...Pagi ini. Suaka dan Desy yang ada jadwal pagi sudah lebih dulu bangun dan bersiap untuk bekerja. Almira yang semalam demam, sampai sekarang belum juga terbangun."Hai, Lyan. Baru bangun? Aku bikinkan sarapan nih, dimakan nanti ya? Aku dan Suaka ada jadwal pagi, sore ada acara di rumah Tante Gisel, malamnya mungkin akan pulang larut." Desy berkata sambil membereskan meja makan."Suaka mana?" tanya Lyan datar. Ya seperti itulah Lyan, dingin dan datar."Di kamar, lagi bersiap sarapan sebelum berkemas."Lyan segera ke kamar Suaka dan mengetuk pintu sebelum masuk."Ka, kamu ke kamar saya dulu sebelum kerja nanti. Cek keadaan Almira, semalam demam dia," ucap Lyan membuat Suaka yang sedang memakai sabuk, kaget."Sakit? Betulkah?"Suaka gegas meninggalkan aktivitas lain yang sedang dikerjakannya lalu pergi ke kamar Almira. Dia menyambar alat cek kesehatan yang selalu dibawanya dan melihat kondisi Almira. Desy yang juga penasaran kenapa sang suami buru-buru ke kamar lain, ikut mendekat. Di
...."Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Lyan mengagetkan Almira."Aku hendak mencari ponselku. Lihat nggak? Kemarin sempat lupa kayaknya si Meysila taruh dimana," jawab Almira."Kalau di koper nggak ada, berarti nggak ada. Sudah nggak usah dicari, besok saya belikan lagi.""His! Itu hape juga kamu yang belikan belum lama. Harganya juga mahal loh, gak sayang duit?" tanya Almira."Aku lebih sayang kamu daripada duit saya," jawab Lyan santai sambil melenggang mengambil sesuatu di dalam laci.Lyan tampak sedang mencari sesuatu dan sejurus kemudian dia pergi keluar kamar tanpa berucap lagi. Almira penasaran dan ingin melihat apa yang Lyan lakukan di luar.Ia berjalan ke arah pintu kamar dan hendak membukanya. Namun, saat hendak menarik gagang pintu, ternyata ia terpentok pintu itu sendiri."Aduh!" rintih Almira."Apa yang akan kamu lakukan di depan pintu?" tanya Lyan saat dirinya bersaman akan masuk kamar dan Almira keluar kamar.Almira merenges dan mengusap jidatnya yang terkena pintu
."Gila, Dan. Follower kamu naik. Beh, bakal banyak nih penghasilan kita," ucap Zaskia saat mengamati jumlah angka followers pada akun yutub miliknya dan Zidan."Tapi sepertinya Almira tidak mau muncul ke publik. Apa mungkin dia sakit?" tanya Zidan."Alah! Kenapa kamu jadi mikirin dia? Paling sekarang dia lagi ngurung diri di kamar. Malu pastinya," cicit Zaskia. Sebagai mantan sekaligus partner Zidan, Zaskia juga diminta Raisa untuk mengawasi Zidan agar mau melakukan tindakan yang mungkin saja bisa merugikan Raisa. Sebagai partner yang juga dibayar Raisa agar bisa memastikan Zidan tak membawa nama Raisa ke dalam kasus nanti jika ada serangan balik dari pihak Lyan dan Almira."Duit yang kemarin hasil penjualan rumah mana, Kia?" tanya Zidan.Zaskia yang sedang fokus memeriksa ponsel, sengaja acuh dan tak menggubris ucapan Zidan. "Kia!" "Sudah aku investasikan ke Biru separuhnya, separuhnya ada di bank.""Biru? Siapa Biru?"Zaskia meletakkan ponselnya lalu duduk menghadap Zidan. "Inve
....Lyan tak habis pikir. Kenapa dia harus berurusan dengan lelaki berkepala batu seperti Zidan. Setelah kasus ini dilaporkan pada pengacaranya, ia juga harus menjelaskan pada keluarganya terkait ini.Dia sengaja izin satu hari pada Almira tidak di apartemen, sengaja ia akan ke rumah ayahnya untuk menjelaskan semua terkait hal ini. Siap tak siap, resiko sebagai artis adalah masalah sekecil apapun akan menjadi besar jika media sudah berbondong-bondong ikut meramaikan. Apalagi pihak-pihak terkait yang ikut membuat berita palsu untuk memperkeruh situasi.“Ayah ada, Mang?” tanya Lyan saat mobilnya masuk ke pekarangan rumah yang dijaga satpam.“Ada. Baru pulang, Tuan.”Lyan gegas masuk dan menemui sang ayah. Meski hatinya begitu takut akan hal yang akan terjadi, setidaknya dia sudah mencoba untuk menjelaskan pada sang ayah kronologi kejadian. “Ayah.”Lyan memanggil sang ayah yang sedang menyantap makan siangnya.“Lyan sayang? Kamu datang nggak bilang-bilang mama. Ayo! Makan siang bareng.
Suaka terperanjat kaget saat sang kakak masuk ruangannya dalam keadaan merah padan. Lyan menghajar Suaka hingga ia terdorong ke lantai. Suster yang ada padanya gegas keluar ruangan untuk memanggil satpam namun dicegah Suaka."Gak usah panggil satpam, Sus. Ini hanya salah paham. Suster bisa menunggu di luar!" perintah Suaka sambil mencoba berdiri dan mengusap darah yang merembes dari ujung bibirnya.Setelah Suster pergi, Lyan membantu Suaka berdiri dan mencengkram kerah baju Suaka lalu menatapnya tajam."Kurang baik apa saya sama kamu, hah? Saya rasa kamu adik yang bisa dipercaya, nyatanya kamu lelaki bermuka dua yang pandai membual sana sini," teriak Lyan. Suaka nampak bingung, tetapi dia mencoba menguasai keadaan. "Apa yang Abang katakan?"Lyan melepas cengkramannya lalu duduk di kursi dengan jari yang diketuk dengan keras di atas meja."Kamu kenapa bilang ke Ayah kalau saya membawa Almira ke apartemen?" tanya Lyan mulai melunak nada bicaranya. Ia yakin, berbicara dengan emosi akan
...Ibarat sebuah bom peledak. Sinyal dan waktu yang sudah siap menghabiskan seluruh alam yang ada dalam genggaman. Lyan melajukan mobilnya menuju rumah pengacaranya dan ia sangat ingin menyelesaikan masalahnya ini tanpa bantuan siapapun. Kepercayaan dirinya mulai memudar pada semua orang, termasuk keluarganya sendiri. Masa Lalu kelam yang ia rasakan, kini ia rasakan kembali. Disudutkan dan dibenci, sudah menjadi makanan sehari-hari. Bagi Lyan, kepercayaan adalah hal terpenting dalam segala hal. Baik ayah, adik, keluarga maupun kerabatnya sudah tak ada yang ia percaya sepenuhnya. Dia mulai kembali merasakan terpuruk, putus asa, marah, benci dan juga sakit hati."Tak bisakah kamu atur jadwal dulu ketika datang? Jadi tidak sampai menungguku selama ini," ucap Abbas mencebik. Abbas yang baru pulang setelah mengurus kliennya, kaget dengan datangnya Lyan di rumahnya.Lyan yang sudah sampai di rumah Abbas 4 jam yang lalu, hanya dapat tersenyum getir. "Sepertinya kopi yang disajikan maid ru
...."Semalam pulang jam berapa, Bee?" tanya Almira yang pagi ini bangun lebih awal.Lyan yang sedang menenggak air putih, melirik sekilas pada Almira lalu duduk dengan menopang dagunya. Andai wanita di depannya ini adalah istrinya, pastilah senang karena sepagi ini sudah disuguhi kopi dan pisang goreng."Bee?"Lyan kembali tersadar dari lamunannya dan bersikap biasa. "Yang jelas sangat malam. Saya sudah bilang, bukan?"Almira merenges dan ikut duduk di depan Lyan. "Hari ini jadi ke butik?""Nggak. Besok!""Oh. Lalu hari ini aku kerja apa?""Di rumah saja temani saya makan, minum, tidur, mandi," kelakar Lyan."Eh.""Hari ini kita ada acara di luar.Kita harus menghadiri sidang kasus yang kita laporkan jam 10 nanti," jawab Lyan. Tangan kanannya hendak mencomot pisang goreng di depannya. Namun karena panas, ia urung dan Almira yang melihatnya terpaksa membantunya. Almira mengambil piring kecil dan garpu untuk menyuapkan pisang goreng kepada Lyan."Sebenarnya aku takut, Bee. Aku takut ba
..."Nggak usah anggap dia ada. Biarkan saja! Anggap dirimu lebih mulia daripada raja dan presiden di hadapan lelaki baji*ngan itu," ucap Lyan saat sedang mengemudikan mobilnya menuju pengadilan."Jantungku deg-degan, Bee. Serius! Aku takut," ucap Almira sambil mengeratkan genggaman pada kedua tangannya sendiri. "Pasti nanti juga akan banyak media yang ngeliput, deh.""Nggak apa. Anggap ini simulasi," jawab Lyan."Simulasi apaan?""Simulasi jadi artis dadakan. Mantan suami kamu juga dah jadi artis dadakan dia. Pemberitaan media gencar memburu mereka. Untung saya cerdas! Jadi kamu aman dari serbuan wartawan.""Cerdas! Tapi kelewatan cerdas, sampai aku nggak bisa menebak apa yang kamu pikirkan.""Itulah plot twins. Sulit ditebak endingnya," kelakar Lyan.Masih dalam kondisi seserius ini, Lyan masih sempat saja bercanda. Almira membatin. Baru saja mobil sampai di depan gedung pengadilan, wartawan berbondong-bondong menuju mobil Lyan. Bahkan saat keduanya turun, dirinya sangat kesulitan