[Anda tidak ketiduran 'kan, Bu Elisa?]Sebuah pesan masuk dari Pak Nathan membuatku kembali tersenyum lebar. Rupanya pria itu sudah tidak sabar atau aku yang kelamaan berada di lantai atas.***Pak Nathan membawaku ke sebuah restoran yang tak kalah mewah dari restoran kemarin. Kami makan siang layaknya diner saja. Suasana di dalam restoran ini memang syahdu, meskipun siang hari tapi terasa sekali suasana romantisnya. Sebenarnya Pak Nathan mau mengajakku ke sini untuk membicarakan masalah bisnis atau masalah hati. Dih, kok aku jadi berharap. Kenapa dulu Mbak Tika tidak mengatakan kalau pesona Pak Nathan se-dahsyat ini. Akan tetapi aku merasa heran, pasalnya, pria mapan dengan ketampanan sempurna ini masih bertahan menyendiri di usianya yang sudah cukup untuk berumah tangga ini. Tidak mungkin kalau tidak ada gadis yang mau sama Pak Nathan. Sebaliknya, pasti banyak gadis yang antri untuk mendapat tempat di hatinya."Ehem .... "Pak Nathan berdehem sambil mengubah posisi duduknya. Aku se
Pov RikoKunyalakan layar ponsel yang sejak beberapa jam yang lalu tidak lepas dari genggaman. Selain untuk melihat waktu yang sudah menunjukkan hampir pukul 00.00. Aku juga sedang menunggu pesan dari Alin. Sejak satu jam dari jam kantor selesai aku sudah mengirim pesan pada istriku lantaran dia belum juga sampai di rumah. Namun jangankan balasan, bahkan sekarang ponselnya pun tidak aktif. Sejak kejadian pagi itu, Alin berubah. Ia kerap pulang larut dengan alasan bosan di rumah. Selain itu Alin juga mengatakan kalau ia harus mencari uang tambahan lantaran sekarang aku sudah benar-benar dipecat dari kantor. Selain karena sudah tiga bulan aku tidak masuk kerja, pemecatanku ini juga disebabkan oleh utang yang belum aku lunasi. "Skincareku harus dibeli, belum lagi obat-obatan Mas Riko. Kalau aku tidak bekerja, dari mana bisa mendapatkan semua itu. Mas Riko tidak usah rewel, terima saja keadaan Mas yang sudah tidak bisa apa-apa lagi."Aku mengusap wajah ketika mengingat ucapan Alin tadi
"Makan dulu, Lin. Sudah aku buatkan roti bakar." Pagi ini aku menunggu Alin di meja makan. Sengaja kubuatkan sarapan sebelum dia pergi ke kantor."Nanti aku sarapan di kantor saja, Mas. Roti itu buat Mas Riko saja, siapa tahu nanti siang Mas kelaparan."Tanpa melirik sarapan yang sudah kubuatkan, Alin melenggang pergi. Bahkan ia tidak berpamitan padaku."Oh ya, Mas. Kemarin Pak Hendra bilang, batas akhir pembayaran utang itu dua hari lagi. Kalau tidak maka pihak perusahaan akan mengambil barang apapun yang Mas miliki. Setelah beberapa langkah Alin pergi, ia pun berbalik."Iya, nanti aku pikirkan.""Utang sebesar itu tidak cukup hanya dipikirkan, Mas, tapi harus diusahakan." Alin tersenyum sinis ke arahku setelah itu dia benar-benar pergi. Setelah Alin berlalu dan tidak nampak lagi aku membanting gelas berisi jus yang ada di hadapanku. Alin sudah berubah, dia bukan Alin yang dulu yang mengejar-ngejar cintaku. Dia sudah tidak peduli lagi padaku karena aku sudah tidak punya apa-apa. Sat
"Sudahlah, Mas, semuanya sudah berakhir. Aku sudah memaafkanmu tapi bukan berarti aku mau kembali. Takdir kita sudah sampai pada persimpangan di mana kita harus memilih jalan masing-masing. Bukankah semua ini Mas Riko yang menginginkan. Aku sadar, aku bukan wanita yang pantas untukmu.""Lis .... " Aku mendongak menatap wajahnya, namun Lisa menolak bersitatap denganku. Wanita yang pernah tertahta di hatiku itu memalingkan wajahnya dengan kasar."Siapa, Dek?" Kudengar pria gagah itu bertanya, bahkan dia memanggil Lisa dengan sebutan 'Dek'."Bukan siapa-siapa, Mas. Dia hanya pengemis cinta yang datang disaat tidak punya apa-apa, yang tidak ada untukku disaat punya segalanya. Lebih baik kita pergi sekarang, Mas." Setelah itu Lisa masuk kembali ke mobil meninggalkan aku yang masih bersimpuh. "Lis!""Bukankah kamu punya Alin, wanita cantik dan menarik yang sedap dipandang mata. Lalu di mana sekarang, saat Mas Riko kehilangan segalanya. Jangan-jangan Mas Riko juga kehilangan wanita pujaan.
Pov LisaMalam ini aku dikejutkan oleh telepon dari Reka yang mengatakan kalau Mas Riko sedang berada di kantor polisi."Apa yang terjadi, Ka?" Meski kaget, aku berusaha untuk tenang."Mas Riko dilaporkan atas dugaan penganiayaan oleh seorang pria."Seorang pria? Apa sebabnya, padahal tadi siang dia datang ke butik. Lalu aku menceritakan kedatangan Mas Riko ke butik dengan tujuan selain untuk meminta maaf juga memintaku kembali. "Mbak Lisa menolaknya 'kan?" tanya Reka ragu."Tentu saja, aku akan berpikir dua kali untuk kembali pada Mas Riko. Meskipun aku sudah memaafkannya, bukan berarti harus kembali padanya.""Betul Mbak, meski dia kakakku tapi aku tidak rela kalau Mbak Lisa kembalikan pada mas Riko.""Kamu tahu siapa yang melaporkan Mas Riko dan siapa yang dianiaya?""Gak tahu, Mbak Alin hanya bilang Mas Riko di kantor polisi atas dugaan penganiayaan."Setelah telepon dari Reka berakhir, aku segera menghubungi Mas Nathan. Kemarin Mas Riko menemuiku kala aku akan pergi bersama Mas
Aku yakin apa yang tengah terjadi pada mantan suamiku itu adalah buah dari apa yang telah dia perbuat padaku. Aku tahu Tuhan tidak pernah tidur. Makanya sejak dulu aku selalu meminta padaNya supaya diberi kesabaran dan kekuatan serta kebahagiaan. Kini semuanya sudah aku dapatkan. Apa yang terjadi pada Mas Riko itu semata-mata kehendakNya.***Dua minggu kemudian. Malam ini Mas Nathan mengajakku berkunjung ke rumah Mbak Tika. Selama kami dekat memang belum pernah ke rumah Mbak Tika secara bersamaan. Sesampainya di rumah kakak sepupuku itu, Mbak Tika dan Mas Ardan menyambut kami dengan riang, terutama pada Kayla. Ternyata Mbak Tika sudah mengetahui rencana kedatangan kami, terbukti dengan berbagai makanan lezat yang terhidang di meja makan. Aku tahu Mbak Tika sudah mempersiapkannya. Bisa jadi Mas Nathan sudah mengabari perihal kedatangannya malam ini."Jadi Mbak Tika sudah tahu aku akan datang?""Eum .... "Mbak Tika malah melirik ke arah Mas Nathan yang langsung salah tingkah, sement
"Kamu ini, belum apa-apa sudah memikirkan membuat adik untuk Kayla," ucap mas Ardan diakhiri tawa renyah."Jangan tertawa dulu, Mas. Aku masih was-was menunggu jawaban Dek Lisa." Mas Nathan melirikku.Deg!Aku segera melempar pandangan lantaran ketahuan tengah menatapnya. Mendengar itu sontak aku menghentikan tawa. Begitu pun Mbak Tika."Eum ... aku ... bersedia, Mas," jawabku sambil menunduk."Alhamdulillah," sahut ketiganya serentak."Kalau begitu, minggu depan kita laksanakan acara resminya. Aku ingin mengadakan acara yang istimewa di hotel Berlian. Tempat pertama kali aku melihat Dek Lisa. Ini pertama kalinya bagiku dan kuharap hanya sekali seumur hidup, maka aku ingin membuat acara yang berkesan.""Apa tidak sebaiknya kalian langsung menikah saja?" Mas Ardan memberikan usulan."Soal menikah, toh bisa dilaksanakan sehari setelah acara tunangan. Aku hanya tidak ingin kehilangan momen."Dalam hal ini aku bisa memahami keinginan Mas Nathan. Dia seorang pengusaha yang banyak uang, jad
Tepuk tangan riuh terdengar ketika Mas Nathan baru saja selesai menyelipkan sebuah cincin berlian yang berkilau di jariku. Detik ini kami resmi bertunangan, itu artinya kami sudah saling terikat dalam artian saling percaya dan saling menjaganya hati hingga saatnya tiba kami bersama tanpa batas. Sebenarnya aku se-pemikiran dengan mas Ardan untuk melangsungkan pernikahan tanpa pertunangan dulu. Akan tetapi Mas Nathan bersikeras untuk mengadakan acara pertunangan. Seperti yang dia bilang kemarin, Mas Nathan tidak mau kehilangan momen.Sejenak aku pandangi cincin yang berkilau ini, rasa tak percaya kembali hadir di hatiku. Rasanya kemarin aku masih menangis ketika Mas Riko membawa Alin ke rumah lalu aku memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu tanpa perdebatan. Tapin hari ini, Tuhan telah menghadirkan seorang laki-laki yang tulus dan ingin membahagiakan aku. Mas Nathan hadir, mau menerima aku dan semua kekuranganku. Termasuk kehadiran Kayla diantara kami. "Terima kasih, Mas," ucapku