Bab 230Sumi melirik ke arah sosok wanita yang kini menuruni tangga. Senyum perlahan mulai mengembang di wajahnya. "Gimana kemarin malam, Mbak?"Baru saja sampai di lantai bawah, Siti sudah mendapat pertanyaan ambigu dari Sumi. Semua orang tahu kalau wanita itu memang bicara tanpa berpikir. Bahkan untuk menggoda seseorang, dia juga tak keberatan sekalipun."Apa sih, Sum? Nggak ada apa-apa," tukas Siti. Dia memilih untuk berlalu mengambil bahan-bahan untuk memasak sarapan. Sumi terkekeh pelan. "Halah, nggak usah malu-malu, Mbak! Stamina Pak Handi kuat, kan?"Wajah Siti kembali merona. Pertanyaan Sumi telah berhasil membuatnya malu bukan main.Daripada berdebat, Siti memilih untuk mengabaikannya dan pura-pura tak mendengar apapun.Bi Yati yang baru keluar dari kamar itu tampak tersenyum tipis."Kamu itu lho, Sum! Jangan ngeledek orang terus," cicitnya."Nggak ngeledek kok, Bi. Cuma penasaran aja."Obrolan kini berlangsung dengan santai dan juga nyaman. Bahkan tak terasa waktu terlal
Bab 231"Ayah, Putri mau mainan itu!"Jari telunjuk gadis kecil itu mengarah pada sebuah permainan capit berhadiah.Handi tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya perlahan. Tanpa banyak bicara dia langsung mendekat bersama dengan gadis kecilnya menuju ke arah tempat capit berhadiah di Timezone."Kita beli koin dulu, ya? Abis itu baru main."Putri mengangguk pelan. Handi langsung beralih pergi untuk menukar uang dengan koin agar bisa bermain. Sedangkan Siti menemani anaknya untuk menunggu.Ada banyak jenis boneka di dalam mesin capit itu. Warna dan bentuknya sangatlah indah wajar saja bila gadis kecil itu merasa sangat bersemangat. Apalagi Putri selama ini hampir tak memiliki mainan. Bukannya Siti tak membelikan, Putri memang selalu menolak. Jelas gadis kecil itu merasa tak ingin membuat ibunya terbebani. Siti mengelus pelan puncak kepala Putri. "Apa Putri pengen punya boneka?""Iya, Bu. Kadang Selly dan Monica cerita kalau mereka punya boneka. Putri jadi pengen," cicitnya polos.S
Bab 232Leher Eva terasa menegang. Rasanya ada sesuatu yang luar biasa panas kini mulai menjalar ke seluruh tubuhnya secara perlahan."Dasar … cih! Suatu hari nanti kamu pasti akan menyesal karena memperlakukanku seperti ini," desisnya.Siti membuang napasnya. Menyesal?Justru dia akan merasa jauh lebih senang ketika tak lagi berhubungan dengan manusia semacam Eva karena Siti tahu dengan jelas bahwa hubungan mereka tidak akan pernah bisa bersatu lagi.Eva hanya akan terus memperlakukannya seperti benalu dan menyalahkannya atas semua hal yang terjadi."Aku harap kamu yang nggak akan menyesal, Mbak. Ingatlah bahwa karma itu memang ada dan suatu saat nanti kamu bisa saja merasakannya."Eva mengepalkan tangannya dengan erat. Nafasnya kini semakin memburuk naik turun bersama adegan emosi yang semakin menggebu-gebu di dalam hatinya."Ada apa ini?"Handi kembali sambil membawa beberapa koin yang baru saja dia dapatkan setelah menukarkan uang. Pria itu kini terlihat mengerutkan keningnya keti
Bab 233"Nggak perlu repot-repot, aku aja yang bakalan pergi karena melihat kalian membuatku merasa sangat muak."Setelah mengatakan hal itu, Eva langsung berlalu pergi meninggalkan keluarga kecil yang kini dilanda kemarahan dan juga kekecewaan.Siti menundukkan kepalanya perlahan dan berharap agar amalannya bisa diredam. Dia tak ingin terlihat buruk di mata putrinya.Handi yang menyadari hal itu sontak langsung mengelus pelan puncak kepala gadis kecil yang masih memeluk erat tubuhnya."Kalian nggak apa-apa, kan?"Siti menggelengkan kepalanya perlahan sambil mencoba untuk mengulas senyum tipis dan menyembunyikan perasaannya. Bagaimanapun juga dia tak ingin membuat sang suami merasa khawatir atas perdebatan yang sempat terjadi sebelumnya.Siti justru beralih untuk mengecek keadaan putrinya karena gadis kecil itu sejak tadi terus saja bersembunyi sebab merasa ketakutan setelah melihat Eva."Putri nggak apa-apa? Tante Eva udah pergi, kok."Gadis kecil itu memberanikan diri untuk mengangk
Bab 234Adi telah sampai terlebih dahulu di tempat pertemuan yang telah disampaikan oleh Eva. Pria itu kini berdiri tepat di sekitar danau yang cukup sepi dan jarang diketahui oleh orang-orang awam.Dia menyesap rokoknya secara perlahan dan mencoba menikmatinya. Setelah mendapatkan masalah yang cukup besar dan terus bersembunyi dari pihak kepolisian, dia menjadi candu akan merokok. Padahal sebelumnya dia hanya menghisap satu batang saja perhari dan itu juga dilakukannya ketika merasa bosan ataupun terkena masalah. Tapi sekarang dia benar-benar tak bisa berjauh-jauhan dari rokok.Pemandangan danau di sini terlihat cukup indah walaupun sepi. Pandangan pria itu beralih menatap ke hamparan luas kenangan sebuah air yang membentuk keindahan sempurna.Tak berselang lama terdengar suara dari mobil mendekat dan berhenti tepat di sekitar danau. Sosok seorang perempuan yang terlihat cantik dan juga modis keluar dari mobil.Eva memicingkan matanya sejenak ketika melihat sosok pria yang bersandar
Bab 235"Terus ngapain kamu ngajakin aku ketemuan ke sini?"Eva menghela nafas berat. "Aku nggak bisa terus bersabar dan menunggu sampai rencanamu itu benar-benar berhasil. Aku merasa semakin mual ketika melihat mereka bisa bercanda tawa seperti keluarga yang bahagia."Kemarahan tampak begitu jelas di mata wanita itu dan dia bahkan tak menyembunyikannya sama sekali di hadapan lawan bicaranya saat ini.Selama ini dia memang berusaha keras untuk menutupinya di hadapan sang suami. Tapi Eva merasa itu semua tak perlu lagi karena Dirga bahkan mulai mengabaikannya."Aku masih belum bisa menemukan celah agar bisa masuk ke dalam kehidupan Siti.""Terus mau sampai kapan? Siti sekarang sudah menikah lagi dan aku yakin dia sudah sangat berbahagia bersama dengan keluarga barunya. Kalau tahu begini jadinya, aku nggak akan memberikan uang untukmu melanjutkan hidup dan bisa saja melaporkanmu balik ke pihak kepolisian."Kesal, itulah yang kini dirasakan oleh Eva.Apalagi bukan satu atau dua juta saja
Bab 236"Bukannya Mas mulai memperhitungkan tentang uang yang kamu keluarkan. Tapi apa kamu tak pernah berpikir bahwa suatu hari nanti kita juga bisa terjatuh dan mengalami hal sulit?"Eva mengerutkan keningnya. "Jangan ngomong yang nggak baik. Mendingan kita nikmati saja masa-masa ini.""Kamu masih bicara seperti itu karena belum mengalaminya, Va. Mas hanya ingin kamu bisa mengerti sedikit saja dan menurunkan egomu untuk meminta maaf."Eva memicingkan matanya. Dia menghela napas berat sambil mendesah kesal."Terserah kamu mau ngomong apa, Mas. Aku nggak akan peduli lagi. Toh bukan saatnya kita memikirkan sesuatu seperti ini."Setelah mengatakan itu dia langsung bergegas masuk ke dalam kamar dan meninggalkan sang suami yang masih menatapnya tak percaya."Aku harap hidup kami tidak akan pernah berubah. Tapi setidaknya dia perlu sadar akan sesuatu yang bisa saja hilang."Setelah Eka masuk ke kamar wanita itu langsung meletakkan barang belanja dan merebahkan dirinya ke atas kasur. Dia me
Bab 237"Nyariin apa?"Dirga masih diam, bahkan dia tak menoleh sama sekali meski baru saja mendapatkan pertanyaan dari Eva.Pria itu masih saja mencoba untuk mengabaikan istrinya. Tapi Eva justru terkekeh pelan ketika melihat tingkah suaminya yang kekanakan.Wanita itu lantas terkekeh pelan sambil melipat kedua tangannya tepat di depan dada. Dia beranjak dari sisi tempat tidur dan berjalan mendekati suaminya."Kenapa nggak minta tolong? Kamu malu, Mas?"Mendapatkan pertanyaan itu, Dirga lantas menoleh dan menatap tajam Eva. Tapi ternyata wanita itu memiliki pipi yang sangat tebal."Kenapa malah marah? Aku juga cuma nanya, kok. Takutnya kamu butuh sesuatu dan malu untuk meminta tolong," selorohnya.Dirga mendengus kesal. Pria itu lantas beralih ke sisi lainnya untuk mencari pakaian kerjanya. Dia tak ingin jika besok hari harus bangun terburu-buru dan terlambat ke kantor hanya karena pakaiannya belum disiapkan.Eva menyandarkan bahunya tepat di tembok. Dia menatap sinis sang suami yang