Hari ini, aku, Rania, menggelar pesta syukuran untuk selamatan tiga bulanan kehamilanku. Rasanya hampir tak bisa kubayangkan betapa bahagianya hati ini, saat Allah memberi kepercayaan padaku untuk menjadi ibu dari anak-anak Mas Attala. Keluarga Mas Attala pun begitu menyayangiku, semakin erat menyatukan kasih sayang sejak mereka tahu aku sedang mengandung buah hati kami. "Apakah ini sebuah mimpi saja? Akuntak percaya jika kebahagiaan ini datang bertubi-tubi, aku sangat bersyukur atas semua anugerah yang Engkau berikan kepadaku," gumamku dalam hati, merasa bahagia karena bisa memenuhi harapan semuanya. Tak terasa, air mata haru pun mulai mengalir di pipiku."Terima kasih, Sayang, kamu sudah memberikan kebahagiaan untuk seluruh keluarga kita," ucap Mas Attala dengan mengelus perutku penuh kasih sayang. "Ini semua, karena Allah lah yang memberikan anugerah-Nya kepada keluarga kita, Mas," sahutku, hati kembali tersentuh dengan ucapan syukur. Betapa hidupku menjadi lebih sempurna deng
Setelah acara syukuran tiga bulanan usai, hati ini tergerak untuk menemui Kalea di rumah orang tua Kalea.Namun, saat aku berpamitan dengan ibuku jika aku ingin ke rumah Bu Dewi, kata ibuku kedua orangtua Kalea sudah tidak tinggal di kampung Mayam setelah menjual rumahnya, kini mereka tinggal di kampung sebelah dan ibuku menceritakan jika kedua orang tua Kalea saat ini keadaannya cukup memprihatinkan, mereka tinggal di sebuah rumah kecil dan kehidupan mereka pun pas-pasan sehingga menuntut keduanya berjualan di depan halaman rumahnya.Aku terkejut saat mendengar tentang kabar berita itu, aku tidak menyangka jika usaha milik kedua orang tua Kalea akhirnya bangkrut."Memangnya kamu ke sana mau apa?" tanya ibuku dengan menatap heran ke arahku."Tentu saja aku ingin bertemu dengan Kalea, Bu. Aku ingin meminta dia penjelasan tentang fitnah yang dia layangkan kepadaku waktu itu," jawabku dengan sedikit kesal."Sebaiknya kamu jangan emosi dan bicarakan baik-baik sneganya, Kalea. Ibu yakin ji
Kalea terkejut saat mendengar pertanyaan yang aku layangkan kepadanya. Dia pasti tidak akan pernah menyangka jika aku akan mengetahui semua hal ini dari ibu mertuaku."Apa maksud pertanyaanmu? Aku sungguh tidak mengerti dengan pertanyaan yang kau tujukan kepadaku, Rania." Dia mencoba mengelak, seolah-olah takut dengan apa yang sedang aku ungkapkan."Aku sudah tahu semuanya, Kalea," desis ku, menggenggam erat benda pipihku dari dalam saku.Wajah Kalea memerah, keringat dingin tampak mulai mengucur di dahinya. Tanpa menunggu jawabannya, aku segera menunjukkan screenshot pesan yang telah dikirim ke ibu mertua ke nomer pnesely milikku tadi."Lihat sendiri! Itu jawabannya, aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar kepadamu, Kalea. Kamu pun sudah mengerti dengan semua ini."Kalea terdiam, matanya tak mampu menyembunyikan perasaan takut yang mulai melanda hatinya, wajahnya yang sudah mulai gugup sudah tidak bisa menyembunyikan kebohongan yang berusaha dia tutupi dariku."Apa yang sebenarnya
Aku, Kalea, saat ini benar-benar merasa terpojok ketika Rania dan suaminya tiba-tiba datang ke rumah orang tuaku. Entah kenapa, mendadak hatiku berdegup kencang seperti ada firasat buruk yang akan terjadi. Tak lama kemudian, dia pun mengajak diriku berbicara empat mata denganku.Saat itulah aku merasakan ada sesuatu hal penting yang harus segera diluruskan saat Rania membeberkan maksud dirinya datang ke sini untuk menemui diriku dan meminta penjelasan dariku, tentang apa yang sudah aku perbuat saat itu.aku menyadari betapa takut dan cemasnya diriku saat itu, ketika rahasia yang telah aku pendam sekian lama, akhirnya terbongkar juga oleh Rania. Sambil menelan ludah susah payah, aku terpaksa mengakui semua kenyataan pahit tersebut kepada Rania, meskipun pada awalnya aku mengelak melakukan hal itu kepada dirinya.Namun, aku tak bisa berkutik saat Rania erud menyudutkan diriku. Apalagi, dia menunjukkan beberapa bukti pesan WA yang berisikan fitnah yang sempat aku tujukan padanya. Saa
Aku terkejut saat mendengar obrolan Kalea dengan suaminya, Arif. Tidak pernah terpikir olehku jika Arif ternyata berkolusi dengan madu Kalea demi menyingkirkan istri yang dinikahinya saat ini.Ironis, apa yang diakui Arif kepada Kalea justru menjadi bumerang baginya sendiri. Aku bisa merasakan begitu dalamnya kemarahan Kalea saat ia menuntut cerai dari Arif. Reaksi Arif yang kaget dan terkejut saat mendengar permintaan Kalea seakan menusuk hatiku, sebagai sahabatnya."Apa? Kamu meminta cerai dariku? Tidak, Kalea, tolong maafkan aku, berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahanku. Aku ingin menjadi lebih baik lagi bersama dengan dirimu, aku sangat mencintaimu, Kalea," ucap Arif dengan nada memelas yang membuatku merasa iba, menyaksikan bagaimana dirinya dengan sungguh-sungguh meminta kesempatan kepada Kalea.Sementara itu, aku dan Mas Attala yang tidak sengaja menyaksikan pertengkaran mereka, sebenarnya merasa tidak enak. Di satu sisi, kami ingin membantu menjernihkan si
Aku terkejut saat Kalea memintaku untuk menjadi sahabatnya kembali. Rasa bingung bercampur haru menyergapku, dan tiba-tiba aku mulai merasa ragu dengan keputusanku untuk membatasi jarak dengan dirinya. "Apa dia benar-benar tulus? Aku dia bisa dipercaya? Aku tidak mau keputusanku menerima dirinya jadi sahabatku akan menjadi boomerang bagi hidupku," batin ku dalam hati.Aku sudah memaafkan apa yang dilakukan oleh Kalea di masa kalu, tapi itu tidak serta merta membuatku bisa melupakan segala rasa sakit yang pernah aku rasakan akibat ulahnya dulu. Takut untuk dikhianati dan ditinggalkan lagi, begitu mendalam sampai aku sulit untuk melupakan semua yang telah terjadi. Aku ingat Mas Attala yang pernah memberiku nasihat berharga, untuk tetap berhati-hati dan tak mudah percaya lagi seperti dulu. Entah kenapa saat itu, aku merasa nasihat itu cukup tepat untuk situasi sekarang. Aku terdiam, berusaha merangkai kata yang bisa menggambarkan perasaan ini kepada Kalea. Akhirnya, setelah cukup l
Aku, Raka, saat ini berusaha membuat Andien percaya pada kata-kataku dan tak ada pilihan lain kecuali menyudutkannya. "Apa maksudmu, Mas? Kamu menuduhku memiliki hubungan dengan Arif?" tanya Andien, matanya menatap tajam ke arahku."Jika kamu memang tak punya hubungan dengannya, kenapa kamu seolah tak rela jika dia dipecat dari pekerjaan ini?" tanyaku dengan nada kesal, tidak menyadari bahwa aku telah mengatakan sesuatu yang tak seharusnya aku katakan kepada dirinya saat ini .Aku merutuki kebodohan diriku sendiri saat tak sengaja menyampaikan informasi tentang pemecatan Arif kepada Andien."Apa? Arif dipecat? Siapa yang memecatnya?" tanya Andien dengan nada terkejut, seolah-olah baru pertama kali mendengar tentang hal itu. Saat itulah aku menyadari bahwa aku telah melakukan kesalahan besar dan membuat situasi menjadi semakin rumit.Jantungku berdebar kencang, tanganku mulai berkeringat dingin, dan pikiranku menjadi kacau. Aku harus mencari sebuah alasan yang tepat untuk mengatakan
Aku, Raka, merasa tubuhku lemas dan dunia serasa runtuh saat mendengar pengakuan istriku, Andien.Sejak awal pernikahan kami, aku telah melakukan kewajiban sebagai suami yang baik. Namun, ternyata saat itu istriku telah mengandung benih dari pria lain.Bagaimana mungkin hatiku tidak hancur? Yang lebih menyakitkan, ternyata ibu dan istri mudaku telah berkolusi, merencanakan segalanya di belakangku, menjadikan aku sebuah boneka dan mengikuti permainan mereka, sementara ibuku menikmati u4ng dari menjualku kepada janda muda untuk menutup aibnya, di sisi lain, Andien dengan seenaknya menginjak-injak harga diriku sebagai suami.Sungguh, aku tak pernah menyangka mereka akan sekejam itu kepadaku."Bagaimana, Mas? Apa kamu masih ingin bercerai dengan diriku?" tanya Andien dengan menatap mengejekku.Aku merasa terpojok, rasa marah bercampur bingung menghinggapi pikiranku. Di satu sisi, aku ingin membuktikan pada mereka bahwa aku mampu melepaskan diri dari perangkap yang mereka buat.Namun di si