Flashback
"Nanti Hana ikut keluar kota sama Anisa dan lainnya," ucap Marco kepada Hana yang sedang duduk di meja kerjanya. Ini pertama kalinya Hana ikut pekerjaan keluar kota setelah beberapa bulan bekerja. Membuat dirinya begitu semangat. Kebetulan sudah lama juga ia tidak pergi ke luar kota."Loh, kenapa Hana, Mas?" tanya Risa yang juga berada di dalam ruangan tidak jauh dari mereka."Biar Hana bisa belajar, Ris. Kamu kan sudah sering," jelas Marco seraya pergi keluar dari ruangan tim administrasi dan kreatif. Muncul wajah kesal yang tertangkap oleh Hana sekilas. Membuat perasaan tidak enak mucul dibenaknya."Gak apa-apa, nih, An ...," Hana memastikan Anisa jika ia ikut tidak akan ada masalah."Sudah, tenang aja. Bos kan yang nyuruh," ucap Anisa menenangkan agar Hana tidak khawatir."Sudah lah, gak usah di pikirin, si Risa. Memang gitu ...," tambah Anisa dengan suara pelan dengan menepuk punggung tangan Hana. Rupanya Anisa juga sadar jika Risa ingin ikut pergi juga.🌼🌼🌼Hari keberangkan tiba, mereka semua sudah berkumpul di studio. Mereka sepakat untuk berkumpul sebelum jam 7 pagi. Studio masih tutup hanya mereka yang akan berangkat yang ada di tempat. Tujuan mereka untuk pekerjaan kali ini adalah sebuah vila baru di puncak.Setelah menempuh perjalan berjam-jam mereka sampai ditempat tujuan. Syukurlah, jalan menunju puncak kali ini tidak terlalu padat. Di depan vila sudah ada orang sedang duduk di beranda depan villa yang memiliki dua lantai dengan bangunan kayu bergaya tradisional. Sepertinya pemilik vila, yang mereka dengar pemiliknya adalah Ayah dari teman atasan mereka.Semilir angin sejuk menyambut mereka ketika sudah keluar dari mobil. Hawa sejuk dan hijaunya kebun teh yang yang ada disekitar vila membuat suasana menenangkan dan sejuk begitu terasa. Sangat berbeda dengan suasana kota. Akses menuju vila juga terbilang mudah untuk dilewati dengan mobil.Hana dan lainnya bergegas menuju ke vila. Mereka disambut ramah oleh sang pemilik. Diperkirakan usia beliau hampir enam puluh tahun yang masih tampak sehat dan bugar. Saat masuk ke dalam vila tampak interior yang bergaya tradisional yang terlihat mewah dan elegan. Terasa sekali nuansa hangat ketika masuk ke dalam vila.Tidak ingin membuang waktu, setelah semua persiapan selesai mereka semua langsung bersiap mengambil foto dan vidio."Anisa, Hana ... bantu modelnya bersiap, ya," pinta Yudha kepada mereka berdua.Pekerjaan kali ini ada dua sekaligus. Pertama, promosi vila. Kedua, dengan sebuah brand pakaian yang sengaja di lakukan secara bersamaan dengan model yang sama.🌼🌼🌼“Salat dulu yuk, sekalian istrihat," ajak Yudha pada yang lain. Waktu salat zuhur telah tiba beberapa saat yang lalu.Mereka bergegas bersiap untuk sholat terkecuali, Hana. Ia sedang berhalangan. Jadi, ia memilih untuk duduk di beranda sambil menikmati segelas teh hangat yang sudah disediakan. Dari tempat Hana duduk, bisa terlihat mereka yang sedang sholat di ruang tengah. Yudha yang jadi imam sholat. Terlihat dari sorot matanya menatap kagum pada Yudha. ‘Selain mempunyai wajah yang tampan ia juga rajin sholat’, ucap Hana dalam hati. Sebuah senyum tipis terlukis di bibir Hana."Benar-benar suami idaman", Hana bergumam. Ia terus memandangi mereka yang sedang sholat selama beberapa saat.Sementara menunggu yang lain salat. Hana memilih berjalan-jalan di sekitar vila. Ia memandangi setiap inci keindahan alam sang Maha Kuasa. Rasa tenang merasuk ke dalam dirinya yang tidak ia dapat di kota. Udara sejuk dan jauh dari hiruk pikuk serta bisingnya metropolitan. Ia menghirup nafas dalam, menikmati setiap sensasi udara yang ia hirup masuk ke dalam tubuh. Membuat jiwanya semakin terasa damai.Terdengar suara seseorang melangkah dari arah belakang, mengalihkan perhatiannya. Hana berbalik. Ia mendapati Yudha yang sedang berjalan ke arahnya."Han, makan siang di dalam. Sudah di siapkan, ayo," ajak Yudha."Oh, iya ...,"Hana melangkahkan kakinya mengikuti Yudha di belakang. Terlihat Yudha memperlambat langkahnya agar berjalan beriringan dengan Hana. Tak ada yang bicara mereka hanya diam. Seakan sibuk dengan pikirannya masing-masing."Besok ... free?" tanya Yudha memulai pembicaraan."Kenapa?""Gak sih, cuma mau ajak keluar aja," ucap Yudha menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Boleh aja sih, tapi mau kemana?""Liat besok deh kemana," jawab Yudha mengakhiri pembicaraan ketika mereka sudah sampai di dapur. Terlihat semua sudah berada di meja makan.Yudha menarik kursi kosong yang ada untuk Hana, mempersilahkannya duduk. Kemudian ia duduk di sampingnya."Ayo makan, jangan malu-malu," ujar pemilik rumah kepada mereka."Alhamdulillah, kebetulan laper banget pak. Masakannya enak-enak juga, ya kan?" sahut Azmi dengan tawa kecil. Membuat suasana menjadi lebih hangat."Kalau mau jalan-jalan sebentar habis ini bisa. Biar sama, Pak Tarji ...," tawar Pemilik Vila. "Tinggal dikit aja lagi kan setelah ini?""Iya, Pak ... tinggal dikit lagi," kali ini Anisa yang bersuara dengan semangat saat mendegar jalan-jalan.🌼🌼🌼Mereka semua sepakat untuk jalan-jalan di sekitar kebun teh sekaligus mengambil beberapa foto. Setelah selasai mereka berjalan menuju kebun teh yang tidak jauh dari vila.Menyusuri jalan yang di sekeliling dipenuhi kebun teh yang hijau. Sesekali mereka mengambil foto untuk mengabadikan momen lewat foto. Sesekali mereka meminta Pak Tarji mengambil foto yang tentunya sebelum mengambil foto diajari oleh Yudha terlebih dahulu, agar mereka semua bisa ada di dalam foto. Semuanya tampak senang menikmati momen kebersamaan. Setelah merasa cukup, mereka memutuskan kembali ke vila untuk melanjutkan pekerjaan yang hampir selesai."Hati-hati, Han," Yudha mengulurkan tangannya saat jalan agak menurut tajam dan juga agak licin.Awalnya Hana tampak ragu untuk meraih tangan Yudha, ia menatap Yudha. Yudha mengisyaratkan agar Hana segera meraih tangannya dengan menganggukan kepala beberapa kali tanpa mengalihkan tatapannya dari Hana. Melihat itu Hana meraih tangannya Yudha.Tangan mereka masih bertaut selama beberapa saat, ketika sebuah suara menginstrupsi, "Jalannya sudah aman, Yud," goda Azmi yang ada dibelakang mereka. Mendengar itu mereka langsung melepas tangan mereka. Hana memilih berjalan lebih dulu."Han ... coba liat deh," Anisa menujukkan sebuah foto, story WA dari Risa teman kantor mereka. Terlihat sebuah foto bagian wajah ditutup stiker. Tanpa caption. Mereka berdua melihat ke arah belakang di mana Yudha sedang berjalan di belakang mereka. "Jaket Yudha, kan, ya? sama tuh."Hana memastikan lagi melihat foto dengan jaket yang dipakai Yudha. Sama persis. Muncul perasaan tidak senang sekaligus penasaran disaat bersamaan dibenak Hana."Yud, ini kamu? sama tuh jaketnya," tanya Anisa mengarahkan layar ponselnya ke muka Yudha dengan nada menggoda saat Yudha sudah ada di depan mereka."Apa yang sama?" Yudha melihat ke ponsel dengan seksama. "Bukan ... sama aja kali." Yudha melanjutkan langkahnya."Dih, bilang aja, iya. Orang kita-kita sering kok liat kalian berdua jalan bareng berdua," ucap Anisa lagi sambil berjalan di belakang Yudha."iya, kan, satu project. Karena itu terlihat sering bereng," jelas Yudha dengan menyankinkan.Anisa menggedikkan bahunya menatap Hana yang ada di sampingnya, memberi isyarat bahwa ia tidak percaya dengan ucapan Yudha. Karena ia yakin jika Yudha ada hubungan lebih dari teman dengan Risa."Sering tuh Han, mereka pergi bareng berdua. Banyak kok saksinya," jelas Anisa pada Hana yang baru saja masuk di kantor mereka beberapa bulan lalu. Masih belum terlalu tahu pergosipan di kantor.Sementara itu, Hana sibuk dengan pikirannya. Jika, Yudha dekat dengan Risa, mengapa Yudha mengajaknya pergi keluar. Namun, jika tidak memilki hubungan. Lalu, mengapa Risa berani mengunggah story foto Yudha walaupun dengan wajah ditutup.'Tapi Yudha bilang gak ada apa-apa. Hanya seproyek makanya dekat. Mungkin hanya Risa yang suka,' batin Hana menyakinkan dirinya sendiri."Seru kan Han, kerjaan di luar," ucap Anisa pada Hana yang duduk di sampingnya.Mereka sedang melihat pengambilan vidio tiap ruangan yang ada di dalam vila. "Seru ... kerja sambil healing hehe," mereka berdua tertawa kecil.Mata Hana tak pernah lepas dari Yudha sedetik pun. Ia terus memperhatikan setiap apa yang dilakukan Yudha. Dari pengambilan vidio, mengarahkan apa yang harus dilakukan, hingga mengatur tampilan ruangan agar terlihat lebih menarik. Setelah ini selesai mereka berencana akan langsung pulang karena sudah jalan-jalan sebelumnya. Hana, terus memperhatikan setiap gerak gerik Yudha. Setiap hal yang dilakukan Yudha terasa menarik untuk Hana. Jika, tidak saat bekerja saja Yudha sudah terlihat menarik. Ketika bekerja semakin bertambah. Perawakan yang tinggi, mata yang teduh, alis lumayan tebal, kulit sawo matang, dan juga rambut yang di tata rapi. "Han, tolong bawakan script yang ada di meja itu," pinta Yudha pada Hana, menunjuk kertas yang ada di atas meja. Suara Yudha men
"Gimana, Bu, tadi dirumah, Tante?" tanya Hana ketika sudah masuk ke dalam rumah."Alhamdulillah, semua hampir beres. Kamu sudah minta ijin kalau lusa ada acara keluarga?" tanya ibu Hana yang duduk di kursi ruang tamu. Hari ini ibu Hana pergi ke rumah saudaranya, tante Mila yang sedang mempersiapkan lamaran untuk anak beliau."Belum, Bu, besok rencananya Hana mau bilang ke, Mas Marco," ia masuk ke dalam kamar meletakkan tasnya di atas meja rias di samping tempat tidur.Hana merebahkan tubuhnya yang lelah setelah perjalanan dari puncak. Ada perasaan khawatir jika ada saudara terdekatnya menikah. Khawatir akan pertanyaan orang-orang jika bertemu nanti. Hana yang sudah dua puluh lima tahun belum juga mempunyai pasangan. Ia sampai bosan karena ditanya terus menerus walaupun sambil bercanda. Jika bisa memilih, ia tidak akan hadir di acara keluarga."Ya, sudah. Mandi dulu sana. Baru tidur", ucap ibu saat berada di depan pintu kamar Hana. Hana beranjak dari tempat tidur bergegas mandi. Badann
"Hana berangkat dulu bu, Assalamu'alaikum ...," Hana berpamitan, tak lupa sebelum pergi ia mencium tangan Ibunya.Sebenarnya, ia cukup lelah karena perjalanan kemarin dan harus berangkat pagi. Terlebih lagi ia tidur larut malam. Menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit Hana akhirnya sampai di tempat kerja. Baru saja ia mematikan motornya di depan Studio, ia melihat Yudha keluar. "Mau kemana, Yud?" tanya Hana yang sedang hendak menyalakan sepeda motornya. "Ada urusan bentar, aku keluar dulu, ya," Yudha bergegas pergi. Hana mengiyakan, kemudian masuk ke Studio. Ia melihat Anisa duduk di meja kerjanya. "Assalamu'alaikum ...," sapa Hana."Wa'alaikumsalam ... kurang tidur kamu, Han?" tanya Anisa saat melihat Hana, matanya tampak sayu."Keliatan banget, ya, An?" Hana mengambil cermin kecil di dalam tas. Ia menghela nafas, matanya masih terlihat bengkak akibat kurang tidur. "Kamu gak capek?""Sudah biasa, Han ...," jawab Anisa menaik turunkan alisnya. Benar juga Anisa sudah sering
'Aku mau berangkat. Ketemuan di sana, ya.'Sebuah pesan yang dikirim Hana kepada Yudha. Hari ini mereka berencana untuk pergi keluar untuk makan. Sejak hari mereka pergi ke puncak. Mereka berdua semakin dekat.Mereka sepakat untuk bertemu disebuah kafe yang berada di tengah-tengah tempat mereka tinggal.Jarum jam tangan Hana menunjukkan jam tujuh lewat lima belas. Sudah lewat lima belas menit dari jam janjian. Batang hidung Yudha masih belum terlihat. Pesannya pun masih belum dibaca. Hana mulai gelisah. Apa ada sesuatu terjadi? tanya Hana dalam hati. Beberapa kali ia memeriksa ponselnya. Tidak ada pemberitahuan apapun.Ting! sebuah pesan masuk.Anisa : Han .. keluar, yuk. Ternyata dari Anisa. "Apa aku ajak Anisa juga, ya?" batin Hana. Ia menatap sekitar, siapa tahu Yudha sudah datang. Nihil. Belum juga terlihat. "Tapi, kalo Anisa ikut terus Yudha datang ... jawab apa?" lagi-lagi ia membatin. Karena tidak ada yang tahu dirinya dan Yudha dekat.Hana mencoba menghubungi Yudha. Hanya buny
"Ok ... Aku udah mulai ngerti. Jadi, setelah Risa diterima di pemerintahan, Yudha batalin ... karena itu tadi, Ibunya?" "Dia bilang gak bisa menikah secepatnya. Dia gak mau aku nunggu lama tanpa kepastian kapan dilaksanakan. Dia bebasin aku, kalo aku mau jalan sama siapa. Tau-taunya beberapa bulan kemudian dia nikah sama, Risa," jelas Hana. Terlihat gurat kesedihan di wajahnya.Anisa mulai mengerti, kenapa saat itu Hana tidak hadir ke pernikahan Yudha. Sosial media gak berteman lagi. Lalu, saat di kantor Hana lebih banyak diam. Diajak keluar pun Hana banyak alasan saat itu. Ternyata alasannya adalah Yudha."Gila sih, cuma si Risa di terima kerja di pemerintahan. Dia nikahin, Risa. Aku udah curiga juga sih, Han. Risa tu sering banget cari-cari perhatian, Yudha. Terus suka posting-posting Yudha. Kamu gak curiga?""Curiga pasti. Tapi, kamu tahu sendiri kan, An ... Yudha selalu jawab. Dekat karena satu proyek atau satu tim."Anisa menghela nafas mendengar cerita Hana. Bisa-bisanya Yudha
"Yud ... tadi di kantor, gimana?" tanya Ibu Yudha saat Yudha sampai di rumah. Baru saja ia meletakkan tas di kamar Ibunya tiba-tiba masuk."Kaya biasa. Kenapa emang, Bu?""Gak, kali aja gitu ... Hana cerita apa sama, Kamu. Soalnya tadi Ibu ketemu dia," kata Ibu Yudha, kemudian berjalan hendak keluar kamar."Terus Ibu ngomong sesuatu sama, Hana?" tanya Yudha sedikit penasaran."Cuma saling sapa aja, kok. Terus ya udah ...," jawab Ibu Yudha bergegas keluar kamar. Ia bersyukur Hana tidak cerita jika ia bertemu dengan dirinya. Selain itu, yang lebih penting Hana tidak cerita jika dirinya meminjam uang. Sebenarnya, Ibu Yudha merasa malu karena ketahuan makan-makan diluar. Takut jika ketahuan ia berbohong meminjam uang dengan alasan membeli kebutuhan pokok tapi ternyata malah pergi bersama teman.Tring tring!Ponsel yang ada di dalam tas Yudha berbunyi. Ia segera mengangkat telepon tersebut. "Halo ... Yang ...," ucap Yudha pada si penelpon yang ternyata adalah istrinya Yudha."Besok jempu
"Bu ... ini martabak pesanan, Ibu," Yudha meletakkan martabak di atas meja. Kemudian, mereka berdua Yudha dan Risa masuk ke dalam kamar mengganti pakaian untuk membersihkan diri setelah seharian diluar.Malam itu semua sedang berkumpul di ruang tengah. Menikmati martabak yang Yudha beli sambil menonton tayangan di televisi. "Ris, jalan-jalan dulu gimana sebelum kamu balik ke tempat kerja?" ajak Ibu Yudha dengan wajah sumringah. Mengalihkan perhatian mereka yang ada di sana dengan mengajak menantunya pergi. Ia akan selalu mengajak Risa pergi jika pulang. Tentunya, ia akan mendapatkan sesuatu yang baru, seperti baju, tas, sepatu, make up atau yang lainnya seperti dulu jika ia mengajaknya pergi."Liat nanti, ya, Bu ... kalau Risa gak capek." sahut Risa dengan santai tanpa mengalihkan pandanganya dari layar ponsel. Membuat Ibu Yudha sedikit kesal. Yudha yang duduk di sampingnya pun menyenggol lengan Risa pelan. "Main ponselnya bisa nanti lagi, gak?" tegur Yudha pelan. "Ibu lagi bicara s
“Kamu kapan, Han? tuh Syifa udah lamaran, kamu nya masih aja belum ada pasangan,” celetuk Tante Mila.Hana yang mendengar perkataan itu, merasa sedikit risih saat pertanyaan itu di lontarkan di depan keluarga yang lain. Entah pertanyaan keberapa kali yang sudah ia dengar.Hana menatap tante Mila. “Doakan cepet nyusul Syifa, Tante …,” tak mudah bagi Hana untuk tersenyum. Seolah semua baik-baik saja padahal hati sudah perih. Apalagi kejadian ia batal tunangan masih jelas di ingatannya.“Jodoh gak ada yang tau kapan datangnya, cukup doakan semoga dapat yang terbaik,” kali ini paman Syakir yang begitu dihormati dikeluarga Hana buka suara. Beliau kakak tertua Ibu Hana sementara tante Mila adalah adik dari Ibunya. Mereka tiga bersaudara.‘Alhamdulillah masih ada yang belain’ ucap Hana dalam hati. Jika ada Ifa, Tante Mila pasti tidak akan berkata seperti itu, karena ifa akan membalas ucapannya. Hana memilih berada di dapur membantu sepupu yang lain menyiapkan makanan. Kedua anak paman Syaki
Ponsel Hana yang ada di dalam tas berdering ketika ia sampai. Nomor ponsel tanpa nama, namun foto profil jelas menunjukkan wajah Risa.Terdengar helaan nafas berat, rasanya sudah lelah berurusan dengan Risa. Dengan enggan ia menjawab panggilan."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Han gak jadi nitip. Jadi mau aku ambil aja. Kamu dimana?" tanya Risa begitu saja ketika sambungan teleponnya di jawab. Sementara Yudha yang berada di samping Risa mengernyitkan dahi pertanda ia sedang bingung apa yang dilakukannya istinya. Tiba-tiba menyembut 'Han'. Apakah itu Hana? Yudha membatin."Baru sampai hotel. Ini mau masuk ke dalam.""Aku tunggu di lobi."Sambungan telepon terputus. Benar-benar tidak ada sopan santunya sama sekali kepada orang yang dimintai tolong. Hana kembali menghela nafas berat. "Ada apa?" tanya Ali. "Risa mau ngambil titipannya. Katanya gak jadi nitip. Dia nunggu di lobi," jelas Hana. Tidak lama mereka sudah berada di lobi hotel mewah berbintang lima. Hana segera menuju meja
Dua hari ini Yudha bekerja tidak tenang. Risa, Hana dan Ali satu tempat. Mau nyusul, keuangan lagi gak stabil. Lagipula mereka akan kerja kembali di hari senin. Muncul ide untuk meminjam uang kepada Zaki, yang sedang mengerjakan pekerjaanya. Ia sudah tidak bisa berpikir lagi. Rasanya harus benar-benar menyusul mereka ke sana."Zak, lo ada uang gak, gue mau pinjam?" "Tumbenan lo pinjem uang. Berapa?" Yudha menghitung nominal yang ia perlu dari tiket pesawat bolak-balik, transport, uang makan selama disana, dan penginapan karena harus ambil kamar lagi. Tidak mungkin di kamar Risa karena ada rekan kerjanya dalam satu kamar.Setelah selesai menghitung semuanya. Yudha menunjukkan layar ponselnya ke Zaki yang telah tertera angka yang tidak sedikit. Membuat Zaki terkejut."Ok deh, gue transfer nih?" "Transfer aja, bro. Thanks banget," Yudha menepuk bahu Zaki seraya berdiri. Selanjutnya ia harus minta cuti dadakan ke bosnya.Yudha berjalan terburu-buru. Sesampainya di depan pintu berwarna
“Mba, kenal sama cowok tadi?” tanya Risa tiba-tiba kepada Sasa yang entah muncul darimana. Sepertinya ia menyaksikan apa yang terjadi.Risa mengerutkan kening. Ia tidak kenal siapa yang bicara dengannya tiba-tiba ini. Seolah-olah mereka sudah saling kenal. Merasa mengerti arti raut wajah Sasa, Risa melanjutkan perkataannya. “Saya dulu satu tempat kerja sama cewek yang dihampirin cowok sama Mba tadi. Emang centil dia Mbak. Suka goda laki orang. Suami saya yang udah nikah aja masih dideketin,” cerita Risa dari sudut pandangnya tentang Hana. Sasa mulai tertarik setelah mendengar apa yang dikatakan Risa. “Terus sekarang?”“Sekarang sih saya taunya dia deket sama cowok tadi. Soalnya suami saya pernah lihat-lihat tu foto mereka lagi bareng.”Sasa menarik nafas kesal. Tanpa ia sadari ia bertemu dengan seseorang yang mungkin saja sudah menggantikan posisinya di hati Ali. Lelaki atau mantannya yang masih sangat ia rindukan. Ia begitu menyesal karena sudah menolak lamaran Ali untuk menikahin
"Han sudah siap?" tanya Ifa. Mereka berencana kulineran di luar. Cuaca mendung berubah menjadi cerah. Yah walaupun tidak terlalu cerah. Setidaknya masih aman untuk jalan - jalan. Tujuan mereka kali ini adalah sebuah depot yang sudah berdiri sejak lama. Sudah puluhan tahun. Bahkan sebelum mereka lahir. Katanya makanan di tempat itu enak. Tersedia dari mie hingga lumpia yang banyak digemari orang.Mereka memilih berjalan kaki. Kurang lebih lima belas menit akhirnya mereka sudah sampai di tujuan. Cuaca yang seperti ini sangat mendukung untuk makan - makan yang berkuah. Lihat saja, banyak pengunjung sampai-sampai tidak terlihat ada kursi yang kosong. Aroma khas menyeruak mengenai indra penciuman. Membuat perut mereka yang sedari tadi minta diisi semakin berteriak untuk diisi sesegera mungkin."Mau pesana apa? makan di sini atau dibungkus?" tanya salah satu pekerja yang berumur sekitar dua puluhan awal pada keduanya yang berdiri di dekat etalase menu. Di sana juga juru masak membuat pesana
"Ngapain kamu di sini? ada kerjaan sama yang lain? sama Yudha juga? gak bilang apa - apa dia?" Risa membrondong Hana dengan banyak pertanyaan. Ia membiarkan rekannya untuk melakukan check in. Dengan sombongnya ia melipat kedua tangannya ke dada. Tidak lupa dengan wajah angkuhnya. Sebelum jadi pegawai sudah angkuh. Sekarang semakin angkuh."Liburan, berdua sama sepupu," jelas Hana singkat, padat dan jelas. Baginya tidak ada alasan untuk menjelaskan hal lebih apalagi bertanya kabar. Toh orang di depannya ini sepertinya sudah sangat membencinya sampai ke ubu-ubun."Enak banget liburan yang lain pada kerja. Kamu apain Mas Marco sampai mau?""Sa, tau namanya cuti tahunan, kan? bukannya kamu dulu kerja di situ juga. Bahkan lebih lama. Harusnya kamu tahu," sahut Hana. Ia sudah tidak ingin berlemah lembut."Sa, ayo!" panggilan itu mengharuskan Risa pergi meninggalkan Hana. Sebelum pergi ia mendekat ke arah Hana, "Ingat ya, aku pantau kamu. Awas deket-deket Yudha. Udah tau 'kan Yudha itu suami
"udah lama banget kita gak liburan berdua ya, Han?" ucap Ifa saat mereka dalam menuju kota M selanjutnya ke kota J naik kereta seperti rencana mereka.Hana dan Ifa sudah jauh - jauh hari merencanakan liburan mereka. Saat ini hari Jum'at karena itu Hana meminta ijin satu hari. Sabtu dan Minggu biasanya mereka libur. Kecuali ada permintaan baru mereka bekerja.Sejak bekerja Hana sudah tidak lagi liburan. Terlebih lagi saat pandemi melanda. Bahkan disaat galau - galaunya pun waktu itu Hana memilih lebih banyak di rumah. "Bener, Fa. Ali mau ikut tapi kerjaan lavi gak bisa ditinggalin," jawab Hana saat mereka sudah duduk di dalam pesawat."Nanti aja kalian berdua," Ifa mengangkat kedua alisnya menggoda Hana.Hana hanya bisa tertawa kecil mendengar ucapan sepupunya itu. Mereka hanya beda satu tahun. Sepupu yang paling dekat dengannya adalah Ifa , sedangkan dengan Ria kakanya Ifa cukup dekat juga namun tidak seperti dengan Ifa mereka benar - benar akrab. Berbeda denga Syifa dan Sani anak d
Ayu ... Yudha udah di kantorRisa mengirimkan pesan tersebut kepada Ayu karena sejak tadi Yudha tidak bisa dihubungi. Bahkan pesan terbaru pagi ini tidak dibalas oleh Yudha. Semakin membuat Risa kesal. Pesan terakhir yang ia balas tengah malam tadi. Gila aja, seharian hampir gak bisa dihubungi gerutu Risa.Risa yang harus bekerja juga menjadi kurang fokus. Ia selalu mengecek ponselnya. Jam di layar ponsel menunjukkan 08.49 itu artinya harusnya mereka sudah ada di kantor.Udah nih baru aja dateng. Kenapa? balas Ayu tidak lupa mengirimkan foto Yudha yang baru datang.Risa melihat foto Yudha yang baru saha datang. Ia mengenakan jaket cokelat muda yang Risa juga punga. Terlibar seperti jaket couple jika mereka memakai bersama. Padahal, Yudha beli lebih dulu. Risa beli belakangan.Bilangin sama Yudha buka chatRisa meminta Ayu menyampaikan pesannga yang dibalas oke oleh Ayu.Ayu berjalan ke arah Yudha yang baru saja duduk di kursinya. "Yud, kata Risa buka pesan.""Ok, thank u, Ayuu ...," u
Flashback"Ah kenapa si bos nyuruh bareng Hana. males banget."Kesal sekali rasanya. Kenapa harus Hana. Ada Anisa dan Ayu tapi bos memilih Hana.Aku sudah tidak suka sejak awal dia masuk. Ku akui wajahnya memang cantik dan manis. Membuat Yudha terus sejak melirik ke arahnya. Tidak hanya Yudha, yang lain pun begitu. Apalagi waktu itu ia yang ditunjuk ikut pemotretan ke puncak. Sialan. Baru satu hari aku tidak masuk ia sudah mengambil peran seperti itu.Dulu saja, waktu aku awal masuk tidak pernah dilibatkan proyek luar kota. Hampir satu tahun bekerja baru dilibatkan. Bahkan lebih banyak di bagian customer service. Sementara Hana baru saja beberapa bulan sudah dilibatkan.Apa karena kecantikannya, si bos jadi lebih memerhatikannya. Tidak, aku tidak bisa diam saja."Woy, kenapa melamaun?"Ayu yang baru datang menegurku. Aku diam."Kenapa sih. Cemberut gitu wajahnya? ada masalah sama Yudha?""Dih, kok Yudha sih?" gerutuku."Terus apaan? Lo tu kalo kesel seringnta karna Yudha. Lo pikir Gue
"Bu, Hana pulang duluan, ya," pamitku kepada Ibu. Setelah diijinkan ibu, aku berpamitan kepada keluarga yang lain. Toh, beberapa keluarga lain sudah pulang juga pikirku."Jangan lama - lama, Han. Cepetan nyusul," cetus Tante Mila saat aku berpamitan padanya."Doa'in aja, Tan. Jangan lupa nanti ikut bantuin dananya kalo Hana nikah," balasku membuat Tante Mila merubah raut wajahnya. Aku sudah mulai jengah dengan tingkahnya yang selalu ikut campur.Sekilas, aku melihat Yudha masih bicara dengan Sani. aaku memilih mengabaikannya, tidak pamit kepada mereka. Hanya Ali yang pamit. Katanya tidak enak. Aku menginyakan. Tapi, aku mengatakan pada Ali menunggu di sini saja, bersama Ifa."Aku gak nyangka Yudha berani datang. Apa gak punya malu," ucap Ifa saat Ali tidak didekat kami."Yudha ngomong apa tadi?" tanya Ifa."Ya gitu lah," jawabku yang enggan menceritakannya."Yah, dua - duanya lumanyan dan punya daya tarik masing - masing. Tapi ingat Han, yang terbaik tidak pernah meninggalkan begitu sa