Bab 166"Saya yakin ada alasan dibalik sikap aneh anda. Benar, 'kan? Pak, saya nggak mau salah paham. Sikap Bapak makin hari membuat saya penasaran. Sebenarnya Bapak ingin apa?"Handi tampak diam. Tapi Siti sejak tadi memandangnya dengan tatapan tajam penuh selidik karena wanita itu masih merasa penasaran.Handi menghela napas pelan. Dia mengusap wajahnya sambil tersenyum tipis karena pada akhirnya pertanyaan yang ditunggu-tunggu nya itu terlontar dari mulut Siti.Handi mendongakkan kepalanya kembali dan menatap lekat sosok wanita yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta."Siti, mungkin penjelasan saya nanti akan terdengar seperti omong kosong dan kamu sulit untuk percaya. Tapi ketahuilah satu hal, Siti. Saya nggak berbohong sama sekali," ujarnya mencoba menyakinkan.Pernyataan Handi kembali membuat hati Siti berdesir. Tapi dia ingin jawaban yang pasti."Katakan saja, Pak.""Saya jatuh hati padamu, Siti."Jantung Siti tiba-tiba berdetak dengan kencang. Bola matanya hampir saja kelua
Bab 167Siti menutup pintu kamarnya dengan keadaan jantung yang berdebar hebat. Saya dari tadi dia masih saja tak percaya dengan segala hal yang didengarnya.Rasanya seperti mimpi, tak nyata sama sekali."Ya Allah ... benarkah ini bukan mimpi?" gumamnya pelan sambil menepuk-nepuk pipinya."Ibu kenapa?"Suara Putri berhasil mengejutkan Siti. Wanita itu lantas berbalik dan menatap putrinya yang kini terlihat kebingungan. Siti tak sadar kalau putrinya belum terlelap dan dia hampir saja mengungkapkan isi hatinya secara gamblang."Eh? Putri kok belum tidur?" tanyanya sambil mendekat ke arah Putri."Putri belum ngantuk, Bu."Siti tersenyum tipis dan duduk tepat di sisi ranjang. Tangannya terulur pelan dan mulai mengelus puncak kepala gadis kecilnya dengan lembut."Baca doa dan pejamkan mata, nanti lama-lama ngantuk, kok."Putri menganggukkan kepalanya perlahan. Tapi gadis kecil itu masih merasa penasaran dengan tingkah ibunya barusan."Ibu tadi kenapa?""Nggak apa-apa, kok. Ibu cuma ngantuk
Bab 168Siti menatap putrinya yang kini telah tertidur lelap. Gadis kecil itu terlihat begitu damai dan sesekali tersenyum seolah mimpi indah tengah membuatnya terbuai.Siti menarik tubuhnya kembali dan menyandarkan punggungnya ke tembok. Pandangan matanya kini beralih menatap lampu kamar yang temaram."Ya Allah ... Hamba tidak tahu inikah jawaban yang tepat atas doa-doa selama ini karena meminta agar bisa melanjutkan hidup dengan bahagia dan penuh syukur. Hamba yakin kalau takdir telah tertulis dengan begitu indah."Siti memejamkan matanya sejenak sambil meletakkan telapak tangannya tepat di dada. Malam ini dia merasa begitu bahagia karena telah mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang terus saja membuatnya penasaran.Siti sendiri masih tak menyangka kalau ternyata sang majikan memiliki perasaan yang sama sepertinya. Bisa dibilang cinta kini hadir di antara Siti dan Handi.Wajah Siti kembali bersemu kemerahan. Dulu dia pernah merasa hidupnya sangat menyedihkan. Tapi Siti ini sadar ba
Bab 169Handi berangkat ke kantornya dengan perasaan campur aduk. Pria itu merasa malu karena tingkahnya diperhatikan oleh Putri.Tapi dia juga bisa merasakan adanya ketertarikan di mata gadis kecil itu, seolah-olah dia tak menolak bila ibunya memiliki pilihan lain.Tatang yang tengah fokus mengemudikan mobil itu tampak melirik sekilas ke arah sang majikan. Dia tersenyum tipis ketika melihat majikannya itu tampak uring-uringan."Pak, gimana perkembangannya?"Handi diam sejenak. Dia tahu dengan jelas maksud dari perkataan sopirnya barusan."Nggak tahu, Mang. Tapi bisa dibilang jauh lebih dekat dari sebelumnya," kelakar Handi.Tatang terkekeh pelan. "Setidaknya itu adalah perkembangan yang baik, Pak. Siti pasti butuh waktu.""Mamang benar, untungnya aku sudah mengungkapkan isi hatiku kemarin malam.""Oh, ya? Wah, itu kabar yang baik dong, Pak! Apa jawaban Siti?"Handi menggelengkan kepala perlahan. Hanya dengan deru napasnya saja sudah menjelaskan kalau ada sesuatu yang membuatnya bingu
Bab 170Adi merasa kepalanya terus berdenyut keras karena sejak tadi dia terus saja mendapatkan teror dari depkolektor. "Sialan! Bukannya jatuh temponya masih lima hari lagi?"Tak pernah sekalipun dia membayangkan akan mendapatkan teror sebegitu seram ketika berhutang dengan lintah darat.Adi sempat berpikiran sananya pasti akan berhasil karena dana dari perusahaan akan turun. Tapi nyatanya sampai sekarang dia bahkan tidak mendapatkan kabar apapun.Hanya ada perasaan penuh penyesalan yang kini terlintas di dalam benaknya karena sempat berhutang pada rentenir.Adi bahkan sengaja tak pergi keluar. Pria itu terus saja bersembunyi di rumah kontrakannya. Jujur saja, Adi takut jika dia akan mengalami masalah ketika bertemu dengan rentenir.Satu-satunya hal yang harus dilakukannya sekarang ialah mencari uang sekitar 20 juta rupiah untuk membayar tagihan.Sebenarnya, Adi masih memiliki uang di dalam rekeningnya. Tapi uang itu tentu saja harus digunakan untuk menjalani hidup sehari-hari karen
Bab 171"Oh, ya … sepertinya aku juga harus mengatakan hal ini padamu, Adi. Kemungkinan besar ada sesuatu yang sudah diketahui oleh Pak Handi."Mata Adi tampak membulat dengan sempurna. Perkataan Yayuk barusan telah berhasil membuat jantungnya berdebar hebat karena ketakutan."Serius? Kamu nggak lagi berbohong karena aku sedang kesulitan uang, 'kan?""Buat apa aku bohong, ini serius, Adi!"Jantung Adi berdetak makin tak beraturan. Hal yang paling ditakutkannya kini kemungkinan besar akan terjadi.Bagaimanapun juga dia telah membuat kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Jika kebohongannya itu memang tercium oleh sang, Adi sangat yakin riwayatnya pasti akan segera hancur dan kemungkinan besar dia juga pasti akan menjadi tersangka atas kerugian besar yang dialami oleh perusahaan.Bukan satu atau dua kali saja dia berbuat curang dan meraup uang dari perusahaan. Jika jumlahnya disatukan, mungkin sudah lebih dari dua miliar.Itu bahkan belum termasuk dengan uang yang dibagikan oleh Yay
Bab 172Siti baru saja mendapatkan kabar dari editor bahwa novel keduanya kini telah siap cetak dan dalam 3 hari ke depan akan didistribusikan pada konsumen.Tak henti-hentinya dia mengucap syukur karena memperoleh banyak kebahagiaan dalam waktu yang bersamaan."Alhamdulillah, Ya Allah ... Semoga novel keduaku ini juga disukai oleh banyak pembaca," lirihnya.Usai membaca pesan terbaru dari editornya, Siti segera beranjak dari kamar karena wanita itu masih harus bekerja. Tak berselang lama ketika dia keluar, Siti segera menemui Bi Yati. Pandangan Siti mengedarkan sekeliling karena dia tak melihat batang hidung Putri maupun Sumi."Bi, apa mereka belum pulang dari supermarket?""Belum, Ti. Paling sebentar lagi," jawab Bi Yati.Siti menganggukkan kepala perlahan dan beranjak mendekati rekan kerjanya itu."Bibi istirahat aja dulu, gih. Biar Siti aja yang lanjut nyapu," ujarnya."Haish, ini udah mau selesai kok, Siti."Siti tersenyum tipis dan tetap menyambar gagang sapu itu dari tangan Bi
Bab 173"Sum, gimana menurut kamu kalau aku dan Pak Handi … menikah?"Sumi menoleh dengan tatapan terkejut. Sepertinya wanita itu masih tak percaya dengan telinganya sendiri."Maksud Mbak apa?""Lupakan saja," tukas Siti.Reaksi Sumi justru membuatnya jadi resah. Dia juga takut kalau isi pembicaraannya saat ini akan tersebar."Ish, Mbak! Jelasin dulu, Mbak mau nikah sama Pak Handi?""Apa?!" Bi Yati yang baru saja keluar dari kamar itu tampak kaget. Wanita paruh baya itu bisa mendengar jelas isi percakapan Sumi dan Siti.Dengan langkah tergopoh, Bi Yati segera mengarah ke dapur. Ditatapnya lekat sosok Siti."Ti, kamu mau nikah sama--""Bukan gitu, Bi! A-aku cuma nanya asal aja," potong Siti, lagi-lagi dia mencoba untuk berkilah. Sumi dan Bi Yati saling berpandangan. Mereka berdua tak yakin dengan alasan yang baru saja dikatakan oleh Siti."Nggak mungkin kamu niatnya cuma nanya tentang masalah ini," ungkap Bi Yati.Mungkin Bi Yati tampak seperti seseorang yang tak terlalu peka dengan pe