ada yang ditembak nih
Bab 168Siti menatap putrinya yang kini telah tertidur lelap. Gadis kecil itu terlihat begitu damai dan sesekali tersenyum seolah mimpi indah tengah membuatnya terbuai.Siti menarik tubuhnya kembali dan menyandarkan punggungnya ke tembok. Pandangan matanya kini beralih menatap lampu kamar yang temaram."Ya Allah ... Hamba tidak tahu inikah jawaban yang tepat atas doa-doa selama ini karena meminta agar bisa melanjutkan hidup dengan bahagia dan penuh syukur. Hamba yakin kalau takdir telah tertulis dengan begitu indah."Siti memejamkan matanya sejenak sambil meletakkan telapak tangannya tepat di dada. Malam ini dia merasa begitu bahagia karena telah mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang terus saja membuatnya penasaran.Siti sendiri masih tak menyangka kalau ternyata sang majikan memiliki perasaan yang sama sepertinya. Bisa dibilang cinta kini hadir di antara Siti dan Handi.Wajah Siti kembali bersemu kemerahan. Dulu dia pernah merasa hidupnya sangat menyedihkan. Tapi Siti ini sadar ba
Bab 169Handi berangkat ke kantornya dengan perasaan campur aduk. Pria itu merasa malu karena tingkahnya diperhatikan oleh Putri.Tapi dia juga bisa merasakan adanya ketertarikan di mata gadis kecil itu, seolah-olah dia tak menolak bila ibunya memiliki pilihan lain.Tatang yang tengah fokus mengemudikan mobil itu tampak melirik sekilas ke arah sang majikan. Dia tersenyum tipis ketika melihat majikannya itu tampak uring-uringan."Pak, gimana perkembangannya?"Handi diam sejenak. Dia tahu dengan jelas maksud dari perkataan sopirnya barusan."Nggak tahu, Mang. Tapi bisa dibilang jauh lebih dekat dari sebelumnya," kelakar Handi.Tatang terkekeh pelan. "Setidaknya itu adalah perkembangan yang baik, Pak. Siti pasti butuh waktu.""Mamang benar, untungnya aku sudah mengungkapkan isi hatiku kemarin malam.""Oh, ya? Wah, itu kabar yang baik dong, Pak! Apa jawaban Siti?"Handi menggelengkan kepala perlahan. Hanya dengan deru napasnya saja sudah menjelaskan kalau ada sesuatu yang membuatnya bingu
Bab 170Adi merasa kepalanya terus berdenyut keras karena sejak tadi dia terus saja mendapatkan teror dari depkolektor. "Sialan! Bukannya jatuh temponya masih lima hari lagi?"Tak pernah sekalipun dia membayangkan akan mendapatkan teror sebegitu seram ketika berhutang dengan lintah darat.Adi sempat berpikiran sananya pasti akan berhasil karena dana dari perusahaan akan turun. Tapi nyatanya sampai sekarang dia bahkan tidak mendapatkan kabar apapun.Hanya ada perasaan penuh penyesalan yang kini terlintas di dalam benaknya karena sempat berhutang pada rentenir.Adi bahkan sengaja tak pergi keluar. Pria itu terus saja bersembunyi di rumah kontrakannya. Jujur saja, Adi takut jika dia akan mengalami masalah ketika bertemu dengan rentenir.Satu-satunya hal yang harus dilakukannya sekarang ialah mencari uang sekitar 20 juta rupiah untuk membayar tagihan.Sebenarnya, Adi masih memiliki uang di dalam rekeningnya. Tapi uang itu tentu saja harus digunakan untuk menjalani hidup sehari-hari karen
Bab 171"Oh, ya … sepertinya aku juga harus mengatakan hal ini padamu, Adi. Kemungkinan besar ada sesuatu yang sudah diketahui oleh Pak Handi."Mata Adi tampak membulat dengan sempurna. Perkataan Yayuk barusan telah berhasil membuat jantungnya berdebar hebat karena ketakutan."Serius? Kamu nggak lagi berbohong karena aku sedang kesulitan uang, 'kan?""Buat apa aku bohong, ini serius, Adi!"Jantung Adi berdetak makin tak beraturan. Hal yang paling ditakutkannya kini kemungkinan besar akan terjadi.Bagaimanapun juga dia telah membuat kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Jika kebohongannya itu memang tercium oleh sang, Adi sangat yakin riwayatnya pasti akan segera hancur dan kemungkinan besar dia juga pasti akan menjadi tersangka atas kerugian besar yang dialami oleh perusahaan.Bukan satu atau dua kali saja dia berbuat curang dan meraup uang dari perusahaan. Jika jumlahnya disatukan, mungkin sudah lebih dari dua miliar.Itu bahkan belum termasuk dengan uang yang dibagikan oleh Yay
Bab 172Siti baru saja mendapatkan kabar dari editor bahwa novel keduanya kini telah siap cetak dan dalam 3 hari ke depan akan didistribusikan pada konsumen.Tak henti-hentinya dia mengucap syukur karena memperoleh banyak kebahagiaan dalam waktu yang bersamaan."Alhamdulillah, Ya Allah ... Semoga novel keduaku ini juga disukai oleh banyak pembaca," lirihnya.Usai membaca pesan terbaru dari editornya, Siti segera beranjak dari kamar karena wanita itu masih harus bekerja. Tak berselang lama ketika dia keluar, Siti segera menemui Bi Yati. Pandangan Siti mengedarkan sekeliling karena dia tak melihat batang hidung Putri maupun Sumi."Bi, apa mereka belum pulang dari supermarket?""Belum, Ti. Paling sebentar lagi," jawab Bi Yati.Siti menganggukkan kepala perlahan dan beranjak mendekati rekan kerjanya itu."Bibi istirahat aja dulu, gih. Biar Siti aja yang lanjut nyapu," ujarnya."Haish, ini udah mau selesai kok, Siti."Siti tersenyum tipis dan tetap menyambar gagang sapu itu dari tangan Bi
Bab 173"Sum, gimana menurut kamu kalau aku dan Pak Handi … menikah?"Sumi menoleh dengan tatapan terkejut. Sepertinya wanita itu masih tak percaya dengan telinganya sendiri."Maksud Mbak apa?""Lupakan saja," tukas Siti.Reaksi Sumi justru membuatnya jadi resah. Dia juga takut kalau isi pembicaraannya saat ini akan tersebar."Ish, Mbak! Jelasin dulu, Mbak mau nikah sama Pak Handi?""Apa?!" Bi Yati yang baru saja keluar dari kamar itu tampak kaget. Wanita paruh baya itu bisa mendengar jelas isi percakapan Sumi dan Siti.Dengan langkah tergopoh, Bi Yati segera mengarah ke dapur. Ditatapnya lekat sosok Siti."Ti, kamu mau nikah sama--""Bukan gitu, Bi! A-aku cuma nanya asal aja," potong Siti, lagi-lagi dia mencoba untuk berkilah. Sumi dan Bi Yati saling berpandangan. Mereka berdua tak yakin dengan alasan yang baru saja dikatakan oleh Siti."Nggak mungkin kamu niatnya cuma nanya tentang masalah ini," ungkap Bi Yati.Mungkin Bi Yati tampak seperti seseorang yang tak terlalu peka dengan pe
Bab 174Novel Siti kini telah dicetak dan mulai didistribusikan ke konsumen. Sebagai salah satu penggemar, Handi dengan cepat langsung memesannya dan pria itu kini tampak tersenyum tipis ketika melihat novel yang telah lama membuatnya penasaran berada tepat di genggaman."Akhirnya aku kebagian juga," lirihnya. Setelah mampir ke toko buku, Handi segera pulang ke rumah. Sesekali pria itu membaca isi novel dia dalam mobilnya.Entah mengapa sejak pertama kali membaca novel karya penulis ini, Handi merasakan ada sesuatu yang aneh. Dia seolah mengenal sosok sang penulis. Walau mungkin itu hanya perasaannya saja--batin Handi.Mata Handi memicing ketika melihat ada banyak hal yang tak asing di dalam alur cerita novel ini. "Kenapa kejadiannya mirip seperti saat aku bersama dengan Siti?" Meski Handi tahu kalau adegan romantis di novel beberapa kali merupakan adegan yang familiar, tapi kali ini benar-benar berbeda. Seolah sosok pemeran pria yang tengah diceritakan sangat mirip dengan Handi."M
Bab 175"Ini ... apa mungkin tebakanku tidak salah? Apa Siti yang menulis novel ini?"Handi tak ingin berpikiran aneh. Tapi pria itu sangat yakin kalau tebakannya tidak salah. Tak ingin membuang waktu pria itu segera menyalakan laptopnya dan mencari tahu sosok penulis novel yang akhir-akhir ini membuatnya tertarik."Putri Nurhaliza ... Apa ini memang kebetulan? Nama lengkap Siti bukannya memang Siti Nurhaliza, ya? Mungkin kah Siti menggabungkan namanya dan Putri?"Secara acak kebetulan kebetulan aneh mulai muncul kembali di dalam kepala Handi. Rasa penasarannya semakin menggunung.Tapi tiba-tiba suara pintu yang diketuk membuyarkan fokusnya. Handi tampak menoleh ke arah sumber suara."Siapa?""Om, makanannya sudah matang. Ayo makan dulu, Om!"Suara Putri terdengar dari luar, Handi menghela napas perlahan. Pria itu segera menutup laptopnya dan bangkit dari kursi.Tangannya terulur pelan memutar gagang pintu dan seketika pula sosok gadis kecil berada tepat di hadapannya."Kenapa diam aja