Beranda / Romansa / Karma Sang Penggoda / Bab 2 -Lepas Amarah

Share

Bab 2 -Lepas Amarah

Penulis: Azzila07
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Anitta meronta dan menjerit histeris, sumpah serapah serta cacian keluar dari mulut kotornya. Sementara aku, berjalan dengan anggun menuju balkon tanpa mengindahkan ocehannya.

 

Senyum manis tak lepas dari bibir ini, menatap Mas Daniel yang terduduk lesu di hadapanku. Matanya mengisyaratkan kekhawatiran yang mendalam, mendengar jeritan di dalam ruangan.

 

Keringat sebiji jagung nampak jelas di keningnya. Sebesar itukah rasa pedulinya terhadap Anitta? Gundik suamiku.

 

Entah apa yang Paman perbuat. Aku tidak peduli. Jeritan serta teriakan si gundik begitu merdu di pendengaran, membuat bibir ini melengkung dengan sempurna.

 

"Kamu lelah sayang?" suaraku yang lembut mampu membuatnya terkejut.

 

Mas Daniel tersenyum kecil kearahku, mencoba menutupi raut gelisah diwajahnya.

 

"Bukankah dia cantik?" tanyaku dengan senyum yang merekah, padahal hatiku begitu perih. 

 

Ingin sekali menyayat wajah tampannya, dengan cutter yang selalu ada di dalam tas kecilku. Sepertinya dia akan berguna kali ini.

 

Mas Daniel menundukan kepala dan menautkan jari-jarinya. Terlihat seperti anak TK sedang menerima hukuman.

 

Melihat tingkah bodohnya, gigiku bergeletuk dengan nafas yang tertahan. Perlahan tanganku memasuki tas, menggenggam erat cutter yang terselip di dalamnya.

 

Membuang nafas kasar, mencoba meredam amarah. Jangan sampai amarahku meledak disini. Aku mempunyai rencana lain.

 

Melihat jam yang melingkar di tangan, sudah dua belas menit waktu berlalu. Aku bangkit memasuki kamar melihat keadaan.

 

Anitta nampak menangis sesegukan. Rambut lebatnya aut-autan, tangan dan pahanya kulihat membiru. Badannya terguncang hebat, membuat hati sedikit puas.

 

"Ehm ... menyedihkan."

 

Anitta menoleh kearahku dengan mata sayu namun kilat kemarahan terlihat di matanya.

 

"Dasar iblis!" desisnya di sela isak tangis.

 

"Trimakasih." balasku dengan senyum semanis mungkin.

 

"Aku bisa jadi apa saja. Tergantung musuhku," sambungku.

 

"Aku akan melaporkanmu ke polisi, kau akan membusuk di dalamnya." teriaknya dengan mata menyalang penuh kebencian.

 

Tawaku pecah mendengar celotehnya. Lalu berjalan mendekatinya.

 

"Hmm .. kau pikir aku takut pada ancamanmu?" tantangku dengan senyum mengejek.

 

"Penjara bukan sesuatu yang menakutkan untukku. You know? Dengan menjentikan jari, aku bisa langsung bebas kapan saja."

 

Mata Anitta melotot, badannya meronta seperti ingin melukaiku. Tangannya yang terikat oleh dasi, Mas Daniel membuatnya sulit bergerak dengan leluasa. Ikatan itu mengencang, akan sulit di buka oleh tangan.

 

"Baiklah, kurasa pesta ini sudah berakhir. Bukan begitu, Anitta?"

 

Aniita membuang muka, dengan wajah yang merah padam.

 

"Mas buka ikat tali ini, akan aku bunuh istri mandulmu itu!" teriaknya dengan nafas yang memburu, saat melihat Mas Daniel memasuki ruangan.

 

Mas Daniel tak perduli dengan teriakan Anitta, dia memilih sibuk memakai kemeja dan celana hitamnya.

 

"Ayo sayang." ajak Mas Daniel saat sudah selesai dengan aktivitasnya.

 

"Mas ... buka!" sentak Anitta dengan wajah memelas.

 

"Mas ... kumohon."

 

Dengan ragu Mas Daniel menatapku meminta persetujuan.

 

Aku tersenyum manis membalas tatapannya lalu mengamit tangan Mas Daniel dengan mesra, berjalan kearah pintu.

 

"Dasar iblis kau, Fiona!" jeritnya memekik telinga.

 

Kubiarkan pintu kamar terbuka, siapa tau ada orang baik hati yang melewati kamar ini. Dan membuka ikatan tali pada Anitta. Bukankah, aku baik?

 

Aku menganggukkan kepala saat melewati resepsionis, laki-laki berseragam itu tersenyum kecil lalu kembali sibuk dengan tamu yang baru datang.

 

Menghempaskan tangan Mas Daniel, aku berlari kecil menuju parkiran lalu berhenti di depan mobil pajero sport yang sangat kukenal.

 

"Apa kau membawa gundik itu memakai mobil ini?" tanyaku dengan tatapan mengintimidasi.

 

Mas Daniel mendadak gugup, dengan anggukan samar.

 

Hmm ... bagus sekali kau brengsek! Menukar mobil biasamu dengan mobil yang terparkir di dealerku.

 

Emosi yang teredam kini membara kembali, tak rela mobil ini di pakai oleh si gundik.

 

Aku bergegas menuju mobilku, mencari sesuatu di dalam bagasi.

 

"Untunglah masih ada." ucapku sambil mengambil tongkat baseball kesayanganku.

 

Menggenggam erat dengan tangan kanan lalu menimangnya dengan tangan kiri. Menuju mobil, Mas Daniel juga Paman yang sigap di belakangnya.

 

Dengan langkah lebar aku berjalan mendekati mereka, Menganyukan dengan kuat tongkat baseball ke arah kaca depan mobil.

 

Namun gerakanku terhenti tepat satu inci dari kaca mobil, berbalik arah menghadap Mas Daniel yang terlihat pasrah. Tanpa dia sadari tongkat ini terayun kuat menuju wajahnya.

 

Bugh ....

 

Dengan sekali hantam, suami tercintaku terjengkang dengan mulut menyemburkan darah.

 

"Uhuk.. uhuk," Mas Daniel merintih kesakitan, namun tak membuatku iba.

 

Ia menatapku dengan tatapan tidak berdaya, aku membalasnya dengan senyuman dingin. Lalu kembali mengayunkan tongkat-ku, kali ini lebih tinggi.

 

"Argh!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Elin land
seruuuu aku semangat bacanya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Karma Sang Penggoda   Bab 3 - Lelah

    Tiga kali tongkat ini mendarat kuat di punggung suamiku. Membuat tubuh, Mas Daniel ambruk mencium aspal.Aku mendecih melihat kondisi tongkat baseball. Kurasa pukulan ini terlalu keras, hingga tongkat kesayanganku sedikit retak.Lihatlah Mas, bahkan aku lebih khawatir dengan tongkat ini dibanding dirimu."Apa dia masih bernafas?"Paman berjongkok membalik badan Mas Daniel, mendekatkan ujung jari di hidungnya."Masih, Non." ucapnya sambil mengangguk."Huh ... sayang sekali." aku mendecih kecewa."Urus dia Paman, aku masih ada pekerjaan lain."Paman menggangguk tegas, sambil membangunkan tubuh Mas Daniel.Aku berjalan menuju mobil, kulihat diujung gerbang security memandang tajam kearahku. Kubalas dengan anggukan serta senyum

  • Karma Sang Penggoda   Bab 4 - Pengorbanan.

    Mas Daniel masih bersimpuh, di sertai isak tangis. Tangisnya pecah dengan badan yang bergetar hebat.Rusak sudah semua cintaku, Mas."Tolong jangan siksa perasaanku, ampuni aku. Kumohon ..." ucapnya terbata-bata.Siapa disini yang lebih tersiksa?Bukankah aku? Mengapa dia seperti orang yang paling tersakiti."Aku akan melakukan apa pun. Kumohon ..." sambungnya lagi."Sudah kah?" tanyaku dengan suara datar.Mas Daniel mendongkkan kepala, dengan mata penuh penyesalan."Sekalipun kau menangis darah, itu tidak akan mengubah apapun." ucapku sambil menatap dalam matanya.Mas Daniel terperangah mendengar ucapanku, bibirnya bergetar dengan mata yang kembali berembun.Lihatlah Mas, kau bahkan sangat menye

  • Karma Sang Penggoda   Bab 5 - Berdebat.

    Ibu Anitta terpaku di tempatnya, air mata yang tadinya bercucuran. Kini terhenti seolah tersumbat oleh krikil."Kanapa diam?"Kupamerkan senyum semanis madu, Ibu Anitta nampak gelagapan saat wajahku sedikit maju."Buktikan pengorbananmu ..." suaraku berbisik."Kurang ajar! Berani sekali kau menghina Ibuku!" sembur Anitta dengan wajah garang. Tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar."Keterlaluan kamu, Fiona!" suara Mamih menggelegar. Mata Mamih hampir keluar seakan ingin menerkamku."Aku tidak menghina Ibumu, aku hanya mengabulkan ucapannya." pandanganku beralih pada wanita setengah baya, yang masih berlutut di kakiku.Wajah Ibu Anitta nampak pias, keringat mulai membasahi keningnya. Pandangannya beralih pada Mamih, meminta pembelaan.Ay

  • Karma Sang Penggoda   Bab 6 - Muak.

    Apa dia sedang bercanda?Aku disuruh mengurus gundik suamiku? Yang benar saja."Kalau, Mamih yakin dia sedang mengandung cucumu. Kenapa tidak, Mamih sendiri saja yang pelihara. Bukankah rumah ini cukup luas?" balasku dengan senyum sinis."Berani kamu membantah, Mamih!!" sengit Mamih. Netranyamembesar seakan mau keluar dari tempatnya.Aku balas dengan tatapan dingin, sedingin hatiku. Kini."Sekali lagi berani menyahut, kau tidak aku anggap menantu lagi!" sambungnya tidak main-main.Aku mendecih dengan senyum hambar, lalu berjalan mendekatinya. Kutatap Mamih dan Anitta bergantian."Dengar baik-baik ..." ucapku sambil mengusap pundak mertuaku, seakan membersihkan sesuatu."Saat kau bilang akan menikahi anakmu dengan gundik ini. Aku sudah tidak mengan

  • Karma Sang Penggoda   Bab 7 - Logika.

    Meneguk kembali minuman kaleng yang tersisa sedikit. Dengan langkah gontai, aku menaiki tangga menuju kamarku. Meninggalkan Mas Daniel, yang tergolek lemah dimeja makan.Biarlah ... semoga ini yang terbaik. Semoga tidak ada yang mengganggu, jalan kema--tianmu, Mas!Menutup pintu dengan rapat lalu menguncinya. Berjalan menuju toilet, mengisi air dalam bathtub bersiap menenggelamkan tubuh lelahku didalamnya. Biasanya perasaanku menjadi lebih baik setelahnya.Membuka jendela kamar lebar-lebar. Seketika udara segar menyerang wajah dan indra penciuman. Melihat langit, banyak bintang yang berkelip indah dengan sang bulan disisinya.Lihatlah ... bahkan bulan selalu setia menemani bintang. Hah, hatiku kembali perih. Mengingat suamiku yang tidak setia.Pandanganku beralih pada pagar rumah yang terbuka setengah, tidak biasanya seperti itu. Apa Pama

  • Karma Sang Penggoda   Bab 8 - Pov Daniel.

    "Mas, aku boleh minta tolong?" tanya Fiona saat aku keluar dari toilet. "Kenapa sayang?" jawabku sambil mengambil kemeja di dalam lemari, lalu memakainya. "Tolong setor uang ini ke bank yah .. hari ini aku sibuk banget," ucapnya sambil menunjuk amplop coklat besar. Semenjak pegawai terpercayanya, membawa lari uang penjualan mobil. Kini Fiona sendiri yang turun tangan mengurus semuanya. Dia bahkan lebih sibuk di banding aku. "Boleh ... apa sih yang enggak buat istri tercinta," sahutku sambil menerkam manja tubuhnya. Fiona tergelak melihat tingkahku, dengan gemas aku menciumi setiap inci wajahnya. Manatap dalam mata indah milik Fiona perlahan bibir kami berpagut dalam buaian syahdu. Walau pernikahan kami sudah memasuki usia lima tahun, rasa cinta tidak pernah ber

  • Karma Sang Penggoda   Bab 9 - Terjebak

    Terbangun dengan kepala yang berdenyut hebat. Aku tersentak saat mendapati Anitta melingkari tangannya ditubuhku. "Apa yang terjadi!" teriakku panik, membuat Anitta menggeliat dari tidurnya. Anitta tersenyum dengan mata yang setengah terbuka. "Kau menjebakku!" seruku murka saat mendapati badanku hanya terlilit selimut yang sama dengannya. "Aku tidak menjebakmu, kau sendiri yang memohon untuk ini." ucapnya santai. "Arghh ... dasar brengsek!" Dengan sekali hentak, aku langsung bangkit mengambil kemeja dan celanaku yang tercecer di lantai. Dengan cepat ku pakai semua pakaianku lalu berjalan keluar kamar membanting pintu dengan keras. Memasuki mobil, tangan memukuli stir membabi buta. Merutuki

  • Karma Sang Penggoda   Bab 10 - Ketahuan

    Sentuhan Anitta, kini bagai candu untukku. Sesuatu yang tidak bisa aku dapetkan dari Fiona. Anitta tau apa yang aku butuhkan, mengerti apa yang aku inginkan.Hubungan kami bahkan semakin lengket, hampir setiap hari bertemu. Memadu kasih.Tidak terasa hubungan terlarang ini memasuki bulan ke empat, dengan senyum genit Anitta menyodorkan alat tes kehamilan dengan garis dua."Selamat sayang, kamu akan jadi Ayah," ucapnya dengan suara mendesah."Ini.. beneran anak aku?" Tanyaku memastikan.Anitta memajukan bibir sensualnya. Mendekap dada dengan kedua tangannya, lalu memunggungiku"Fikirmu ini anak setan," ucapnya dengan suara ketus.Kurengkuh tubuh indah yang mampu membuatku berpaling. Lalu mencium tengkuk lehernya, membuat dia mendelik seketika.

Bab terbaru

  • Karma Sang Penggoda   Bab 64 - TAMAT.

    "Terserahlah. Aku sudah malas peduli." jawab Ridwan lalu pergi keluar pintu.Aku dan Mas Yas saling berpandangan. Mata kami kompak menoleh kearah Putri yang semakin menangis sesegukan.Aku mengangguk kecil, tanpa berkata Mas Yas langsung keluar kamar mengerti maksud isyaratku."Ada apa sih, Put? Coba cerita, siapa tahu Kakak bisa bantu," ucapku pelan sambil berjalan mendekati ranjang."Hati aku capek, Kak. Mas Ridwan dan Ibu menyalahkan aku, semua menyalahkan aku atas kejadian ini. Mereka fikir aku tidak sedih kehilangan anakku sendiri." Putri menatap sendu, isaknya terdengar lirih."Sabar sayang, sabar." aku mengusap lembut pundak belakangnya."Belum lagi Mas Ridwan, terlalu cemburu berlebihan Kak. Dia selalu mikir aneh-aneh setiap kali melihat aku sama Juna di kantor," lirih Putri. "Padahal kita hanya teman kerja, tidak lebih.""Loh ... bukannya cemburu itu tanda cinta ya? Emangnya kamu mau Ridwan cuek-cuek aja, lihat kamu diantar pulang sama orang lain?" sahutku selembut mungkin."

  • Karma Sang Penggoda   Bab 63 - Bertemu Fiona.

    "Pasien rumah sakit jiwa terlindas truk hingga tewas, kondisi sangat mengenaskan. Saat ini jenazah korban ada dirumah sakit Pelita Keluarga.""Baca, apa sih Fi serius banget?" Mas Yas yang sedang mengemudi, menoleh singkat lalu kembali fokus menghadap jalan."Baca berita yang lewat dibranda, Mas. Seram ih, aku baca juga komen-komennya. Katanya, tubuh korban tabrakan itu terbelah menjadi dua bagian." sahutku, sambil bergidik ngeri."Innalillahi ... semoga amal ibadahnya diterima Alloh." jawab Mas Yas dengan wajah prihatin."Aamiin," aku hanya menyahut, pandangan fokus pada gawai melanjutkan membaca komentar yang ada didalam berita.Mengingat rumah sakit jiwa, aku jadi teringat ucapan Nyonya Diana. Dia bilang, Anitta terkena gangguan jiwa, dan sekarang tinggal dirumah sakit jiwa. Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja, walau aku sangat membencinya tapi aku tak ingin mendoakan keburukan padanya. Aku takut doa buruk itu akan kembali padaku. Naudzubillah."Nyonya Diana, terlihat bukan oran

  • Karma Sang Penggoda   Bab 62 - Bagian special.

    Pov DianaSuara debur ombak beradu dengan karang membuat aku menarik nafas panjang, angin lembut berhembus diwajah dan rambut. Menimbulkan aura menenangkan.Hmm ...Menghembuskan nafas secara perlahan, bibir tersenyum simpul melihat dua sosok kesayangan bermain dengan ceria ditepi pantai.Duhai Tuhan ... trimakasih. Atas izinmu, kau biarkan aku melalui badai yang sangat kuat lagi dahsyat."Mamih, ayok kesini!" seru Deo meski terdengar samar. Aku hanya tersenyum, meraih gelas berisi jeruk hangat lalu menyesapnya pelan.Tangan ini melambai saat melihat pasangan suami istri celingukan mencari seseorang. Aku tersenyum manis, saat mata kami beradu tatap."Hai." sapaku ceria."Lama tidak bertemu, Nyonya Diana." wanita cantik menyapa dengan senyuman manis, dia menyodorkan tangan, setelahnya kita berjabat tangan mencium pipi kiri dan kanan."Mbak Fiona, semakin cantik saja." ucapku tulus. Karna memang wajah wanita muda yang ada dihadapanku memang selalu cantik."Nyonya bisa saja," ucapnya sam

  • Karma Sang Penggoda   Bab 61 - Berakhir.

    Pov Anitta."Lepass!" aku memberontak saat dua laki-laki berseragam rumah sakit memegangi kedua tangan."Kalian tuli, hah! Lepas aku bilang!" sungutku sambil terus memberontak.Kedua laki-laki itu hanya mendengkus kesal tak mengindahkan ucapanku."Jalan!" ucapnya, lalu menyeret tubuhku keluar dari penjara.Nafasku terengah-engah, terpaan sinar matahari menerjang wajah menimbulkan sensasi hangat dan menenangkan.Otak mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi, aku terbahak menyadari akan keluar dari tempat pengap itu."Hahah ... aku bebas. Aku bebas!" teriakku bersemangat. "Bawa aku pulang ke apartement, aku rindu rumahku. Aku rindu." cerocosku sambil menatap penuh harap kearah dua laki-laki itu.Satu diantaranya membuka pintu bagasi mobil khas rumah sakit, setelah terbuka lebar dia kembali memegangi tanganku."Masuk!" titahnya sambil mendorong tubuhku."Hati-hati, jangan membuatnya marah. Atau kalian akan tersakiti." ucap Polisi gendut. Keduanya saling bertatapan, lalu menoleh kearahk

  • Karma Sang Penggoda   Bab 60 - Sudah lelah.

    "Aaaaa!" aku menjerit ketakutan. Pegangan itu tersenyum menyerigai, lalu membuka mulut dan mengeluarkan semua binatang menjijikan."Hah ... hah!" Aku langsung terlonjak dengan nafas memburu. Keringat sebiji jagung bercucuran dari kening hingga kewajahku. Aku mengedarkan pandangan, ruangan sempit masih mengelilingiku."Hiiiyyy." aku bergidik ngeri, mimpi tadi seolah nyata dan aku merasa benar-benar tenggelam dalam lautan darah."Uhuk ... uhuk!" nafasku tersendat. Aku kesulitan bernafas.Hah hah!Benar-benar kurang ajar. Untuk apa perempuan pengeretan itu hadir didalam mimpiku. Aku jadi takut sendiri berada diruangan sempit ini."Pak ... Pak!!" aku berteriak sambil memukul gembok pada pintu besi. Tenggorokanku kering, dan tidak ada satu pun setetes air minum disini."Ada apa! Jangan berisik. Ganggu saja!" maki petugas gendut."Air, saya butuh air." jawabku dengan tatapan memohon."Minum ... haus," pintaku."Ck! Menyusahkan saja sih." maki Polisi itu. Dengan sangat terpaksa dia membalik

  • Karma Sang Penggoda   Bab 59 - Bertemu Ibu.

    Pov Anitta."Tahanan ini benar-benar keterlaluan, dia membunuh Ibunya sendiri saat datang berkunjung menemuinya." ujar petugas gendut sambil melirik kearahku sorotnya memancarkan ketidak percayaan."Ckckck," laki-laki berperawakan tinggi besar itu menatap lekat, menggelengkan kepalanya. Aku semakin menundukan wajah, takut tiba-tiba pukulan kembali menyerangku.Tubuh ini menggigil, luka memar terlihat disekujur tubuh. Rasanya sakit dan menyiksa sekali."Teman satu selnya pun ikut dihajar, aku rasa dia mengalami gangguan jiwa." Mataku mendelik, tak terima dengan kata-kata sipir jelek itu."Bawa dia masuk kembali, tempatkan dia diruangan 355 a. Jangan disatukan dengan yang lain, saya mencuim gelagat mengerikan dari tatapan matanya," ucap komandan Polisi."Siap, Dan!" sahut dua petugas sambil menegakkan badan."Cepat!" tubuh ini diseret paksa. Aku hanya bisa menurut, menyeret kaki mengikutinya.Dug!Rasa nyeuri menerjang lutut dan telapak tangan, saat tubuhku didorong masuk oleh petugas h

  • Karma Sang Penggoda   Bab 58 - Bersyukur.

    "Istri saya sakit apa, Dok?" tanyaku setelah Dokter Murni memeriksa keadaan Diana."Sepertinya hanya terlalu lelah," jawab Dokter Murni sambil tersenyum tipis pada Diana."Jangan terlalu capek dan banyak fikiran. Bebaskan saja, jangan dipendam nanti tambah sakit," sambungnya sambil mengusap tangan Diana."Iya, Dok. Trimakasih," jawab Diana."Saya hanya meresepkan beberapa vitamin, sama obat pusing ya. Untuk berjaga-jaga, khawatir kepala Nyonya Diana ikut pusing juga karna terlalu banyak berfikir," ucap Dokter Murni sambil terkekeh pelan. Diana tersenyum menanggapinya."Saya permisi, jangan lupa diminum vitaminnya." ucapnya sambil mengemasi alat-alat ke Dokteran yang tadi dia keluarkan."Iya, Dok. Trimakasih ya," sahutku lalu mengekorinya jalan keluar kamar."Kamu tidak apa-apa, Mih?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepalanya dengan lembut."Tidak, apa. Aku hanya butuh istirahat saja," jawab Diana."Kamu lagi banyak fikiran ya? Mikirin apa sih?" cecarku berpura bodoh. Padahal aku tahu be

  • Karma Sang Penggoda   Bab 57 - Diana Sakit.

    "Mati saja kau, Bu. Hidup pun tak berguna, hanya bisa menyusahkan anak-anakmu saja!" bisikku tepat ditelinganya. Wajah Ibu terlihat membiru, dengan lidah menjulur dan suara nafas yang tercekat ditenggorokan.Aku semakin bersemangat, bibir melengkung sempurna saat melihat Ibu menghadapi sarakatulmaut."Mati, kamu Buk. Mati!" desisku dengan suara tertekan."Hei ... mau apa kamu!" suara sumbang mengganggu kesenanganku. Tangan lemah Ibu terus memukul tangan ini, dan meminta pertolongan. Aku semakin kalap saat beberapa orang mulai mendekat, cengkraman tangan dileher Ibu semakin aku tekan.Dia harus lenyap, aku tak ingin hidup menderita sendirian.Tubuh Ibu mulai lemas, tangannya terkuai tidak lagi melakukan perlawanan.Kedua tanganku ditarik paksa, seruan dari suara sumbang terus saja mengusik pendengaranku."Hei, sudah gila kamu ya!" hadrik suara seseorang."Lepas!""Pak, tolong ..."Plakk plakk!!Rasa panas langsung menjalar dipipiku, setelah memastikan Ibu tak lagi bergerak aku baru mel

  • Karma Sang Penggoda   Bab 56 - Pergi saja.

    "Mas ..."Langkah Mas Mahesa terhenti mendengar panggilanku.Mamah menatap jengah, Diana menampilkan wajah datar berpura tak melihat kehadiranku.Sombong sekali, perempuan tua itu. Merasa menang dariku? Tak tahu malu.Mas Mahesa mengangguk kecil pada dua perempuan busuk itu, Mamah menatap khawatir, tapi akhirnya pergi juga bersama Diana."Ada apa?" tanyanya datar, tanpa melihat wajahku. Tangannya sibuk merapihkan dasi yang menjerat dilehernya."Aku ..." mata ini memanas, melihat perubahannya. Mas Mahesa melirik sekilas, menghela nafas panjang."Katakanlah, aku tidak punya banyak waktu. Mamah dan istriku sudah menunggu diluar," ucapnya sambil menatap lurus kearah pintu, dimana berdiri Mamah Hana juga Diana."Aku juga istrimu," sahutku dengan suara parau. Mas Mahesa terkekeh, lalu menatapku tajam."Istriku?" tanyanya dengan tatapan mengejek. "Oh ya ... kau benar. Aku belum mengucap talak untukmu," sambungnya dengan senyum tipis."Mas ..." selaku dengan wajah memelas."Aku minta maaf, su

DMCA.com Protection Status