Semakin hari tubuh Astutik semakin kurus, anak yang dulu terlihat cantik dan menggemaskan dengan pipi chubby itu kini terlihat semakin layu dan pucat. Dulu Astutik adalah anak yang selalu semangat dan ceria, Astutik adalah anak yang periang. Namun kini Astutik berubah menjadu anak yang pemurung. Astutik lebih banyak diam. Astutik yang dulu kritis, dan selalu ingi tahu, berubah mwnjadi anak yang sangat penurut, seolah semangat hidupnya benar-benar telah hilang. Astutik kini seolah bukan dirinya yang dulu. Astutik begitu merindukan ibunya, tidak pernah seharipun dia lalui hidup tanpa harapan agar ibunya segera kembali.
Prestasinya di sekolah juga sangat menurun.Tak ada lagi kini sosok yang dulu selalu membawa sepiring pisang goreng kriuk untuknya sebagai teman belajar, disaat dirinya enggan untuk belajar. Ibunya selalu menyemangatinya, menemaninya menyelesaikan tugas, dan membantunya jika mengalami kesulitan.Namun kini, sudah takHari ini Mak Sri sengaja tidak membuka warungnya. Dia ingin menghabiskan waktu untuk menemani Menik mempersiapkan keberangkatannya besok menuju ibu kota. Mak Sri sangat menyayangi Menik seperti anaknya sendiri. Sebenarnya, dengan membiarkan Menik pergi, mak Sri tentu akan sangat merasa kehilangan. Namun dia sadar dia tidak boleh egois. Menik tidak akan punya masa depan jika terus berada disini bersamanya. Menik harus pergi kekota. Menik harus berkembang, Menik harus maju. Menim harus mengambil apa ynag sudah seharusnya menjadi haknya. Hari itu Mak Sri menemani Menik ke toko perhiasan. Menik akan menjual semua perhiasanya yang tersisa. Perhiasan yang saat itu melekat ditubuhnya. Menik harus merelakannya. Walau Menik yakin, hasilnya tak seberapa, tapi Menik harap cukup untuknya jadikan pegangan menuju ibu kota. Walaupun jumlahnya nanti tak seberapa, tapi Menik harap bisa bermanfaat bagi dirinya. Ketika Menik melepas cincin
Sumini merasa gelisah, Sumini masih saja merasa tidak tenang, Sumini merasa takut jika suatu saat Menik kembali pulang. Selama ini Sumini sudah terlanjur nyaman, Sumini sudah merasa memiliki dirumah ini. Sumini tidak mau mengembalikan barang-barang Menik secepatnya, bahkan Tukiman pun sudah mulai luluh kepadanya. Namun sayangnya hanya satu, Sumini tak kunjung hamil juga. Padahal dia sudah melakukan segala usaha, namun semua terasa sia-sia. Setiap bulan ketika dirinya haid, hati Sumini juga merasa sedih. Sumini bahkan sempat merasa gagal sebagai seorang wanita. Setiap hari Sumini selalu merasa ketakutan, terlebih kini hampir semua masyarakat Sumber bening sudah menaruh curiga kepada mereka, bahwa apa yang menimpa Menik waktu itu hanyalah akal-akalan dia dan maknya untuk mengusir Menik dari rumahnya sendiri. Orang-orang mulai menjauhinya seperti dulu lagi. Bahkan kini mereka sudah berani dengan terang-terangan bergunjing didepannya. Sumini menjadi tak tenang walau
Sudah lebih dari satu bulan Menik berada dirumah jeng Susi, setiap hari Menik akan ikut jeng Susi berkeliling berjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga dengan cara kredit.Dia akan mencatat apa-apa yang dipesan konsumennya, mencatat cicilan yang telah dibayarkan, lalu membawakan barangnya keesokan harinya. Jeng Susi memang sengaja mengajak menik untuk menemani dia berkeliling, tujuannya agar nanti Menik bisa hafal jalan-jalan mana saja yang harus dia lewati, angkutan umum mana yang harus dia naiki. Menik harus hafal betul, karena dikota sebesar ini, ada banyak jenis kejahatan yang mengincar mereka, jika mereka terlalu lugu. Hingga akhirnya Menik pun memutuskan untuk berjualan kain. Menik bersyukur usaha yang dia rintis walau hanya dengan modal yang kecil, berjalan dengan lancar. Belum lama berjualan, Menik sudah memiliki beberapa pelanggan. Menik yang memang punya selera yang bagus dalam memilih kain, membuat pelangga
Entah mengapa, sudah beberapa hari ini Tukiman tidak pernah nyenyak dalam tidurnya. Makan tak enak. Beraktifitas juga tak tenang. Perasaanya camas akan sesuatu yang dia sendiri tak tahu apa.Firasatnya seakan berkata bahwa akan terjadi sesuatu, yang Tukiman sendiri tak tahu itu apa. Matanya terus ingin menangis, namun tak tahu apa sebabnya. Perasaan kawatir terhadap Menik yang tak kunjung kembali semakin besar. Apakah ada kemalangan yang telah menimpa sang kekasih hati?Benarkah perasaan ini ditujukan kepadanya?Dimanakah perginya belahan jiwanya tersebut, kenapa dia tak kunjung pulang. Tak ingatkah dia dengan anak-anaknya, tak rindukan Menik kepada dirinya? "Akang masih saja terus memikirkan Menik, hingga tak sadar ada aku yang setia disini namun Abang abaikan. Jika dia ingat akang, dia pasti pulang! Karena dia merasa tidak bersalah dan ingin membuktikan kepada semua orang bahwa dia benar. Kalau Menik mem
"Kulo nuwon mas Tukiman..." "Enggeh Monggo, ada apa pak kusno? Kok dhengaren surup-surup datang kesini? Monggo masuk dulu!" "Tidak usah mas, matursuwun. Nyuwun Sewu, saya disuruh Nyai untuk menjemput mas Tukiman untuk datang ke kerumah" "Loh ada apa pak? Kon tumben?" "Ki Harjo tadi barusan jatuh mas, kena serangan jantung. Nyai menyuruh saya menggil njenengan, katanya Ki Harjo terus nyariin njenengan" "Inalilahi, baik pak, tunggu ya saya ganti baju sebentar" "Enggeh mas" "Pak ikut, mau lihat keadaan eyang" "Iya nduk ayo kamu siap-siap sekalian" Tukiman merasa gelisah. Kawatir terjadi sesuatu kepada paklek nya tersebut. Bagaimanapun Ki Harjo adalah satu-satunya keluarga Tukiman yang tersisa, dia menganggap Ki harja adalah pengganti orangtuanya. Melihat Tukiman dan Astutik yang berjalan tergesa menuju kamar
Hujan mulai turun dengan derasnya, seakan bumi ikut menangis mengiringi kepergian Ki Harjo. Dan melihat betapa dalam Tukiman larut dalam duka kehilangan. Dia bagai seorang anak yang kehilangan arah. Tak tahu harus kemana lagi melangkah.Duka akibat kehilangan orang yang telah merawatnya sedari kecil itu telah mengguncang jiwanya. Lalu kemana lagi kini dia akan mengadu tentang kekecewaan yang dia pendam, siapa lagi yang akan menguatkannya menghadapi kejamnya dunia yang sering tak berpihak kepada dirinya? Dia masih teringat tentang malam mencekam yang telah menewaskan seluruh keluarganya dalam sebuah kecelakaan, yang hanya menyisakan dirinya dan Ki Harjo. Saat itu ketika keluarganya dan keluarga Menik yang juga turut serta, akan menghadiri sebuah undangan kekota dari seorang keluarga Belanda yang cukup berpengaruh waktu itu, kereta yang mereka tumpangi tergelincir dan menyebabkan sebuah kecelakaa
Setelah sekian lama berduka, Tukiman seolah ingin memulai hidup yang baru. Kini dia bukan lagi seorang mandor, tapi kini dia adalah pemilik sah dari setengah dari perkebunan kopi milik mendiang ki Harjo. Tukiman ingin melupakan kesedihannya, ingin mempunyai hidup baru yang lebih indah. Tukiman ingin move on dari masa lalu. Tukiman ingin melupakan kesalahan dan kesedihannya. Tukiman juga berusaha merelakan Menik jika benar dia sudah bahagia. Walaupun tidak mudah, baginya untuk melupakan kekasih hatinya itu, namun Tukiman berjanji berusaha, dan tidak lagi terpuruk dalam kesedihannya sendiri. Tukiman berjanji akan lebih memperhatikan keluarganya yang kini ada bersamanya. Hari ini, Tukiman kembali bangun lebih pagi seperti dulu. Tukiman terlihat lebih ceria, dia memanggil anak-anaknya untuk bisa menikmati sarapan bersama. Ketika sedang menunggu anak-anak, Tukiman memperhatika Sumini yang sedang mempersia
Tukiman tengah menikmati secangkir kopi dipagi hari, aromanya begitu harum hingga menyebar diseluruh ruangan, ini adalah salah satu kopi andalannya. Hari ini dia sedang ingin dirumah saja. Tukiman ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan keluarganya. Tukiman ingin menebus semua waktu yang terlewat. Dia sedang memperhatikan kesibukan anak dan istrinya didapur.Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu.Rasanya masih kemaren dia menimang Astutik yang masih bayi merah, rasanya masih belum lama dia bersorak gembira ketika pertama kali mendengar anak bungsunya tersebut bisa memanggilnya dengan sebutan bapak.Begitu antusias ketika Astutik baru bisa berjalan. Kini anak gadisnya itu sudah beranjak remaja. Dia tumbuh menjadi gadis yang lembut dan juga pintar. Parasnya begitu cantik seperti ibunya, Anak gadisnya itu juga kini begitu terlihat dewasa, dia begitu cakap mengerjakan semua pekerjaan rumah,