Bab 73"Sudah siap semuanya? Ayo berangkat sebelum terlambat."Putri dan Siti mengangguk dengan cepat. Keduanya mengikut langkah pria jangkung di hadapannya dengan langkah ritmis. Setelah masuk ke dalam mobil, suasana kembali terasa canggung. Padahal Siti naik di kursi depan. Setidaknya agar dia tak terlalu mengganggu sang majikan yang memang tak suka naik di kursi samping pengemudi. Namun, Handi lagi-lagi menolaknya. Alhasil, Putri, Handi dan Siti kini duduk berdampingan.Jika ada orang lain yang melihatnya, mereka pasti akan berpikir kalau ketiga orang itu merupakan keluarga. Pandangan Putri beralih menatap Siti dan Handi. Kening gadis kecil itu tampak berkerut. "Ibu kok diam aja?"Siti terhenyak saat mendengar pertanyaan yang cukup mengejutkan terlontar dari mulut anaknya. Namun wanita itu dengan cepat langsung memberikan alasan."Ah, enggak apa-apa, Put. Ibu ngerasa seneng aja karena Putri sebentar lagi akan sekolah," kilahnya.Walau mengatakan alasan yang disertai sedikit keb
Bab 74"Rosa, tolong kamu belikan seragam dan buku tulis untuk siswi sekolah dasar. Saya butuh hari ini," perintahnya.Kening Rossa kini tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Wanita itu merasa cukup heran setelah mendapatkan perintah dari sang atasan."Seragam dan buku tulis, Pak?"Handi mengangguk dengan cepat. "Ya. Apa ada yang salah?"Rossa menggelengkan kepalanya. Tak ada yang salah atas perintah Handi. Hanya saja wanita itu merasa cukup heran karena sang atasan tak biasanya memintanya untuk mengurus hal-hal yang tak berhubungan dengan perusahaan."Tidak, Pak. Saya akan segera menyiapkannya."Tanpa banyak bertanya lagi, Rossa langsung bergegas pergi keluar untuk mencari toko seragam sekolah. Sebelum dia pergi, Rossa telah memberi beberapa dokumen yang akan diperiksa oleh Handi.Wanita itu tentu saja tak ingin membuang waktu sedikitpun. Di waktu yang bersamaan, Siti dan Putri masuk ke ruang pendaftaran dan saat itulah mereka bertemu dengan salah satu guru yang tampa
Bab 75Siti menutup pintu rumah. Sedangkan Putri kini tampak berlari menghampiri Sumi dan Bi Yati. Gadis kecil itu tak henti-hentinya mengungkap rasa bahagia yang tengah dirasakannya karena telah mendaftar sekolah."Putri bentar lagi sekolah, lho. Putri juga udah punya temen, namanya Selly!"Sumi yang tengah mencuci piring itu tampak menoleh setelah mematikan kran."Oh, ya? Kalau gitu nggak bakal main sama Mbak Sum lagi dong," selorohnya.Tawa Putri seketika berhenti. Gadis kecil itu lantas menatap lekat sosok Sumi."Putri masih bisa main kok sama Mbak Sumi," lirihnya.Bi Yati menggeleng pelan dan mencubit pinggang Sumi. Wanita itu memang seringkali menggoda Putri. Namun, Sumi tetap saja menunjukan betapa dia menyayangi Putri."Aduh, Bi! Kenapa malah nyubit, sih? Sakit tau," keluhnya.Bi Yati terkekeh pelan. "Kamu yang mulai duluan, Sum! Kasihan Putri kamu tipu," selorohnya.Sumi berdecak kesal. Namun tak lama wanita itu kembali tertawa lirih.Siti hanya bisa mengulas senyum tipis. Ba
Bab 76Begitu pulang ke rumahnya, pria itu langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, Handi pergi ke ruang kerjanya.Untung saja pekerjaan hari ini tak terlalu banyak dan Handi kini bisa beristirahat lebih cepat dari biasanya.Tak berselang lama pintu kamarnya diketuk. Pria itu tampak menoleh sambil mengerutkan keningnya."Permisi, Pak. Saya datang untuk mengantar makan malam."Handi seorang wanita yang cukup dikenalnya. Untung saja saat ini jantungnya tak berdetak kencang. "Masuklah," ujarnya mempersilahkan.Siti lantas masuk ke dalam ruang kerja majikannya sambil membawa nampan berisi makanan. Wanita itu lantas meletakkannya tepat di atas meja."Silahkan dimakan, Pak."Handi mengangguk pelan. Pria itu kini justru mengajak berdiri dan meraih sebuah kantong plastik yang dibawanya sore tadi. Tangannya kini terulur memberikan kantung itu pada Siti. "Ambillah," ujarnya.Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Wanita itu merasa
Bab 77Saat Siti masuk ke dalam kamarnya, Putri ternyata belum tidur. Alhasil gadis kecil itu tampak menoleh ke arah ibunya sambil mengerutkan kening karena Siti membawa kantong kresek putih."Itu apa, Bu?" tanyanya sambil melirik ke arah barang bawaan ibunya. Siti menutup pintu perlahan. Dia tampak mengulas senyum tipis dan berjalan mendekat. "Putri buka sendiri saja," ujarnya.Tanpa banyak tanya, Putri langsung membuka kantong kresek itu dan alhasil matanya tampak membulat sempurna."Ini 'kan seragam sekolah, Bu!? Ibu beli kapan?""Bukan Ibu yang beli, Put. Tapi Pak Handi yang memberinya sebagai hadiah karena sebentar lagi kamu akan masuk sekolah," jelasnya."Beneran, Bu?"Siti kembali mengangguk pelan. Wanita itu sangat yakin kalau putrinya juga sama terkejutnya seperti dirinya. Diperlakukan dengan sangat baik oleh Handi, membuat keduanya merasa sangat senang dan juga bersyukur karena mendapat majikan yang begitu baik."Alhamdulillah," lirih Putri.Gadis kecil itu tampak sangat se
Bab 78Siti mengelus pelan pucuk kepala putrinya. Gadis kecil itu telah terlelap dalam tidurnya. Namun jelas kantung matanya tampak sembab karena Putri sempat menangis.Siti mengatupkan bibir rapat-rapat. Putri bahkan kini berpikir bahwa sang ayah tak menyayanginya. Padahal Siti selalu berusaha untuk tidak mendoktrin putrinya supaya membenci Adi. Siti justru berharap hubungan ayah dan anak itu membaik. Sebab bagaimanapun juga, Putri masih butuh sosok seorang ayah."Maafin Ibu, Put ..."Jangan tanya seberapa dalam luka yang ada di dalam hati siti. Jawabannya tentu saja tak bisa dihitung lagi.Jika Adi tak lagi memiliki tempat di hati Putri, Siti memutuskan untuk menyudahi segala hubungan dengan suaminya. Siti pikir tak ada salahnya untuk menunggu. Tapi waktu nyatanya hanya terbuang sia-sia dan Adi tak pernah kembali.Suami yang dulu sangat dirindukan, kini justru berganti menjadi sosok yang paling dibenci oleh Siti. Dia tahu dengan sangat jelas kalau kebencian akan membuat hati serta
Bab 79Handi menghela napas berat. Ditatapnya lekat manik mata milik Siti. "Apa kamu tahu soal perselingkuhan Adi dan Yayuk?"Lagi, Handi kembali melontarkan pertanyaan yang cukup mengejutkan. Namun, Siti hanya bisa mengulas senyum tipis. Senyuman yang tampak sinis dan juga dipenuhi dengan rasa sakit.Perlahan, Siti mulai mendongakkan kepalanya dan menatap Handi. Pria yang berdiri di hadapannya itu benar-benar aneh."Mengapa Bapak menanyakan hal ini?" tanyanya balik dengan pandangan menyelidik seolah ingin mengetahui sesuatu.Handi terhenyak. Untuk pertama kalinya dia kesulitan untuk menjawab pertanyaan dari seseorang. Entah mengapa lidahnya terasa kelu seolah ada sesuatu yang menahannya untuk bicara.Siti yang melihat tingkah majikannya, kini hanya bisa terdiam. Apa Handi penasaran? Batinnya.Siti menghela napas perlahan. Dia tak ingin merasa sakit hati ataupun mengingat kembali soal hubungan gelap Adi dan Yayuk. Terlalu menyakitkan hati."Maaf atas kelancangan sikap saya barusan, Pa
Bab 80Waktu bergulir dengan cepat. Hari ini merupakan pertama kalinya Putri berangkat ke sekolah. Siti juga sudah bersiap sejak pagi karena dia berniat untuk menghantarkan putrinya."Putri, nanti di sekolah nggak boleh nakal, ya.""Iya, Bu. Putri nggak bakalan nakal, kok."Siti tampak menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis. "Iya, Putri juga sebaiknya berbaur dengan teman yang lain. Bukan dengan Selly saja."Gadis kecil itu diam sejenak setelah mendengar penuturan ibunya. Perlahan dia mulai mendongakkan kepalanya dan menatap melihat sosok Siti."Emangnya ada yang mau temenan sama Putri?"Degh!Tangan Siti yang tak masih memakaikan dasi kini tampak berhenti seketika setelah mendengar pertanyaan yang cukup mengejutkan terlontar dari mulut putrinya."Kenapa Putri ngomong kayak gitu?"Bukannya menjawab, Putri hanya diam. Siti menghela napas pelan. Dia kembali mengelus ujung kepala putrinya dengan lebih."Put, nggak apa-apa kenalan sama banyak temen. Ibu malah suka, kok. Biar