"Seru kan Han, kerjaan di luar," ucap Anisa pada Hana yang duduk di sampingnya.
Mereka sedang melihat pengambilan vidio tiap ruangan yang ada di dalam vila."Seru ... kerja sambil healing hehe," mereka berdua tertawa kecil.Mata Hana tak pernah lepas dari Yudha sedetik pun. Ia terus memperhatikan setiap apa yang dilakukan Yudha. Dari pengambilan vidio, mengarahkan apa yang harus dilakukan, hingga mengatur tampilan ruangan agar terlihat lebih menarik.Setelah ini selesai mereka berencana akan langsung pulang karena sudah jalan-jalan sebelumnya. Hana, terus memperhatikan setiap gerak gerik Yudha. Setiap hal yang dilakukan Yudha terasa menarik untuk Hana. Jika, tidak saat bekerja saja Yudha sudah terlihat menarik. Ketika bekerja semakin bertambah. Perawakan yang tinggi, mata yang teduh, alis lumayan tebal, kulit sawo matang, dan juga rambut yang di tata rapi."Han, tolong bawakan script yang ada di meja itu," pinta Yudha pada Hana, menunjuk kertas yang ada di atas meja. Suara Yudha menyadarkan Hana dari pikirannya. Dengan sigap Hana menyerahkan apa yang diminta Yudha. Dalam hati Hana berdoa, semoga saja Yudha tidak menyadari jika ia terus menatapnya.🌼🌼🌼"Sini, biar aku aja yang bawa," Yudha mengambil tas yang ada di tangan Hana. Sekali lagi, Hana merasa sangat diperhatikan oleh Yudha.Hana mengikuti langkah Yudha dari belakang menuju mobil. Langit senja sudah mulai tampak menujukkan wajahnya ketika mereka hendak pulang.Dalam perjalan pulang Hana yang baru pertama kali kerja keluar kota tertidur di dalam mobil karena kelelahan, ia tertidur begitu saja. Kepalanya tersandar di sisi mobil. Melihat hal itu, Yudha dengan sigap mengambil bantalan yang ada.Membenarkan posisi tidur Hana dengan memberikan bantal di kepalanya agar leher Hana tidak sakit."Cantik," ucap Yudha dalam hati seraya terus memandang Hana tanpa disadari yang lain.'BRUK' suara mobil ketika melewati jalan yang agak rusak. Membuat tubuh mereka sedikit terguncang, mengalihkan Yudha dari tatapanya kepada Hana. Ia kembali membenarkan posisinya, memejamkan matanya juga. Mengalihkan perhatiannya dari sosok wanita yang tertidur di sampingnya.Setelah beberapa waktu di perjalanan. Mereka memutuskan untuk mampir di sebuah rumah makan di pinggir jalan yang juga berdekatan dengan masjid."Bangunin Hana, Yud," ketika Anisa yang duduk di depan melihat Hana yang masih tertidur saat mereka berhenti."Han ... Hana," Yudha menepuk bahu Hana beberapa kali."Ugh ....," Hana membuka matanya perlahan, ia masih terlihat mengantuk. "Sudah sampai?""Belum. Kita istirahat dulu. Makan sekalian salat." Jelas Yudha kemudian membuka pintu mobil. "Ayo, keluar dulu."Hana mengangguk, mengikuti Yudha yang keluar lebih dulu. Sementara menunggu yang lain salat. Hana memilih duduk di teras masjid. Menyenderkan tubuhnya di tiang masjid.Hawa dingin menyetuh kulitnya. Hana meringkuk, sekiranya dapat menghangatkan tubuhnya. Bisa-bisanya ia tidak membawa jaket. Ia terlelap beberapa saat.Set!Hana merasakan sesuatu di letakkan di atas tubuhnya. Ia membenarkan posisi duduknya. Ia melihat sudah ada sebuah jaket denim di tubuhnya Di sampingnya, sudah ada Yudha sedang memakai sepatu."Sudah selesai?" tanya Hana, mengarakan kepalanya ke belakang. Terlihat, ada Anisa dan Azmi sedang berjalan menuju mereka."Sudah. Kita makan dulu. Disana ...," Yudha menunujuk ke arah warung sederhana yang ada di samping masjid. "Pakai aja," ucap Yudha ketika Hana hendak melepas jaket."Kamu ... gimana?" tanya Hana khawatir karena jaket Yudha ia pakai, udara saat ini terasa dingin."Aman ... Aku pakai ini juga," Yudha menujukkan koas putih polos yang ia pakai selain kemeja di bagian luar.Melihat hal itu, Hana dengan cepat memakai jaket tersebut. Aroma khas parfum laki-laki mengenai indra penciuman Hana saat ia memakai jaket Yudha. Wangi segar yang menenangkan. Hal ink menambah nilai plus di mata Hana. Ia menyukai laki-laki yang memperhatikan diri. Rapi, bersih serta wangi adalah pria yang Hana sukai, selain tampilan yang menarik.🌼🌼🌼“Aku antar pulang, mau?" tawar Yudha pada Hana yang sedang duduk di depan studio. Hari sudah malam ketika mereka tiba di studio. Yang lain sudah pulang lebih dulu beberapa saat lalu.“Tunggu sebentar lagi ya. Soalnya Ibu gak angkat telepon takut Ibu lagi di jalan,” Hana dari tadi menunggu ibunya. Di perjalanan pulang dari puncak ia sudah mengabari Ibunya jika ia sudah hampir sampai.Setengah jam lebih Ibunya masih belum terlihat. Padahal, perjalanan dari rumah ke tempat studio hanya sekitar dua puluh menit. Hana yang gelisah terus menerus memeriska ponselnya.“Aku temani nunggu di sini", tawar Yudha lagi. Hana mengiyakan.Sunyi, tidak ada yang bicara. Yudha sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Hana sibuk dengan pikirannya. Ia memutar kembali saat - saat perjalanan di luar kota yang membuat dirinya merasa senang. Namun, terasa gugup juga. Karena hanya tinggal ia berdua dengan Yudha di sini.“Ris, tolong kirimkan foto-foto yang sudah di edit kemarin ke klien, ya, besok.”Hana menoleh kearah Yudha, mengalihkan perhatiannya. Ia dengar Yudha memanggil ‘Ris’. Bearti itu Risa. Setahu Hana, tugas Risa sama dengannya Bagian administrasi. Kirim mengirim file atua hasil pemotretan adalah tugas bagian tim editor dan juga fotographer.Terdengar suara motor yang cukup familiar ditelinga Hana, kembali mengalihkan pikiran Han akan permintaan Yudha kepada Risa. Ia melihat Ibunya sudah berada di depan studio.“Yud, Ibu sudah datang. Aku duluan, ya. Makasih sudah menemani," ucap Hana. Ia kemudian berlalu, pergi meninggalkan Yudha.“Hati-Hati“, Balas Yudha. Kemudian menyalakan motornya juga untuk segera pulang.Saat di perjalanan pulang, Hana masih memikirkan Yudha saat menelepon Risa. Ada Perasaan sedikit tidak suka muncul ketika Yudha menyebut nama Risa. Ia meremas ujung jaket Yudha yang masih ia kenakan. Karena Yudha menolak saat hendak dikembalikan."Gimana, Bu, tadi dirumah, Tante?" tanya Hana ketika sudah masuk ke dalam rumah."Alhamdulillah, semua hampir beres. Kamu sudah minta ijin kalau lusa ada acara keluarga?" tanya ibu Hana yang duduk di kursi ruang tamu. Hari ini ibu Hana pergi ke rumah saudaranya, tante Mila yang sedang mempersiapkan lamaran untuk anak beliau."Belum, Bu, besok rencananya Hana mau bilang ke, Mas Marco," ia masuk ke dalam kamar meletakkan tasnya di atas meja rias di samping tempat tidur.Hana merebahkan tubuhnya yang lelah setelah perjalanan dari puncak. Ada perasaan khawatir jika ada saudara terdekatnya menikah. Khawatir akan pertanyaan orang-orang jika bertemu nanti. Hana yang sudah dua puluh lima tahun belum juga mempunyai pasangan. Ia sampai bosan karena ditanya terus menerus walaupun sambil bercanda. Jika bisa memilih, ia tidak akan hadir di acara keluarga."Ya, sudah. Mandi dulu sana. Baru tidur", ucap ibu saat berada di depan pintu kamar Hana. Hana beranjak dari tempat tidur bergegas mandi. Badann
"Hana berangkat dulu bu, Assalamu'alaikum ...," Hana berpamitan, tak lupa sebelum pergi ia mencium tangan Ibunya.Sebenarnya, ia cukup lelah karena perjalanan kemarin dan harus berangkat pagi. Terlebih lagi ia tidur larut malam. Menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit Hana akhirnya sampai di tempat kerja. Baru saja ia mematikan motornya di depan Studio, ia melihat Yudha keluar. "Mau kemana, Yud?" tanya Hana yang sedang hendak menyalakan sepeda motornya. "Ada urusan bentar, aku keluar dulu, ya," Yudha bergegas pergi. Hana mengiyakan, kemudian masuk ke Studio. Ia melihat Anisa duduk di meja kerjanya. "Assalamu'alaikum ...," sapa Hana."Wa'alaikumsalam ... kurang tidur kamu, Han?" tanya Anisa saat melihat Hana, matanya tampak sayu."Keliatan banget, ya, An?" Hana mengambil cermin kecil di dalam tas. Ia menghela nafas, matanya masih terlihat bengkak akibat kurang tidur. "Kamu gak capek?""Sudah biasa, Han ...," jawab Anisa menaik turunkan alisnya. Benar juga Anisa sudah sering
'Aku mau berangkat. Ketemuan di sana, ya.'Sebuah pesan yang dikirim Hana kepada Yudha. Hari ini mereka berencana untuk pergi keluar untuk makan. Sejak hari mereka pergi ke puncak. Mereka berdua semakin dekat.Mereka sepakat untuk bertemu disebuah kafe yang berada di tengah-tengah tempat mereka tinggal.Jarum jam tangan Hana menunjukkan jam tujuh lewat lima belas. Sudah lewat lima belas menit dari jam janjian. Batang hidung Yudha masih belum terlihat. Pesannya pun masih belum dibaca. Hana mulai gelisah. Apa ada sesuatu terjadi? tanya Hana dalam hati. Beberapa kali ia memeriksa ponselnya. Tidak ada pemberitahuan apapun.Ting! sebuah pesan masuk.Anisa : Han .. keluar, yuk. Ternyata dari Anisa. "Apa aku ajak Anisa juga, ya?" batin Hana. Ia menatap sekitar, siapa tahu Yudha sudah datang. Nihil. Belum juga terlihat. "Tapi, kalo Anisa ikut terus Yudha datang ... jawab apa?" lagi-lagi ia membatin. Karena tidak ada yang tahu dirinya dan Yudha dekat.Hana mencoba menghubungi Yudha. Hanya buny
"Ok ... Aku udah mulai ngerti. Jadi, setelah Risa diterima di pemerintahan, Yudha batalin ... karena itu tadi, Ibunya?" "Dia bilang gak bisa menikah secepatnya. Dia gak mau aku nunggu lama tanpa kepastian kapan dilaksanakan. Dia bebasin aku, kalo aku mau jalan sama siapa. Tau-taunya beberapa bulan kemudian dia nikah sama, Risa," jelas Hana. Terlihat gurat kesedihan di wajahnya.Anisa mulai mengerti, kenapa saat itu Hana tidak hadir ke pernikahan Yudha. Sosial media gak berteman lagi. Lalu, saat di kantor Hana lebih banyak diam. Diajak keluar pun Hana banyak alasan saat itu. Ternyata alasannya adalah Yudha."Gila sih, cuma si Risa di terima kerja di pemerintahan. Dia nikahin, Risa. Aku udah curiga juga sih, Han. Risa tu sering banget cari-cari perhatian, Yudha. Terus suka posting-posting Yudha. Kamu gak curiga?""Curiga pasti. Tapi, kamu tahu sendiri kan, An ... Yudha selalu jawab. Dekat karena satu proyek atau satu tim."Anisa menghela nafas mendengar cerita Hana. Bisa-bisanya Yudha
"Yud ... tadi di kantor, gimana?" tanya Ibu Yudha saat Yudha sampai di rumah. Baru saja ia meletakkan tas di kamar Ibunya tiba-tiba masuk."Kaya biasa. Kenapa emang, Bu?""Gak, kali aja gitu ... Hana cerita apa sama, Kamu. Soalnya tadi Ibu ketemu dia," kata Ibu Yudha, kemudian berjalan hendak keluar kamar."Terus Ibu ngomong sesuatu sama, Hana?" tanya Yudha sedikit penasaran."Cuma saling sapa aja, kok. Terus ya udah ...," jawab Ibu Yudha bergegas keluar kamar. Ia bersyukur Hana tidak cerita jika ia bertemu dengan dirinya. Selain itu, yang lebih penting Hana tidak cerita jika dirinya meminjam uang. Sebenarnya, Ibu Yudha merasa malu karena ketahuan makan-makan diluar. Takut jika ketahuan ia berbohong meminjam uang dengan alasan membeli kebutuhan pokok tapi ternyata malah pergi bersama teman.Tring tring!Ponsel yang ada di dalam tas Yudha berbunyi. Ia segera mengangkat telepon tersebut. "Halo ... Yang ...," ucap Yudha pada si penelpon yang ternyata adalah istrinya Yudha."Besok jempu
"Bu ... ini martabak pesanan, Ibu," Yudha meletakkan martabak di atas meja. Kemudian, mereka berdua Yudha dan Risa masuk ke dalam kamar mengganti pakaian untuk membersihkan diri setelah seharian diluar.Malam itu semua sedang berkumpul di ruang tengah. Menikmati martabak yang Yudha beli sambil menonton tayangan di televisi. "Ris, jalan-jalan dulu gimana sebelum kamu balik ke tempat kerja?" ajak Ibu Yudha dengan wajah sumringah. Mengalihkan perhatian mereka yang ada di sana dengan mengajak menantunya pergi. Ia akan selalu mengajak Risa pergi jika pulang. Tentunya, ia akan mendapatkan sesuatu yang baru, seperti baju, tas, sepatu, make up atau yang lainnya seperti dulu jika ia mengajaknya pergi."Liat nanti, ya, Bu ... kalau Risa gak capek." sahut Risa dengan santai tanpa mengalihkan pandanganya dari layar ponsel. Membuat Ibu Yudha sedikit kesal. Yudha yang duduk di sampingnya pun menyenggol lengan Risa pelan. "Main ponselnya bisa nanti lagi, gak?" tegur Yudha pelan. "Ibu lagi bicara s
“Kamu kapan, Han? tuh Syifa udah lamaran, kamu nya masih aja belum ada pasangan,” celetuk Tante Mila.Hana yang mendengar perkataan itu, merasa sedikit risih saat pertanyaan itu di lontarkan di depan keluarga yang lain. Entah pertanyaan keberapa kali yang sudah ia dengar.Hana menatap tante Mila. “Doakan cepet nyusul Syifa, Tante …,” tak mudah bagi Hana untuk tersenyum. Seolah semua baik-baik saja padahal hati sudah perih. Apalagi kejadian ia batal tunangan masih jelas di ingatannya.“Jodoh gak ada yang tau kapan datangnya, cukup doakan semoga dapat yang terbaik,” kali ini paman Syakir yang begitu dihormati dikeluarga Hana buka suara. Beliau kakak tertua Ibu Hana sementara tante Mila adalah adik dari Ibunya. Mereka tiga bersaudara.‘Alhamdulillah masih ada yang belain’ ucap Hana dalam hati. Jika ada Ifa, Tante Mila pasti tidak akan berkata seperti itu, karena ifa akan membalas ucapannya. Hana memilih berada di dapur membantu sepupu yang lain menyiapkan makanan. Kedua anak paman Syaki
"Kamu pulang malam ini, Ris?" tanya Ibu Yudha pada Risa yang baru saja pulang pelatihan. Ia pulang sendiri, karena Yudha ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan."Iya, Bu. Biar subuh sudah di sana," jawab Risa yang sedang duduk di ruang tamu. Meminum air mineral yang ia bawa dari tempat pelatihan. "Bu, aku nanti kayaknya mau beli motor baru, biar di tempat kerja enak mau ke mana-mana. Gak enak nebeng atau pinjam motor temen terus.""Ya, beli aja. Asal ada uangnya aja," Ibu Yudha menyetujui niat Risa. Namun, ia juga sedikit khawatir. Kalau-kalau Risa minta belikan sama Yudha. Sejak nikah sama Risa, uang bulanan diberikan Yudha berkurang. Ya, walaupun suaminya masih kerja namun hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak bisa memenuhi gaya hidupnya. "Ada, sih bu. Mau cari yang bekas aja.""Bekas? kenapa gak kredit yang baru? eh Ris, kenapa gak beli mobil. Kan bisa SK kamu taruh di bank buat jaminan," usul Ibu Yudha yang membuat Risa mengeryitkan dahinya bingung. Ibu Yudha mengusu
Ponsel Hana yang ada di dalam tas berdering ketika ia sampai. Nomor ponsel tanpa nama, namun foto profil jelas menunjukkan wajah Risa.Terdengar helaan nafas berat, rasanya sudah lelah berurusan dengan Risa. Dengan enggan ia menjawab panggilan."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Han gak jadi nitip. Jadi mau aku ambil aja. Kamu dimana?" tanya Risa begitu saja ketika sambungan teleponnya di jawab. Sementara Yudha yang berada di samping Risa mengernyitkan dahi pertanda ia sedang bingung apa yang dilakukannya istinya. Tiba-tiba menyembut 'Han'. Apakah itu Hana? Yudha membatin."Baru sampai hotel. Ini mau masuk ke dalam.""Aku tunggu di lobi."Sambungan telepon terputus. Benar-benar tidak ada sopan santunya sama sekali kepada orang yang dimintai tolong. Hana kembali menghela nafas berat. "Ada apa?" tanya Ali. "Risa mau ngambil titipannya. Katanya gak jadi nitip. Dia nunggu di lobi," jelas Hana. Tidak lama mereka sudah berada di lobi hotel mewah berbintang lima. Hana segera menuju meja
Dua hari ini Yudha bekerja tidak tenang. Risa, Hana dan Ali satu tempat. Mau nyusul, keuangan lagi gak stabil. Lagipula mereka akan kerja kembali di hari senin. Muncul ide untuk meminjam uang kepada Zaki, yang sedang mengerjakan pekerjaanya. Ia sudah tidak bisa berpikir lagi. Rasanya harus benar-benar menyusul mereka ke sana."Zak, lo ada uang gak, gue mau pinjam?" "Tumbenan lo pinjem uang. Berapa?" Yudha menghitung nominal yang ia perlu dari tiket pesawat bolak-balik, transport, uang makan selama disana, dan penginapan karena harus ambil kamar lagi. Tidak mungkin di kamar Risa karena ada rekan kerjanya dalam satu kamar.Setelah selesai menghitung semuanya. Yudha menunjukkan layar ponselnya ke Zaki yang telah tertera angka yang tidak sedikit. Membuat Zaki terkejut."Ok deh, gue transfer nih?" "Transfer aja, bro. Thanks banget," Yudha menepuk bahu Zaki seraya berdiri. Selanjutnya ia harus minta cuti dadakan ke bosnya.Yudha berjalan terburu-buru. Sesampainya di depan pintu berwarna
“Mba, kenal sama cowok tadi?” tanya Risa tiba-tiba kepada Sasa yang entah muncul darimana. Sepertinya ia menyaksikan apa yang terjadi.Risa mengerutkan kening. Ia tidak kenal siapa yang bicara dengannya tiba-tiba ini. Seolah-olah mereka sudah saling kenal. Merasa mengerti arti raut wajah Sasa, Risa melanjutkan perkataannya. “Saya dulu satu tempat kerja sama cewek yang dihampirin cowok sama Mba tadi. Emang centil dia Mbak. Suka goda laki orang. Suami saya yang udah nikah aja masih dideketin,” cerita Risa dari sudut pandangnya tentang Hana. Sasa mulai tertarik setelah mendengar apa yang dikatakan Risa. “Terus sekarang?”“Sekarang sih saya taunya dia deket sama cowok tadi. Soalnya suami saya pernah lihat-lihat tu foto mereka lagi bareng.”Sasa menarik nafas kesal. Tanpa ia sadari ia bertemu dengan seseorang yang mungkin saja sudah menggantikan posisinya di hati Ali. Lelaki atau mantannya yang masih sangat ia rindukan. Ia begitu menyesal karena sudah menolak lamaran Ali untuk menikahin
"Han sudah siap?" tanya Ifa. Mereka berencana kulineran di luar. Cuaca mendung berubah menjadi cerah. Yah walaupun tidak terlalu cerah. Setidaknya masih aman untuk jalan - jalan. Tujuan mereka kali ini adalah sebuah depot yang sudah berdiri sejak lama. Sudah puluhan tahun. Bahkan sebelum mereka lahir. Katanya makanan di tempat itu enak. Tersedia dari mie hingga lumpia yang banyak digemari orang.Mereka memilih berjalan kaki. Kurang lebih lima belas menit akhirnya mereka sudah sampai di tujuan. Cuaca yang seperti ini sangat mendukung untuk makan - makan yang berkuah. Lihat saja, banyak pengunjung sampai-sampai tidak terlihat ada kursi yang kosong. Aroma khas menyeruak mengenai indra penciuman. Membuat perut mereka yang sedari tadi minta diisi semakin berteriak untuk diisi sesegera mungkin."Mau pesana apa? makan di sini atau dibungkus?" tanya salah satu pekerja yang berumur sekitar dua puluhan awal pada keduanya yang berdiri di dekat etalase menu. Di sana juga juru masak membuat pesana
"Ngapain kamu di sini? ada kerjaan sama yang lain? sama Yudha juga? gak bilang apa - apa dia?" Risa membrondong Hana dengan banyak pertanyaan. Ia membiarkan rekannya untuk melakukan check in. Dengan sombongnya ia melipat kedua tangannya ke dada. Tidak lupa dengan wajah angkuhnya. Sebelum jadi pegawai sudah angkuh. Sekarang semakin angkuh."Liburan, berdua sama sepupu," jelas Hana singkat, padat dan jelas. Baginya tidak ada alasan untuk menjelaskan hal lebih apalagi bertanya kabar. Toh orang di depannya ini sepertinya sudah sangat membencinya sampai ke ubu-ubun."Enak banget liburan yang lain pada kerja. Kamu apain Mas Marco sampai mau?""Sa, tau namanya cuti tahunan, kan? bukannya kamu dulu kerja di situ juga. Bahkan lebih lama. Harusnya kamu tahu," sahut Hana. Ia sudah tidak ingin berlemah lembut."Sa, ayo!" panggilan itu mengharuskan Risa pergi meninggalkan Hana. Sebelum pergi ia mendekat ke arah Hana, "Ingat ya, aku pantau kamu. Awas deket-deket Yudha. Udah tau 'kan Yudha itu suami
"udah lama banget kita gak liburan berdua ya, Han?" ucap Ifa saat mereka dalam menuju kota M selanjutnya ke kota J naik kereta seperti rencana mereka.Hana dan Ifa sudah jauh - jauh hari merencanakan liburan mereka. Saat ini hari Jum'at karena itu Hana meminta ijin satu hari. Sabtu dan Minggu biasanya mereka libur. Kecuali ada permintaan baru mereka bekerja.Sejak bekerja Hana sudah tidak lagi liburan. Terlebih lagi saat pandemi melanda. Bahkan disaat galau - galaunya pun waktu itu Hana memilih lebih banyak di rumah. "Bener, Fa. Ali mau ikut tapi kerjaan lavi gak bisa ditinggalin," jawab Hana saat mereka sudah duduk di dalam pesawat."Nanti aja kalian berdua," Ifa mengangkat kedua alisnya menggoda Hana.Hana hanya bisa tertawa kecil mendengar ucapan sepupunya itu. Mereka hanya beda satu tahun. Sepupu yang paling dekat dengannya adalah Ifa , sedangkan dengan Ria kakanya Ifa cukup dekat juga namun tidak seperti dengan Ifa mereka benar - benar akrab. Berbeda denga Syifa dan Sani anak d
Ayu ... Yudha udah di kantorRisa mengirimkan pesan tersebut kepada Ayu karena sejak tadi Yudha tidak bisa dihubungi. Bahkan pesan terbaru pagi ini tidak dibalas oleh Yudha. Semakin membuat Risa kesal. Pesan terakhir yang ia balas tengah malam tadi. Gila aja, seharian hampir gak bisa dihubungi gerutu Risa.Risa yang harus bekerja juga menjadi kurang fokus. Ia selalu mengecek ponselnya. Jam di layar ponsel menunjukkan 08.49 itu artinya harusnya mereka sudah ada di kantor.Udah nih baru aja dateng. Kenapa? balas Ayu tidak lupa mengirimkan foto Yudha yang baru datang.Risa melihat foto Yudha yang baru saha datang. Ia mengenakan jaket cokelat muda yang Risa juga punga. Terlibar seperti jaket couple jika mereka memakai bersama. Padahal, Yudha beli lebih dulu. Risa beli belakangan.Bilangin sama Yudha buka chatRisa meminta Ayu menyampaikan pesannga yang dibalas oke oleh Ayu.Ayu berjalan ke arah Yudha yang baru saja duduk di kursinya. "Yud, kata Risa buka pesan.""Ok, thank u, Ayuu ...," u
Flashback"Ah kenapa si bos nyuruh bareng Hana. males banget."Kesal sekali rasanya. Kenapa harus Hana. Ada Anisa dan Ayu tapi bos memilih Hana.Aku sudah tidak suka sejak awal dia masuk. Ku akui wajahnya memang cantik dan manis. Membuat Yudha terus sejak melirik ke arahnya. Tidak hanya Yudha, yang lain pun begitu. Apalagi waktu itu ia yang ditunjuk ikut pemotretan ke puncak. Sialan. Baru satu hari aku tidak masuk ia sudah mengambil peran seperti itu.Dulu saja, waktu aku awal masuk tidak pernah dilibatkan proyek luar kota. Hampir satu tahun bekerja baru dilibatkan. Bahkan lebih banyak di bagian customer service. Sementara Hana baru saja beberapa bulan sudah dilibatkan.Apa karena kecantikannya, si bos jadi lebih memerhatikannya. Tidak, aku tidak bisa diam saja."Woy, kenapa melamaun?"Ayu yang baru datang menegurku. Aku diam."Kenapa sih. Cemberut gitu wajahnya? ada masalah sama Yudha?""Dih, kok Yudha sih?" gerutuku."Terus apaan? Lo tu kalo kesel seringnta karna Yudha. Lo pikir Gue
"Bu, Hana pulang duluan, ya," pamitku kepada Ibu. Setelah diijinkan ibu, aku berpamitan kepada keluarga yang lain. Toh, beberapa keluarga lain sudah pulang juga pikirku."Jangan lama - lama, Han. Cepetan nyusul," cetus Tante Mila saat aku berpamitan padanya."Doa'in aja, Tan. Jangan lupa nanti ikut bantuin dananya kalo Hana nikah," balasku membuat Tante Mila merubah raut wajahnya. Aku sudah mulai jengah dengan tingkahnya yang selalu ikut campur.Sekilas, aku melihat Yudha masih bicara dengan Sani. aaku memilih mengabaikannya, tidak pamit kepada mereka. Hanya Ali yang pamit. Katanya tidak enak. Aku menginyakan. Tapi, aku mengatakan pada Ali menunggu di sini saja, bersama Ifa."Aku gak nyangka Yudha berani datang. Apa gak punya malu," ucap Ifa saat Ali tidak didekat kami."Yudha ngomong apa tadi?" tanya Ifa."Ya gitu lah," jawabku yang enggan menceritakannya."Yah, dua - duanya lumanyan dan punya daya tarik masing - masing. Tapi ingat Han, yang terbaik tidak pernah meninggalkan begitu sa