Home / Romansa / Karma Sang Penggoda / Bab 4 - Pengorbanan.

Share

Bab 4 - Pengorbanan.

Author: Azzila07
last update Last Updated: 2022-01-14 14:32:07

Mas Daniel masih bersimpuh, di sertai isak tangis. Tangisnya pecah dengan badan yang bergetar hebat.

 

Rusak sudah semua cintaku, Mas.

 

"Tolong jangan siksa perasaanku, ampuni aku. Kumohon ..." ucapnya terbata-bata.

 

Siapa disini yang lebih tersiksa?

 

Bukankah aku? Mengapa dia seperti orang yang paling tersakiti.

 

"Aku akan melakukan apa pun. Kumohon ..." sambungnya lagi.

 

"Sudah kah?" tanyaku dengan suara datar.

 

Mas Daniel mendongkkan kepala, dengan mata penuh penyesalan.

 

"Sekalipun kau menangis darah, itu tidak akan mengubah apapun." ucapku sambil menatap dalam matanya.

 

Mas Daniel terperangah mendengar ucapanku, bibirnya bergetar dengan mata yang kembali berembun.

 

Lihatlah Mas, kau bahkan sangat menyedihkan. Tapi ini belum seberapa dengan sakit hati yang kau toreh.

 

"Kalau merasa tak nyaman dengan sikapku. Kamu bisa pergi dari rumah ini," aku tersenyum sinis, sambil melangkah menaiki tangga. Meninggalkan, Mas Daniel dalam kehampaan.

 

Inginku akhiri semua ini, namun hatiku menahannya. Aku ... tak ingin menyesal seperti Ayah. Biarlah, semua mengalir seiring berjalannya waktu. Walau aku sendiri tak tahu, mau dibawa kemana hubungan ini.

 

Sebulan ini Mas Daniel menunjukan perhatian secara berlebihan, dia akan mengantarku berangkat ke kantor dan menjemputku pulang. Walau kami dalam mobil yang berbeda.

 

Segala cara dia lakukan untuk merebut hatiku kembali. Namun hatiku seolah membeku walau sekedar bicara dengannya.

 

Drett ... drett!

 

Gawaiku berbunyi saat aku hendak menyantap sarapan. Kuambil benda pipih di dalam tas, lalu menjawab panggilan masuk.

 

"Ya, Mam?" ucapku sambil menempelkan benda pipih di telinga.

 

"Fi ... kerumah, Mamih sekarang." ucap tegas suara perempuan diujung telpon.

 

"Ada perlu apa?" tanyaku sambil meneguk susu putih yang ada di depanku.

 

"Sudah datang saja, ajak Daniel juga. Mamih tunggu," panggilan langsung terputus, tanpa menunggu jawabanku.

 

Cih ... Mamih dan anak sama saja, selalu sesuka hati dan tak punya etika.

 

"Siapa?" tanya Mas Daniel yang baru keluar dari kamarnya, tangannya sibuk memakai jam tangan.

 

"Mamih," jawabku singkat.

 

Mas Daniel bergeming dengan raut wajah pias, namun dia cepat menguasai diri. Sedikit mengulas senyum lalu menarik kursi dan duduk didepanku.

 

"Ada apa?" tanyanya ragu-ragu.

 

"Kita disuruh kerumah sekarang," balasku sambil menaruh pisau dan garpu di atas piring.

 

"Oh yah, kalau kamu sibuk tidak usah datang." ucapnya dengan suara tenang.

 

Tingkahnya membuatku curiga, aku tau sesuatu yang tidak benar jelas terjadi. Melihat tangannya terus mengepal, seperti itulah saat dia sedang menahan ketegangan.

 

"Aku akan datang. Habiskan sarapanmu," titahku membuatnya terkejut.

 

"Oh ... baiklah," balasnya dengan senyum kaku.

 

Mas Daniel memulai sarapan dengan sangat lambat, seolah ingin mengulur waktu.

 

"Pakai mobilku saja," ucapnya sambil membuka pintu mobil, berharap aku masuk ke dalamnya.

 

"Tidak perlu. Aku masih banyak kerjaan, tempat kerja kita berbeda." ucapku tegas dan melewatinya menuju mobilku.

 

Mas Daniel tersenyum getir kearahku, dengan gerakan pelan dia kembali menutup pintu.

 

Mobil berhenti di rumah dua lantai bercat putih gading. Bunga warna-warni bermekaran di taman, rumput hijau tertata rapih dengan air mancur menari-nari di kolam ikan. Membuat sejuk siapapun yang memandang.

 

Aku melangkah memasuki rumah yang pintunya terbuka lebar. Mataku terpaku, melihat gundik suamiku bercucuran air mata sambil memeluk kaki, Mamih mertuaku.

 

Dasar gundik, tak punya malu. 

 

"Ayo masuk sayang," ucap Mas Daniel sambil menarik lembut tanganku.

 

Aku masih bergeming melihat, Anitta yang menoleh ke arahku dengan senyum kemenangan.

 

Mata Mas Daniel mengikuti pandanganku. Jelas sekali dia sangat terkejut dengan apa yang dia lihat.

 

"Daniel, Fiona. Masuklah," suara Mamih memecahkan lamunanku.

 

Memasuki rumah dengan hati yang berdebar. Entah apa yang direncanakan, Anitta. Pandanganku beralih pada sosok perempuan setengah baya yang duduk di sofa samping Mamih, tangannya sibuk mengusap air mata dengan tatapan menyedihkan ke arah, Mas Daniel.

 

Waw ... sepertinya akan terjadi drama yang sangat dramatis. Dengan aktris berpengalaman, aku sangat mengenal sosok perempuan setengah baya itu. Mata duitan dan selalu mengagungkan uang.

 

Di sudut ruangan terlihat, Papih mertua sedang mengepulkan asap dari mulutnya. Dan Arina, Kakak iparku duduk agak jauh dengan Mamih.

 

Kuhempasakan bobot di sofa panjang, mencoba bersikap biasa saja dan setenang mungkin.

 

"Daniel duduk!" titah Mamih dengan suara tinggi.

 

Mas Daniel melihat Anitta dengan tatapan tak suka, lalu menghempaskan bobot di sampingku.

 

"Anitta tengah mengandung anak, Daniel. Mereka harus segera di nikahkan. Sebelum aib ini menyebar kemana-mana," ucap Mamih tanpa basa-basi, matanya tajam mengarahku.

 

"Mamih dengar kamu sudah tau. Bagaimana menurutmu, Fiona?" sambungnya lagi tanpa berkedip ke arahku.

 

"Kalau memang begitu, menikahlah. Aku tidak akan menghalangi," balasku dengan tatapan dingin.

 

"Namun sebelumnya, Daniel harus menceraikan aku." pandanganku beralih pada Mas Daniel.

 

Mas Daniel menggeleng mantap, tangannya langsung menggenggam kedua tanganku.

 

"Kemarin aku sudah memberi uang dua puluh juta padamu, dan kau setuju untuk mengguguran kandungan itu." mata Mas Daniel menatap murka pada, Anitta.

 

Anitta menggeleng kuat sambil memegangi kaki Mamih. Tangisnya mengeras dengan isakan menyayat hati. Ck, bikin muak!

 

"Gila kamu Daniel, ingin membunuh anakmu sendiri!" teriak Mamih dengan wajah garang.

 

"Mamih tidak akan mengizinkan, Anitta menggugurkan kandungannya. Mamih sudah lama ingin menimang cucu darimu," sambung Mamih dengan dada naik turun. Wajahnya merah padam menahan amarah.

 

"Maaf Mas, aku tidak bisa. Aku lebih memilih mempertahankan dia," Anitta mengelus perut yang mulai sedikit buncit.

 

"Akanku kembalikan uangmu, aku tak butuh itu semua." ucapnya sambil terisak.

 

"Memiliki dua istri tidak berdosa, Agama menghallal-kan. Mamih yakin kamu bisa berbuat adil," suara Mamih melemah, dia memandangiku dengan sorot meremehkan.

 

"Sudah lima tahun menikah, Fiona tak pernah menunjukan tanda-tanda kehamilan. Mamih harap Fiona bisa mengerti," ucapnya tanpa meraba perasaanku, membuat gemuruh di dalam dada meruak. Aku hanya tersenyum getir menanggapi ucapan, Mamih.

 

"Aku dan Mas Daniel saling mencintai, kamu tidak berhak menghalangi hubungan kami. Terlebih aku sedang mengandung buah hatinya," sahut Anitta dengan senyum mengejek.

 

"Sudah kubilang. Aku tidak pernah menghalangi, menikahlah ..." balasku dengan senyum manis yang kupunya. Aku malah bersyukur jika terlepas dari, Mas Daniel.

 

"Tidak ... lebih baik aku kehilangan anak itu, dari pada harus berpisah denganmu." ucap Mas Daniel tegas.

 

Mata Anitta memerah, jelas sekali dia merasa terhina oleh ucapan Mas Daniel.

 

Janin yang dia banggakan, kini tidak berarti apa-apa di mata suamiku.

 

"Daniel. Jaga ucapanmu!" teriak Mamih dengan wajah garang.

 

Tiba-tiba wanita paruh baya yang sejak tadi terisak berlutut di hadapanku, air matanya bercucuran membasahi pipi.

 

"Ibu mohon, Nak. Izinkan Anitta menikah dengan, Daniel. Kasihanilah kami ..." ucapnya sambil mengiba kepadaku.

 

"Ibu ... jangan merendah di hadapannya!" sembur Anitta sambil menarik tangan, Ibunya.

 

Namun si Ibu menepis tangan anaknya. Dia kembali meratap ke arahku.

 

"Seorang Ibu akan melakukan apa pun demi anaknya. Kamu akan mengerti nanti!" sergahnya.

 

"Apa aku harus mencium kakimu, agar kamu bisa menerima Anitta?" ucapnya sambil memohon dengan tatapan nanar.

 

"Ibu!!" sentak Anitta.

 

"Semua akan aku korbankan, demi kebahagiaan anakku. Tidak peduli jika harus merendahkan diri." sambungnya dengan isak tangis sambil menundukkan kepala. Terlihat sangat menyedihkan.

 

"Baiklah ..." ucapku sambil tersenyum, mataku menatap satu demi satu orang yang ada di ruangan ini.

 

"Ciumlah, kakiku ..." aku menyilangkan kaki di depan Ibu Anitta, sontak membuatnya mengangkat kepala. Dia menatapaku nanar seolah tak percaya dengan apa yang dia dengar.

 

Semua mata tertuju padaku, mata Mamih dan Anitta terbelalak kaget melihatku. Mereka tau aku tidak pernah main-main dengan apa yang aku ucapkan.

 

"Ciumlah ... tunjukan pengorbananmu," ucapku dengan suara lembut.

 

Aku menggerak-gerakan kaki, sambil mengangguk pasti. Agar Ibu Anitta segara menciumnya.

 

***Ofd.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Muhamad Seno Untoro
seru juga ka ceritanya
goodnovel comment avatar
Nur Fatimah
dasarr.....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Karma Sang Penggoda   Bab 5 - Berdebat.

    Ibu Anitta terpaku di tempatnya, air mata yang tadinya bercucuran. Kini terhenti seolah tersumbat oleh krikil."Kanapa diam?"Kupamerkan senyum semanis madu, Ibu Anitta nampak gelagapan saat wajahku sedikit maju."Buktikan pengorbananmu ..." suaraku berbisik."Kurang ajar! Berani sekali kau menghina Ibuku!" sembur Anitta dengan wajah garang. Tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar."Keterlaluan kamu, Fiona!" suara Mamih menggelegar. Mata Mamih hampir keluar seakan ingin menerkamku."Aku tidak menghina Ibumu, aku hanya mengabulkan ucapannya." pandanganku beralih pada wanita setengah baya, yang masih berlutut di kakiku.Wajah Ibu Anitta nampak pias, keringat mulai membasahi keningnya. Pandangannya beralih pada Mamih, meminta pembelaan.Ay

    Last Updated : 2022-01-14
  • Karma Sang Penggoda   Bab 6 - Muak.

    Apa dia sedang bercanda?Aku disuruh mengurus gundik suamiku? Yang benar saja."Kalau, Mamih yakin dia sedang mengandung cucumu. Kenapa tidak, Mamih sendiri saja yang pelihara. Bukankah rumah ini cukup luas?" balasku dengan senyum sinis."Berani kamu membantah, Mamih!!" sengit Mamih. Netranyamembesar seakan mau keluar dari tempatnya.Aku balas dengan tatapan dingin, sedingin hatiku. Kini."Sekali lagi berani menyahut, kau tidak aku anggap menantu lagi!" sambungnya tidak main-main.Aku mendecih dengan senyum hambar, lalu berjalan mendekatinya. Kutatap Mamih dan Anitta bergantian."Dengar baik-baik ..." ucapku sambil mengusap pundak mertuaku, seakan membersihkan sesuatu."Saat kau bilang akan menikahi anakmu dengan gundik ini. Aku sudah tidak mengan

    Last Updated : 2022-01-14
  • Karma Sang Penggoda   Bab 7 - Logika.

    Meneguk kembali minuman kaleng yang tersisa sedikit. Dengan langkah gontai, aku menaiki tangga menuju kamarku. Meninggalkan Mas Daniel, yang tergolek lemah dimeja makan.Biarlah ... semoga ini yang terbaik. Semoga tidak ada yang mengganggu, jalan kema--tianmu, Mas!Menutup pintu dengan rapat lalu menguncinya. Berjalan menuju toilet, mengisi air dalam bathtub bersiap menenggelamkan tubuh lelahku didalamnya. Biasanya perasaanku menjadi lebih baik setelahnya.Membuka jendela kamar lebar-lebar. Seketika udara segar menyerang wajah dan indra penciuman. Melihat langit, banyak bintang yang berkelip indah dengan sang bulan disisinya.Lihatlah ... bahkan bulan selalu setia menemani bintang. Hah, hatiku kembali perih. Mengingat suamiku yang tidak setia.Pandanganku beralih pada pagar rumah yang terbuka setengah, tidak biasanya seperti itu. Apa Pama

    Last Updated : 2022-01-26
  • Karma Sang Penggoda   Bab 8 - Pov Daniel.

    "Mas, aku boleh minta tolong?" tanya Fiona saat aku keluar dari toilet. "Kenapa sayang?" jawabku sambil mengambil kemeja di dalam lemari, lalu memakainya. "Tolong setor uang ini ke bank yah .. hari ini aku sibuk banget," ucapnya sambil menunjuk amplop coklat besar. Semenjak pegawai terpercayanya, membawa lari uang penjualan mobil. Kini Fiona sendiri yang turun tangan mengurus semuanya. Dia bahkan lebih sibuk di banding aku. "Boleh ... apa sih yang enggak buat istri tercinta," sahutku sambil menerkam manja tubuhnya. Fiona tergelak melihat tingkahku, dengan gemas aku menciumi setiap inci wajahnya. Manatap dalam mata indah milik Fiona perlahan bibir kami berpagut dalam buaian syahdu. Walau pernikahan kami sudah memasuki usia lima tahun, rasa cinta tidak pernah ber

    Last Updated : 2022-01-26
  • Karma Sang Penggoda   Bab 9 - Terjebak

    Terbangun dengan kepala yang berdenyut hebat. Aku tersentak saat mendapati Anitta melingkari tangannya ditubuhku. "Apa yang terjadi!" teriakku panik, membuat Anitta menggeliat dari tidurnya. Anitta tersenyum dengan mata yang setengah terbuka. "Kau menjebakku!" seruku murka saat mendapati badanku hanya terlilit selimut yang sama dengannya. "Aku tidak menjebakmu, kau sendiri yang memohon untuk ini." ucapnya santai. "Arghh ... dasar brengsek!" Dengan sekali hentak, aku langsung bangkit mengambil kemeja dan celanaku yang tercecer di lantai. Dengan cepat ku pakai semua pakaianku lalu berjalan keluar kamar membanting pintu dengan keras. Memasuki mobil, tangan memukuli stir membabi buta. Merutuki

    Last Updated : 2022-01-27
  • Karma Sang Penggoda   Bab 10 - Ketahuan

    Sentuhan Anitta, kini bagai candu untukku. Sesuatu yang tidak bisa aku dapetkan dari Fiona. Anitta tau apa yang aku butuhkan, mengerti apa yang aku inginkan.Hubungan kami bahkan semakin lengket, hampir setiap hari bertemu. Memadu kasih.Tidak terasa hubungan terlarang ini memasuki bulan ke empat, dengan senyum genit Anitta menyodorkan alat tes kehamilan dengan garis dua."Selamat sayang, kamu akan jadi Ayah," ucapnya dengan suara mendesah."Ini.. beneran anak aku?" Tanyaku memastikan.Anitta memajukan bibir sensualnya. Mendekap dada dengan kedua tangannya, lalu memunggungiku"Fikirmu ini anak setan," ucapnya dengan suara ketus.Kurengkuh tubuh indah yang mampu membuatku berpaling. Lalu mencium tengkuk lehernya, membuat dia mendelik seketika.

    Last Updated : 2022-01-27
  • Karma Sang Penggoda   Bab 11 - Terbawa.

    Fiona menatapku dengan wajah dingin terkulum senyum, namun senyum itu terasa mengerikan. Membuat aku takut melihat wajahnya.Rasa aneh saat mata kami beradu tatap. Jelas mata itu mengisyaratkan kepedihan. Namun Fiona pandai menutupi itu semua.Apa yang harus aku lakukan. Fiona.. maafkan aku, aku benar-benar menyesal.Jeritan Anitta sangat jelas ditelinga, beberapa kali suara pukulan seirama dengan teriakannya. Rasa khawatir menyelisip dihati berharapa Anitta baik-baik saja, walau bagaimana pun kini dia telah mengandung anakku.Sebenarnya Fiona tidak mandul. Hanya sebelum meminangnya, Fiona mengajukan syarat. Dia mau menikah denganku, namun ia tidak mau memiliki anak. Saat kutanya alasannya dia menjawab."Aku tak ingin terbebani. Seorang anak, hanya akan menghambat masa depanku."Tegas sekali ucapannya kala itu

    Last Updated : 2022-01-27
  • Karma Sang Penggoda   Bab 12 - Fiona Is Back.

    Samar-samar terdengar suara Mamih membicarakan sesuatu, seperti menyebut-nyebut namaku. Aku yakin, sekarang akulah yang menjadi bahan ocehannya. Kembali menutup pintu, malas jika harus beradu urat ditempat ini.Berjalan dalam hening kehampaan, menyesal mengikuti kata hati. Daniel sudah terjerat dalam perangkap Anitta, mungkin akan sulit untuk terlepas.Melihatnya terlalu gigih dalam membujuk hatiku belakangan ini, membuat hati sedikit terbuka. Beribu sesak menjejal direlung hati, meminta untuk ditumpahkan. Entah pada siapa aku berbagi kepiluan ini."Kak, Fiona?" Suara tidak asing mengusik lamunanku."Ngapain bengong disini?" Ucapnya lagi."Dara?" Sahutku saat menoleh kesumber suara.Seorang gadis berusia 20 tahun menggendong ransel besar, tersenyum manis kearahku."Udah lama ga ket

    Last Updated : 2022-01-27

Latest chapter

  • Karma Sang Penggoda   Bab 64 - TAMAT.

    "Terserahlah. Aku sudah malas peduli." jawab Ridwan lalu pergi keluar pintu.Aku dan Mas Yas saling berpandangan. Mata kami kompak menoleh kearah Putri yang semakin menangis sesegukan.Aku mengangguk kecil, tanpa berkata Mas Yas langsung keluar kamar mengerti maksud isyaratku."Ada apa sih, Put? Coba cerita, siapa tahu Kakak bisa bantu," ucapku pelan sambil berjalan mendekati ranjang."Hati aku capek, Kak. Mas Ridwan dan Ibu menyalahkan aku, semua menyalahkan aku atas kejadian ini. Mereka fikir aku tidak sedih kehilangan anakku sendiri." Putri menatap sendu, isaknya terdengar lirih."Sabar sayang, sabar." aku mengusap lembut pundak belakangnya."Belum lagi Mas Ridwan, terlalu cemburu berlebihan Kak. Dia selalu mikir aneh-aneh setiap kali melihat aku sama Juna di kantor," lirih Putri. "Padahal kita hanya teman kerja, tidak lebih.""Loh ... bukannya cemburu itu tanda cinta ya? Emangnya kamu mau Ridwan cuek-cuek aja, lihat kamu diantar pulang sama orang lain?" sahutku selembut mungkin."

  • Karma Sang Penggoda   Bab 63 - Bertemu Fiona.

    "Pasien rumah sakit jiwa terlindas truk hingga tewas, kondisi sangat mengenaskan. Saat ini jenazah korban ada dirumah sakit Pelita Keluarga.""Baca, apa sih Fi serius banget?" Mas Yas yang sedang mengemudi, menoleh singkat lalu kembali fokus menghadap jalan."Baca berita yang lewat dibranda, Mas. Seram ih, aku baca juga komen-komennya. Katanya, tubuh korban tabrakan itu terbelah menjadi dua bagian." sahutku, sambil bergidik ngeri."Innalillahi ... semoga amal ibadahnya diterima Alloh." jawab Mas Yas dengan wajah prihatin."Aamiin," aku hanya menyahut, pandangan fokus pada gawai melanjutkan membaca komentar yang ada didalam berita.Mengingat rumah sakit jiwa, aku jadi teringat ucapan Nyonya Diana. Dia bilang, Anitta terkena gangguan jiwa, dan sekarang tinggal dirumah sakit jiwa. Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja, walau aku sangat membencinya tapi aku tak ingin mendoakan keburukan padanya. Aku takut doa buruk itu akan kembali padaku. Naudzubillah."Nyonya Diana, terlihat bukan oran

  • Karma Sang Penggoda   Bab 62 - Bagian special.

    Pov DianaSuara debur ombak beradu dengan karang membuat aku menarik nafas panjang, angin lembut berhembus diwajah dan rambut. Menimbulkan aura menenangkan.Hmm ...Menghembuskan nafas secara perlahan, bibir tersenyum simpul melihat dua sosok kesayangan bermain dengan ceria ditepi pantai.Duhai Tuhan ... trimakasih. Atas izinmu, kau biarkan aku melalui badai yang sangat kuat lagi dahsyat."Mamih, ayok kesini!" seru Deo meski terdengar samar. Aku hanya tersenyum, meraih gelas berisi jeruk hangat lalu menyesapnya pelan.Tangan ini melambai saat melihat pasangan suami istri celingukan mencari seseorang. Aku tersenyum manis, saat mata kami beradu tatap."Hai." sapaku ceria."Lama tidak bertemu, Nyonya Diana." wanita cantik menyapa dengan senyuman manis, dia menyodorkan tangan, setelahnya kita berjabat tangan mencium pipi kiri dan kanan."Mbak Fiona, semakin cantik saja." ucapku tulus. Karna memang wajah wanita muda yang ada dihadapanku memang selalu cantik."Nyonya bisa saja," ucapnya sam

  • Karma Sang Penggoda   Bab 61 - Berakhir.

    Pov Anitta."Lepass!" aku memberontak saat dua laki-laki berseragam rumah sakit memegangi kedua tangan."Kalian tuli, hah! Lepas aku bilang!" sungutku sambil terus memberontak.Kedua laki-laki itu hanya mendengkus kesal tak mengindahkan ucapanku."Jalan!" ucapnya, lalu menyeret tubuhku keluar dari penjara.Nafasku terengah-engah, terpaan sinar matahari menerjang wajah menimbulkan sensasi hangat dan menenangkan.Otak mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi, aku terbahak menyadari akan keluar dari tempat pengap itu."Hahah ... aku bebas. Aku bebas!" teriakku bersemangat. "Bawa aku pulang ke apartement, aku rindu rumahku. Aku rindu." cerocosku sambil menatap penuh harap kearah dua laki-laki itu.Satu diantaranya membuka pintu bagasi mobil khas rumah sakit, setelah terbuka lebar dia kembali memegangi tanganku."Masuk!" titahnya sambil mendorong tubuhku."Hati-hati, jangan membuatnya marah. Atau kalian akan tersakiti." ucap Polisi gendut. Keduanya saling bertatapan, lalu menoleh kearahk

  • Karma Sang Penggoda   Bab 60 - Sudah lelah.

    "Aaaaa!" aku menjerit ketakutan. Pegangan itu tersenyum menyerigai, lalu membuka mulut dan mengeluarkan semua binatang menjijikan."Hah ... hah!" Aku langsung terlonjak dengan nafas memburu. Keringat sebiji jagung bercucuran dari kening hingga kewajahku. Aku mengedarkan pandangan, ruangan sempit masih mengelilingiku."Hiiiyyy." aku bergidik ngeri, mimpi tadi seolah nyata dan aku merasa benar-benar tenggelam dalam lautan darah."Uhuk ... uhuk!" nafasku tersendat. Aku kesulitan bernafas.Hah hah!Benar-benar kurang ajar. Untuk apa perempuan pengeretan itu hadir didalam mimpiku. Aku jadi takut sendiri berada diruangan sempit ini."Pak ... Pak!!" aku berteriak sambil memukul gembok pada pintu besi. Tenggorokanku kering, dan tidak ada satu pun setetes air minum disini."Ada apa! Jangan berisik. Ganggu saja!" maki petugas gendut."Air, saya butuh air." jawabku dengan tatapan memohon."Minum ... haus," pintaku."Ck! Menyusahkan saja sih." maki Polisi itu. Dengan sangat terpaksa dia membalik

  • Karma Sang Penggoda   Bab 59 - Bertemu Ibu.

    Pov Anitta."Tahanan ini benar-benar keterlaluan, dia membunuh Ibunya sendiri saat datang berkunjung menemuinya." ujar petugas gendut sambil melirik kearahku sorotnya memancarkan ketidak percayaan."Ckckck," laki-laki berperawakan tinggi besar itu menatap lekat, menggelengkan kepalanya. Aku semakin menundukan wajah, takut tiba-tiba pukulan kembali menyerangku.Tubuh ini menggigil, luka memar terlihat disekujur tubuh. Rasanya sakit dan menyiksa sekali."Teman satu selnya pun ikut dihajar, aku rasa dia mengalami gangguan jiwa." Mataku mendelik, tak terima dengan kata-kata sipir jelek itu."Bawa dia masuk kembali, tempatkan dia diruangan 355 a. Jangan disatukan dengan yang lain, saya mencuim gelagat mengerikan dari tatapan matanya," ucap komandan Polisi."Siap, Dan!" sahut dua petugas sambil menegakkan badan."Cepat!" tubuh ini diseret paksa. Aku hanya bisa menurut, menyeret kaki mengikutinya.Dug!Rasa nyeuri menerjang lutut dan telapak tangan, saat tubuhku didorong masuk oleh petugas h

  • Karma Sang Penggoda   Bab 58 - Bersyukur.

    "Istri saya sakit apa, Dok?" tanyaku setelah Dokter Murni memeriksa keadaan Diana."Sepertinya hanya terlalu lelah," jawab Dokter Murni sambil tersenyum tipis pada Diana."Jangan terlalu capek dan banyak fikiran. Bebaskan saja, jangan dipendam nanti tambah sakit," sambungnya sambil mengusap tangan Diana."Iya, Dok. Trimakasih," jawab Diana."Saya hanya meresepkan beberapa vitamin, sama obat pusing ya. Untuk berjaga-jaga, khawatir kepala Nyonya Diana ikut pusing juga karna terlalu banyak berfikir," ucap Dokter Murni sambil terkekeh pelan. Diana tersenyum menanggapinya."Saya permisi, jangan lupa diminum vitaminnya." ucapnya sambil mengemasi alat-alat ke Dokteran yang tadi dia keluarkan."Iya, Dok. Trimakasih ya," sahutku lalu mengekorinya jalan keluar kamar."Kamu tidak apa-apa, Mih?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepalanya dengan lembut."Tidak, apa. Aku hanya butuh istirahat saja," jawab Diana."Kamu lagi banyak fikiran ya? Mikirin apa sih?" cecarku berpura bodoh. Padahal aku tahu be

  • Karma Sang Penggoda   Bab 57 - Diana Sakit.

    "Mati saja kau, Bu. Hidup pun tak berguna, hanya bisa menyusahkan anak-anakmu saja!" bisikku tepat ditelinganya. Wajah Ibu terlihat membiru, dengan lidah menjulur dan suara nafas yang tercekat ditenggorokan.Aku semakin bersemangat, bibir melengkung sempurna saat melihat Ibu menghadapi sarakatulmaut."Mati, kamu Buk. Mati!" desisku dengan suara tertekan."Hei ... mau apa kamu!" suara sumbang mengganggu kesenanganku. Tangan lemah Ibu terus memukul tangan ini, dan meminta pertolongan. Aku semakin kalap saat beberapa orang mulai mendekat, cengkraman tangan dileher Ibu semakin aku tekan.Dia harus lenyap, aku tak ingin hidup menderita sendirian.Tubuh Ibu mulai lemas, tangannya terkuai tidak lagi melakukan perlawanan.Kedua tanganku ditarik paksa, seruan dari suara sumbang terus saja mengusik pendengaranku."Hei, sudah gila kamu ya!" hadrik suara seseorang."Lepas!""Pak, tolong ..."Plakk plakk!!Rasa panas langsung menjalar dipipiku, setelah memastikan Ibu tak lagi bergerak aku baru mel

  • Karma Sang Penggoda   Bab 56 - Pergi saja.

    "Mas ..."Langkah Mas Mahesa terhenti mendengar panggilanku.Mamah menatap jengah, Diana menampilkan wajah datar berpura tak melihat kehadiranku.Sombong sekali, perempuan tua itu. Merasa menang dariku? Tak tahu malu.Mas Mahesa mengangguk kecil pada dua perempuan busuk itu, Mamah menatap khawatir, tapi akhirnya pergi juga bersama Diana."Ada apa?" tanyanya datar, tanpa melihat wajahku. Tangannya sibuk merapihkan dasi yang menjerat dilehernya."Aku ..." mata ini memanas, melihat perubahannya. Mas Mahesa melirik sekilas, menghela nafas panjang."Katakanlah, aku tidak punya banyak waktu. Mamah dan istriku sudah menunggu diluar," ucapnya sambil menatap lurus kearah pintu, dimana berdiri Mamah Hana juga Diana."Aku juga istrimu," sahutku dengan suara parau. Mas Mahesa terkekeh, lalu menatapku tajam."Istriku?" tanyanya dengan tatapan mengejek. "Oh ya ... kau benar. Aku belum mengucap talak untukmu," sambungnya dengan senyum tipis."Mas ..." selaku dengan wajah memelas."Aku minta maaf, su

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status