Bab 76Begitu pulang ke rumahnya, pria itu langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, Handi pergi ke ruang kerjanya.Untung saja pekerjaan hari ini tak terlalu banyak dan Handi kini bisa beristirahat lebih cepat dari biasanya.Tak berselang lama pintu kamarnya diketuk. Pria itu tampak menoleh sambil mengerutkan keningnya."Permisi, Pak. Saya datang untuk mengantar makan malam."Handi seorang wanita yang cukup dikenalnya. Untung saja saat ini jantungnya tak berdetak kencang. "Masuklah," ujarnya mempersilahkan.Siti lantas masuk ke dalam ruang kerja majikannya sambil membawa nampan berisi makanan. Wanita itu lantas meletakkannya tepat di atas meja."Silahkan dimakan, Pak."Handi mengangguk pelan. Pria itu kini justru mengajak berdiri dan meraih sebuah kantong plastik yang dibawanya sore tadi. Tangannya kini terulur memberikan kantung itu pada Siti. "Ambillah," ujarnya.Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Wanita itu merasa
Bab 77Saat Siti masuk ke dalam kamarnya, Putri ternyata belum tidur. Alhasil gadis kecil itu tampak menoleh ke arah ibunya sambil mengerutkan kening karena Siti membawa kantong kresek putih."Itu apa, Bu?" tanyanya sambil melirik ke arah barang bawaan ibunya. Siti menutup pintu perlahan. Dia tampak mengulas senyum tipis dan berjalan mendekat. "Putri buka sendiri saja," ujarnya.Tanpa banyak tanya, Putri langsung membuka kantong kresek itu dan alhasil matanya tampak membulat sempurna."Ini 'kan seragam sekolah, Bu!? Ibu beli kapan?""Bukan Ibu yang beli, Put. Tapi Pak Handi yang memberinya sebagai hadiah karena sebentar lagi kamu akan masuk sekolah," jelasnya."Beneran, Bu?"Siti kembali mengangguk pelan. Wanita itu sangat yakin kalau putrinya juga sama terkejutnya seperti dirinya. Diperlakukan dengan sangat baik oleh Handi, membuat keduanya merasa sangat senang dan juga bersyukur karena mendapat majikan yang begitu baik."Alhamdulillah," lirih Putri.Gadis kecil itu tampak sangat se
Bab 78Siti mengelus pelan pucuk kepala putrinya. Gadis kecil itu telah terlelap dalam tidurnya. Namun jelas kantung matanya tampak sembab karena Putri sempat menangis.Siti mengatupkan bibir rapat-rapat. Putri bahkan kini berpikir bahwa sang ayah tak menyayanginya. Padahal Siti selalu berusaha untuk tidak mendoktrin putrinya supaya membenci Adi. Siti justru berharap hubungan ayah dan anak itu membaik. Sebab bagaimanapun juga, Putri masih butuh sosok seorang ayah."Maafin Ibu, Put ..."Jangan tanya seberapa dalam luka yang ada di dalam hati siti. Jawabannya tentu saja tak bisa dihitung lagi.Jika Adi tak lagi memiliki tempat di hati Putri, Siti memutuskan untuk menyudahi segala hubungan dengan suaminya. Siti pikir tak ada salahnya untuk menunggu. Tapi waktu nyatanya hanya terbuang sia-sia dan Adi tak pernah kembali.Suami yang dulu sangat dirindukan, kini justru berganti menjadi sosok yang paling dibenci oleh Siti. Dia tahu dengan sangat jelas kalau kebencian akan membuat hati serta
Bab 79Handi menghela napas berat. Ditatapnya lekat manik mata milik Siti. "Apa kamu tahu soal perselingkuhan Adi dan Yayuk?"Lagi, Handi kembali melontarkan pertanyaan yang cukup mengejutkan. Namun, Siti hanya bisa mengulas senyum tipis. Senyuman yang tampak sinis dan juga dipenuhi dengan rasa sakit.Perlahan, Siti mulai mendongakkan kepalanya dan menatap Handi. Pria yang berdiri di hadapannya itu benar-benar aneh."Mengapa Bapak menanyakan hal ini?" tanyanya balik dengan pandangan menyelidik seolah ingin mengetahui sesuatu.Handi terhenyak. Untuk pertama kalinya dia kesulitan untuk menjawab pertanyaan dari seseorang. Entah mengapa lidahnya terasa kelu seolah ada sesuatu yang menahannya untuk bicara.Siti yang melihat tingkah majikannya, kini hanya bisa terdiam. Apa Handi penasaran? Batinnya.Siti menghela napas perlahan. Dia tak ingin merasa sakit hati ataupun mengingat kembali soal hubungan gelap Adi dan Yayuk. Terlalu menyakitkan hati."Maaf atas kelancangan sikap saya barusan, Pa
Bab 80Waktu bergulir dengan cepat. Hari ini merupakan pertama kalinya Putri berangkat ke sekolah. Siti juga sudah bersiap sejak pagi karena dia berniat untuk menghantarkan putrinya."Putri, nanti di sekolah nggak boleh nakal, ya.""Iya, Bu. Putri nggak bakalan nakal, kok."Siti tampak menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis. "Iya, Putri juga sebaiknya berbaur dengan teman yang lain. Bukan dengan Selly saja."Gadis kecil itu diam sejenak setelah mendengar penuturan ibunya. Perlahan dia mulai mendongakkan kepalanya dan menatap melihat sosok Siti."Emangnya ada yang mau temenan sama Putri?"Degh!Tangan Siti yang tak masih memakaikan dasi kini tampak berhenti seketika setelah mendengar pertanyaan yang cukup mengejutkan terlontar dari mulut putrinya."Kenapa Putri ngomong kayak gitu?"Bukannya menjawab, Putri hanya diam. Siti menghela napas pelan. Dia kembali mengelus ujung kepala putrinya dengan lebih."Put, nggak apa-apa kenalan sama banyak temen. Ibu malah suka, kok. Biar
Bab 81Suasana sekolah cukup ramai. Apalagi ada banyak siswa baru. Putri tampak sangat senang karena melihat banyak anak-anak sepantarannya.Mata gadis kecil itu tampak memicing saat melihat seseorang yang dikenalnya."Selly!"Gadis kecil yang berdiri tak jauh dari Putri, kini tampak menoleh. Dialah Selly, putri sulungnya Sri. "Putri! Sini, Put!"Putri menoleh ke arah Siti. Seperti biasanya gadis kecil itu ingin menanyakannya lebih dulu pada sang ibu. Siti mengangguk pelan, tanda menyetujuinya.Sinar mata Putri kini tampak senang dan gadis kecil itu lantas berlari mendekati Selly.Putri juga ikut mendekat karena dia ingin mengawasi putrinya lebih dulu sebelum kembali pulang. Tampak Sri yang tengah mengobrol dengan ibu-ibu lainnya mulai menyadari kedatangan Siti dan wanita itu langsung mendekat."Eh, Mbak Siti! Udah lama kita nggak ketemu, lho. Apa kabar?""Alhamdulillah, baik. Gimana kabar Mbak dan Selly?""Pastinya baik, Mbak. Selly semenjak ketemu anakmu, nggak berhenti cerita dia.
Bab 82Sumi terlihat mengerutkan kening saat melihat pintu rumah terbuka dan Siti masuk sambil menundukkan kepalanya. Padahal Siti pagi tadi menjelaskan bahwa dia akan pergi untuk mengantar Putri. Namun entah mengapa wanita itu pulang jauh lebih siang."Mbak, dari mana aja? Kok pulangnya agak siangan?"Siti mendongakkan kepalanya sambil berjalan mendekat. "Tadi mampir sebentar buat beli sesuatu," kilahnya. Pandangan Siti kini beralih mencari sosok seseorang yang tak memperlihatkan batang hidungnya. "Bi Yati belum pulang, Sum?"Sumi menggelengkan kepalanya perlahan. "Belum, Mbak. Belanjaan hari ini 'kan cukup banyak soalnya buat minggu depan sekalian," jelasnya.Siti mengangguk pelan. Entah mengapa dia merasa sedikit bersalah karena berbohong pada Sumi. Namun Siti tentunya tak ingin mengatakan bahwa dirinya baru saja pergi ke kantor pengadilan agama. Jika dia mengatakannya pada Sumi, wanita itu pasti akan melontarkan banyak pertanyaan dan Siti enggan menjawab pertanyaan yang melibatka
Bab 83Sejak kemarin malam, Siti merasakan firasat aneh karena tak ada satupun pergerakan dilakukan oleh Adi maupun Bu Retno. "Ini aneh," gumamnya lirih hampir tak terdengar. Bahkan saat merapikan seragam putrinya, Siti tak fokus sama sekali.Padahal wanita itu sempat berpikir kalau ibu mertuanya pasti akan melakukan sesuatu jika surat pengadilan telah sampai ke rumahnya.Kemungkinan besar surat pengadilan telah sampai kemarin. Jika dugaan yang memang benar, Bu Retno pastinya sudah membaca isi suratnya."Ibu kenapa kok ngelamun?"Pertanyaan Putri barusan telah membuyarkan lamunan Siti. Wanita itu tampak menoleh sambil menggelengkan kepala perlahan."Nggak ada apa-apa, Put.""Ibu bohong," sela Putri. Walau umurnya memang baru 7 tahun, tapi gadis kecil itu cukup peka mengenai perasaan ibunya.Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. "Nggak, Put. Ibu nggak bohong," kilahnya lagi."Kalau Ibu nggak bohong, kenapa bengong? Ibu sakit?"Ekspresi Putri tampak begitu kh