."Gila, Dan. Follower kamu naik. Beh, bakal banyak nih penghasilan kita," ucap Zaskia saat mengamati jumlah angka followers pada akun yutub miliknya dan Zidan."Tapi sepertinya Almira tidak mau muncul ke publik. Apa mungkin dia sakit?" tanya Zidan."Alah! Kenapa kamu jadi mikirin dia? Paling sekarang dia lagi ngurung diri di kamar. Malu pastinya," cicit Zaskia. Sebagai mantan sekaligus partner Zidan, Zaskia juga diminta Raisa untuk mengawasi Zidan agar mau melakukan tindakan yang mungkin saja bisa merugikan Raisa. Sebagai partner yang juga dibayar Raisa agar bisa memastikan Zidan tak membawa nama Raisa ke dalam kasus nanti jika ada serangan balik dari pihak Lyan dan Almira."Duit yang kemarin hasil penjualan rumah mana, Kia?" tanya Zidan.Zaskia yang sedang fokus memeriksa ponsel, sengaja acuh dan tak menggubris ucapan Zidan. "Kia!" "Sudah aku investasikan ke Biru separuhnya, separuhnya ada di bank.""Biru? Siapa Biru?"Zaskia meletakkan ponselnya lalu duduk menghadap Zidan. "Inve
....Lyan tak habis pikir. Kenapa dia harus berurusan dengan lelaki berkepala batu seperti Zidan. Setelah kasus ini dilaporkan pada pengacaranya, ia juga harus menjelaskan pada keluarganya terkait ini.Dia sengaja izin satu hari pada Almira tidak di apartemen, sengaja ia akan ke rumah ayahnya untuk menjelaskan semua terkait hal ini. Siap tak siap, resiko sebagai artis adalah masalah sekecil apapun akan menjadi besar jika media sudah berbondong-bondong ikut meramaikan. Apalagi pihak-pihak terkait yang ikut membuat berita palsu untuk memperkeruh situasi.“Ayah ada, Mang?” tanya Lyan saat mobilnya masuk ke pekarangan rumah yang dijaga satpam.“Ada. Baru pulang, Tuan.”Lyan gegas masuk dan menemui sang ayah. Meski hatinya begitu takut akan hal yang akan terjadi, setidaknya dia sudah mencoba untuk menjelaskan pada sang ayah kronologi kejadian. “Ayah.”Lyan memanggil sang ayah yang sedang menyantap makan siangnya.“Lyan sayang? Kamu datang nggak bilang-bilang mama. Ayo! Makan siang bareng.
Suaka terperanjat kaget saat sang kakak masuk ruangannya dalam keadaan merah padan. Lyan menghajar Suaka hingga ia terdorong ke lantai. Suster yang ada padanya gegas keluar ruangan untuk memanggil satpam namun dicegah Suaka."Gak usah panggil satpam, Sus. Ini hanya salah paham. Suster bisa menunggu di luar!" perintah Suaka sambil mencoba berdiri dan mengusap darah yang merembes dari ujung bibirnya.Setelah Suster pergi, Lyan membantu Suaka berdiri dan mencengkram kerah baju Suaka lalu menatapnya tajam."Kurang baik apa saya sama kamu, hah? Saya rasa kamu adik yang bisa dipercaya, nyatanya kamu lelaki bermuka dua yang pandai membual sana sini," teriak Lyan. Suaka nampak bingung, tetapi dia mencoba menguasai keadaan. "Apa yang Abang katakan?"Lyan melepas cengkramannya lalu duduk di kursi dengan jari yang diketuk dengan keras di atas meja."Kamu kenapa bilang ke Ayah kalau saya membawa Almira ke apartemen?" tanya Lyan mulai melunak nada bicaranya. Ia yakin, berbicara dengan emosi akan
...Ibarat sebuah bom peledak. Sinyal dan waktu yang sudah siap menghabiskan seluruh alam yang ada dalam genggaman. Lyan melajukan mobilnya menuju rumah pengacaranya dan ia sangat ingin menyelesaikan masalahnya ini tanpa bantuan siapapun. Kepercayaan dirinya mulai memudar pada semua orang, termasuk keluarganya sendiri. Masa Lalu kelam yang ia rasakan, kini ia rasakan kembali. Disudutkan dan dibenci, sudah menjadi makanan sehari-hari. Bagi Lyan, kepercayaan adalah hal terpenting dalam segala hal. Baik ayah, adik, keluarga maupun kerabatnya sudah tak ada yang ia percaya sepenuhnya. Dia mulai kembali merasakan terpuruk, putus asa, marah, benci dan juga sakit hati."Tak bisakah kamu atur jadwal dulu ketika datang? Jadi tidak sampai menungguku selama ini," ucap Abbas mencebik. Abbas yang baru pulang setelah mengurus kliennya, kaget dengan datangnya Lyan di rumahnya.Lyan yang sudah sampai di rumah Abbas 4 jam yang lalu, hanya dapat tersenyum getir. "Sepertinya kopi yang disajikan maid ru
...."Semalam pulang jam berapa, Bee?" tanya Almira yang pagi ini bangun lebih awal.Lyan yang sedang menenggak air putih, melirik sekilas pada Almira lalu duduk dengan menopang dagunya. Andai wanita di depannya ini adalah istrinya, pastilah senang karena sepagi ini sudah disuguhi kopi dan pisang goreng."Bee?"Lyan kembali tersadar dari lamunannya dan bersikap biasa. "Yang jelas sangat malam. Saya sudah bilang, bukan?"Almira merenges dan ikut duduk di depan Lyan. "Hari ini jadi ke butik?""Nggak. Besok!""Oh. Lalu hari ini aku kerja apa?""Di rumah saja temani saya makan, minum, tidur, mandi," kelakar Lyan."Eh.""Hari ini kita ada acara di luar.Kita harus menghadiri sidang kasus yang kita laporkan jam 10 nanti," jawab Lyan. Tangan kanannya hendak mencomot pisang goreng di depannya. Namun karena panas, ia urung dan Almira yang melihatnya terpaksa membantunya. Almira mengambil piring kecil dan garpu untuk menyuapkan pisang goreng kepada Lyan."Sebenarnya aku takut, Bee. Aku takut ba
..."Nggak usah anggap dia ada. Biarkan saja! Anggap dirimu lebih mulia daripada raja dan presiden di hadapan lelaki baji*ngan itu," ucap Lyan saat sedang mengemudikan mobilnya menuju pengadilan."Jantungku deg-degan, Bee. Serius! Aku takut," ucap Almira sambil mengeratkan genggaman pada kedua tangannya sendiri. "Pasti nanti juga akan banyak media yang ngeliput, deh.""Nggak apa. Anggap ini simulasi," jawab Lyan."Simulasi apaan?""Simulasi jadi artis dadakan. Mantan suami kamu juga dah jadi artis dadakan dia. Pemberitaan media gencar memburu mereka. Untung saya cerdas! Jadi kamu aman dari serbuan wartawan.""Cerdas! Tapi kelewatan cerdas, sampai aku nggak bisa menebak apa yang kamu pikirkan.""Itulah plot twins. Sulit ditebak endingnya," kelakar Lyan.Masih dalam kondisi seserius ini, Lyan masih sempat saja bercanda. Almira membatin. Baru saja mobil sampai di depan gedung pengadilan, wartawan berbondong-bondong menuju mobil Lyan. Bahkan saat keduanya turun, dirinya sangat kesulitan
..."Rasanya aku kek pengin pindah ke planet mars kalau kayak gini, Bee. Nggak enak banget jadi artis. Mau jalan aja susah," keluh Almira saat keduanya memutuskan pulang.Lyan tampak diam tak menanggapi. Pikirannya dipenuhi dengan sidang minggu besok yang mengharuskan dirnya meminta Suaka datang. Namun, ia tak mungkin mengatakan dengan gamblag jika dirinya butuh kesaksian adiknya itu."Bee."Karena tak ada respon membuat Almira ikut diam dan memilih memainkan gawainya. Ia membuka pesan yang dikirim oleh Meysila tadi pagi karena ia baru sempat membukanya setelah hp disita Lyan saat hendak sarapan tadi.Meysila menggerutu mengenai sikap Lyan yang tadi memutuskan panggilannya. Almira juga mengirimkan jawaban dari pesan yang dikirim sahabatnya itu.Baru saja ponselnya hendak dimasukkan tas kembali, ponsel itu kembali bergetar. Almira kira adalah balasan pesan dari Meysila, ternyata itu dari Suaka. "Bagaimana pesidangannya, Ra?" "Alhamdulillah. Lancar sih. Tapi, dilanjutkan minggu depan
....Sejak kejadian itu, Lyan tak kembali. Bahkan, hingga hari menjelang persidangan, Lyan sama sekali tak datang ke apartemen. Hal itu membuat Almira terpukul dan bersedih. Bahkan ia merutuki diri sendiri yang tak bisa membuat benteng pertahanan hati. Selama ini, Lyan selalu ada untuknya dan saat dia tak nampak, hati Almira terasa kosong. Ada yang patah di dalam sana saat Almira tahu, Lyan tak pernah nampak setelah itu."Ka, Lyan ke mana ya? Seminggu ini tak pulang," tanya Almira sendu."Aku juga nggak tahu. Dia tidak mengaktifkan nomornya. Mungkin nanti dia datang di persidangan."Hari ini, sidang putusan digelar. Lyan yang memberikan kepercayaan pada pengacaranya, hanya bisa memantau dari jauh. Bukti yang kali ini Farhan dan Abbas berikan sebagai banding, cukup membuat Zidan kalah telak. Ditambah datangnya Suaka dan Iriana, membuat Zidan mati kutu di depan majelis hakim karena kedapatan memalsukan bukti. Bahkan dia diancam pidana 6 tahun dan denda 1 miliar karena sudah terbukti be