalam-dalam. Philophobia yang dideritanya selama ini seakan mengikat Will. Ia takut mengalami penolakan lagi seperti dulu saat ibunya menolak Will.
”Kau wanita yang anggun.” Balas Will singkat dengan sedikit senyuman.
Kimberley yang mendengar itu merasa bahagia. Ia tanpa ragu meraih tangan Will.
”Terima kasih.” Ucap Kimberley.
Will merasa panik. Bulir-bulir air asin keluar dari setiap pori-pori kulitnya. Jantungnya mulai berdetak cepat yang membuatnya merasa sesak. Will segera menarik tangannya dari Kimberley. Sebenarnya Will tidak suka bersentuhan dengan lawan jenis. Itu memicu philophobia-nya. Kimberley tidak mengetahui Will menderita philophobia.
Kimberley terkejut dengan tindakan Will. Ia merasa Will tidak menyukainya. Melihat Will yang semakin kesulitan bernapas, Kimberley mendekati Will.
”Will, kau baik-baik saja? Apa kau sakit?” Tanya Kimberley cemas.
Will mengangkat tangan kanannya dan memberikan isyarat pada Kimberley untuk menjauh. Kimberley menurut saja. Wajah Will semakin terlihat pucat. Ia segera bangkit berdiri dan keluar restoran mencari udara segar.
Will setengah membungkuk menopang tubuhnya dengan kedua tangan yang bertumpu di paha. Ia terlihat sangat kesakitan.
Hanna berhasil melepaskan diri dari cengkraman sean. Ia berlari ke seberang menghindari Sean.
”Hanna, tunggu aku. Jangan tinggalkan aku Hanna.” Sean memanggil Hanna dengan suara keras sambil menyusul Hanna.
Sesekali Hanna menoleh kebelakang memastikan Sean tetap disana. Namun sial ia malah menabrak Will Greyson. Hingga Hanna jatuh mendarat di atas Will. Hanna terhenyak melihat wajah tampan Will. Ditambah dengan bola mata yang berwarna biru seperti sedalam samudera. Sudah jelas Hanna pasti terpesona.
Kelopak mata Will berkedip berkali-kali. Ada yang aneh. Seketika rasa sesak dan kecemasan Will menghilang. Hanna segera berdiri. Ia segera mengutip selebarannya yang berserakan.
”Maaf, aku tidak sengaja menabrakmu. aku sedang terburu-buru.” Hanna kembali berlari.
Will masih terpaku dengan hal yang ia alami. Pertama kali dalam hidupnya ia merasa tenang. Biasanya Will mengalami kepanikan yang parah bila kontak fisik dengan wanita. Tapi, saat Hanna menyentuhnya tadi justru rasa sesak Will hilang. Will melihat kebawah. Ada beberapa selebaran milik Hanna tertinggal.
Will memungut kertas itu. Ia tersenyum membaca iklan Hanna.
”Jadi namanya Hanna.” Kemudian Will melipat kertas itu dan menyimpannya dalam saku celana.
”Will, kau baik-baik saja? Aku sangat mengkhawatirkanmu. Kau terlihat kurang sehat?” Kimberley menyusul Will. ”Aku tidak apa-apa Kim. Makan siang hari ini kita batalkan saja ya.” Will melirik Kimberley. Bibir Kimberley melengkung kebawah. Ia merasa kecewa. Padahal dari semalam ia sudah membayangkan hari ini ia dan Will berlovey dovey. Yah, apa mau dikata Will sudah bilang batal ya batal. Bahkan Kimberley pun tidak bisa berbuat apa-apa. ”Ya, kita masih bisa atur ulang besok atau lusa. Kau mau pulang? Biar aku antar.” Tawar Kimberley. Will tersenyum. Sejenak ia menepuk-nepuk lengannya yang kotor terkena pasir saat terjatuh tadi. ”Kau yang terbaik. Aku bisa pulang sendiri. Kau tidak marah, kan?” ”Enggak kok.” Kimberley melirik siku tangan Will yang lecet. ”Tanganmu tergores. Mari aku bersihkan lukanya.” Bibir Will mengembang. ”Ini bukan apa-apa. Aku
Hanna secepat kilat berlari meninggalkan Will yang tengah bergelut dengan rasa perih yang menyayat di bawah sana. Sampai terbungkuk-bungkuk Will mengerang jerit kesakitan.”Aku akan membalasmu gadis gila!” Pekik Will, tangannya mengepal keras buku-buku jarinya. ”Mimpi apa aku semalam, harus mengalami kesialan ini.” Will menggerutu.Hanna tidak menggubris ancaman Will. Ia teruskan berlari, tangannya memeluk erat-erat kertas selebaran agar tetap pada tempatnya. Sesaat kemudian, ia menghentikan langkahnya di bawah pohon besar. Ia hempaskan dengan kasar bokongnya ke atas kursi, yang ada di samping pohon itu. Kaki yang lelah berlari itu, ia luruskan ke depan.Sejenak ia beristirahat di bawah pohon itu. Napasnya masih tersengal-sengal. Tiba-tiba ia terusik dengan suara bunyi dering ponselnya. Dengan malas ia ambil ponsel itu dari dalam tas.”George.” Batin Ha
Sore itu, Will Greyson mengunjungi dokter George, psikolog yang selama ini melakukan terapis pada Will. Pria manis itu duduk di depan Will. Ia memegang selembar kertas di tangannya. Alisnya yang tebal itu sedikit naik, aura bahagia terpancar dari wajah tirus itu.”Kulihat, kau sedikit mengalami perubahan. Emosi dan kecemasanmu sedikit terkontrol. Aku jadi penasaran dengan gadis itu.” Ujar George sembari meletakkan kertas itu di atas meja.Will yang sedari tadi duduk bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan dada, mengubah posisi duduknya. Raut wajahnya berubah masam. Ia masih memendam rasa kesalnya kepada Hanna.”Dia itu gadis tergila yang pernah kutemui. Sangat kuat seperti pria saja. Sedikit pun tidak anggun seperti Kimberley. Tapi, kau tahu sekalipun ia gadis yang bar-bar, ada pria yang berlutut mengemis cinta padanya.” Will bangkit berdiri, berjalan menuju jendela.Ia perhatikan sejenak pemandangan di luar. Pandangan Ge
'Will, pada akhirnya kau menjatuhkan harga dirimu, demi kimberley.' Ucap Will pada diri sendiri.Kemudian ia mengambil ponselnya dan menekan nomor yang tertera di kertas itu. Will menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Beberapa detik kemudian, panggilan itu tersambung.Hanna yang tengah menyantap barbeque-nya terusik dengan dering ponselnya. Ia menyipitkan mata bulat itu ketika melihat nomor tidak di kenal menghubunginya. Dengan malas ia menjawab panggilan itu.”Ya, halo. Hanna di sini.” Suara Hanna terdengar kurang jelas sebab mulutnya masih penuh dengan barbeque.[ Hai gadis gila. Apa kau mengingat aku? ]Sesaat mulut Hanna berhenti mengunyah. Ia tengah mengingat suara si penelepon itu. Ketika ia menyadari suara itu milik Will Greyson, Hanna membelalakkan mata dan tersedak. George segera berdiri dan menyodorkan air mineral. Hanna mengangkat tangannya, memberikan isyarat kepada George untuk tetap di kursin
Semalam Hanna tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya dipenuhi dengan tawaran pekerjaan Will. Kadang keningnya mengkerut dan kadang juga alisnya terangkat. Tak perlu dijelaskan, ia pasti sedang mengalami kesulitan dalam mengatasi pikiran anehnya itu. Ia melirik jam yang berdiri tegak di atas meja riasnya, sudah pukul 10 pagi. Terdengar suara gemeretak ketika jarinya mengetuk meja. 'Apa salahnya mencoba. Mungkin ia serius.' Ia berbicara dengan dirinya sendiri. Saat Hanna keluar dari peraduannya, ia mendapati ibunya tidak ada di rumah. Nyonya Mery sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali. Lalu ia mengambil tas selempang pink-nya dari sofa depan. Setelah menyandang tasnya itu, Hanna pergi keluar. Kunci rumah itu, ia sembunyikan di bawah pot bunga yang berada di dekat pintu. Sebab kuncinya hanya ada satu, jadi kalau ibunya pulang bisa masuk ke rumah tanpa harus menunggu Hanna. Ia berjalan keluar gang, sesampainya di jalan besar Hanna menunggu bus
”What????” Hanna membelalakkan matanya.Hampir semenit mereka berdua hening. Bola mata Hanna membara. Ucapan Will membuat tekanan darah Hanna naik, hingga sedikit terasa menegang di punuknya. Saat ini Hanna ingin sekali meloncati meja itu dan menghajar Will."Apa tadi kau menghabiskan sarapanmu?" Tanya Hanna dengan wajah kesal.Will mengernyitkan dahinya, "Hmm, tidak. Aku hanya minum jus wortel dan tomat saja. Mengapa?"Sudut bibir Hanna naik sebelah, "Pantas saja otakmu tidak bekerja dengan baik. Terapi sentuhan katamu?" Hanna memalingkan wajahnya ke luar kaca, "Cih! Dasar pria mesum gila. Hampir saja aku mempercayai omonganmu. Aku memang membutuhkan pekerjaan tapi tidak jika itu harus memberi kau sentuhan. Maaf aku tidak mau. Kau cari saja wanita lain. Di luar sana banyak tuh yang menjajakan di pinggir jalan, kau ambil saja mereka. Aku masih memiliki harga diri." Hanna menolak mentah-mentah tawaran Will. Raut wajahnya terlihat serius d
Saat Will sedang mengintai, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Detik itu juga Will hampir berteriak karena kaget. Rupanya itu adalah Sean yang hendak berkunjung ke rumah Hanna.”Hei! Jika orang lain yang melihatmu, pasti mereka mengira kau adalah pencuri yang sedang mengintai calon korbanmu.” Sean mengikuti arah pandangan Will.Sean membelalakkan matanya dengan mulut terbuka lebar. Gadis yang dicintainya ada di depan sana dan Will sedang mengintainya. Sontak itu membuat Sean menjadi berang.”Dasar mesum. Kau sedang mengintip kekasihku.” Sean menarik kerah baju Will yang membuat Will menengadah.Begitu melihat rupa Will yang tersembunyi di bawah topinya, Sean menjadi salah tingkah. Ia mengenali Will Greyson. Tentu saja, siapa sih yang tidak mengenal seorang Will. Penyanyi yang hilir mudik di semua siaran televisi juga konsernya yang selalu sukses. Sebenarnya Sean salah satu penikmat lagu Will. Hanya Hanna saja yang kurang
”Spontanitas? Jadi maksudmu kau risih bila aku memelukmu?””Tidak. Bukan itu maksudku.””Lalu apa? Kau tahu itu melukai perasaanku. Kau mendorongku seolah-olah aku ini semacam kotoran saja.” Kimberley membuang pandangannya ke sudut ruangan.Will menghela napas, ia merasa bersalah telah mendorong gadis manja itu. Ia tahu betul, jika Kimberley tidak mau menatap wajahnya artinya gadis itu sangat membencinya. Tidak ada pilihan lain bagi Will. Meminta maaf pun, toh gadis itu tidak akan menolerir penyesalan Will.'Mungkin ini sudah saatnya aku memberitahu tentang phobiaku.' Will bergumam.Will berjalan mendekati tempat duduk Kimberley dan duduk di sampingnya.”Kim, sebenarnya..” Will terdiam sejenak, ia masih ragu untuk mengungkapkan penyakitnya. ”Kau tahu kan, sejak kecil aku beg
”Bukankah kau merindukan ibumu? Dia sudah datang, bahkan mengakui kesalahannya. Bagaimanapun, dia masih ibumu. Hubungan darah tidak bisa diputus. Saat aku berbicara dengannya tadi, aku melihat ketulusan dalam sorot matanya. Dia juga sedih, tapi dia menyembunyikan perasaannya dalam senyuman yang dia berikan padaku tadi. Cobalah untuk berdamai dengan masa lalumu, Will. Aku tahu, aku tidak berhak mengatakan ini, tapi aku juga tahu— kau juga sama tersiksanya dengan ibumu. Lantas, mengapa kau harus mempersulit diri?”Will melirik Hanna, sorot matanya tampak berkaca-kaca. ”Aku ... aku tidak tahu harus bagaimana. Dia tiba-tiba datang di saat aku sudah melupakannya, mengapa dia harus kembali? Jika ingin pergi, seharusnya jangan datang lagi.”Tangisan Will pecah. Tentang Rose adalah hal yang paling menyakitkan dalam hidup Will. Jika saja Rose kembali saat Will masih kecil, mungkin saja ia akan memaafkan segala perbuatan Rose. ”Aku mengerti perasaanmu, tapi dia tetap ibumu. Aku yakin dia juga
”Kim, aku–” Will terdiam. ”Tubuhku masih terasa sakit. Aku ingin istirahat. Bisakah …””Huh! Aku tahu kau cuma ingin menghindar. Tetapi, aku tidak akan memaksa. Lagipula aku juga ada urusan. Istirahatlah.””Terima kasih, Kim.”Kimberley pergi dengan perasaaan hampir marah. Ia menutup pintu dengan suara yang sedikit keras. Sedangkan Will Greyson, ia menatap pintu itu. Kali ini, ia tidak merasakan apa-apa, dan itu mengganggu pikirannya. Kimberley adalah gadis yang ia sukai sejak lama, dan perasaan itu seolah tidak bersisa sedikit pun di dalam hatinya.Lagi-lagi ia memikirkan Hanna dan Will menjadi kesal ketika ia membayangkan Hanna dan George bersama. Will cukup sadar bahwa dirinya yang sekarang tidak lagi dirinya yang dulu.'Aku tidak menyukai Hanna.'Meskipun Will sudah menyangkal itu, tetap saja ia masih kesal.Hanna tiba di rumah sakit terlambat. Dia merasa bersalah telah membuat anak-anak itu menunggunya. Namun, ketika ia mendapati George menunggunya di depan, Hanna menjadi lega.”
”Dasar pria aneh.” Hanna bergegas menutup pintu. ”Sikapnya itu semakin menjadi-jadi. Ah, sudahlah. Aku harus bergegas pergi, jika tidak nanti tuan acara akan marah.”Saat Hanna kembali ke ruang makan, tidak ada ibunya di sana. Hanna mencari Nyonya Mery di setiap ruangan sembari memakan anggur yang baru saja dia comot dari meja makan.”Ibu! Ibu di mana?””Di sini! Aku di halaman belakang!” sahut Nyonya Mery dengan suara keras.Segera Hanna beranjak ke halaman belakang. Di sana, Nyonya Mery tengah menggunting daun-daun bunga yang kering. Juga merapikan beberapa tanamanan anggrek dan mawar.”Lihatlah anak nakal ini. Bunga-bunga ini seharusnya kau perhatikan. Aduh! Anggrek yang malang. Tuanmu sakit dan tid
Sejak kecelakaan, Will tidak serewel dulu. Kini ia lebih banyak diam dan sangat penurut. Mungkin efek kepalanya yang terbentur keras. Baguslah. Hanna mendorong kursi roda ke luar ruangan. Mereka menuju lobby untuk menemui Ryan. Ketika mereka tiba di sana, Ryan dengan sigap memapah Will naik ke mobil. ”Aku senang kau sudah lebih baik sekarang,” kata Ryan penuh antusias. Will melirik sekilas ke arah Ryan dan menyahut, ”hmm.” Di dalam mobil yang dikemudikan Ryan, Will diam seribu bahasa memandang jalanan melalui jendela mobil. Untuk mencairkan suasana, Ryan menyalahkan radio. Berita tentang kepulangan Will terdengar dari radio. Seketika Will Greyson melirik tajam Ryan melalui kaca kecil yang menggantung di depan. Mata mereka bertemu. Walau hanya melalui tatapan, tetapi Ryan paham dengan maksud Will. Ryan segera mematikan benda kecil berisik i
”Tidak ada namanya. Aneh. Belakangan ini banyak sekali paket untuk Will tapi tak ada pengirimannya. Hmm, bisa saja itu dari penggemarnya,” gumam Hanna sembari meletakkan buket bunga di atas meja. Pintu kamar tetiba diketuk dari luar. Seorang pria tampan masuk sambil membawa buket bunga. Ia mematung di ambang pintu saat tatapannya bertemu dengan mata Hanna. Ada rindu yang terpendam dari setiap cahaya yang terpancar dari matanya. ”George?” ”Hai, emm… aku ingin menjenguk Will. Tadi aku melihat berita Will di televisi. Bagaimana kondisinya sekarang?” George melangkah lebih dekat dengan Hanna hingga jarak yang tersisa hanya satu meter saja. ”Seperti yang kau lihat dia masih terbaring. Belum sadar.” Mereka berdua terlihat canggung. Tentu saja. Siapa pun pas
”Ia masih belum sadar. Saat ini Will masih mengalami trauma di bagian kepalanya. Dan kemungkinan ia tidak akan bangun beberapa hari ini.” ”Apa? Will—” ujar Hanna lirih, ”tapi, Will bisa sehat kembali kan, dok?” ”ya, semoga saja ia bisa melewati masa kritisnya. Kalau begitu saya permisi dulu.” Ryan tiba-tiba berbicara, ”aku akan mengurus administrasinya, Hanna kau jenguklah Will.” Hanna mengangguk sambil berkata, ”hmm, terima kasih Ryan.” Tiga puluh menit kemudian, beberapa perawat keluar dari ruang operasi sambil mendorong ranjang tempat Will terbaring. Pria itu belum sadar, ia masih terpejam. Beberapa selang terpasang di hidung dan mulutnya. Juga di lehernya dipasang alat penyangga. Kimberley tersedu-sedu sambil menyerukan nama Will Greyson.
”Mobil Will Greyson terperosok ke dalam jurang. Saat ini beberapa petugas polisi sudah turun ke bawah dan berusaha menyelamatkan Will yang sudah tak sadarkan diri. Situasi di sini juga ramai dari kerumunan orang-orang yang penasaran. Saya Gracia Belle melaporkan dari tempat kejadian.”Berita tentang kecelakaan Will wara-wiri di seluruh saluran televisi. Sendok yang sedari tadi Hanna pegang berdentang di atas piring. Berita itu berhasil membuatnya bergeming.”Will—” ucapnya dengan lirih.Tetiba ponsel Hanna berdering. Nomor asing terpampang di layar ponselnya. Hanna sempat ragu untuk menjawab, tapi bisa saja itu kabar tentang Will.[”Ya, halo.””Aku Ryan manajernya Will. Hmm, Will kec
”Kau—” Hanna tertegun melihat sosok wanita yang di hadapannya, lalu ia menimpali, ”Ya, mungkin karena aku tidak bermulut tajam seperti dirimu. Apa di rumahmu tidak ada jam? Ini masih pukul 7 pagi dan kau sudah bertamu ke rumah orang lain dengan penampilan seperti itu,” Hanna menggeleng-geleng kepala melihat Kimberley yang lebih terlihat seperti menghadiri pesta. Untuk apa Kimberley bertamu sepagi ini dan sudah bermulut jahat kepada Hanna. Seketika Kimberley menggigit bibirnya, ia begitu kesal dengan Hanna. Tidak pernah ia dibuat tak berkutik seperti ini. Namun, Kimberley tetap menunjukkan keangkuhannya dan bersikap bak putri raja menyelonong masuk sambil mengangkat dagunya . ”Will tidak ada di rumah.” ”Aku tahu. Aku datang kesini untuk menemui dirimu, bukan Will,” sahut Kimberley ketus.
”Aku tahu, kau ingin melakukan sesuatu yang licik dan kotor terhadapku, kan?” Hanna menyipitkan matanya.Will gelagapan lalu berkilah, ”bukan. Kau dan hayalanmu terlalu liar. Ah, sudahlah. Aku sudah ngantuk, kita pulang saja.”Dengan tergesa-gesa Will masuk ke dalam mobil. Apa yang kau pikirkan,Will? Kau tertangkap basah. Kini Will hanya perlu bermuka tebal, walaupun ia sangat canggung. Sedikit lagi bibirnya akan merasakan bibir Hanna. Benar-benar memalukan.Perasaan aneh dan penuh ketegangan menyelimuti keduanya. Hanna tidak hentinya berpikir kalau Will akan menciumnya. Sedangkan Will mengutuki dirinya yang begitu ceroboh menyosor bibir orang lain. Tidak bisa dibiarkan. Benar, pria harus punya harga diri.Saat mereka tiba di rumah, sebuah kotak kecil ber