07
Suasana kamar kelas utama yang ditempati Rinjani, sore itu terlihat ramai. Kondisinya yang makin membaik, membuat Rinjani bisa dipindahkan ke ruangan itu siang tadi.
Netha, Tia dan Shahnaz bergantian mengendong bayi laki-laki berselimut biru. Mereka langsung jatuh hati pada anak Rinjani, hingga berebutan untuk menjadikannya menantu.
Kala kedua bos Rinjani datang bersama beberapa orang lainnya, Lidya dan Ambar, ibunya, seketika sibuk menyajikan aneka suguhan buat para tamu dari Jakarta.
"Masyaallah, kasep pisan," puji Edelweiss Indira, seusai mengecup dahi sang bayi yang tengah terlelap.
"Mirip kamu, Rin," imbuh Mutiara, bos utama EO tempat Rinjani bekerja.
"Ya, terutama alis dan bibirnya," sahut Amy, sang MUA.
"Aku jadi pengen punya anak," imbuh Jhonny, fotografer EO.
"Calon ibunya dulu yang dicari, Mas," sela Netha.
"Cariinlah, Tha. Aku nggak punya waktu," seloroh Johnny.
"Sama saudaraku, mau?" Netha mengutak-atik ponselnya, lalu memperlihatkan foto seorang perempuan berambut sebahu. "Namanya, Astri. Masih single," terangnya.
"Umurnya?"
"26 tahun."
"Tinggal di sini?"
"Hu um. Rumah kami deketan."
"Bolehlah. Orangnya manis juga."
"Jangan banyak milih, Mas," celetuk Edelweiss.
"Ho oh. Yang penting seiman, baik dan nggak banyak tingkah, sudah cukup. Urusan lainnya, bisa diselami sambil jalan," cetus Mutiara.
"Betul itu. Pacaran lama juga belum tentu beneran baik. Banyak juga yang setelah nikah, baru kelihatan sifat aslinya," beber Tia.
"Aku setuju. Jalani pendekatan sambil banyakin doa, supaya dia benar-benar jodoh terbaik buat kita," ungkap Shahnaz.
"Eleuh-eleuh. Neng Shahnaz, meni bagus pantunnya," canda Netha yang menyebabkan rekan-rekannya tersenyum.
"Aku cuma ngulang omongan kakakku, Tha. Dia, kan, gitu. Pacaran 3 tahun, lalu nikah. Ehh, baru juga setahun, bubar jalan karena lakinya ternyata poligami sama pacarnya di tempat proyek," ungkap Shahnaz.
"Dia hanya tidak beruntung. Aku sama suami, pacaran 2 tahun. Alhamdulillah, pernikahan kami masih aman terkendali selama 7 tahun ini," papar Lidya.
"Tepat sekali. Aku sama Mas Arkhan, pacarannya setahun lebih, dan kami masih bertahan bersama hingga sekarang," ungkap Mutiara.
"Nah! Kalau aku, beda. Sama Koko Dante, nggak sempat pacaran," cakap Edelweiss. "Dikasih tahu orang tua, jika aku dijodohkan sama dia, bulan September. Oktober sampai November, aku masih musuhan sama dia," lanjutnya.
"Hatiku terketuk, waktu dia jadi mualaf, di bulan Desember. Setelahnya, aku sudah nggak bisa ngelak buat nikah sama orang paling pede sedunia itu," sambung Edelweiss seraya tersenyum.
"Lagi ngomongin aku, ya?" tanya Axelle Dante Adhitama, CEO Adhitama Grup. Dia melenggang memasuki ruangan bersama Nadhif, ketua pengawal keluarga tersebut.
"Koko panjang umur. Baru juga diomongin, sudah muncul," tukas Rio, salah satu model terkenal yang merupakan sahabat Mutiara dan Edelweiss.
"Aku aminkan," ujar Dante sembari menyambangi Ambar dan menyalami perempuan berjilbab krem tersebut. "Sehat, Bu?" tanyanya.
"Alhamdulillah. Pangestu," jawab Ambar.
Dante berpindah menyalami Lidya. Kemudian dia mendekati ranjang pasien untuk bersalaman dengan perempuan berbaju hijau.
"Hello, Mommy. Sudah baikan?" tanya Dante sembari menyalami Rinjani.
"Ya, Pak. Terima kasih sudah datang," sahut Rinjani seraya tersenyum tipis.
"Kata staf WO, kamu dibantuin Sebastian, ya?"
Rinjani membulatkan matanya. "Betul. Apa Bapak kenal sama beliau?"
"Ya. Kami sering kerjasama dalam banyak proyek PG dan PC."
"Ehm, aku nggak tahu kalau dia anggota PG."
"Bukan, dia tim PC. Kalau nggak salah, satu grup dengan Zulfi."
"Aku kayak pernah dengar nama itu."
"Zulfi, direktur keuangan PBK. Sekaligus dirut BPAGK. Dia melet adikku, Sabrina. Sampai mau nikah dengannya."
Rinjani menyunggingkan senyuman. "Akhirnya ingat aku. Yang alisnya tebal, dan kalau senyum, manis banget."
"Yups. Tapi tetap aku paling ganteng."
"Hmm, ya." Rinjani mengingat-ingat sesuatu. Kemudian dia bertanya, "Bapak punya nomor telepon Mas Sebastian? Dia bilang, ada saved nomorku, tapi aku nggak tahu nomornya."
"Ada. Bentar."
Dante meminta ponselnya yang dipegangi Nadhif. Pria berkemeja biru pas badan, mencari kontak orang yang dimaksud, dan memberikannya pada Rinjani, yang segera menyimpan nomor itu di ponselnya.
***
Dua unit mobil berbeda tipe dan warna, berhenti di depan bangunan dua lantai bercat krem, di kawasan Lebak Bulus. Beberapa orang keluar dan bergegas memasuki rumah, yang pintunya telah dibukakan seorang pria paruh baya.
Sebastian menyalami penunggu rumahnya dan berbincang sesaat, sembari mengamati keempat OB kantor yang tengah mengangkat perabotan, dan memindahkannya ke mobil box besar.
Setelahnya, Sebastian menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Dia memasuki ruangan yang pernah menjadi saksi kisah cintanya dengan Keisha.
Sebastian terdiam sejenak sembari memindai sekitar. Dia seolah-olah melihat kelebatan Keisha, yang selalu berada di sofa dekat jendela, bila Sebastian memasuki kamar.
Pria berkemeja marun menghela napas berat dan mengembuskannya sekali waktu. Sebastian menggeleng dua kali untuk mengusir kenangan itu. Sebelum dia mendekati lemari dan membuka pintu benda besar bercat putih.
Selama puluhan menit berikutnya, Sebastian, Urfan dan keempat OB berjibaku memindahkan semua barang ke mobil box. Beberapa perabotan yang tidak terpakai, diberikan Sebastian pada sang penjaga.
"Rumah ini sudah kujual, Pak. Dibeli temanku dan akan dijadikan mess buat pegawainya," tutur Sebastian sambil memberikan amplop putih pada lelaki tua tersebut.
"Aku sudah bilang ke orang yang beli, kalau Bapak tetap dipekerjakan di sini, dan dia setuju. Jadi, Bapak nggak perlu khawatir, karena tetap dapat gaji bulanan," tambah Sebastian.
"Ya, Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini," jawab pria berkaus hitam sembari memandangi Sebastian saksama. "Bapak mau pindah ke mana?" tanyanya.
"Ke Pasar Minggu. Temanku bikin kompleks perumahan kuldesak, dan aku beli di sana." Sebastian menepuk pelan lengan lelaki tua di hadapannya. "Kapan-kapan, Bapak dan Ibu juga mesti datang ke rumahku yang baru," pintanya.
"Alamatnya nanti dikirim ke WA, Pak."
"Ya, nanti Urfan yang ngurusin itu," balas Sebastian. "Aku pamit, ya, Pak," bebernya, sebelum bersalaman dengan sang penjaga.
Tidak berselang lama, Sebastian telah berada di mobilnya. Lelaki berparas manis, memandangi sekeliling sembari membatin, jika dirinya akan jarang sekali ke tempat itu di masa mendatang.
Kendatipun langit sudah gelap, tetapi jalanan masih padat. Urfan yang menjadi sopir, sekali-sekali akan menggerutu akibat pengendara motor yang serampangan.
Setibanya di gerbang utama kompleks, seorang pria yang mengendarai motor matic, menjadi pemandu kedua sopir menuju cluster di mana rumah baru Sebastian berada.
Sesampainya di tempat tujuan, Sebastian terkejut menyaksikan banyaknya orang yang tengah berkumpul di depan rumah rekannya, yang bersebelahan dengan kediaman barunya.
Setelah mobil terparkir sempurna, Sebastian keluar untuk menyambangi rekan-rekannya sesama anggota PC. Mereka berbincang sembari mengamati sekelompok kuli panggul dadakan, yang sibuk memindahkan barang-barang, dari mobil box ke dalam rumah dua lantai.
"Hen, kamu kapan mau ngisi rumah yang ini?" tanya Sebastian sambil menunjuk ke rumah nomor satu yang digabung dengan nomor dua.
"Tahun depan," jawab Hendri. "Aku beresin dulu proyek di Cianjur, baru nempatin yang ini," terangnya.
"Rumah yang lama, jadi dibeli Wirya?" desak Sebastian.
"Bukan dibeli, tapi dirampas," seloroh Hendri.
"Hen, Wirya dengar, pasti dia langsung mendelik," goda Zulfi.
"Sahabatmu itu, makin lama makin sensi," keluh Hendri.
"Tenang. Bentar lagi Hisyam pulang dari London. Abang iparmu itu bisa lengser dari dirut PBK, begitu juga aku dan Power Rangers lainnya. Kerjaan kami dilimpahkan ke tim Hisyam, dan kami bisa lebih santai," ungkap Zulfi.
"Aku nggak percaya," sela Luthfan Baihaqi, yang memiliki rumah nomor 5, tepat di sebelah kanan kediaman Sebastian.
"Itu cuma wacana. Ujung-ujungnya, Power Rangers tetap blingsatan kerja di luar negeri," ledek Brayden, pemilik rumah nomor 6.
"Tim Hisyam cuma pajangan. Aslinya Power Rangers yang masih ngendaliin PBK," kelakar Zainal Ervansyah, penghuni rumah nomor 7 dan 8.
08Jalinan waktu terus berjalan. Jumat pagi, Sebastian tiba di gedung belasan lantai di kawasan Jakarta Selatan. Pria bersetelan jas abu-abu muda, melangkah memasuki lobi sembari membalas sapaan karyawan tempat itu dengan senyuman. Urfan yang mengikuti langkah bosnya, sempat memberi hormat pada seorang pria bersetalan jas biru, yang kemudian berbincang dengan Sebastian.Ketiganya meneruskan langkah menuju lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai 11. Sepanjang beberapa saat di dalam elevator, Sebastian dan pria bermata besar tersebut, berbincang santai.Tidak berselang lama mereka telah berada di ruangan besar di ujung kanan lantai itu. Ketiganya menyalami semua orang di ruangan, sebelum menempati kursi masing-masing. Urfan berpindah ke deretan kursi khusus asisten. Dia bersalaman dengan para pendamping bos, lalu duduk di kursi ujung kiri. Hadrian Danadyaksha, sang pemimpin proyek yang tadi berjumpa dengan Sebastian dan Urfan, memulai pertemuan itu dengan untaian doa. Selanjutny
09Sebastian tiba di rumahnya menjelang jam 9 malam. Dia memicingkan mata ketika melihat seunit mobil sedan merah di depan pagar rumah, yang seolah-olah tidak asing baginya.Sang asisten rumah tangga, Ida, bergegas membukakan pagar agar mobil yang dikemudikan Urfan nisa memasuki carport. Setelah mobil benar-benar berhenti, Sebastian membuka pintu samping kiri dan keluar. Dia menutup pintu, lalu memandangi Ida yang tengah mendekat. "Keisha ada di dalam?" tanya Sebastian sambil menaikkan alisnya, sesaat setelah Ida menerangkan tentang sang tamu. "Ya, Pak. Aku sudah berusaha ngusir, tapi dia maksa masuk," jelas Ida.Sebastian menyugar rambutnya sembari mendengkus. "Bagaimana dia bisa tahu alamat ini?" "Hai, Mas." Panggilan satu suara dari belakang Ida, menyebabkan Sebastian terdiam. "Sorry, aku nyelonong masuk, tapi, ini benar-benar penting," ungkap pemilik suara tadi. Sebastian memandangi orang yang sudah menghancurkan hatinya. "Kamu tahu alamat ini, dari mana?" tanyanya tanpa berb
10Jalinan waktu terus bergulir. Akhir pekan itu, kediaman Basman dipenuhi banyak orang. Acara akikahan Dylan dilaksanakan dengan sederhana, tetapi tetap membahagiakan bagi seluruh anggota keluarga Daharyadika. Setelah acara pengajian, seorang ustaz yang merupakan teman Basman, memberikan tausiah yang sangat menyentuh hati siapa pun yang mendengarnya. Rinjani memandangi sang ustaz sembari mengingat-ingat petuah lelaki tua bersorban putih tersebut. Dalam hati Rinjani berjanji, akan membesarkan anaknya dengan semangat. Meskipun tanpa didampingi seorang suami. Selanjutnya, Lidya dan yang lainnya membagikan tas berisikan makanan, minuman dan kue-kue pada hadirin. Sementara para tamu penting dipersilakan untuk menyicipi hidangan di meja prasmanan, yang disiapkan di ruang makan. Dylan berpindah tangan dari satu orang ke orang lainnya. Walaupun tidak mengenali siapa saja yang tengah mengasuhnya, bayi berbaju biru tua itu tetap tenang dan lebih sering tidur. "Gimana kondisimu, Rin?" tany
11*Grup Penghuni Cluster 7*Brayden : @Hendri, iseng banget bikin grup kompleks?Luthfan : Enggak apa-apalsh. Penghuninya juga sudah kenal semua. Zainal : Tinggal tim London yang aku belum kenal.Hisyam : Salam kenal, @Bang Zainal.Zainal : Hai, @Hisyam.Rangga : Hello, semuanya. Valdi : Aku rindu kalian, Gaes! Robi : Abdi sono ka sadayana. Frank : Aku kangen semua orang di Indonesia. Aditya : Berarti, kamu juga kangen sama Mbak kantin soto di kantor PBK, @Frank.Yusuf : Frank juga kangen Teteh penjual seblak. Jauhari : Yang pasti, Frank rindu sama penghuni rumah seberang Bang Aswin.Lazuardi : Eeeeaaa. Syuja : Uhuyyyy! Hasbi : Cie, cie, @Bang Frank. Dimas : Aku tidak bisa talking-talking.Sebastian : Kupikir ini grup PBK. Lainufar : Aku sampai mikir dulu. Baru ngeh setelah lihat logonya. Damsaz : Foto siapa itu, ya? Atalaric : Mas Tio, waktu masih muda.Samudra : Aku salah nebak. Kukira itu fotonya Wandi. Fritz : @Bang Sam. Matanya siwer. Calvin : Bang Sam pasti masih
12Sebastian menggeleng pelan kala melihat perdebatan kedua adiknya. Pria berkemeja putih melirik arloji untuk menghitung waktu, sebelum dia berdeham untuk mengalihkan perhatian hadirin. Riordan dan Aline spontan terdiam. Keduanya berusaha menahan diri untuk tidak meneruskan percekcokan. Aline menunduk sambil merapikan rambut dengan jemarinya. Sedangkan Riordan mengendurkan dasi merahnya sembari melirik sang kakak. "Sudah puas berantemnya?" ledek Sebastian yang menjadikan semua orang di ruang rapat itu tersenyum. "Kalau belum, dilanjutkan nanti. Setelah pertemuan ini usai," lanjutnya. "Kalian harusnya tidak perlu beradu urat leher. Kita bisa membagi semua proyek ini dengan adil," ungkap Sebastian. "Dengan syarat, tidak dilimpahkan ke pihak luar. Terutama lawan bisnis kita," sambungnya. "Kalian pasti tahu, siapa saja musuh kita. Terutama tiga perusahaan yang dulunya menjadi partner. Tapi, karena mereka berkhianat, akhirnya saya dan keluarga memutus semua kontrak, dan tidak lagi mem
13*Grup EXB*Ethan : Umpan termakan, Gaes. Sebastian : Apa mereka sudah bergerak? Ethan : Tadi Chris bilang, dia sudah signed kontrak dengan Prambudi dan RDH Grup. Brayden : Good job! Wirya : Okay. Lanjut tahap 2, @Ethan. Ethan : Mukti sudah siap menyusup? Wirya : @Zulfi. Terangkeun. Zulfi : Mukti besok meluncur ke kantor mereka. Sebastian : Bilang ke Mukti. Jangan pakai kemeja berlogo PBK. Zulfi : Ya. Logo di baju Mukti sudah diganti. Sebastian : Pakai apa? Zulfi : Fotoku yang paling kasep. Hadrian : Kumat! Xander : Jiah!Lainufar : Uhuk!Hendri : Aku terkejut! Zein : Aku terkesiap! Fritz : Aku terhenyak! Marley : Aku tertipu! Brayden : Aku nggak bisa cepat mikir. Lagi lapar. Luthfan : Ngesot ke sini, @Mas Brayden. Banyak makanan.Brayden : Ngesot gimana? Aku lagi di Tokyo. Luthfan : Pokoknya ngesot aja. Nggak tahu bakal nyampe atau justru nyungsep di jalan. Brayden : Wong edan! Wirya : Luthfan nyari masalah. Hadrian : Baek-baek katana melayang. Hendri : Mendi
14Niat Sebastian untuk berkunjung sebentar, akhirnya batal. Pria yang mengenakan t-shirt abu-abu, tidak tega meninggalkan Dylan yang akan merengek jika dilepaskan dari gendongannya. Sepanjang siang itu Sebastian beristirahat di kamar tamu bersama Urfan. Mereka bergantian mengasuh Dylan, dan baru menyerahkan bayi tersebut pada Rinjani, saat Dylan hendak meminta ASI. Basman mengajak kedua pria tersebut untuk bersantap. Mereka duduk di kursi sekitar meja makan dan menikmati hidangan yang telah dipersiapkan Ambar dengan tergesa-gesa. "Nak Tian, Bapak boleh menanyakan sesuatu?" tanya Basman, sesaat setelah bersantap."Ya, Pak," jawab Sebastian. "Perusahaan Nak Tian bergerak di bidang apa?" "Ekspor import. Selain itu aku juga tengah merambah bisnis properti. Gabung sama teman-teman PG dan PC." "Properti, maksudnya perumahan?" "Betul, ada juga hotel, resor, gedung perkantoran, dan yang terbaru, rumah sakit." "Di mana itu lokasinya?" "Seluruh Indonesia, beberapa negara di Asia, Erop
15Ruangan di lantai 5 gedung PBK, siang itu terlihat ramai. Puluhan orang yang kompak mengenakan kemeja putih dan dasi biru polos, terlihat serius memerhatikan seorang pria berparas manis, yang tengah menerangkan beberapa hal penting. Wirya Arudji Kartawinata, sang penggagas CRYSTAL COMPANY, terlihat sangat percaya diri dalam memaparkan beberapa proyek, yang akan mereka kerjakan dalam waktu dekat.Sekali-sekali Wirya akan memintanya asisten keduanya, Dimas, untuk mengganti slide pada laptop yang dipantulkan menggunakan in focus. Puluhan menit terlewati, Wirya telah selesai mengoceh. Dia meminta Dimas mengemasi alat-alat, kemudian lampu utama kembali dinyalakan. "Kepada para pimpinan dan staf CRYSTAL, dipersilakan untuk maju," tukas Wirya, seusai berpindah ke dekat podium. Belasan orang berdiri dan jalan ke depan. Mereka berdiri dan berbaris rapi sesuai arahan Dimas, yang turut membantu memberikan beberapa mikrofon tanpa kabel pada kelima orang, yang berada paling dekat dengan pod
53Sabtu siang, Sebastian menunaikan janji pada Rinjani. Dengan didampingi Gustavo dan Ira, serta kedua adiknya dan para sahabat, Sebastian mendatangi kediaman Basman untuk meminang Rinjani. Tio yang diminta sebagai pembicara, menunjukkan surat identitas baru yang menerangkan jika Sebastian telah menjadi seorang muslim. Sesuai saran Ustaz Mawardi, Sebastian tetap memakai nama sebelumnya. Hal itu supaya tidak perlu mengurus ulang akte lahir dan semua ijazah yang dimiliki Sebastian. Hanya KTP, SIM dan paspor yang diganti, dan kolom agama diubah dari Kristen menjadi Islam. Basman dan keluarganya menyambut kabar itu dengan gembira. Pria tua tersebut juga langsung menerima lamaran Sebastian atas Rinjani, karena sudah mengetahui kepribadian sang duda bermata tajam tersebut."Sekarang, kita bahas tentang tanggal lamaran resmi dan akadnya, Pak," tutur Gustavo yang diminta Sebastian untuk menjadi wakil orang tuanya. "Mengenai itu, lebih baik kita tanyakan pada mereka, Pak," sahut Basman.
52Jumat siang, gedung PG dikunjungi banyak orang yang mengenakan setelan jas beraneka warna. Bila semua anggota PG menggunakan setelan jas biru tua mengilat, anggota PC mengenakan setelan biru muda. Keempat puluh anggota PCD memakai setelan jas abu-abu. Para pengawal lapis tiga dan empat tersebut, menjadi orang-orang yang paling gembira, karena mereka bisa berjumpa kembali setelah lama tidak berjumpa. Kesepuluh pengawal lapis tiga yang hadir dalam formasi komplet, duduk berderet di kursi bagian ketiga sisi kiri. Di depan mereka adalah kedua puluh anggota PCD dari kelompok satu dan dua. Di belakang regu Hisyam, Harun dan rekan-rekannya dari pengawal lapis empat, duduk dengan rapi. Deretan selanjutnya diisi para calon anggota tim 5 PCD yang bukan berasal dari PBK. Komisaris utama PG, yakni Tio, memasuki ruangan luas dengan diikuti keempat direktur dan manajer PG. Tio dan Hamid, direktur operasional, meneruskan langkah menuju podium. Sedangkan yang lainnya menempati deretan kursi ya
51Hari berganti hari. Selasa pagi menjelang siang, Rinjani tiba di depan gedung belasan lantai yang merupakan pusat bisnis para bos PC. Urfan yang telah menunggu sejak tadi, mendatangi mobil milik bosnya bersama Gumilang, Jariz dan beberapa pengawal muda lainnya. Mereka membantu mengeluarkan banyak wadah makanan dan menyusunnya di beberapa troli. Satu per satu troli diangkut menggunakan lift, hingga isi mobil habis. Setelah menutup dan mengunci pintu, Santos menyusul Rinjani yang tengah berbincang dengan beberapa staf perempuan. Mereka memasuki lift terbesar untuk menuju ke lantai tujuh. Sesampainya di tempat tujuan, Sebastian telah menunggu di ruang tamu luas, yang diperuntukkan untuk tamu umum 10 kantor, yang ada di lantai itu. Selama setengah jam berikutnya, Rinjani berjibaku membereskan meja prasmanan dan wadah kaca untuk hidangan. Semua peralatan makan dipinjam dari kantor PBK, yang sering mengadakan jamuan makan. Freya, staf HWZ, KARZD dan ZAMRUD, bersama beberapa staf PBK
50Malam beranjak larut. Rinjani telah menguap beberapa kali, sebelum akhirnya menyandarkan kepala ke tumpukan bantal sofa. Sebastian yang masih menonton film laga dari negeri tirai bambu, melirik ke kiri. Dia mengulum senyum seusai melihat Rinjani yang tengah lelap. Sebastian berdiri dan jalan ke kamar tamu. Dia mengambil selimut, lalu keluar. Sebastian menutupi tubuh kekasihnya, sebelum kembali duduk di tempat semula. Puluhan menit berlalu, suara rengekan Dylan dari kamar utama, mengejutkan Sebastian. Dia berdiri dan jalan cepat memasuki ruangan yang pintunya terbuka, kemudian menyambangi Dylan yang masih menangis di tengah-tengah kasur besar. "Apa, Nak?" tanya Sebastian sembari duduk di tepi kasur. "Haus? Bentar, ya, Om panasin dulu ASIP-nya," lanjutnya sambil mengangkat sang bayi dan menggendongnya dengan tangan kiri. Sebastian bergerak luwes menyiapkan minuman dalam botol. Kemudian dia mengajak Dylan ke ruang tengah dan duduk di sofa tunggal. Sebastian memberikan botol yang
49Pertanyaan Sebastian kemarin malam, masih terngiang di telinga Rinjani. Dia syok dan tidak serta merta menjawab pertanyaan lelaki tersebut. Bahkan Rinjani langsung menutup sambungan telepon tanpa mengucapkan apa pun. Sepanjang pagi hingga sore itu, pikiran Rinjani mengembara ke mana-mana. Dia nyaris tidak bisa bekerja, dan hanya menatap kosong pada laptopnya. Sore itu, Rinjani memutuskan untuk pulang lebih awal. Dia meminta diantarkan ke supermarket pada Santos, karena Rinjani ingin berbelanja bahan makanan.Puluhan menit berlalu, Rinjani telah usai berbelanja. Dia tengah duduk di bangku dekat supermarket sambil meminum es teh dingin. Rinjani sedang menunggu Santos yang sedang antre di depan toko roti. "Rin," panggil seorang pria yang telah duduk di samping kanan. Rinjani terkejut dan sempat bengong sesaat, sebelum dia bergeser menjauh dari pria berkemeja hijau muda. "Aku cuma pengen ngobrol. Jangan menjauh gitu," pinta Anton. "Aku lagi nggak moid buat ngobrol. Apalagi dengan
48Rinjani terkejut, kala tiba di rumahnya sore itu dan ada mobil sedan hitam terparkir di depan rumah Sebastian. Rinjani merasa pernah melihat mobil itu, tetapi dia lupa di mana.Setelah Santos memarkirkan mobil dengan rapi di car port depan rumah nomor 1, Rinjani turun dan bergegas ke rumah sebelah. Perempuan bersetelan blazer abu-abu, tertegun menyaksikan Aline dan Riordan yang tengah bermain dengan Dylan di karpet lantai ruang tengah. Riordan yang melihat sang mama datang, segera bangkit berdiri dan menyambangi Rinjani. Riordan menyalami perempuan tersebut, lalu mengajak Rinjani duduk di sofa ruang tengah. "Aline kangen sama Dylan. Jadi kuantarkan ke sini," terang Riordan. "Ya, nggak apa-apa," sahut Rinjani. "Walaupun kaget, tapi aku senang kalian datang," lanjutnya seraya tersenyum. "Aku mau sering main ke sini. Boleh, Teh?" tanya Aline sembari bangkit duduk. "Boleh. Aku nggak keberatan. Yang penting, Dylan jangan diajak keluar, tanpa penjagaan Santos atau Urfan," ungkap Ri
47Senin pagi, Rinjani tiba di kantor EO menjelang jam 8. Dia bergegas menuju ruang rapat yang ternyata telah ramai orang. Rinjani menyalami mereka satu per satu, termasuk Jemmy, suami Shireen, yang juga memiliki saham di perusahaan itu.Selama beberapa saat berikutnya, Rinjani larut dalam perbincangan dengan rekan-rekannya. Tidak berselang lama, Mutiara dan Edelweiss memasuki ruangan bersama Cyra, manajer tim Bandung yang merupakan istri Zafran, direktur PC. Mutiara meminta Jemny untuk memimpin rapat, dan laki-laki tersebut memulainya dengan pembacaan doa, sesuai agama masing-masing. Selama puluhan menit berikutnya, Rinjani mendengarkan penuturan Jemmy yang bergantian mengoceh dengan Mutiara. Rinjani meringis, ketika dirinya diminta untuk menjadi penanggung jawab acara ulang tahun Ganendra Grup, yang akan dilaksanakan awal bulan depan. Setelah rapat dibubarkan, Rinjani mengikuti langkah kedua komisaris menuju ruang kerja mereka. Jemmy dan Jhon turut bersama ketiga perempuan terseb
46Hari berganti. Siang menjelang sore itu, Sebastian telah berada di ruang kerja Dante, di kantor Adhitama Grup di kawasan Kuningan. Keduanya berdiskusi mengenai berbagai hal, terutama tentang pengalaman Dante sebelum menjadi mualaf, beberapa tahun silam. Dante menerangkan semuanya dengan detail dan sangat jujur. Dia memahami bila Sebastian membutuhkan banyak masukan, karena berpindah agama itu bukan hal sepele. Hampir satu jam berlalu, Sabrina, istri Zulfi yang juga merupakan Adik sepupu Dante, memasuki ruangan. Dia menyalami Sebastian, kemudian berpindah untuk menyalami Dante dengan takzim. Seperti halnya sang koko, Sabrina juga dimintai masukan oleh Sebastian. Perempuan bermata sipit itu menerangkan kisahnya dengan tenang, hingga tuntas. "Berarti, pengalaman kalian hampir sama denganku. Yaitu, merasa tenang saat mendengar suara azan ataupun orang mengaji," tutur Sebastian, sesaat setelah Sabrina usai berceloteh. "Aku juga suka lihat orang salat. Aku bahkan sudah hafal geraka
45Suasana tegang melingkupi ruang tamu kediaman Ardiatma Anargya. Beberapa orang yang berada di tempat itu, menunggu lelaki tua berkemeja hijau lumut, yang masih memegangi kertas berlogo rumah sakit F.Ardiatma mengulang membaca detail hasil tes DNA atas Sebastian dan Dylan. Angka 77% di bagian yang digaris merah, membuatnya terpaku. Ardiatma benar-benar terkejut dengan kenyataan itu. Rasa marah, kecewa, sedih, dan penyangkalan, bercampur menjadi satu dalam benak pria yang rambutnya telah dihiasi uban. Hal nyaris setupa juga dirasakan Eva yang membaca salinan keterangan hasil tes DNA. Perempuan tua berambut sepundak, menutupi mulutnya dengan tangan kiri. Eva menggeleng pelan. Dia tidak bisa memercayai penglihatan. Otaknya mendadak buntu dan Eva hanya bisa terpaku sembari memejamkan mata. Riordan mengambil kertas yang dipegangi Eva. Dia membaca hingga tiga kali. Sebelum menengadah dan memandangi Sebastian serta Rinjani, yang menempati kursi panjang di dekat jendela. "Mas, berarti