"Tolong, apa yang akan kamu lakukan?" tanyanya gemetar gugup."Apa yang akan dilakukan oleh laki-laki dan wanita jika berduaan saja,", balasku berbisik."Apa yang bisa aku lakukan untukmu?""Bagaimana aku bisa masuk ke gudang rahasia mertuaku?""Aku tidak mau memberitahumu," gumamnya."Haruskah aku mengikat borgol di ranjang ini saya nggak kau tidak bisa melakukan apa-apa?""Iya, lakukan saja, Aku juga ingin tahu seberapa jauh kau berusaha," jawabnya yang tiba tiba menggulingkan badanku sehingga posisi kami sekarang bertukar. Dia berada di atasku, kami saling menatap untuk beberapa saat dan perlahan pria mendekatkan diri untuk melabuhkan gairah asmaranya yang terpendam."Katakan, bagaimana aku akan masuk?" desakku."Hhm, masing-masing orang yang dipercaya punya kartu akses yang memiliki kode rahasia untuk membuka pintu tersebut.""Apa kau punya?""Menurutmu bagaimana?" tanyanya sambil mengulum senyum.Namun, belum sampai ia mencumbuku, tiba tiba saja pria bertubuh tegap itu kehila
Dengan menyelinap, aku pergi membawa kartu yang kurampas dari kantong Roni tadi. Perlahan kulewati halaman samping, dan langkahku langsung tertahan manakala melihat Mami bersama anak buahnya sedang menyambut beberapa orang tamu, dan mempersilakan mereka masuk ke gudang dengan pintu geser dari beton itu.Sekilas dari luar gudangnya terlihat seperti penampungan atau lantai yang cor berukuran besar. sama sekali tak terduga bahwa ada gudang dan lab di bawah sana.Aku berencana untuk menyelinap masuk di antara mereka semua dan membuat kekacauan, bila perlu akan kuledakkan tempat itu dengan merusak instalasi listriknya." Akan kubuat kekacauan," gumamku sambil menarik jaket dan mengencangkan resletingnya.Tapi baru saja hendak bergerak tiba-tiba tanganku dicekal kuat dan ditarik dengan keras oleh Roni."Eh, lepasin, apaan sih!""Diam," ujarnya menyeretku ke tempat yang lebih aman dan menyuruhku untuk diam."Kamu ngapain datang kesini dan ikut campur," desisku."Kamu ini mau menyerahkan n
Segala kejadian canggung barusan terjadi membuat kami meluncur dalam kebungkaman masing-masing. Hanya alunan musik dari radio yang sengaja diputar dengan nada pelan.Ada lucu juga penyesalan mengapa kami sampai berciuman dan terbawa suasana. "Maafkan Aku," bisik Roni sambil menatapku namun aku enggan membalas sorot matanya."Ya... tidak apa-apa aku juga terbawa suasana," jawabku sembari menarik napas pelan."Tapi sungguh aku menyukaimu," balas pria itu sambil menatap lurus kedepan.Bagaimana aku harus mempercayai ungkapan suka yang terlihat tidak tulus itu? Tapi bukankah sifat manusia tidak sama? Ada yang sering mengumbar rayuan gombal dan yang lainnya lagi hanya bersikap seadanya saja."Aku berencana untuk menghancurkan rumah ibu mertua sampai luluh lantak tidak bersisa sedikitpun, tapi aku tak tahu harus mulai dari mana," ucapku tertawa getir."Jangan terlalu melebarkan dendam di dalam hatimu. Lupakan saja tentang mereka dan fokus saja hidupmu, pada sidang perceraian yang kau r
Sabtu pagi ibu mertua mengunjungiku ke rumah, sempat terpikir dia akan datang menyambut atau minta maaf tapi anggapan konyol semacam itu adalah hal yang tidak mungkin. Aku tahu dia datang kemari hanya untuk memamerkan keangkuhan dan kekayaannya.Ada papa, mama dan aku di ruang tamu, lantas wanita berpakaian setelah peplum ungu itu melempar kertas ke atas meja berikut amplop warna coklat yang terlihat cukup tebal."Apa itu?" "Surat cerai dan kompensasi anakmu," jawabnya sambil mengedarkan pandangan ke dinding rumah kami memperhatikan bingkai-bingkai yang terpasang dengan aksen jijik."Melempar surat cerai tanpa pemberitahuan dan panggilan untuk persidangan? Aturan dari mana itu?""Kau tahu, bahwa kami punya pengaruh besar? Jangankan untuk surat cerai surat kematian kalian pun bisa kukeluarkan hari ini juga," ujarnya. "Jaga mulutmu!" Mama berteriak dan bangun, begitu pun pengawal yang berdiri di belakang wanita itu, mereka bersiap menembak."Ah, baiklah, bicara dengan orang yang tid
Jangan lupa untuk like komen dan subscribe ya. Cerita ini baru saya lanjutkan setelah beberapa tahun vakum. *"Hei apa yang kau lakukan di sana?" seorang pria berpakaian keamanan dan membawa walkie talkie di tangannya memanggilku."Saya sedang mencari mangkuk, Pak," ujarku."Itu piranti untuk tamu penting," jawabnya."Oh, maaf, Pak," ucapku segera berlalu pergi."Oh ya, kulihat kau bingung, apa tugasmu di sini?" Pria itu menghentikan dan seperti curiga padaku."Saya pelayan, Pak, tapi tadi saya disuruh mengambil mangkok," balasku."Kalau begitu pergilah.""Terima kasih." Aku segera berlalu secepatnya.Acara di mulai, musik diputar dan tamu tamu bercengkerama dengan kolega mereka, dari sudut kulihat mantan ibu mertua sedang mengitari para tamu untuk memperkenalkan calon menantunya, dia terlihat amat bahagia dan bangga, berbeda denganku yang dulu hanya menantu yang tak diinginkan.Mas Bendi datang dan menghampiri tunangannya, si wanita tersenyum lalu melingkarkan tangan ke lengan Mas B
Melihatku keluar dari gerbang rumah ibu mertua, sebuah mobil warna burgundy berhenti hingga remnya berderit tepat di depanku dalam keadaan pintu terbuka, lalu si supir menyuruhku segera masuk, kemudian dia langsung meluncur membawaku pergi.Sebenarnya aku terkejut melihat seseorang yang datang begitu saja, Aku khawatir dia sudah tahu aksi dan rencanaku tapi itu tidak mengurungkan aku untuk segera naik ke mobil itu. "Aku tidak menyangka bahwa kamu akan menjemputku," ujarku di dalam mobil. Sementara pria yang kuajak bicara terlihat tegang dan mengebut dengan kecepatan tinggi."Kau tahu menjemputmu sama dengan mempertaruhkan nyawaku?""Bendi sering melakukan itu, tapi nyatanya dia meninggalkanku," jawabku tanpa menoleh ke arahnya."Artinya kau menuntut lebih dariku agar kau bisa percaya?""Ya," jawabku santai sambil mengangkat kedua bahu.Mobil itu berbelok ke sebuah lorong sempit lalu terus menembus pemukiman penduduk. Aku tahu bahwa dia sedang menghindari kejaran jadi aku tidak mau b
Papa dan Roni sudah masuk ke ruang tindakan UGD, yang mengantar menunggu di luar, mama sibuk mengurus administrasi dan ketika dia datang, mama langsung menarik tanganku, membangunkanku dengan tatapan tajam.Plak!"Kurang ajar, sekarang katakan apa yang sebenarnya sudah kamu lakukan?""Aku meracuni makanan Nyonya Erika, tapi piringnya ditukar sehingga yang kena ibunya Irina, Nyonya batubara terkaya di kota ini!""Apa? Lalu apa hubungan dengan Roni?""Dia mengantarku pulang.""Kena tembak karena mengantarmu pulang?!" Mama membeliak sambil mencengkeram kerah bajuku, lalu mendorongku ke dinding dengan kerasnya."Apa yang akan terjadi selanjutnya, kira-kira apa yang akan kau katakan pada ibu bapaknya anak itu?! Apa kau akan melibatkan kami sebagai tumbalmu?! Kau tidak berfikir sebelum bertindak?" tanya Mama tak memperdulikan orang orang yang lewat."A-aku ha-hanya tidak menduga," ujarku tersedak terkena cekikan mama.Plak!Sekali lagi tamparan itu mendarat, dan membuat bibirku langsung ber
"Kemarilah, kami ingin bertanya?" Kembali keluarga Roni menyeretku ke ruangan yang agak jauh dari tempat itu. Mungkin hari ini adalah rekor terbesar dalam hidupku karena bolak-balik ditarik dan diseret oleh orang yang berbeda."Ada apa Nyonya?" tanyaku pada ibu Roni."Kami akan mempertemukan kamu dan memastikan bahwa kalian tidak bohong dan jawaban kalian sama," jawabnya."Hmm, baik," balasku pasrah. Kurasa aku sedang bermain dengan nyawa, jika Roni mengaku maka kami akan menikah tapi jika pemuda itu malah menyangkalnya maka aku akan dicap sebagai wanita pengkhayal yang memiliki halusinasi tinggi. Mereka juga akan melaporkan ke kantor polisi karena telah membuat cucu mereka menjadi korban tembakan. Masalah sebenarnya akan terungkap ke permukaan, dan ya ... aku akan berakhir di penjara."Tapi mari berdoa, semoga Roni memahami kode yang kau berikan," gumam dalam hati. Aku lalu berjalan beriringan dengan orang tua pemuda yang sudah menolongku dan menemuinya yang sudah dikelilingi oleh
Persidangan hari ini berakhir, para jaksa dan pengunjung ruang sidang nampak membubarkan diri. Dari sudut ruangan kulihat Irina nampak menatapku dengan mata penuh dendam dan air mata. Dia terlihat sangat murka dan mau melakukan apa saja demi menghukumku."Mari, Anda harus kami bawa ke mobil Tahanan," ucap seorang polisi. Aku yang kebetulan duduk di kursi pesakitan langsung diangkat menuju pintu utara demi meninggalkan ruang sidang. Sekilas kubalikkan badan dan melihat irina nampak berbisikan dengan jaksa yang baru saja menuntutku di depan sidang. Nampaknya jaksa itu memang mengenal Irina sehingga dia pun nampak sangat benci dan terus mengintimidasi diri ini.Ketika keluar ke pelataran pengadilan, aku disambut puluhan wartawan dan jepreten blitz kamera, berbagai pertanyaan mereka lemparkan membuat hati ini tersudut dan makin menciut."Nona Imelda, apa komentar Anda tentang sidang yang berlangsung hari ini?" tanya seorang wanita."Apa Anda sungguh membunuh seseorang demi dendam dan kec
Keesokan hari,Pagi pagi petugas sipir sudah menyuruh untuk bersiap-siap karena hari ini mobil kejaksaan akan datang menjemput untuk Pergi ke pengadilan menghadiri sidang pertama.Seusai sarapan dan merapikan kamar, dua orang petugas datang menjemput dan menyuruhku untuk ikut dengan mereka. Tanganku diborgol dan disuruh mengikuti mereka menyusuri lorong berjeruji di sebelah kanan dan kiri, lalu naik ke atas mobil tersebut.Kuperhatikan jalan yang dilewati mobil dengan perasaan gamang, ada gelisah dan ketegangan tersendiri mengetahui bahwa aku akan menghadapi meja hijau, duduk dan mendengarkan tuntutan jaksa, juga menyimak rentetan bukti-bukti yang mereka catat sebagai penghakiman.Ah, dunia ini kejam sekali untuk manusia sekecil aku.Di sisi lain, aku juga berpikir tentang Nyonya Erika, aku menebak-nebak apa yang terjadi padanya. Mungkinkah dia sudah dipindahkan ke lapas di luar kota atau malah dia sudah bebas dengan jaminan, aku tak tahu pasti.Seorang pengacara menghampiriku, dia Pa
Malam ini kulewati dengan air mata yang tidak henti-hentinya menetes tubuhku kedinginan harus meringkuk di lantai lembab karena sangat berdekatan dengan WC. Perutku yang mulai membuncit terasa berkali-kali keram mungkin karena pengaruh pikiran dan beban yang sedang bergelayut di dalam benakku.Aku pikir aku akan tangguh berada disini, tapi rasa sedih dan tersisih itu membuat pikiran liar di dalam otakku berkelana ke mana-mana. Ternyata begini rasanya, ternyata sakit dan sepahit ini."Maafkan Mami ya, Nak, karena kecerobohan Mami kita harus mendekam di tempat sekotor ini. Tapi Mami percaya bahwa kamu kuat," mengelus perut sendiri.Tak terasa air mata ini kembali menetes jatuh ke lantai dingin di mana aku merebahkan kepala berbantalkan tangan.*Teeeet ....Bunyi alarm panjang khas penjara besar berbunyi, para sipir terdengar mendentang-dentangkan tongkat mereka ke pintu sel para napi."Bangun ... bangun!"Teeet ...Alarm sirine kedua menandakan bahwa pintu penjara sudah tidak dikunci s
"Aku membawamu ke ruang tertutup ini untuk bertanya sekali lagi apa kau membunuh wanita itu?" tanya kepala polisi yang kutaksir sudah berumur juga senior.Dia membawaku pada ruang tertutup yang kedap suara serta di atasnya dilengkapi cctv, jelas dia ingin mengulik informasi dan berusaha menyalahkanku. Jika aku salah bicara maka rekaman video itu akan menjadi bukti."Tidak, aku tidak tahu apa-apa dan aku tidak mau diintrogasi tanpa pengacara," balasku pelan."Jadi begini sikapmu sekarang? Apakah kamu tidak mau kooperatif lagi, Mbak Imelda?""Beberapa saat yang lalu saya mencoba memberi tahu Anda fakta sebenarnya, tapi setelah saya fikir, sudut pandang tersangka akan sangat berbeda dengan sudut pandang polisi. Saya berusaha untuk melepaskan diri sementara polisi akan mencari cara untuk meyakinkan bahwa orang yang mereka sangkakan adalah pelaku sebenarnya. Bagaimana pun keterangan saya, itu akan semakin memberatkan saya, makanya saya butuh pengacara.""Tapi bukti-bukti mengarah padamu!"
Aku khawatir bukan untuk diriku sendiri, tapi aku khawatir pada bayiku. Semakin mendekam di sini, semakin cemas diri ini pada proses lahiran dan pastinya kami akan terpisah jika aku akan menerima hukuman.Beberapa hari kemarin aku masih seorang istri dan menantu yang bahagia, tapi keadaan berbalik dengan cepat, aku kehilangan segalanya, sendirian, tidak punya siapapun di dalam sel ini. Aku menyesali perbuatan, dan harusnya, seseorang memang pantas menyesal dan menyalahkan kecerobohan dirinya. Saat ini kurasakan kerinduan mendalam pada pria dengan senyum manis dan tatapan melelehkan hati, entah bagaimana keadaannya sekarang, apakah sudah membaik dan pulang atau masih sakit parah di ranjang rumah sakit, aku sangat galau akan dirinya. Perlahan air mataku meleleh, dadaku hampa dan pikiran liar ini membunuh rasa kantuk lalu mengajakku untuk tercenung sembari diri ini mengaitkan pegangan pada besi jeruji. Aku tiba tiba ingin pergi dari tempat ini."Kenapa kau tak tidur?""Memikirkan kenapa
Sampai hari keempat, Mama baru datang berkunjung ke tempatku membawakan makanan dan baju ganti. Raut wajah Mama sangat sedih saat memelukku, dia sangat prihatin pada apa yang menimpa diri ini sejak memutuskan untuk menikah dengan Bendi."Imel ... berhari hari Mama menunggu kabar, ternyata kamu ditahan di sini," ucapnya sedih."Lalu siapa yang memberi tahu Mama?""Mertuamu, dia bilang kalau tidak didesak Roni dia tak akan mau menemuiku," jawab Mama dengan sedih."Lalu bagaimana keadaan suamiku, Ma?""Dia masih sakit, dia masih sulit bergerak akibat operasi yang dilakukan dokter, ususnya dipotong karena sobek, terburai bekas perlakuan keji preman jahat itu. Roni masih bisa hidup saja, Mama udah sangat bersyukur." Mama bercerita sambil menggenggam tanganku."Mungkin Tante Vina sangat sakit hati, anaknya sampai kritis seperti itu karena perbuatanku, ah, aku harus minta maaf, Ma....""Iya, kita harus membuat mereka mengetahui bahwa kamu tidak bersalah, kita harus yakinkan.""Tapi, bagaiman
"Bukankah dia dulu adalah anak Dandim 1809, Letkol Suryadi? Apa yang dia lakukan di sini mengapa bisa masuk ke dalam penjara?"Kudengar percakapan itu ketika melewati jajaran terali besi yang berisikan banyak orang.Penghuni blok menatapku dengan segala bentuk tatapan kecurigaan, benci dan sinis karena akhirnya derajatku juga sama dengan mereka. Blok yang kuhuni saat ini adalah blok penjara khusus wanita yang lumayan padat.Hanya satu ruang yang dikosongkan yakni ruang selku yang berisikan aku dan penghuni baru, Nyonya Erika.Tidak banyak yang bisa kupahami mengapa polisi menyatukan kami dalam sel yang sama. Entah itu permintaan Nyonya Erika atau polisi yang sengaja ingin mengerjai kami, aku tidak bisa memikirkannya, yang pasti aku begitu sebal melihat sorot dendam di mata wanita tua yang masih terlihat mewah meski dalam penjara.Aku sangat tidak nyaman dengan caranya!"Apa kau bangga bisa satu sel denganku?" Kini dia membuka pembicaraan."Ya, bangga. Aku bersama seorang penjahat kela
Beberapa jam kemudian Bendi dan anak buahnya digelandang ke kantor polisi, pria itu nampak sangat emosi berpapasan denganku di tempat itu, ada raut kaget, tak percaya dan syok karena tahu bahwa diseretnya dia pasti adalah perbuatanku. Terlebih ada ibunya juga yang duduk di meja lain setelah kami kembali dari ruang introgasi tertutup."Kau ... di sini?" tanyanya dengan mata terbelalak."Sudah kubilang aku tak mau sendiri," jawabku sambil melipat tangan di dada."Polisi tak akan menahan kami, karena mereka tak menemukan bukti, kau tak akan puas!" ujar Bendi menyeringai jahat."Aku tahu kau sembunyikan barang bukti di ruang rahasia yang bahkan aku pun tak pernah mengaksesnya, kau kunci segala barang kejahatanmu di rubanah dengan kode akses dan pintu baja otomatis di bawah kamar tidur mami, kau pikir aku bodoh, sebentar lagi aku akan memberi tahu polisi!""Tutup mulutmu, sebelum kucekik dan kuputar lehermu, dalam sedetik kau akan meninggal," ancamnya."Aku tak takut, mati itu sebuah keni
"Apa?!" Saking kagetnya Nyonya Erika sampai berdiri."Iya, Nyonya, sepertinya ini sangat serius," jawab pria itu."Ya ampun ...." Wanita membeliak ke arahku." ... apa yang sudah kau lakukan?""Sedikit gerakan kecil, dan ya, kau lupa suamiku jaksa, dia punya teman lho, Nyonya," jawabku terkekeh."Jaksa yang kau andalkan itu sedang sekarat!"Rahang wanita itu menegas, memperlihatkan dendamnya padaku."Sudah, jangan pikirkan suamiku, pikir saja keselamatan putramu," balasku."Panggil pengacara saya, suruh semua orang datang dan melindungi aset kita, jangan sampai mereka menyita barang barang berharga!""Ba-baik Nyonya." Orang yang diperintahkan nampak gelagapan, sekali lagi aku tertawa sementara wanita itu masih memicingkan mata, sinis padaku."Kudengar kau hamil, kenapa kau tidak berhati-hati, tidakkah kamu khawatir bahwa anak itu akan kucelakai?""Ah, kamu bicara seakan-akan tidak ada Tuhan yang akan melindungi seseorang."Percakapan kami terhenti karena beberapa orang petugas polis