"Yud ... tadi di kantor, gimana?" tanya Ibu Yudha saat Yudha sampai di rumah. Baru saja ia meletakkan tas di kamar Ibunya tiba-tiba masuk."Kaya biasa. Kenapa emang, Bu?""Gak, kali aja gitu ... Hana cerita apa sama, Kamu. Soalnya tadi Ibu ketemu dia," kata Ibu Yudha, kemudian berjalan hendak keluar kamar."Terus Ibu ngomong sesuatu sama, Hana?" tanya Yudha sedikit penasaran."Cuma saling sapa aja, kok. Terus ya udah ...," jawab Ibu Yudha bergegas keluar kamar. Ia bersyukur Hana tidak cerita jika ia bertemu dengan dirinya. Selain itu, yang lebih penting Hana tidak cerita jika dirinya meminjam uang. Sebenarnya, Ibu Yudha merasa malu karena ketahuan makan-makan diluar. Takut jika ketahuan ia berbohong meminjam uang dengan alasan membeli kebutuhan pokok tapi ternyata malah pergi bersama teman.Tring tring!Ponsel yang ada di dalam tas Yudha berbunyi. Ia segera mengangkat telepon tersebut. "Halo ... Yang ...," ucap Yudha pada si penelpon yang ternyata adalah istrinya Yudha."Besok jempu
"Bu ... ini martabak pesanan, Ibu," Yudha meletakkan martabak di atas meja. Kemudian, mereka berdua Yudha dan Risa masuk ke dalam kamar mengganti pakaian untuk membersihkan diri setelah seharian diluar.Malam itu semua sedang berkumpul di ruang tengah. Menikmati martabak yang Yudha beli sambil menonton tayangan di televisi. "Ris, jalan-jalan dulu gimana sebelum kamu balik ke tempat kerja?" ajak Ibu Yudha dengan wajah sumringah. Mengalihkan perhatian mereka yang ada di sana dengan mengajak menantunya pergi. Ia akan selalu mengajak Risa pergi jika pulang. Tentunya, ia akan mendapatkan sesuatu yang baru, seperti baju, tas, sepatu, make up atau yang lainnya seperti dulu jika ia mengajaknya pergi."Liat nanti, ya, Bu ... kalau Risa gak capek." sahut Risa dengan santai tanpa mengalihkan pandanganya dari layar ponsel. Membuat Ibu Yudha sedikit kesal. Yudha yang duduk di sampingnya pun menyenggol lengan Risa pelan. "Main ponselnya bisa nanti lagi, gak?" tegur Yudha pelan. "Ibu lagi bicara s
“Kamu kapan, Han? tuh Syifa udah lamaran, kamu nya masih aja belum ada pasangan,” celetuk Tante Mila.Hana yang mendengar perkataan itu, merasa sedikit risih saat pertanyaan itu di lontarkan di depan keluarga yang lain. Entah pertanyaan keberapa kali yang sudah ia dengar.Hana menatap tante Mila. “Doakan cepet nyusul Syifa, Tante …,” tak mudah bagi Hana untuk tersenyum. Seolah semua baik-baik saja padahal hati sudah perih. Apalagi kejadian ia batal tunangan masih jelas di ingatannya.“Jodoh gak ada yang tau kapan datangnya, cukup doakan semoga dapat yang terbaik,” kali ini paman Syakir yang begitu dihormati dikeluarga Hana buka suara. Beliau kakak tertua Ibu Hana sementara tante Mila adalah adik dari Ibunya. Mereka tiga bersaudara.‘Alhamdulillah masih ada yang belain’ ucap Hana dalam hati. Jika ada Ifa, Tante Mila pasti tidak akan berkata seperti itu, karena ifa akan membalas ucapannya. Hana memilih berada di dapur membantu sepupu yang lain menyiapkan makanan. Kedua anak paman Syaki
"Kamu pulang malam ini, Ris?" tanya Ibu Yudha pada Risa yang baru saja pulang pelatihan. Ia pulang sendiri, karena Yudha ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan."Iya, Bu. Biar subuh sudah di sana," jawab Risa yang sedang duduk di ruang tamu. Meminum air mineral yang ia bawa dari tempat pelatihan. "Bu, aku nanti kayaknya mau beli motor baru, biar di tempat kerja enak mau ke mana-mana. Gak enak nebeng atau pinjam motor temen terus.""Ya, beli aja. Asal ada uangnya aja," Ibu Yudha menyetujui niat Risa. Namun, ia juga sedikit khawatir. Kalau-kalau Risa minta belikan sama Yudha. Sejak nikah sama Risa, uang bulanan diberikan Yudha berkurang. Ya, walaupun suaminya masih kerja namun hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak bisa memenuhi gaya hidupnya. "Ada, sih bu. Mau cari yang bekas aja.""Bekas? kenapa gak kredit yang baru? eh Ris, kenapa gak beli mobil. Kan bisa SK kamu taruh di bank buat jaminan," usul Ibu Yudha yang membuat Risa mengeryitkan dahinya bingung. Ibu Yudha mengusu
Hana sudah siap menyalakan motornya saat tiba-tiba Yudha sudah ada datang di depan rumahnya. Hati Hana berdegub kencang. Ada apa Yudha datang pagi-pagi pikirnya. Jika Yudha masih berstatus single tidak masalah. Namun sekarang, ia sudah berstatus sebagai suami. Seandainya ada yang melihanya atau ada yang mengenali Yudha, apa jadinya nanti pikir Hana.“Berangkat sama aku aja, Han,” ucap Yudha saat turun dari motor.“Gak usah. Aku pakai motor sendiri aja,” Hana tetap berada di ats motornya.“Sekalian aja, toh hari ini kita kerja bareng. Lumayan jauh juga,” rayu Yudha agar Hana mau berangkat bersama dirinya.Hana masih tampak ragu, namun yang dikatakan Yudha ada benarnya. Hari ini mereka ada kerjaan lumayan jauh bersama yang lain. Sekitar satu jam perjalanan.“Udahlah,” Yudha mengambil kunci motor Hana. “Sama aku aja.”“Berangkat barengnya nanti dari studio aja. Biar ke studio aku naik motor sendiri aja. Gak enak diliat yang lain.”“Kenapa? Takut Ali tau?” tanya Yudha, ia menunggu jawaban
“An, coba baca ini?” aku memberikan ponselku ke Anisa untuk melihat pesan dari Risa.“Dih … apaan si rebut – rebut. Udah abaikan aja, Han,” Anisa menyerahkan kembali ponselku. Kami berdua menatap ke arah Yudha yang sibuk mengambil foto.Terkadang aku berpikir, kenapa ia bisa memilih Risa. Jika dipikirkan lagi, aku juga tidak kalah dengan Risa. Bedanya inya pegawai aku hanya karyawan biasa. Terkadang itu juga membuat aku tidak percaya diri. Apa karena aku tidak cantik? Apa karena tubuhku tidak semontok Risa? Atau karena aku bukan pegawai?Merasa bosan aku membuka youtube. Akhir-akhir ini aku senang sekali menonton youtube mengenai nasihat percintaan dan lainnya. Aku tersadar dengan kalimat, Jika ia tidak memilihmu bukan berarti kami tidak baik atau buruk. Orang yang mencintaimu tidak akan menjadikan kamu pilihan tetapi akan menjadikan dirimu tujuan.Aku menatap lekat ke arah Yudha. Benar, jika ia mencintaiku maka ia akan menjadikanku tujuan bukan sebagai tujuan. Perasaanku kembali memb
(Pov Yudha)Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Aku memilih diam, tidak beranjak dari tempatku berbaring sekarang. Lelah sekali setelah seharian bekerja. Mungkin itu tetangga pikirku. Tak lama dari itu. Pintu depan terbuka. "Assalamu'alaikum ...." Ternyata Ibu yang datang. Tadi saat aku pulang, Ibu tidak ada di rumah. Aku tanya adikku katanya Ibu minta antar beli martabak langgananya. Terus adikku disuruh pulang duluan. Katanya, Ibu nanti pulang sendiri.'KLEK!'Pintu kamar terbuka. Ku lihat Ibu sudah berdiri di depan pintu. Satu tangannya menenteng plastik putih yang ku yakini martabak kesukaannya."Di depan ada Hana. Sama sapa tuh laki, katanya temen sekolah kamu dulu. Temuin bentar." Laki-laki, apa mungkin itu Ali. Kok bisa ada Hana sama Ali. Aku bergegas keluar menemui mereka. Setelah sampai di depan pintu Yudha melihat sebuah mobil hitam terparkir. Kaca mobil terbuka. Ali yang tersenyum kepada Yudha. Benar saja dugaan Yudha."Tadi mereka ngantar Mama pulang. Habis k
"Ada apa?" Sani yang tadi bicara seenaknya bertanya kenapa kami semua diam. Ia melihak ke arah kami bergantian."Jangan bilang, Hana belum cerita?" ucapnya lagi. Ia terlihat salah tingkah menyadari ucapannya. Sementara Yudha masih berdiri di tempat. 'Ah, apa yang harus aku lakukan. Aku masih belum siap menceritakannya ke Ali, tapi ia malah tahu dari mulut orang lain' batin Hana"Nanti aku jelasin," akhirnya ucap Hana. sembari memegang tangan Ali. Dari tempat Hana sekarang. Bisa terdengar Yudha seperti menghela nafas kesal. Ia tersenyum sinis. "Eh foto keluarga dulu, yuk!" ajak Ifa yang baru datang. "Ada apa kok suram banget suasananya?" tanya Ifa. Sedetik kemudian ia berucap lagi. "Loh Yudha?! kok bisa ...," ia menunjukan Yudha tidak tahu jika Yudha datang. Kali ini Ifa menatapku. Seolah bicara 'Kamu yang mengundangnya?'. Tentu saja Hana menggelang denganpelan."Gue yang ngundang," sahut Sani. Terlihat wajah Ifa yang kesal ke Sani. "Foto dulu deh. Yuk Han, Al ...," ajak Ifa."Yud
Ponsel Hana yang ada di dalam tas berdering ketika ia sampai. Nomor ponsel tanpa nama, namun foto profil jelas menunjukkan wajah Risa.Terdengar helaan nafas berat, rasanya sudah lelah berurusan dengan Risa. Dengan enggan ia menjawab panggilan."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Han gak jadi nitip. Jadi mau aku ambil aja. Kamu dimana?" tanya Risa begitu saja ketika sambungan teleponnya di jawab. Sementara Yudha yang berada di samping Risa mengernyitkan dahi pertanda ia sedang bingung apa yang dilakukannya istinya. Tiba-tiba menyembut 'Han'. Apakah itu Hana? Yudha membatin."Baru sampai hotel. Ini mau masuk ke dalam.""Aku tunggu di lobi."Sambungan telepon terputus. Benar-benar tidak ada sopan santunya sama sekali kepada orang yang dimintai tolong. Hana kembali menghela nafas berat. "Ada apa?" tanya Ali. "Risa mau ngambil titipannya. Katanya gak jadi nitip. Dia nunggu di lobi," jelas Hana. Tidak lama mereka sudah berada di lobi hotel mewah berbintang lima. Hana segera menuju meja
Dua hari ini Yudha bekerja tidak tenang. Risa, Hana dan Ali satu tempat. Mau nyusul, keuangan lagi gak stabil. Lagipula mereka akan kerja kembali di hari senin. Muncul ide untuk meminjam uang kepada Zaki, yang sedang mengerjakan pekerjaanya. Ia sudah tidak bisa berpikir lagi. Rasanya harus benar-benar menyusul mereka ke sana."Zak, lo ada uang gak, gue mau pinjam?" "Tumbenan lo pinjem uang. Berapa?" Yudha menghitung nominal yang ia perlu dari tiket pesawat bolak-balik, transport, uang makan selama disana, dan penginapan karena harus ambil kamar lagi. Tidak mungkin di kamar Risa karena ada rekan kerjanya dalam satu kamar.Setelah selesai menghitung semuanya. Yudha menunjukkan layar ponselnya ke Zaki yang telah tertera angka yang tidak sedikit. Membuat Zaki terkejut."Ok deh, gue transfer nih?" "Transfer aja, bro. Thanks banget," Yudha menepuk bahu Zaki seraya berdiri. Selanjutnya ia harus minta cuti dadakan ke bosnya.Yudha berjalan terburu-buru. Sesampainya di depan pintu berwarna
“Mba, kenal sama cowok tadi?” tanya Risa tiba-tiba kepada Sasa yang entah muncul darimana. Sepertinya ia menyaksikan apa yang terjadi.Risa mengerutkan kening. Ia tidak kenal siapa yang bicara dengannya tiba-tiba ini. Seolah-olah mereka sudah saling kenal. Merasa mengerti arti raut wajah Sasa, Risa melanjutkan perkataannya. “Saya dulu satu tempat kerja sama cewek yang dihampirin cowok sama Mba tadi. Emang centil dia Mbak. Suka goda laki orang. Suami saya yang udah nikah aja masih dideketin,” cerita Risa dari sudut pandangnya tentang Hana. Sasa mulai tertarik setelah mendengar apa yang dikatakan Risa. “Terus sekarang?”“Sekarang sih saya taunya dia deket sama cowok tadi. Soalnya suami saya pernah lihat-lihat tu foto mereka lagi bareng.”Sasa menarik nafas kesal. Tanpa ia sadari ia bertemu dengan seseorang yang mungkin saja sudah menggantikan posisinya di hati Ali. Lelaki atau mantannya yang masih sangat ia rindukan. Ia begitu menyesal karena sudah menolak lamaran Ali untuk menikahin
"Han sudah siap?" tanya Ifa. Mereka berencana kulineran di luar. Cuaca mendung berubah menjadi cerah. Yah walaupun tidak terlalu cerah. Setidaknya masih aman untuk jalan - jalan. Tujuan mereka kali ini adalah sebuah depot yang sudah berdiri sejak lama. Sudah puluhan tahun. Bahkan sebelum mereka lahir. Katanya makanan di tempat itu enak. Tersedia dari mie hingga lumpia yang banyak digemari orang.Mereka memilih berjalan kaki. Kurang lebih lima belas menit akhirnya mereka sudah sampai di tujuan. Cuaca yang seperti ini sangat mendukung untuk makan - makan yang berkuah. Lihat saja, banyak pengunjung sampai-sampai tidak terlihat ada kursi yang kosong. Aroma khas menyeruak mengenai indra penciuman. Membuat perut mereka yang sedari tadi minta diisi semakin berteriak untuk diisi sesegera mungkin."Mau pesana apa? makan di sini atau dibungkus?" tanya salah satu pekerja yang berumur sekitar dua puluhan awal pada keduanya yang berdiri di dekat etalase menu. Di sana juga juru masak membuat pesana
"Ngapain kamu di sini? ada kerjaan sama yang lain? sama Yudha juga? gak bilang apa - apa dia?" Risa membrondong Hana dengan banyak pertanyaan. Ia membiarkan rekannya untuk melakukan check in. Dengan sombongnya ia melipat kedua tangannya ke dada. Tidak lupa dengan wajah angkuhnya. Sebelum jadi pegawai sudah angkuh. Sekarang semakin angkuh."Liburan, berdua sama sepupu," jelas Hana singkat, padat dan jelas. Baginya tidak ada alasan untuk menjelaskan hal lebih apalagi bertanya kabar. Toh orang di depannya ini sepertinya sudah sangat membencinya sampai ke ubu-ubun."Enak banget liburan yang lain pada kerja. Kamu apain Mas Marco sampai mau?""Sa, tau namanya cuti tahunan, kan? bukannya kamu dulu kerja di situ juga. Bahkan lebih lama. Harusnya kamu tahu," sahut Hana. Ia sudah tidak ingin berlemah lembut."Sa, ayo!" panggilan itu mengharuskan Risa pergi meninggalkan Hana. Sebelum pergi ia mendekat ke arah Hana, "Ingat ya, aku pantau kamu. Awas deket-deket Yudha. Udah tau 'kan Yudha itu suami
"udah lama banget kita gak liburan berdua ya, Han?" ucap Ifa saat mereka dalam menuju kota M selanjutnya ke kota J naik kereta seperti rencana mereka.Hana dan Ifa sudah jauh - jauh hari merencanakan liburan mereka. Saat ini hari Jum'at karena itu Hana meminta ijin satu hari. Sabtu dan Minggu biasanya mereka libur. Kecuali ada permintaan baru mereka bekerja.Sejak bekerja Hana sudah tidak lagi liburan. Terlebih lagi saat pandemi melanda. Bahkan disaat galau - galaunya pun waktu itu Hana memilih lebih banyak di rumah. "Bener, Fa. Ali mau ikut tapi kerjaan lavi gak bisa ditinggalin," jawab Hana saat mereka sudah duduk di dalam pesawat."Nanti aja kalian berdua," Ifa mengangkat kedua alisnya menggoda Hana.Hana hanya bisa tertawa kecil mendengar ucapan sepupunya itu. Mereka hanya beda satu tahun. Sepupu yang paling dekat dengannya adalah Ifa , sedangkan dengan Ria kakanya Ifa cukup dekat juga namun tidak seperti dengan Ifa mereka benar - benar akrab. Berbeda denga Syifa dan Sani anak d
Ayu ... Yudha udah di kantorRisa mengirimkan pesan tersebut kepada Ayu karena sejak tadi Yudha tidak bisa dihubungi. Bahkan pesan terbaru pagi ini tidak dibalas oleh Yudha. Semakin membuat Risa kesal. Pesan terakhir yang ia balas tengah malam tadi. Gila aja, seharian hampir gak bisa dihubungi gerutu Risa.Risa yang harus bekerja juga menjadi kurang fokus. Ia selalu mengecek ponselnya. Jam di layar ponsel menunjukkan 08.49 itu artinya harusnya mereka sudah ada di kantor.Udah nih baru aja dateng. Kenapa? balas Ayu tidak lupa mengirimkan foto Yudha yang baru datang.Risa melihat foto Yudha yang baru saha datang. Ia mengenakan jaket cokelat muda yang Risa juga punga. Terlibar seperti jaket couple jika mereka memakai bersama. Padahal, Yudha beli lebih dulu. Risa beli belakangan.Bilangin sama Yudha buka chatRisa meminta Ayu menyampaikan pesannga yang dibalas oke oleh Ayu.Ayu berjalan ke arah Yudha yang baru saja duduk di kursinya. "Yud, kata Risa buka pesan.""Ok, thank u, Ayuu ...," u
Flashback"Ah kenapa si bos nyuruh bareng Hana. males banget."Kesal sekali rasanya. Kenapa harus Hana. Ada Anisa dan Ayu tapi bos memilih Hana.Aku sudah tidak suka sejak awal dia masuk. Ku akui wajahnya memang cantik dan manis. Membuat Yudha terus sejak melirik ke arahnya. Tidak hanya Yudha, yang lain pun begitu. Apalagi waktu itu ia yang ditunjuk ikut pemotretan ke puncak. Sialan. Baru satu hari aku tidak masuk ia sudah mengambil peran seperti itu.Dulu saja, waktu aku awal masuk tidak pernah dilibatkan proyek luar kota. Hampir satu tahun bekerja baru dilibatkan. Bahkan lebih banyak di bagian customer service. Sementara Hana baru saja beberapa bulan sudah dilibatkan.Apa karena kecantikannya, si bos jadi lebih memerhatikannya. Tidak, aku tidak bisa diam saja."Woy, kenapa melamaun?"Ayu yang baru datang menegurku. Aku diam."Kenapa sih. Cemberut gitu wajahnya? ada masalah sama Yudha?""Dih, kok Yudha sih?" gerutuku."Terus apaan? Lo tu kalo kesel seringnta karna Yudha. Lo pikir Gue
"Bu, Hana pulang duluan, ya," pamitku kepada Ibu. Setelah diijinkan ibu, aku berpamitan kepada keluarga yang lain. Toh, beberapa keluarga lain sudah pulang juga pikirku."Jangan lama - lama, Han. Cepetan nyusul," cetus Tante Mila saat aku berpamitan padanya."Doa'in aja, Tan. Jangan lupa nanti ikut bantuin dananya kalo Hana nikah," balasku membuat Tante Mila merubah raut wajahnya. Aku sudah mulai jengah dengan tingkahnya yang selalu ikut campur.Sekilas, aku melihat Yudha masih bicara dengan Sani. aaku memilih mengabaikannya, tidak pamit kepada mereka. Hanya Ali yang pamit. Katanya tidak enak. Aku menginyakan. Tapi, aku mengatakan pada Ali menunggu di sini saja, bersama Ifa."Aku gak nyangka Yudha berani datang. Apa gak punya malu," ucap Ifa saat Ali tidak didekat kami."Yudha ngomong apa tadi?" tanya Ifa."Ya gitu lah," jawabku yang enggan menceritakannya."Yah, dua - duanya lumanyan dan punya daya tarik masing - masing. Tapi ingat Han, yang terbaik tidak pernah meninggalkan begitu sa