Bab 228Siti menyemprotkan parfum ke beberapa titik bagian tubuhnya. Wanita itu menatap pantulan dirinya di cermin dan mengulas senyum. Jantungnya saat ini berdetak semakin kencang mengingat saat ini merupakan malam pertamanya.Dua hari sebelumnya, Handi memang disibukkan dengan berbagai hal yang membuat pria itu harus terpaku di kantor dan bolak-balik ke kantor polisi.Tapi hari ini pria itu tak memiliki jadwal lainnya.Tak berselang lama terdengar suara pintu diketuk. Siti terbalik dan melihat sosok suaminya kini telah berada tepat di ambang pintu yang baru saja terbuka.Pria itu tampak menarik sudut bibirnya tipis ketika melihat penampilan istrinya yang sangat berbeda dari biasanya. Siti mengenakan sebuah piyama yang terlihat cukup seksi di mata Handi."Mas," panggilnya lirih.Pria itu dengan cepat langsung menutup pintu dan menguncinya. Perlahan dia mendekat ke arah istrinya yang masih duduk tepat di depan meja rias."Kamu … terlihat sangat berbeda."Wajah Siti sedikit merona, mer
Bab 229Siti membuka matanya perlahan ketika suara kokok ayam jantan mulai terdengar masuk ke dalam telinganya. Wanita itu tampak mengerjapkan matanya beberapa kali ketika melihat sosok pria yang kini tengah mendekapnya erat.Tiba-tiba senyuman perlahan mulai muncul di wajahnya. Tangannya perlahan terulur pelan untuk menyentuh wajah Handi.Tapi seketika mata pria itu yang tengah terlelap itu terbuka dengan sepenuhnya. Siti tersentak kaget, tapi dia juga terkekeh pelan.Rasanya seperti mimpi ketika wanita itu mengingat kembali malam spesial yang sempat dihabiskannya bersama dengan sang suami tercinta."Selamat pagi, Istriku."Suara berat pria itu telah menyegarkan telinga Siti. Hati wanita itu perlahan bergetar, rasanya aneh tapi juga menyenangkan.Handi menggeser tubuhnya sejenak dan kembali memeluk erat Siti. Pria itu menghujani sebuah ciuman di kening wanitanya.Siti menggeliat sejenak, "Mas, udah pagi. Ayo kita bangun dulu. Biasanya kamu juga pasti akan pergi untuk jogging, kan?"P
Bab 230Sumi melirik ke arah sosok wanita yang kini menuruni tangga. Senyum perlahan mulai mengembang di wajahnya. "Gimana kemarin malam, Mbak?"Baru saja sampai di lantai bawah, Siti sudah mendapat pertanyaan ambigu dari Sumi. Semua orang tahu kalau wanita itu memang bicara tanpa berpikir. Bahkan untuk menggoda seseorang, dia juga tak keberatan sekalipun."Apa sih, Sum? Nggak ada apa-apa," tukas Siti. Dia memilih untuk berlalu mengambil bahan-bahan untuk memasak sarapan. Sumi terkekeh pelan. "Halah, nggak usah malu-malu, Mbak! Stamina Pak Handi kuat, kan?"Wajah Siti kembali merona. Pertanyaan Sumi telah berhasil membuatnya malu bukan main.Daripada berdebat, Siti memilih untuk mengabaikannya dan pura-pura tak mendengar apapun.Bi Yati yang baru keluar dari kamar itu tampak tersenyum tipis."Kamu itu lho, Sum! Jangan ngeledek orang terus," cicitnya."Nggak ngeledek kok, Bi. Cuma penasaran aja."Obrolan kini berlangsung dengan santai dan juga nyaman. Bahkan tak terasa waktu terlal
Bab 231"Ayah, Putri mau mainan itu!"Jari telunjuk gadis kecil itu mengarah pada sebuah permainan capit berhadiah.Handi tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya perlahan. Tanpa banyak bicara dia langsung mendekat bersama dengan gadis kecilnya menuju ke arah tempat capit berhadiah di Timezone."Kita beli koin dulu, ya? Abis itu baru main."Putri mengangguk pelan. Handi langsung beralih pergi untuk menukar uang dengan koin agar bisa bermain. Sedangkan Siti menemani anaknya untuk menunggu.Ada banyak jenis boneka di dalam mesin capit itu. Warna dan bentuknya sangatlah indah wajar saja bila gadis kecil itu merasa sangat bersemangat. Apalagi Putri selama ini hampir tak memiliki mainan. Bukannya Siti tak membelikan, Putri memang selalu menolak. Jelas gadis kecil itu merasa tak ingin membuat ibunya terbebani. Siti mengelus pelan puncak kepala Putri. "Apa Putri pengen punya boneka?""Iya, Bu. Kadang Selly dan Monica cerita kalau mereka punya boneka. Putri jadi pengen," cicitnya polos.S
Bab 232Leher Eva terasa menegang. Rasanya ada sesuatu yang luar biasa panas kini mulai menjalar ke seluruh tubuhnya secara perlahan."Dasar … cih! Suatu hari nanti kamu pasti akan menyesal karena memperlakukanku seperti ini," desisnya.Siti membuang napasnya. Menyesal?Justru dia akan merasa jauh lebih senang ketika tak lagi berhubungan dengan manusia semacam Eva karena Siti tahu dengan jelas bahwa hubungan mereka tidak akan pernah bisa bersatu lagi.Eva hanya akan terus memperlakukannya seperti benalu dan menyalahkannya atas semua hal yang terjadi."Aku harap kamu yang nggak akan menyesal, Mbak. Ingatlah bahwa karma itu memang ada dan suatu saat nanti kamu bisa saja merasakannya."Eva mengepalkan tangannya dengan erat. Nafasnya kini semakin memburuk naik turun bersama adegan emosi yang semakin menggebu-gebu di dalam hatinya."Ada apa ini?"Handi kembali sambil membawa beberapa koin yang baru saja dia dapatkan setelah menukarkan uang. Pria itu kini terlihat mengerutkan keningnya keti
Bab 233"Nggak perlu repot-repot, aku aja yang bakalan pergi karena melihat kalian membuatku merasa sangat muak."Setelah mengatakan hal itu, Eva langsung berlalu pergi meninggalkan keluarga kecil yang kini dilanda kemarahan dan juga kekecewaan.Siti menundukkan kepalanya perlahan dan berharap agar amalannya bisa diredam. Dia tak ingin terlihat buruk di mata putrinya.Handi yang menyadari hal itu sontak langsung mengelus pelan puncak kepala gadis kecil yang masih memeluk erat tubuhnya."Kalian nggak apa-apa, kan?"Siti menggelengkan kepalanya perlahan sambil mencoba untuk mengulas senyum tipis dan menyembunyikan perasaannya. Bagaimanapun juga dia tak ingin membuat sang suami merasa khawatir atas perdebatan yang sempat terjadi sebelumnya.Siti justru beralih untuk mengecek keadaan putrinya karena gadis kecil itu sejak tadi terus saja bersembunyi sebab merasa ketakutan setelah melihat Eva."Putri nggak apa-apa? Tante Eva udah pergi, kok."Gadis kecil itu memberanikan diri untuk mengangk
Bab 234Adi telah sampai terlebih dahulu di tempat pertemuan yang telah disampaikan oleh Eva. Pria itu kini berdiri tepat di sekitar danau yang cukup sepi dan jarang diketahui oleh orang-orang awam.Dia menyesap rokoknya secara perlahan dan mencoba menikmatinya. Setelah mendapatkan masalah yang cukup besar dan terus bersembunyi dari pihak kepolisian, dia menjadi candu akan merokok. Padahal sebelumnya dia hanya menghisap satu batang saja perhari dan itu juga dilakukannya ketika merasa bosan ataupun terkena masalah. Tapi sekarang dia benar-benar tak bisa berjauh-jauhan dari rokok.Pemandangan danau di sini terlihat cukup indah walaupun sepi. Pandangan pria itu beralih menatap ke hamparan luas kenangan sebuah air yang membentuk keindahan sempurna.Tak berselang lama terdengar suara dari mobil mendekat dan berhenti tepat di sekitar danau. Sosok seorang perempuan yang terlihat cantik dan juga modis keluar dari mobil.Eva memicingkan matanya sejenak ketika melihat sosok pria yang bersandar
Bab 235"Terus ngapain kamu ngajakin aku ketemuan ke sini?"Eva menghela nafas berat. "Aku nggak bisa terus bersabar dan menunggu sampai rencanamu itu benar-benar berhasil. Aku merasa semakin mual ketika melihat mereka bisa bercanda tawa seperti keluarga yang bahagia."Kemarahan tampak begitu jelas di mata wanita itu dan dia bahkan tak menyembunyikannya sama sekali di hadapan lawan bicaranya saat ini.Selama ini dia memang berusaha keras untuk menutupinya di hadapan sang suami. Tapi Eva merasa itu semua tak perlu lagi karena Dirga bahkan mulai mengabaikannya."Aku masih belum bisa menemukan celah agar bisa masuk ke dalam kehidupan Siti.""Terus mau sampai kapan? Siti sekarang sudah menikah lagi dan aku yakin dia sudah sangat berbahagia bersama dengan keluarga barunya. Kalau tahu begini jadinya, aku nggak akan memberikan uang untukmu melanjutkan hidup dan bisa saja melaporkanmu balik ke pihak kepolisian."Kesal, itulah yang kini dirasakan oleh Eva.Apalagi bukan satu atau dua juta saja