Bab 91Retno melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Mata wanita paruh baya itu kini tampak melotot sejenak karena dia telah lupa waktu sebab terlalu asik bertemu dengan teman-teman arisannya."Aduh, kok udah jam segini aja?" monolognya.Tari, teman sekaligus ketua geng arisan itu melirik ke arah Retno. Kening Tari tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. "Ada apa, Jeng? Kok kayaknya buru-buru banget, sih?""Ada urusan, Jeng Tari. Nggak bisa lama-lama ngumpul disini," jelas Retno singkat."Lho, kenapa memangnya?"Tari dan beberapa ibu-ibu lainnya juga merasa heran karena Retno memang biasanya akan menghabiskan waktu lebih lama untuk berkumpul.Bahkan Retno juga biasanya akan mentraktir teman-temannya. Aneh rasanya jika wanita itu beralasan ada urusan saat tengah mengadakan pertemuan."Cucu di rumah sendirian, Jeng. Tadi sih lagi tidur, tapi kalau bangun 'kan repot nanti nyariin. Kasihan," kilah Retno. Tentunya Retno tak mungkin mengatakan fakta yang
Bab 92"Kenapa, Ti? Nggak bisa dibuka, ya?"Senyum licik ini tampak merekah dengan sempurna di wajah Retno. Wanita itu tampak menggoyang-goyangkan sebuah kunci menggunakan jari telunjuknya seolah tengah mengejek Siti."Buka pintunya selagi aku masih meminta baik-baik, Bu."Suara Siti terdengar bergetar. Amarahnya benar-benar memuncak."Ibu ... Putri takut, Bu. Putri …"Samar-samar wanita itu mendengar suara putrinya dari kejauhan dan Siti sangat yakin kalau suaranya memang berasal dari dalam rumah."Putri? Put! Ya Allah ..." Ucapan Siti terjeda sesaat dan wanita itu kini menoleh ke arah ibu mertuanya, "Itu suara Putri 'kan? Buka pintu, Bu!" pintanya tak sabar.Handi yang melihat situasi mulai tak terkendali sontak langsung mengambil alih dan berusaha untuk mendobrak pintu karena pria itu sangat yakin kunci tidak akan diberikan oleh Retno.Mata Retno kini tampak membulat dengan sempurna. "Berhenti! Jangan rusak pintu rumahku!"Putri mengerjapkan matanya beberapa kali dan berharap bahwa
Bab 93'Sial! Kenapa semuanya jadi begini?!'Retno merasa sangat cemas. Selama ini dia tak pernah berurusan dengan pihak kepolisian. Wanita itu beralih menatap ke arah barat tetangganya dan berharap agar mereka semua bisa membantu. Namun sayangnya dia harus menelan pil pahit karena para tetangga yang sempat ikut-ikutan itu kini hanya bisa menunduk ketakutan sebab mereka semua tentunya tidak ingin berhubungan dengan pihak kepolisian.Retno mengepalkan tangannya dengan erat. Dia ingin memaki-maki semua orang yang ada di hadapannya.Pandangan Handi kini beralih menatap Siti. Pria itu melepas cengkraman tangannya. Entah mengapa telinganya kini terlihat memerah dengan degup jantung yang terasa tak beraturan. "Ayo, masuk dulu ke mobil."Siti mengangguk perlahan. Amarah wanita itu kini telah lenyap secara perlahan dan berganti dengan kelegaan karena putrinya telah berhasil ditemukan. Walau memang keadaannya terlihat begitu memprihatinkan. Dada Siti rasanya nyeri saat melihat putrinya. Dia i
Bab 94Handi telah sampai di rumah sakit dan pria itu langsung bergegas untuk pergi ke ruang IGD. Mata Handi memancing saat melihat sosok Tatang dan pria itu tanpa basa-basi langsung mendekat.Tatang yang menyadari kehadiran majikannya lantas berdiri dari tempat duduk."Pak," panggilnya lirih.Handi diam sejenak. Netra hitamnya seolah tengah memikirkan sesuatu. Tatang melirik ke arah pintu yang terbuka sedikit seolah pria itu tahu maksud dari sang majikan.Setelahnya, Handi langsung masuk ke dalam ruangan berukuran tak lebih dari 5x5 meter dengan nuansa putih serta bau obat-obatan.Ditatapnya lekat sosok perempuan yang kini tengah duduk tepat di samping ranjang. Siti tengah mencium di tangan putrinya dengan lembut karena gadis kecil itu masih pingsan.Handi menghela napas pelan. Pria itu pada akhirnya memutuskan untuk mendekat dan berdiri tepat di samping Siti.Walau Siti menyadari kehadiran majikannya, namun wanita itu memilih untuk tetap menundukkan kepalanya karena saat ini wajahny
Bab 95Adi sibuk berkemas setelah dia mendapatkan telepon dari Retno. Pria itu merasa cukup kesal dan juga was-was karena ibunya tiba-tiba dilaporkan ke pihak kepolisian."Sialan! Kenapa Ibu nggak mau mendengarkanku, sih?! Ini semua terjadi karena Ibu terus mengganggu Siti. Coba saja kalau Ibu mau dengerin aku sekali saja. Kejadian kayak gini nggak mungkin terjadi," desisnya kesal.Padahal Adi saat ini tengah sibuk bekerja, namun mau tak mau dia harus pulang untuk menyelesaikan masalah ibunya. Adi juga tak ingin jika ibunya mendekam di dalam penjara hanya karena laporan konyol yang dilakukan oleh Siti. Benar-benar tak bisa dibayangkan!"Bagaimana bisa wanita lemah sepertinya melaporkan Ibu? Aneh."Adi mengusap wajahnya dengan kasar. Padahal Adi sangat yakin kalau istrinya tak mungkin melakukan hal itu. Adi tahu dengan jelas bagaimana sifat Siti. Siti hanyalah wanita yang jauh lebih mirip seperti boneka dan dia mudah diatur.Tapi semuanya berubah dalam sekejap mata.Setelah Adi memasu
Bab 96Setelah Adi sampai di kantor polisi, pria itu bergegas masuk untuk menemui Bu Retno. Matanya tampak memicing saat melihat sosok ibunya tengah duduk tepat di depan seorang polisi dan keduanya terlihat tengah berbincang."Ibu!"Bu Retno yang mendengar panggilan dari anaknya sontak langsung menoleh dan mata wanita itu tampak berbinar senang.Bu Retno lantas berdiri dari tempat duduknya dan bergegas mendekat ke arah Adi. Sejak tadi dia memang menantikan kedatangan anaknya karena Bu Retno sangat yakin bahwa dia bisa segera bebas dari segala tuduhan."Di, kenapa kamu baru datang, sih?!"Adi diam sejenak setelah melihat keadaan ibunya yang kini terlihat cukup memprihatinkan. Wajah Bu Retno terlihat begitu kuyu dan juga lelah karena sejak tadi dia memang terus diinterogasi oleh polisi."Ibu nggak mau di sini lama-lama, Di. Mending cepetan sana kamu selesaikan masalahnya," desisnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.Adi berdecak kesal setelah mendengar omong kosong yang baru saja dikataka
Bab 97Adi berkeliling ke beberapa rumah sakit agar bisa menemukan Putri. Tujuan utamanya bukan untuk menjenguk keadaan anaknya. Adi hanya ingin meminta istrinya agar mencabut laporan dari kepolisian karena Retno sejak tadi terus saja memaksanya dan Adi mau tak mau harus menurutinya."Sial! Sebenarnya dia dirawat di rumah sakit yang mana, sih?!"Sudah tiga rumah sakit didatanginya, tapi ... Adi belum juga menemukan keberadaan Putri. Andai saja dia memiliki nomor ponsel Siti, Adi tak mungkin membuang waktu untuk bersusah payah mencari istrinya.Pria itu kembali melajukan mobilnya ke salah satu rumah sakit yang berada di pusat kota. Setelah dia memarkirkan mobilnya, Adi langsung berjalan pergi ke arah bagian admin rumah sakit.Wanita berseragam khas perawat itu tampak menoleh ke arah Adi dan menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis. "Selamat Sore, Bapak. Apa ada yang bisa kami bantu?""Saya ingin mencari pasien bernama Putri Anggraeni, umurnya 7 tahun. Apakah ada di rumah
Bab 98Siti menyapukan lipstik ke atas bibir ranumnya. Dia mempersiapkan segalanya untuk bertemu dengan Adi. Dia telah pulang dari rumah sakit dan bersiap untuk pergi. Sumi telah mengambil alih untuk menjaga Putri selama beberapa jam dan Siti tak perlu merasa khawatir."Sepertinya ini sudah cukup. Nggak terlalu menor, 'kan?" monolognya. Ditatapnya lekat pantulan cermin di hadapannya. Siti menghela napas pelan. Wajah pucatnya kini terlihat jauh lebih segar."Rasanya seperti mimpi," lirihnya.Siti pada awalnya memang ingin bertemu dengan Adi. Dia ingin menyelesaikan semua masalah dan segera terlepas dari Adi. "Ya Allah, kuatkan hamba agar bisa menghadapinya tanpa rasa takut."Sekali lagi dia menghela napas dan menyambar tas sebelum berlalu pergi. Tatang juga bersiap untuk mengantar sampai ke cafe. Sebelum pergi, Handi sudah menghubungi pengacara dan siap mengawal Siti. "Mang, ayo berangkat sekarang saja. Takutnya Pak Ardi menunggu lama di sana," ujarnya seraya mendekat. Tatang diam