Sore itu, Will Greyson mengunjungi dokter George, psikolog yang selama ini melakukan terapis pada Will. Pria manis itu duduk di depan Will. Ia memegang selembar kertas di tangannya. Alisnya yang tebal itu sedikit naik, aura bahagia terpancar dari wajah tirus itu.
”Kulihat, kau sedikit mengalami perubahan. Emosi dan kecemasanmu sedikit terkontrol. Aku jadi penasaran dengan gadis itu.” Ujar George sembari meletakkan kertas itu di atas meja.
Will yang sedari tadi duduk bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan dada, mengubah posisi duduknya. Raut wajahnya berubah masam. Ia masih memendam rasa kesalnya kepada Hanna.
”Dia itu gadis tergila yang pernah kutemui. Sangat kuat seperti pria saja. Sedikit pun tidak anggun seperti Kimberley. Tapi, kau tahu sekalipun ia gadis yang bar-bar, ada pria yang berlutut mengemis cinta padanya.” Will bangkit berdiri, berjalan menuju jendela.
Ia perhatikan sejenak pemandangan di luar. Pandangan George mengikuti kemana Will pergi. Lalu, Will membalikkan badannya dan bersandar di sana.
”Bagaimana bisa ia menggilai wanita itu.” Will menggeleng kepala.
George tertawa renyah mendengar cerita Will. Sedetik kemudian, keningnya berkerut. Jelas sekali ia sedang memikirkan sesuatu.
”Bagaimana jika wanita itu menjadi terapis untukmu? Mengingat, dia tidak membuatmu bereaksi terhadap phobia-mu.”
”What? Kau bercanda. Aku tidak ingin bertemu dengan gadis gila itu lagi. Apalagi menjadi terapis untukku. No way! Cukup dalam mimpimu saja.” Will menyanggah semua ucapan George.
Dokter muda itu tersenyum mendengar perkataan Will. Ia tahu betul, Will seorang yang keras kepala dan susah di ajak kompromi. Namun, George bukan tipe pria yang gampang menyerah dalam menghadapi Will. Ia masih mengingat saat pertama kali Will datang berkonsultasi kepadanya.
Pria angkuh itu datang dalam keadaan yang kacau. Ia masih mengingat jelas kebencian Will kepada Ibunya dan Ayahnya. Namun, ia paling menderita ketika Ayahnya meninggal. Dalam setiap waktu, Will selalu mengutuki Ibunya itu.
”Bukankah tujuanmu melakukan terapi selama ini, untuk mendekati Kimberley? Lalu, mengapa sekarang kau menolak? Aku tidak sembarang bicara.”
Will diam saja di sana mendengar ucapan George. Ia agak malas untuk menanggapi George. Lalu George memutar kursinya mengarah Will.
”Bagaimana kau bisa mendekati Kimberley, untuk mengalahkan ketakutanmu saja kau tidak mampu. Kemarilah, duduk di sini. Ceritakan semua padaku perasaanmu saat kontak fisik dengan gadis itu. Aku akan mengevaluasi kembali. Apakah ini pilihan yang tepat atau bukan.” George menunjuk kursi yang ada di depannya.
Will menurut saja dengan ucapan George. Ia duduk sambil melipat tangan dan menyilang kaki.
”Itu tidak disengaja. Terjadi begitu saja. Kimberley tidak mengetahui aku yang mengidap philophobia, jadi bukan salahnya jika ia menyentuhku. Tapi, saat gadis itu jatuh di atas tubuhku, aku merasa tenang. Sesak yang tadinya menghimpit, terasa lega.”
George menyimak setiap perkataan Will. Sesekali ia mengangguk. ”Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?”
”Ada beberapa penggemar yang mendekati. Kau tahu, satu wanita saja aku sudah sesak luar biasa. Entah mengapa, gadis itu tidak membuat aku merasa panik tapi terasa nyaman. Hanya saja, dia gadis yang kasar. Aku tidak suka itu.”
Will mengakhiri ceritanya, kemudian ia menghabiskan teh yang ada di meja itu. Tenggorokannya terasa kering setelah bercerita panjang lebar kepada George.
”Aku mengerti, sepertinya gadis itu memberikan dampak yang bagus untuk mu. Jadi, cobalah untuk tetap berhubungan dengannya. Berteman saja dengan dia. Ini cara terbaik untuk terapi mu. Buang pikiran negatif, kau harus optimis untuk sembuh.”
Hanna duduk di depan televisi, tangannya sibuk memencet tombol remote. Tak satu pun menarik perhatiannya. Sesekali ia melirik jam, sudah 30 menit ia menunggu George menjemputnya. Namun, pria itu belum juga muncul. Hanna mulai kesal. Menunggu adalah hal yang paling ia benci.
Perhatiannya tertuju pada layar yang ada dihadapannya. Keningnya sedikit mengkerut. Ia mengenali pria dalam televisi itu. Kemudian ia tersenyum sinis.
”Bukankah itu si mesum? Huh! Ternyata dia seorang penyanyi. Pantas saja dia berlagak sok hebat.”
Video Will saat menolak penggemarnya di tayangkan di siaran gosip. Mereka menjadikan itu sebagai senjata untuk menjatuhkan pamor Will. Bahkan sebulan yang lalu pun Will di gosipkan sebagai seorang guy. Sebab ia tidak pernah terlihat berkencan dan mendekati para gadis.
”Aish, ternyata ia pria yang angkuh. Seharusnya ia menyapa penggemarnya itu. Dasar penyanyi mesum sok hebat.” Hanna meletakkan keripik kentangnya itu ke atas meja, begitu mendengar ketukan dari pintu.
George berdiri di sana, ia terlihat tampan dengan kaus hitam dan celana jeans senada dengan kausnya. Sebuah senyuman terukir di wajah itu.
”Maaf, aku baru datang. Tadi ada pasien yang mengunjungi aku, jadi aku harus melayani nya terlebih dahulu. Kau tidak marah kan?”
”Hampir saja aku memutuskanmu.” Nada bicara Hanna sedikit ketus.
George tertawa mendengar perkataan gadis itu. Bagi George, Hanna adalah belahan jiwanya. Meskipun Hanna sering mengacuhkannya dan sedikit jutek, ia tidak peduli itu. Benar kata orang, cinta itu buta. Yah, paling tidak itu berlaku pada George dan para mantan Hanna yang lainnya.
”kau mau makan apa?” Tanya George tanpa menoleh. Perhatiannya fokus ke jalan.
”Hmm, barbeque. Sky restoran menyajikan barbeque terlezat di kota ini. Kita dinner di sana ya.” Balas Hanna dengan tatapan yang berbinar melihat George.
”Baiklah, kau bosnya.”
Setelah dua puluh menit, mereka tiba di restoran itu. George memarkirkan mobilnya di halaman depan. Hanna yang sudah kelaparan itu, meninggalkan George di belakang.
”Hei, tunggu aku Hanna.” Teriak George sembari menyusul Hanna.
”Hari ini aku begitu sial. Tadi aku bertemu dengan seorang pria mesum.” Hanna sibuk membalikkan potongan daging itu agar tidak gosong. ”Tapi, aku puas sudah menghajarnya.” Suara tawa Hanna mengundang perhatian pengunjung yang lain.
George yang sedari tadi memperhatikan Hanna, menanggapi ucapan kekasihnya itu. ”Apakah dia menyakitimu?”
”George, aku tidak mudah di taklukkan. Justru dia yang menderita.” Jawab Hanna bangga.
Hanna menceritakan semua pengalaman siang tadi. George menyimak setiap perkataan Hanna. Terkadang George tertawa dengan candaan garing Hanna.
Jauh dari sky restoran, Will tengah duduk di halaman belakang rumahnya. Ia menikmati pemandangan tanaman anggrek dan mawar yang sedang bermekaran. Dulu demi menghibur hatinya yang terluka, ia akan selalu berada di sana menyibukkan diri dengan menanam bunga. Kini, ia tinggal menikmati jerih payahnya itu. Bunga-bunga itu tumbuh dengan baik dan rimbun.
Di kursi putih itu Will terduduk, tangan kirinya memegang foto Kimberley dan yang satu lagi menggenggam kertas iklan milik Hanna. Pikirannya masih bergelut dengan egonya. Dalam hati kecilnya ia ingin sembuh, sementara logikanya mengekang. Ia enggan berurusan dengan gadis yang sudah menghajarnya habis-habisan.
Sedetik kemudian ia menertawakan keputusan gilanya. Setelah bertarung mati-matian dengan logikanya, ia memutuskan untuk mencoba saran dokter George.
'Will, pada akhirnya kau menjatuhkan harga dirimu, demi kimberley.' Ucap Will pada diri sendiri.Kemudian ia mengambil ponselnya dan menekan nomor yang tertera di kertas itu. Will menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Beberapa detik kemudian, panggilan itu tersambung.Hanna yang tengah menyantap barbeque-nya terusik dengan dering ponselnya. Ia menyipitkan mata bulat itu ketika melihat nomor tidak di kenal menghubunginya. Dengan malas ia menjawab panggilan itu.”Ya, halo. Hanna di sini.” Suara Hanna terdengar kurang jelas sebab mulutnya masih penuh dengan barbeque.[ Hai gadis gila. Apa kau mengingat aku? ]Sesaat mulut Hanna berhenti mengunyah. Ia tengah mengingat suara si penelepon itu. Ketika ia menyadari suara itu milik Will Greyson, Hanna membelalakkan mata dan tersedak. George segera berdiri dan menyodorkan air mineral. Hanna mengangkat tangannya, memberikan isyarat kepada George untuk tetap di kursin
Semalam Hanna tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya dipenuhi dengan tawaran pekerjaan Will. Kadang keningnya mengkerut dan kadang juga alisnya terangkat. Tak perlu dijelaskan, ia pasti sedang mengalami kesulitan dalam mengatasi pikiran anehnya itu. Ia melirik jam yang berdiri tegak di atas meja riasnya, sudah pukul 10 pagi. Terdengar suara gemeretak ketika jarinya mengetuk meja. 'Apa salahnya mencoba. Mungkin ia serius.' Ia berbicara dengan dirinya sendiri. Saat Hanna keluar dari peraduannya, ia mendapati ibunya tidak ada di rumah. Nyonya Mery sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali. Lalu ia mengambil tas selempang pink-nya dari sofa depan. Setelah menyandang tasnya itu, Hanna pergi keluar. Kunci rumah itu, ia sembunyikan di bawah pot bunga yang berada di dekat pintu. Sebab kuncinya hanya ada satu, jadi kalau ibunya pulang bisa masuk ke rumah tanpa harus menunggu Hanna. Ia berjalan keluar gang, sesampainya di jalan besar Hanna menunggu bus
”What????” Hanna membelalakkan matanya.Hampir semenit mereka berdua hening. Bola mata Hanna membara. Ucapan Will membuat tekanan darah Hanna naik, hingga sedikit terasa menegang di punuknya. Saat ini Hanna ingin sekali meloncati meja itu dan menghajar Will."Apa tadi kau menghabiskan sarapanmu?" Tanya Hanna dengan wajah kesal.Will mengernyitkan dahinya, "Hmm, tidak. Aku hanya minum jus wortel dan tomat saja. Mengapa?"Sudut bibir Hanna naik sebelah, "Pantas saja otakmu tidak bekerja dengan baik. Terapi sentuhan katamu?" Hanna memalingkan wajahnya ke luar kaca, "Cih! Dasar pria mesum gila. Hampir saja aku mempercayai omonganmu. Aku memang membutuhkan pekerjaan tapi tidak jika itu harus memberi kau sentuhan. Maaf aku tidak mau. Kau cari saja wanita lain. Di luar sana banyak tuh yang menjajakan di pinggir jalan, kau ambil saja mereka. Aku masih memiliki harga diri." Hanna menolak mentah-mentah tawaran Will. Raut wajahnya terlihat serius d
Saat Will sedang mengintai, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Detik itu juga Will hampir berteriak karena kaget. Rupanya itu adalah Sean yang hendak berkunjung ke rumah Hanna.”Hei! Jika orang lain yang melihatmu, pasti mereka mengira kau adalah pencuri yang sedang mengintai calon korbanmu.” Sean mengikuti arah pandangan Will.Sean membelalakkan matanya dengan mulut terbuka lebar. Gadis yang dicintainya ada di depan sana dan Will sedang mengintainya. Sontak itu membuat Sean menjadi berang.”Dasar mesum. Kau sedang mengintip kekasihku.” Sean menarik kerah baju Will yang membuat Will menengadah.Begitu melihat rupa Will yang tersembunyi di bawah topinya, Sean menjadi salah tingkah. Ia mengenali Will Greyson. Tentu saja, siapa sih yang tidak mengenal seorang Will. Penyanyi yang hilir mudik di semua siaran televisi juga konsernya yang selalu sukses. Sebenarnya Sean salah satu penikmat lagu Will. Hanya Hanna saja yang kurang
”Spontanitas? Jadi maksudmu kau risih bila aku memelukmu?””Tidak. Bukan itu maksudku.””Lalu apa? Kau tahu itu melukai perasaanku. Kau mendorongku seolah-olah aku ini semacam kotoran saja.” Kimberley membuang pandangannya ke sudut ruangan.Will menghela napas, ia merasa bersalah telah mendorong gadis manja itu. Ia tahu betul, jika Kimberley tidak mau menatap wajahnya artinya gadis itu sangat membencinya. Tidak ada pilihan lain bagi Will. Meminta maaf pun, toh gadis itu tidak akan menolerir penyesalan Will.'Mungkin ini sudah saatnya aku memberitahu tentang phobiaku.' Will bergumam.Will berjalan mendekati tempat duduk Kimberley dan duduk di sampingnya.”Kim, sebenarnya..” Will terdiam sejenak, ia masih ragu untuk mengungkapkan penyakitnya. ”Kau tahu kan, sejak kecil aku beg
Begitu mendengar itu, Hanna hampir menyembur Sean dengan soda yang baru saja ia minum.”What??””Kau bercanda! No way! Sekalipun ia pria terakhir di bumi ini, aku tidak akan berkencan dengannya. Mengapa kau bertanya tentang itu?” Hanna balik mengintrogasi Sean.Sean merasa kikuk, ”tidak ada. Aku Hanya sembarang ngomong saja.” Sean cengar-cengir kepada Hanna.Hanna mengangkat tinjunya dan menggertak Sean, bibirnya komat-kamit.”Jika kau menyebut nama si brengsek itu lagi aku akan meninju wajah mulusmu ini.” Ancam Hanna, matanya melotot memandang Sean.”Ok, aku tidak akan.” Sahut Sean mantap.”Ini sudah malam, kau pulanglah. Aku mau istirahat.” Hanna lekas berdiri dan membuka pintu untuk Sean, memberi isyarat dengan mata agar Sean keluar.Seolah mengerti dengan kod
'Aku akan mengalahkanmu, rubah gila. Kau lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan. Haha..' Will tertawa lepas di dalam kamarnya.Suasana hatinya sedang baik. Will kemudian memainkan grand pianonya, alunan nada yang harmonis terdengar mengisi seluruh bangunan megah itu. Setiap jemari lentiknya menekan tuts dengan lembut. Menghasilkan resonansi nada yang luar biasa indah dan menyentuh hati bagi yang mendengar.Puas bermain piano, Will mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Kemudian menekan tombol panggilan. Dia scroll dari atas ke bawah mencari nomor Hanna, begitu mendapatkannya ia tersenyum licik. Tidak lama Will menunggu panggilan itu dijawab. Hanya butuh beberapa detik saja.[ ”Apa kau sudah memikirkan tawaranku kemarin?””Kau? Berani-beraninya kau menghubungi aku lagi! Sudah kukatakan aku tidak tertarik dengan tawaran gilamu itu.” Sahut Hanna dari s
”Upss,” Hanna keceplosan mengatakan tentang pernikahan. Sekarang ia malah kebingungan menjawab semua pertanyaan ibunya itu.”Hmm, ibu aku……””Kau apa?” Selidik Nyonya Mery.'Aku harus bilang apa sama ibu. Jika kukatakan Si brengsek itu mengajak aku menikah, ibu pasti akan dengan senang hati memberikan aku kepada si angkuh itu.’ Gumam Hanna dalam hati.Pergumulan terjadi dalam batin dan benaknya. Ia pandang ibunya, Nyonya Mery pun balik memandangnya dengan tatapan penasaran.”Beritahu ibu, apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa Tuan Greyson memecat ibu? Dan apa hubungannya denganmu juga pernikahan?”Hanna tampak ragu untuk mengatakannya.”Ibu, sebenarnya si brengsek yang kukatakan kemarin adalah Will Greyson. Aku baru kenal dengannya dan kata
”Bukankah kau merindukan ibumu? Dia sudah datang, bahkan mengakui kesalahannya. Bagaimanapun, dia masih ibumu. Hubungan darah tidak bisa diputus. Saat aku berbicara dengannya tadi, aku melihat ketulusan dalam sorot matanya. Dia juga sedih, tapi dia menyembunyikan perasaannya dalam senyuman yang dia berikan padaku tadi. Cobalah untuk berdamai dengan masa lalumu, Will. Aku tahu, aku tidak berhak mengatakan ini, tapi aku juga tahu— kau juga sama tersiksanya dengan ibumu. Lantas, mengapa kau harus mempersulit diri?”Will melirik Hanna, sorot matanya tampak berkaca-kaca. ”Aku ... aku tidak tahu harus bagaimana. Dia tiba-tiba datang di saat aku sudah melupakannya, mengapa dia harus kembali? Jika ingin pergi, seharusnya jangan datang lagi.”Tangisan Will pecah. Tentang Rose adalah hal yang paling menyakitkan dalam hidup Will. Jika saja Rose kembali saat Will masih kecil, mungkin saja ia akan memaafkan segala perbuatan Rose. ”Aku mengerti perasaanmu, tapi dia tetap ibumu. Aku yakin dia juga
”Kim, aku–” Will terdiam. ”Tubuhku masih terasa sakit. Aku ingin istirahat. Bisakah …””Huh! Aku tahu kau cuma ingin menghindar. Tetapi, aku tidak akan memaksa. Lagipula aku juga ada urusan. Istirahatlah.””Terima kasih, Kim.”Kimberley pergi dengan perasaaan hampir marah. Ia menutup pintu dengan suara yang sedikit keras. Sedangkan Will Greyson, ia menatap pintu itu. Kali ini, ia tidak merasakan apa-apa, dan itu mengganggu pikirannya. Kimberley adalah gadis yang ia sukai sejak lama, dan perasaan itu seolah tidak bersisa sedikit pun di dalam hatinya.Lagi-lagi ia memikirkan Hanna dan Will menjadi kesal ketika ia membayangkan Hanna dan George bersama. Will cukup sadar bahwa dirinya yang sekarang tidak lagi dirinya yang dulu.'Aku tidak menyukai Hanna.'Meskipun Will sudah menyangkal itu, tetap saja ia masih kesal.Hanna tiba di rumah sakit terlambat. Dia merasa bersalah telah membuat anak-anak itu menunggunya. Namun, ketika ia mendapati George menunggunya di depan, Hanna menjadi lega.”
”Dasar pria aneh.” Hanna bergegas menutup pintu. ”Sikapnya itu semakin menjadi-jadi. Ah, sudahlah. Aku harus bergegas pergi, jika tidak nanti tuan acara akan marah.”Saat Hanna kembali ke ruang makan, tidak ada ibunya di sana. Hanna mencari Nyonya Mery di setiap ruangan sembari memakan anggur yang baru saja dia comot dari meja makan.”Ibu! Ibu di mana?””Di sini! Aku di halaman belakang!” sahut Nyonya Mery dengan suara keras.Segera Hanna beranjak ke halaman belakang. Di sana, Nyonya Mery tengah menggunting daun-daun bunga yang kering. Juga merapikan beberapa tanamanan anggrek dan mawar.”Lihatlah anak nakal ini. Bunga-bunga ini seharusnya kau perhatikan. Aduh! Anggrek yang malang. Tuanmu sakit dan tid
Sejak kecelakaan, Will tidak serewel dulu. Kini ia lebih banyak diam dan sangat penurut. Mungkin efek kepalanya yang terbentur keras. Baguslah. Hanna mendorong kursi roda ke luar ruangan. Mereka menuju lobby untuk menemui Ryan. Ketika mereka tiba di sana, Ryan dengan sigap memapah Will naik ke mobil. ”Aku senang kau sudah lebih baik sekarang,” kata Ryan penuh antusias. Will melirik sekilas ke arah Ryan dan menyahut, ”hmm.” Di dalam mobil yang dikemudikan Ryan, Will diam seribu bahasa memandang jalanan melalui jendela mobil. Untuk mencairkan suasana, Ryan menyalahkan radio. Berita tentang kepulangan Will terdengar dari radio. Seketika Will Greyson melirik tajam Ryan melalui kaca kecil yang menggantung di depan. Mata mereka bertemu. Walau hanya melalui tatapan, tetapi Ryan paham dengan maksud Will. Ryan segera mematikan benda kecil berisik i
”Tidak ada namanya. Aneh. Belakangan ini banyak sekali paket untuk Will tapi tak ada pengirimannya. Hmm, bisa saja itu dari penggemarnya,” gumam Hanna sembari meletakkan buket bunga di atas meja. Pintu kamar tetiba diketuk dari luar. Seorang pria tampan masuk sambil membawa buket bunga. Ia mematung di ambang pintu saat tatapannya bertemu dengan mata Hanna. Ada rindu yang terpendam dari setiap cahaya yang terpancar dari matanya. ”George?” ”Hai, emm… aku ingin menjenguk Will. Tadi aku melihat berita Will di televisi. Bagaimana kondisinya sekarang?” George melangkah lebih dekat dengan Hanna hingga jarak yang tersisa hanya satu meter saja. ”Seperti yang kau lihat dia masih terbaring. Belum sadar.” Mereka berdua terlihat canggung. Tentu saja. Siapa pun pas
”Ia masih belum sadar. Saat ini Will masih mengalami trauma di bagian kepalanya. Dan kemungkinan ia tidak akan bangun beberapa hari ini.” ”Apa? Will—” ujar Hanna lirih, ”tapi, Will bisa sehat kembali kan, dok?” ”ya, semoga saja ia bisa melewati masa kritisnya. Kalau begitu saya permisi dulu.” Ryan tiba-tiba berbicara, ”aku akan mengurus administrasinya, Hanna kau jenguklah Will.” Hanna mengangguk sambil berkata, ”hmm, terima kasih Ryan.” Tiga puluh menit kemudian, beberapa perawat keluar dari ruang operasi sambil mendorong ranjang tempat Will terbaring. Pria itu belum sadar, ia masih terpejam. Beberapa selang terpasang di hidung dan mulutnya. Juga di lehernya dipasang alat penyangga. Kimberley tersedu-sedu sambil menyerukan nama Will Greyson.
”Mobil Will Greyson terperosok ke dalam jurang. Saat ini beberapa petugas polisi sudah turun ke bawah dan berusaha menyelamatkan Will yang sudah tak sadarkan diri. Situasi di sini juga ramai dari kerumunan orang-orang yang penasaran. Saya Gracia Belle melaporkan dari tempat kejadian.”Berita tentang kecelakaan Will wara-wiri di seluruh saluran televisi. Sendok yang sedari tadi Hanna pegang berdentang di atas piring. Berita itu berhasil membuatnya bergeming.”Will—” ucapnya dengan lirih.Tetiba ponsel Hanna berdering. Nomor asing terpampang di layar ponselnya. Hanna sempat ragu untuk menjawab, tapi bisa saja itu kabar tentang Will.[”Ya, halo.””Aku Ryan manajernya Will. Hmm, Will kec
”Kau—” Hanna tertegun melihat sosok wanita yang di hadapannya, lalu ia menimpali, ”Ya, mungkin karena aku tidak bermulut tajam seperti dirimu. Apa di rumahmu tidak ada jam? Ini masih pukul 7 pagi dan kau sudah bertamu ke rumah orang lain dengan penampilan seperti itu,” Hanna menggeleng-geleng kepala melihat Kimberley yang lebih terlihat seperti menghadiri pesta. Untuk apa Kimberley bertamu sepagi ini dan sudah bermulut jahat kepada Hanna. Seketika Kimberley menggigit bibirnya, ia begitu kesal dengan Hanna. Tidak pernah ia dibuat tak berkutik seperti ini. Namun, Kimberley tetap menunjukkan keangkuhannya dan bersikap bak putri raja menyelonong masuk sambil mengangkat dagunya . ”Will tidak ada di rumah.” ”Aku tahu. Aku datang kesini untuk menemui dirimu, bukan Will,” sahut Kimberley ketus.
”Aku tahu, kau ingin melakukan sesuatu yang licik dan kotor terhadapku, kan?” Hanna menyipitkan matanya.Will gelagapan lalu berkilah, ”bukan. Kau dan hayalanmu terlalu liar. Ah, sudahlah. Aku sudah ngantuk, kita pulang saja.”Dengan tergesa-gesa Will masuk ke dalam mobil. Apa yang kau pikirkan,Will? Kau tertangkap basah. Kini Will hanya perlu bermuka tebal, walaupun ia sangat canggung. Sedikit lagi bibirnya akan merasakan bibir Hanna. Benar-benar memalukan.Perasaan aneh dan penuh ketegangan menyelimuti keduanya. Hanna tidak hentinya berpikir kalau Will akan menciumnya. Sedangkan Will mengutuki dirinya yang begitu ceroboh menyosor bibir orang lain. Tidak bisa dibiarkan. Benar, pria harus punya harga diri.Saat mereka tiba di rumah, sebuah kotak kecil ber