..."Bunda kok pulang cepet?" tanya Meysila setelah memastikan Almira lelap dan memilih keluar kamar menyusul Vivian."Kantor heboh, Mey. Kamu dah denger gosip itu?"Meysila mengajak bundanya duduk dan menatapanya lekat. "Makanya Bunda tadi lihat Mey di kamar Almira, 'kan? Itu Mey lagi tenangin Almira. Dia shock dan terpukul atas pemberitaan itu," ucap Meysila lirih."Anehnya mereka harus bawa-bawa Lyan dan akhirnya kita juga jadi santapan media. Tadi bahkan di depan banyak wartawan datang," ucap Vivian."Kapan, Bun? Tadi pagi pas Mira pingsan gak ada siapa-siapa selain Pak Toto dan Inah," tanya Meysila."Ih, itu tadi pas Bunda pulang. Untung saja Toto sigap membuka dan menutup pintu. Bunda jadi gak bebas ini keluar masuk rumah. Teman-teman arisan Bunda juga pada nanyain kabar Bunda dan kamu.""Mereka julidin Mira, ya. Bun?"Vivian mengangguk. Tak mungkin juga ia speak up ke media kalau Almira sudah menjadi bagian dari keluarganya saat ini. Posisinya sebagai dewan dan juga pengusaha B
..Akhirnya atas izin Vivian akhirnya Lyan mengajak Almira untuk tinggal di apartemennya. Lyan sengaja pergi malam hari agar tak begitu mencolok terlihat dan Almira masih diam sejak kejadian itu. Dia sama sekali tak menolak, pun mempertanyakan pada Meysila maupun Lyan ketika dirinya dibawa pergi oleh Lyan."Kamu istirahat saja. Saya akan beli makan," ucap Lyan saat keduanya baru sampai di apartemennya.Lyan mengembuskan nafasnya perlahan, melihat Almira yang sama sekali tidak mau bersuara itu. Dia keluar kamar Almira dan memesan makanan online untuk diantar ke kamarnya. Dia kembali ke kamar Almira setelah makanan itu datang dan menyiapkannya di piring."Makan dulu. Kamu harus makan biar kuat hadapin kehidupan yang pahit ini, Ai."Lyan menyodorkan makanannya, tetapi Almira menggeleng. "Aku nggak lapar, Bee."Kalimat pertama yang keluar sejak Lyan bertemu Almira hari ini, membuatnya lega."Saya kira kamu bisa hingga tak mau berucap. Kalau kamu mau mati, setidaknya jangan menyiksa dirim
...."Tunggu, Ka. Abang mau bicara," ucap Lyan. Suaka tersenyum dan mengikuti ke mana Lyan mengajaknya duduk. Dia begitu senang jika Lyan sudah menyebutnya dengan sebutan Abang, karena biasanya Lyan akan menyebut nama dirinya, saya atau aku."Kenapa, Bang?" Suaka duduk berdua di balkon depan, yang terhubung dengan kolam apartemen. Ya, apartemen ini memang memiliki satu kolam kecil yang biasa Lyan gunakan untuk menjernikah pikiran ketika suntuk melanda."Abang tertarik dengan pembicaraanmu dengan Almira tadi mengenai orang di balik Zidan. Kenapa kamu kepikiran sejauh itu?" tanya Lyan penasaran.Suaka mengambil rokok yang ada di dalam jaket Lyan dan menyalakannya. Lyan pun ikut melakukannya juga, karena merokok adalah jatidiri Lyan. Suaka sudah paham tabiat sang kakak yang suka membawa cerutu itu ke mana saja. Meskipun Suaka bukan perokok, tetapi Suaka tidak juga menolak menggunakannya jika sedang berdua dengan Lyan."Jadi, Abang mau tahu lebih lanjut apa dugaan Suaka?" tanya Suaka sam
...Pagi ini. Suaka dan Desy yang ada jadwal pagi sudah lebih dulu bangun dan bersiap untuk bekerja. Almira yang semalam demam, sampai sekarang belum juga terbangun."Hai, Lyan. Baru bangun? Aku bikinkan sarapan nih, dimakan nanti ya? Aku dan Suaka ada jadwal pagi, sore ada acara di rumah Tante Gisel, malamnya mungkin akan pulang larut." Desy berkata sambil membereskan meja makan."Suaka mana?" tanya Lyan datar. Ya seperti itulah Lyan, dingin dan datar."Di kamar, lagi bersiap sarapan sebelum berkemas."Lyan segera ke kamar Suaka dan mengetuk pintu sebelum masuk."Ka, kamu ke kamar saya dulu sebelum kerja nanti. Cek keadaan Almira, semalam demam dia," ucap Lyan membuat Suaka yang sedang memakai sabuk, kaget."Sakit? Betulkah?"Suaka gegas meninggalkan aktivitas lain yang sedang dikerjakannya lalu pergi ke kamar Almira. Dia menyambar alat cek kesehatan yang selalu dibawanya dan melihat kondisi Almira. Desy yang juga penasaran kenapa sang suami buru-buru ke kamar lain, ikut mendekat. Di
...."Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Lyan mengagetkan Almira."Aku hendak mencari ponselku. Lihat nggak? Kemarin sempat lupa kayaknya si Meysila taruh dimana," jawab Almira."Kalau di koper nggak ada, berarti nggak ada. Sudah nggak usah dicari, besok saya belikan lagi.""His! Itu hape juga kamu yang belikan belum lama. Harganya juga mahal loh, gak sayang duit?" tanya Almira."Aku lebih sayang kamu daripada duit saya," jawab Lyan santai sambil melenggang mengambil sesuatu di dalam laci.Lyan tampak sedang mencari sesuatu dan sejurus kemudian dia pergi keluar kamar tanpa berucap lagi. Almira penasaran dan ingin melihat apa yang Lyan lakukan di luar.Ia berjalan ke arah pintu kamar dan hendak membukanya. Namun, saat hendak menarik gagang pintu, ternyata ia terpentok pintu itu sendiri."Aduh!" rintih Almira."Apa yang akan kamu lakukan di depan pintu?" tanya Lyan saat dirinya bersaman akan masuk kamar dan Almira keluar kamar.Almira merenges dan mengusap jidatnya yang terkena pintu
."Gila, Dan. Follower kamu naik. Beh, bakal banyak nih penghasilan kita," ucap Zaskia saat mengamati jumlah angka followers pada akun yutub miliknya dan Zidan."Tapi sepertinya Almira tidak mau muncul ke publik. Apa mungkin dia sakit?" tanya Zidan."Alah! Kenapa kamu jadi mikirin dia? Paling sekarang dia lagi ngurung diri di kamar. Malu pastinya," cicit Zaskia. Sebagai mantan sekaligus partner Zidan, Zaskia juga diminta Raisa untuk mengawasi Zidan agar mau melakukan tindakan yang mungkin saja bisa merugikan Raisa. Sebagai partner yang juga dibayar Raisa agar bisa memastikan Zidan tak membawa nama Raisa ke dalam kasus nanti jika ada serangan balik dari pihak Lyan dan Almira."Duit yang kemarin hasil penjualan rumah mana, Kia?" tanya Zidan.Zaskia yang sedang fokus memeriksa ponsel, sengaja acuh dan tak menggubris ucapan Zidan. "Kia!" "Sudah aku investasikan ke Biru separuhnya, separuhnya ada di bank.""Biru? Siapa Biru?"Zaskia meletakkan ponselnya lalu duduk menghadap Zidan. "Inve
....Lyan tak habis pikir. Kenapa dia harus berurusan dengan lelaki berkepala batu seperti Zidan. Setelah kasus ini dilaporkan pada pengacaranya, ia juga harus menjelaskan pada keluarganya terkait ini.Dia sengaja izin satu hari pada Almira tidak di apartemen, sengaja ia akan ke rumah ayahnya untuk menjelaskan semua terkait hal ini. Siap tak siap, resiko sebagai artis adalah masalah sekecil apapun akan menjadi besar jika media sudah berbondong-bondong ikut meramaikan. Apalagi pihak-pihak terkait yang ikut membuat berita palsu untuk memperkeruh situasi.“Ayah ada, Mang?” tanya Lyan saat mobilnya masuk ke pekarangan rumah yang dijaga satpam.“Ada. Baru pulang, Tuan.”Lyan gegas masuk dan menemui sang ayah. Meski hatinya begitu takut akan hal yang akan terjadi, setidaknya dia sudah mencoba untuk menjelaskan pada sang ayah kronologi kejadian. “Ayah.”Lyan memanggil sang ayah yang sedang menyantap makan siangnya.“Lyan sayang? Kamu datang nggak bilang-bilang mama. Ayo! Makan siang bareng.
Suaka terperanjat kaget saat sang kakak masuk ruangannya dalam keadaan merah padan. Lyan menghajar Suaka hingga ia terdorong ke lantai. Suster yang ada padanya gegas keluar ruangan untuk memanggil satpam namun dicegah Suaka."Gak usah panggil satpam, Sus. Ini hanya salah paham. Suster bisa menunggu di luar!" perintah Suaka sambil mencoba berdiri dan mengusap darah yang merembes dari ujung bibirnya.Setelah Suster pergi, Lyan membantu Suaka berdiri dan mencengkram kerah baju Suaka lalu menatapnya tajam."Kurang baik apa saya sama kamu, hah? Saya rasa kamu adik yang bisa dipercaya, nyatanya kamu lelaki bermuka dua yang pandai membual sana sini," teriak Lyan. Suaka nampak bingung, tetapi dia mencoba menguasai keadaan. "Apa yang Abang katakan?"Lyan melepas cengkramannya lalu duduk di kursi dengan jari yang diketuk dengan keras di atas meja."Kamu kenapa bilang ke Ayah kalau saya membawa Almira ke apartemen?" tanya Lyan mulai melunak nada bicaranya. Ia yakin, berbicara dengan emosi akan