“Apa?! Susan masuk rumah sakit jiwa? Kok bisa, Bu?” Ibunya Bening menghela napas panjang. “Katanya karena Wildan. Susan benar-benar terobsesi sama Wildan. Sekarang pas satgas di Papua, Wildan nggak bisa dihubungi. Dia stress dan kebablas jadi kayak begitu. Katanya juga sih karena Wildan nggak mau n
Kinan melirik pria di sampingnya yang masih terlelap, dan seketika ia menyesal sudah kelewat batas dan mencurangi Damar. Tiba-tiba, ada panggilan lagi dari Damar. Kinan kaget. Rupanya teman tidur Kinan juga terbangun dan melirik Kinan. “Siapa yang telepon pagi-pagi?” tanyanya dalam bahasa inggris
“Mas Damar…” Damar memeluk Kinan erat-erat. “Kenapa nggak ngomong kalau kamu kecelakaan, Sayang?” “Aku nggak sadar, Mas. Aku baru bangun pas udah di rumah sakit.” Damar kelihatan sangat khawatir. Ia memeluk Kinan tanpa henti. Sebenarnya orang tua Kinan juga mau berangkat ke luar negeri, tetapi Ki
Beberapa bulan berlalu, masalah Kinan dan Damar mulai membaik seiring waktu. Setidaknya sejak beberapa minggu belakangan, Kinan sudah tidak cuek lagi. Damar memang melakukan sesuai apa yang Kinan perintahkan. Ia jarang menemui Maya, hanya di waktu-waktu yang penting saja. Maka dari itulah, Damar dan
Bening kaget. Suara Damar terdengar amat panik. “Damar? Kenapa, Mar? kok suara kamu kayak gitu?” “Mbak, aku lagi di rumah sakit sekarang. Maya mau melahirkan. Sekarang udah masuk ke ruang persalinan. Tolong kabarin Mama ya, Mbak.” Bening membelalak kaget. “Maya mau melahirkan?” “Iya, Mbak. Aku ng
Maya dirawat di rumah sakit selama beberapa hari pasca melahirkan hingga kesehatannya pulih. Ia sudah memantapkan diri untuk memberikan anaknya kepada Damar dan Kinan, lalu ia akan pergi jauh dan memulai hidup baru dengan melupakan segalanya. Ia bukannya tidak sayang dengan anak itu, kalau ia benci,
Damar menggeleng. “Aku nggak akan ceraikan kamu,” tegas Damar. Maya melotot. “Ya udah, aku aja yang gugat cerai.” “Aku nggak akan biarkan itu terjadi!” balas Damar. “Kamu ini… Bang! Udahlah, nggak usah memperpanjang masalah,” keluh Maya. Kinan kesal mendengar perdebatan Maya dan Damar, apalagi D
Ibunya Bening panik dan langsung menghubungi ambulans. Dengan dibantu oleh tetangga di battalion, Bening akhirnya diangkut dengan ambulans untuk ke rumah sakit. Sepanjang jalan, Bening terus menggenggam telapak tangan ibunya sambil mengatur napas. Keringatnya bercucuran, dan wajahnya pucat pasi saki
Setelah semua urusan selesai, Langit dan Dahayu akhirnya pulang ke rumah. Karena Dahayu mengendarai mobilnya sendiri, Langit mengikutinya dari belakang dan memastikan wanita itu tidak menghilang dari pengawasannya. Langit langsung menarik Dahayu masuk ke kamar begitu mereka sampai. Dahayu pasrah-p
Sudah dua jam berlalu sejak Langit keluar dari rumah. Dahayu mulai khawatir. Pasalnya, laki-laki itu sama sekali tidak menghubunginya. Pikiran Dahayu mulai tertuju kepada klub malam. Namun, dengan segera dia mengenyahkan kemungkinan itu. “Langit udah berubah. Dia nggak bakalan pergi ke klub malam l
“Ya Allah, beneran, Yu?” Bening sampai tidak percaya mendengarnya. Semua orang di meja makan terlihat tersenyum, terutama ibu Langit yang akhirnya mendapatkan cucu pertamanya. Dahayu malah malu sendiri karena menjadi pusat perhatian. Bening berdiri dari kursinya dan menghampiri Dahayu, memeluk putr
Bibir mereka tidak menempel lama. Karena tiba-tiba Dahayu mendorong Langit dan beringsut menjauh. Wajahnya memerah padam dan jantungnya berdebar tak karuan, tetapi dia justru menolak bertautan dengan Langit. Langit menatap Dahayu dengan kecewa. “Kenapa, Yu? Apa aku salah cium kamu? Aku ‘kan suami k
Buket bunga yang Langit bawa cukup besar. Dahayu sampai kesulitan membawanya dan hampir tidak bisa melihat apa pun. Sementara itu Langit tersenyum kecil melihat Dahayu kewalahan membawa buket itu. Dia mengikuti istrinya memasuki rumah singgah. Ini bukanlah kunjungan pertama Langit ke rumah ini, teta
“Kamu... hamil?” Dahayu mengangguk pelan. Tanpa sadar tangannya berdiam di perutnya sendiri. “Iya, aku hamil. Karena itu, aku mutusin kasih kamu kesempatan. Aku nggak ingin anak ini terlahir tanpa seorang ayah,” ujarnya lirih. Langit menelan ludah, masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Akhirnya, Dahayu berbicara dengan Langit di ruang tunggu rumah sakit. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di sekitar sana sehingga mereka bisa berbicara dengan lebih leluasa. Akan tetapi, kehadiran Sagara di antara pasangan suami-istri itu membuat suasana menjadi tegang. Sagara terus memperhatika
Setelah mengetahui dirinya hamil, Dahayu tidak bisa berhenti menangis. Tangannya gemetaran memegangi testpack yang memperlihatkan dua garis biru. Dahayu bingung apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Haruskan Dahayu menyimpan semua ini sendirian ataukah memberiahukannya pada Langit? “Assalamualaik
Begitu tahu ibunya tak sadarkan diri, Langit langsung melarikan ibunya ke rumah sakit. Langit meminta tolong Bi Ikah untuk memegangi ibunya di bangku penumpang belakang. Kepalanya sedang berkecamuk, tetapi Langit harus bisa fokus pada jalanan di depannya demi menghindari kecelakaan. Mobil mewah Lan