Aku, Arkan, terpaku dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Arif saat ini."Benarkah Kalea melakukan itu? Apakah aku sudah gagal menjadi suaminya dulu?" pikirku dalam hati, sembari mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan Arif. Dia mengatakan bahwa Kalea memang benar-benar melakukan itu karena ia sudah lama tak mendapatkan nafkah batin dariku.Begitu mendengar perkataan Arif, aku seperti tersentak. Aku teringat bagaimana aku terus mengabaikan Kalea semenjak dia keguguran dan tidak bisa memiliki keturunan dariku.Hatiku merasa pilu dan tersayat, menyadari bahwa aku benar-benar telah membuat mantan istriku merana dan mencari perlindungan dalam pelukan pria lain. "Sekarang, terserah Bapak mau percaya atau tidak, aku dan Kalea akan menikah dan Bapak sudah tidak berhak atas dirinya. Bapak sudah menyia-nyiakan dirinya selama menjadi istri Bapak. Saya akan membahagiakan dirinya, setelah saya menjadi suaminya nanti," ucap Arif dengan penuh keyakinan, lalu segera beranjak berdiri
Aku, Kalea, terkejut saat mendengar suara yang tak asing bagiku tiba-tiba memberikan sebuah ucapan selamat untuk diriku."Apa itu benar suaranya?" batin ku tidak yakin. Seketika aku pun menoleh ke arah belakang, di sana aku melihat sosok istri muda suamiku sedang berjalan ke arahku dengan tersenyum mengejek ke arahku. Jantungku berdegup kencang dan wajahku berubah menjadi merah padam saat melihat wajah istri muda Mas Raka ada di pernikahanku."Tidak mungkin dia ada di sini, dari mana dia tau aku menikah hari ini" pikirku.Seketika aku pun langsung berdiri dan melihat ke arahnya. "Andien ...." Aku menyebut namanya dengan lirih. Andien tersenyum miring dan berjalan mendekati diriku. "Apa kamu terkejut melihatku, Mbak Kalea? Tidak usah terkejut Mbak, aku ke sini hanya untuk menghadiri pernikahanmu dengan sopirku," ucapnya dengan senyuman menyeringai yang membuatku semakin murka."Dari mana kamu tau tentang hal ini? Siapa yang memberitahukan kepadamu tentang masalah pernikahan ini?"
Hari ini, aku, Rania, menggelar pesta syukuran untuk selamatan tiga bulanan kehamilanku. Rasanya hampir tak bisa kubayangkan betapa bahagianya hati ini, saat Allah memberi kepercayaan padaku untuk menjadi ibu dari anak-anak Mas Attala. Keluarga Mas Attala pun begitu menyayangiku, semakin erat menyatukan kasih sayang sejak mereka tahu aku sedang mengandung buah hati kami. "Apakah ini sebuah mimpi saja? Akuntak percaya jika kebahagiaan ini datang bertubi-tubi, aku sangat bersyukur atas semua anugerah yang Engkau berikan kepadaku," gumamku dalam hati, merasa bahagia karena bisa memenuhi harapan semuanya. Tak terasa, air mata haru pun mulai mengalir di pipiku."Terima kasih, Sayang, kamu sudah memberikan kebahagiaan untuk seluruh keluarga kita," ucap Mas Attala dengan mengelus perutku penuh kasih sayang. "Ini semua, karena Allah lah yang memberikan anugerah-Nya kepada keluarga kita, Mas," sahutku, hati kembali tersentuh dengan ucapan syukur. Betapa hidupku menjadi lebih sempurna deng
Setelah acara syukuran tiga bulanan usai, hati ini tergerak untuk menemui Kalea di rumah orang tua Kalea.Namun, saat aku berpamitan dengan ibuku jika aku ingin ke rumah Bu Dewi, kata ibuku kedua orangtua Kalea sudah tidak tinggal di kampung Mayam setelah menjual rumahnya, kini mereka tinggal di kampung sebelah dan ibuku menceritakan jika kedua orang tua Kalea saat ini keadaannya cukup memprihatinkan, mereka tinggal di sebuah rumah kecil dan kehidupan mereka pun pas-pasan sehingga menuntut keduanya berjualan di depan halaman rumahnya.Aku terkejut saat mendengar tentang kabar berita itu, aku tidak menyangka jika usaha milik kedua orang tua Kalea akhirnya bangkrut."Memangnya kamu ke sana mau apa?" tanya ibuku dengan menatap heran ke arahku."Tentu saja aku ingin bertemu dengan Kalea, Bu. Aku ingin meminta dia penjelasan tentang fitnah yang dia layangkan kepadaku waktu itu," jawabku dengan sedikit kesal."Sebaiknya kamu jangan emosi dan bicarakan baik-baik sneganya, Kalea. Ibu yakin ji
Kalea terkejut saat mendengar pertanyaan yang aku layangkan kepadanya. Dia pasti tidak akan pernah menyangka jika aku akan mengetahui semua hal ini dari ibu mertuaku."Apa maksud pertanyaanmu? Aku sungguh tidak mengerti dengan pertanyaan yang kau tujukan kepadaku, Rania." Dia mencoba mengelak, seolah-olah takut dengan apa yang sedang aku ungkapkan."Aku sudah tahu semuanya, Kalea," desis ku, menggenggam erat benda pipihku dari dalam saku.Wajah Kalea memerah, keringat dingin tampak mulai mengucur di dahinya. Tanpa menunggu jawabannya, aku segera menunjukkan screenshot pesan yang telah dikirim ke ibu mertua ke nomer pnesely milikku tadi."Lihat sendiri! Itu jawabannya, aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar kepadamu, Kalea. Kamu pun sudah mengerti dengan semua ini."Kalea terdiam, matanya tak mampu menyembunyikan perasaan takut yang mulai melanda hatinya, wajahnya yang sudah mulai gugup sudah tidak bisa menyembunyikan kebohongan yang berusaha dia tutupi dariku."Apa yang sebenarnya
Aku, Kalea, saat ini benar-benar merasa terpojok ketika Rania dan suaminya tiba-tiba datang ke rumah orang tuaku. Entah kenapa, mendadak hatiku berdegup kencang seperti ada firasat buruk yang akan terjadi. Tak lama kemudian, dia pun mengajak diriku berbicara empat mata denganku.Saat itulah aku merasakan ada sesuatu hal penting yang harus segera diluruskan saat Rania membeberkan maksud dirinya datang ke sini untuk menemui diriku dan meminta penjelasan dariku, tentang apa yang sudah aku perbuat saat itu.aku menyadari betapa takut dan cemasnya diriku saat itu, ketika rahasia yang telah aku pendam sekian lama, akhirnya terbongkar juga oleh Rania. Sambil menelan ludah susah payah, aku terpaksa mengakui semua kenyataan pahit tersebut kepada Rania, meskipun pada awalnya aku mengelak melakukan hal itu kepada dirinya.Namun, aku tak bisa berkutik saat Rania erud menyudutkan diriku. Apalagi, dia menunjukkan beberapa bukti pesan WA yang berisikan fitnah yang sempat aku tujukan padanya. Saa
Aku terkejut saat mendengar obrolan Kalea dengan suaminya, Arif. Tidak pernah terpikir olehku jika Arif ternyata berkolusi dengan madu Kalea demi menyingkirkan istri yang dinikahinya saat ini.Ironis, apa yang diakui Arif kepada Kalea justru menjadi bumerang baginya sendiri. Aku bisa merasakan begitu dalamnya kemarahan Kalea saat ia menuntut cerai dari Arif. Reaksi Arif yang kaget dan terkejut saat mendengar permintaan Kalea seakan menusuk hatiku, sebagai sahabatnya."Apa? Kamu meminta cerai dariku? Tidak, Kalea, tolong maafkan aku, berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahanku. Aku ingin menjadi lebih baik lagi bersama dengan dirimu, aku sangat mencintaimu, Kalea," ucap Arif dengan nada memelas yang membuatku merasa iba, menyaksikan bagaimana dirinya dengan sungguh-sungguh meminta kesempatan kepada Kalea.Sementara itu, aku dan Mas Attala yang tidak sengaja menyaksikan pertengkaran mereka, sebenarnya merasa tidak enak. Di satu sisi, kami ingin membantu menjernihkan si
Aku terkejut saat Kalea memintaku untuk menjadi sahabatnya kembali. Rasa bingung bercampur haru menyergapku, dan tiba-tiba aku mulai merasa ragu dengan keputusanku untuk membatasi jarak dengan dirinya. "Apa dia benar-benar tulus? Aku dia bisa dipercaya? Aku tidak mau keputusanku menerima dirinya jadi sahabatku akan menjadi boomerang bagi hidupku," batin ku dalam hati.Aku sudah memaafkan apa yang dilakukan oleh Kalea di masa kalu, tapi itu tidak serta merta membuatku bisa melupakan segala rasa sakit yang pernah aku rasakan akibat ulahnya dulu. Takut untuk dikhianati dan ditinggalkan lagi, begitu mendalam sampai aku sulit untuk melupakan semua yang telah terjadi. Aku ingat Mas Attala yang pernah memberiku nasihat berharga, untuk tetap berhati-hati dan tak mudah percaya lagi seperti dulu. Entah kenapa saat itu, aku merasa nasihat itu cukup tepat untuk situasi sekarang. Aku terdiam, berusaha merangkai kata yang bisa menggambarkan perasaan ini kepada Kalea. Akhirnya, setelah cukup l
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d