Bab 95Adi sibuk berkemas setelah dia mendapatkan telepon dari Retno. Pria itu merasa cukup kesal dan juga was-was karena ibunya tiba-tiba dilaporkan ke pihak kepolisian."Sialan! Kenapa Ibu nggak mau mendengarkanku, sih?! Ini semua terjadi karena Ibu terus mengganggu Siti. Coba saja kalau Ibu mau dengerin aku sekali saja. Kejadian kayak gini nggak mungkin terjadi," desisnya kesal.Padahal Adi saat ini tengah sibuk bekerja, namun mau tak mau dia harus pulang untuk menyelesaikan masalah ibunya. Adi juga tak ingin jika ibunya mendekam di dalam penjara hanya karena laporan konyol yang dilakukan oleh Siti. Benar-benar tak bisa dibayangkan!"Bagaimana bisa wanita lemah sepertinya melaporkan Ibu? Aneh."Adi mengusap wajahnya dengan kasar. Padahal Adi sangat yakin kalau istrinya tak mungkin melakukan hal itu. Adi tahu dengan jelas bagaimana sifat Siti. Siti hanyalah wanita yang jauh lebih mirip seperti boneka dan dia mudah diatur.Tapi semuanya berubah dalam sekejap mata.Setelah Adi memasu
Bab 96Setelah Adi sampai di kantor polisi, pria itu bergegas masuk untuk menemui Bu Retno. Matanya tampak memicing saat melihat sosok ibunya tengah duduk tepat di depan seorang polisi dan keduanya terlihat tengah berbincang."Ibu!"Bu Retno yang mendengar panggilan dari anaknya sontak langsung menoleh dan mata wanita itu tampak berbinar senang.Bu Retno lantas berdiri dari tempat duduknya dan bergegas mendekat ke arah Adi. Sejak tadi dia memang menantikan kedatangan anaknya karena Bu Retno sangat yakin bahwa dia bisa segera bebas dari segala tuduhan."Di, kenapa kamu baru datang, sih?!"Adi diam sejenak setelah melihat keadaan ibunya yang kini terlihat cukup memprihatinkan. Wajah Bu Retno terlihat begitu kuyu dan juga lelah karena sejak tadi dia memang terus diinterogasi oleh polisi."Ibu nggak mau di sini lama-lama, Di. Mending cepetan sana kamu selesaikan masalahnya," desisnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.Adi berdecak kesal setelah mendengar omong kosong yang baru saja dikataka
Bab 97Adi berkeliling ke beberapa rumah sakit agar bisa menemukan Putri. Tujuan utamanya bukan untuk menjenguk keadaan anaknya. Adi hanya ingin meminta istrinya agar mencabut laporan dari kepolisian karena Retno sejak tadi terus saja memaksanya dan Adi mau tak mau harus menurutinya."Sial! Sebenarnya dia dirawat di rumah sakit yang mana, sih?!"Sudah tiga rumah sakit didatanginya, tapi ... Adi belum juga menemukan keberadaan Putri. Andai saja dia memiliki nomor ponsel Siti, Adi tak mungkin membuang waktu untuk bersusah payah mencari istrinya.Pria itu kembali melajukan mobilnya ke salah satu rumah sakit yang berada di pusat kota. Setelah dia memarkirkan mobilnya, Adi langsung berjalan pergi ke arah bagian admin rumah sakit.Wanita berseragam khas perawat itu tampak menoleh ke arah Adi dan menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis. "Selamat Sore, Bapak. Apa ada yang bisa kami bantu?""Saya ingin mencari pasien bernama Putri Anggraeni, umurnya 7 tahun. Apakah ada di rumah
Bab 98Siti menyapukan lipstik ke atas bibir ranumnya. Dia mempersiapkan segalanya untuk bertemu dengan Adi. Dia telah pulang dari rumah sakit dan bersiap untuk pergi. Sumi telah mengambil alih untuk menjaga Putri selama beberapa jam dan Siti tak perlu merasa khawatir."Sepertinya ini sudah cukup. Nggak terlalu menor, 'kan?" monolognya. Ditatapnya lekat pantulan cermin di hadapannya. Siti menghela napas pelan. Wajah pucatnya kini terlihat jauh lebih segar."Rasanya seperti mimpi," lirihnya.Siti pada awalnya memang ingin bertemu dengan Adi. Dia ingin menyelesaikan semua masalah dan segera terlepas dari Adi. "Ya Allah, kuatkan hamba agar bisa menghadapinya tanpa rasa takut."Sekali lagi dia menghela napas dan menyambar tas sebelum berlalu pergi. Tatang juga bersiap untuk mengantar sampai ke cafe. Sebelum pergi, Handi sudah menghubungi pengacara dan siap mengawal Siti. "Mang, ayo berangkat sekarang saja. Takutnya Pak Ardi menunggu lama di sana," ujarnya seraya mendekat. Tatang diam
Bab 99Siti berjabat tangan dengan Ardi. Bagaimanapun juga masalahnya bisa diselesaikan dengan mudah karena bantuan nya. "Terimakasih karena sudah berkenan untuk datang dan menemani saya bernegosiasi dengan Mas Adi, Pak."Ardi mengangguk pelan. "Ini sudah kewajiban saya untuk melindungi klien, Bu."Handi juga memintanya untuk mengawasi Adi, itulah sebabnya dia setuju untuk ikut bertemu meski sebenarnya merasa kurang nyaman."Kalau gitu saya permisi dulu, Pak Ardi."Pria itu kembali mengangguk dan hanya bisa menatap punggung kliennya yang mulai menjauh dan masuk ke dalam mobil. "Sepertinya si gunung es itu sudah menemukan bidadarinya," lirihnya sambil mengulas senyum tipis. Di waktu yang bersamaan, Adi baru saja sampai di rumahnya. Retno yang mendengar deru mesin mobil anaknya, lantas langsung membuka pintu.Wanita paruh baya itu sangat penasaran akan hasil pertemuan anaknya dengan Siti."Gimana jadinya, Di? Siti mau cabut laporan, 'kan?"Adi hanya diam. Pria itu justru masuk ke dal
Bab 100"Apa Putri takut?"Putri menganggukan kepalanya perlahan karena gadis kecil itu memang takut jika dirinya kembali bertemu dengan Retno. Siti meremas tangannya sendiri agar bisa menekan gejolak yang semakin membuat dirinya tak tahan. "Putri nggak perlu takut karena Ibu pasti akan mengantar serta menjemput nanti," ujarnya seraya mengelus pelan puncak kepala putrinya dengan lembut.Siti berharap agar dia kembali membuat anaknya bersemangat untuk menempuh ilmu seperti sebelumnya. Padahal Putri tengah bersemangat karena dia telah mencicipi bangku sekolah. Perlahan gadis kecil itu mulai mengangkat wajahnya dan menatap lekat bola mata hitam milik Siti."Tapi Nenek–""Nenek nggak akan berani gangguin Putri. Ibu yakin, kok," potongnya.Putri kembali diam. Namun pada akhirnya gadis kecil itu menganggukkan kepalanya perlahan. "Tapi Ibu janji harus antar Putri, ya?"Siti menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis dan langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya, Put … i
Bab 101"Um, wanita sebenarnya jauh lebih suka mendapatkan perhatian. Mulai dari hal kecil dan sepele saja, Pak. Misalnya saat dia butuh bantuan atau tempat sandaran, kita ada untuknya."Perkataan Rosa berhasil membuat pria itu terlihat berpikir. "Apakah itu sudah cukup?"Rosa mengerutkan keningnya. Namun tak lama dia mengangguk. "Menurut saya pribadi, itu sudah cukup, Pak."Handi hanya diam. Pria itu memilih untuk fokus bekerja kembali. Alasan utamanya menanyakan tentang hal aneh ini pada sang sekretaris tentu saja karena melakukan sesuatu yang disukai oleh wanita. Mungkin, Handi bisa lebih dekat dengan Siti. Rosa mengangkat bahunya dengan acuh dan kembali bekerja. Sejujurnya dia merasa aneh dengan tingkah sang atasan, tapi dia juga tak ingin bertanya lebih jauh. 'Apa Pak Handi punya kekasih?' batinnya.Rasanya aneh karena Rosa tahu atasannya selama ini hampir tak pernah dirumorkan dekat dengan wanita manapun. Pria berahang tegas dan tatapan dingin itu selalu terlihat seperti gunu
Bab 102Tepat di hari ini, Siti akan menghadiri sidang pertama agar proses perceraiannya berjalan dengan lancar karena Adi telah menyetujui gugatannya."Mang, tolong tunggu disini sampai urusan saya selesai, ya?"Tatang mengangguk dengan cepat. "Siap, Ti!"Wanita itu menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis dan berbalik menatap sosok pria berjas warna abu-abu."Maaf karena saya datang sedikit terlambat sebab jalanan pagi ini cukup macet, Pak Ardi."Pria itu menganggukkan kepala perlahan dan memahami tentang situasi yang baru saja dilalui oleh Siti. Rasanya wajar jika jalanan macet karena orang-orang memang pergi bekerja di pagi hari."Tak masalah, Bu. Kalau begitu mari kita masuk," ujarnya mempersilahkan.Siti mengangguk pelan. Wanita itu berjalan lebih dulu dan Ardi mengikuti langkahnya dari belakang. Namun baru saja hendak melangkahkan kakinya masuk ke kantor pengadilan agama, Siti dihadang oleh seorang pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya."Sidang pertam