Padepokan Ki Santarja saat ini kedatangan beberapa pendekar baru. Mereka duduk bersila di halaman luas mendengarkan laporan Wira. Sang guru pun mengangguk dan memberi mereka wejangan yang lebih dalam.Ketenangan malam yang dihiasi derik serangga tiba-tiba terusik.Di salah satu sudut area, telah terjadi fluktuasi energi yang kacau. Sebuah pusaran cahaya tiba-tiba muncul di tengah dan berkembang menjadi sebuah portal dimensi. Aliran angin pun terasa kacau di dekat portal itu.Dari sana muncul sosok pendekar tua yang bermartabat.“Salam Kakek Garuda Emas!“ Pendekar yang tampak lebih tua itu justru memberi hormat pada Ki Santarja.Ki Santarja mengangguk, lalu mempersilakan duduk.“Mohon ampun. Saya datang ke sini hanya sebentar saja. Karena situasi di dunia kami, dunia Puser Bumi sedang kacau. Raja mengutusku untuk mencari bala bantuan. Menurut ramalan kuno, akan ada seorang pemuda sakti yang menjadi muri Garuda Emas. Dialah yang bisa membantu menyelamatkan Puser Bumi.“Ki Santarja terse
Di sebuah aula padepokan sederhana yang hanya cukup untuk 30 orang, 6 tetua tengah berunding bersama Ki Pranawa. Mereka berharap para ksatria muda mendapatkan hasil yang memuaskan.Wira, Meru dan Rara kembali ke padepokan bersama Ki Mantep dengan Mustika Angin yang telah berhasil mereka dapatkan dari Goa Luweng Angin. Ki Pranawa bersama semua tetua menyambut mereka dengan bangga, melihat bahwa para ksatria muda telah berhasil menyelesaikan misi pertama mereka di Puser Bumi."Tidak ada kata yang dapat menggambarkan rasa bangga dan terima kasihku pada kalian. Mustika Angin yang kalian bawa akan menjadi landasan untuk misi-misi berikutnya," ujar Ki Pranawa sambil menatap mata Wira dengan tajam, seakan membaca nasib yang menanti.Wira memegang mustika denga dibalut kain putih dan menunjukkan pada semua yang hadir. Setelah dibuka, terlihat sebongkah batu permata bersegi, berkilau putih. Wira menyerahkan pada Ki Pranawa, “Mustika ini sebenarnya tidak dicuri. Melainkan roh suci di dalamnya y
Lurung Angin, sebuah tempat sakral yang menyimpan kebijaksanaan dan kekuatan spiritual di dalam alam Puser Bumi. Dataran tinggi yang meluas, hutan yang rimbun, dan berbagai makhluk alam menjadi ujian bagi Wira dan teman-temannya, namun semangat mereka tidak pernah surut.Dengan Harimau Angin yang memimpin jalan, mereka menjelajahi dataran tinggi yang terbentang luas. Pemandangan yang memukau dengan bunga-bunga berwarna-warni dan angin yang berdesir melintas, Wira merasa ada energi yang begitu kuat mengalir di sana. Ini bukan hanya sebuah tempat fisik, melainkan juga wilayah di mana energi alam dan spiritual bersatu.Meru dan Rara, di sisi lain, menghadapi ujian yang unik. Burung-burung kecil berkumpul di langit biru, membentuk pola yang indah. Dengan pandangan tajam, mereka memandu Meru dan Rara melewati jalur yang berliku, memberikan petunjuk yang hanya dapat dimengerti oleh hati yang jujur. Mereka memasuki sebuah gerbang yang membuat mereka berpisah dengan Wira dan Teja.Wira Soma d
Secara tiba-tiba, aliran waktu seolah sangat melambat. Bahkan daun yang terlempar karena efek pertempuran seolah berhenti di udara. Puluhan panah musuh pun berhenti. Bukan karena benar-benar berhenti, namun karena penglihatan Wira yang sangat cepat.Tundung Kusuma menebaskan Pedang Ular Bayangan dengan kekuatan penuh ke arah Wira yang tak siap. Tapi serangan brutalnya hanya mengenai debu di udara kosong. Wira yang sebelumnya berdiri tepat di bawah ujung pedang, telah menghilang entah kemana.Sebelum Tundung Kusuma menyadari keberadaan Wira, justru dia sendiri terlempar karena serangan yang tak dia ketahui asalnya.Tundung Kusuma melayang dan menabrak beberapa orang rekannya, lalu berhenti saat tubuhnya menghantam pohon besar. Tanpa disadari, Pedang Ular Bayangannya telah terlepas dan menghilang saat dia terlempar. Dia berusaha kembali menegakkan tubuhnya yang terluka dan seteguk darah hitam dimuntahkan. Sambil mengusap darah di ujung mulutnya, “Kurang ajar! Rupanya kau cukup kuat juga
Hutan lebat membentang sejauh mata memandang. Sebuah goa tampak samar bercahaya di balik pepohonan terlihat di kereng sebuah gunung kecil yang menjulang di tengah hutan. Sementara di sekeliling hutan yang gelap, tampak sembilan batang pohon besar menjulang di antara pepohonan lainnya, pohon-pohon itu bercahaya dengan berbagai warna yang berbeda. Aura mistis menenangkan terpancar dari cahaya yang membentuk sebuah susunan raksasa.Aura yang menenangkan itu hanya berlaku bagi para manusia berhati bersih, tapi bagi mereka yang memuja kegelapan, aura itu sangan menekan kekuatan mereka.Dalam beberapa saat, ketenangan segera berubah, saat kecamuk pertempuran terjadi di sekitar area goa. Beberapa kilatan cahaya api terlihat menari di depan goa, tampak seperti tarian pedang menebas musuhnya. Hingga beberapa saat setelah tarian cahaya api itu berhenti di sebuah titik, tiba-tiba terjadi sebuah getaran di seluruh hutan.Salah satu pohon suci yang bercahaya tampak melemah, itu adalah pohon cahaya
Hutan gelap dengan pepohonan tinggi menjulang di sepanjang jalan. Wira dengan Saipi Angin-nya melewati segerombolan pendekar hitam. Mereka memakai jubah hitam dan beberapa senjata beraura kegelapan. Tanpa mereka sadari, Wira telah melewati mereka semua seolah hanya angin lewat saja.Saat bertemu dengan Dewi Meru dan Rara Dewi, Wira Soma langsung mengatur strategi. Kedua gadis bersiap di bawah pohon cahaya untuk mencegat para penyerang, masing-masing berbekal senjata pemberian dewa, Dewi Meru memegang pedang sakti Naga Welang, sedangkan Rara Dewi mempersiapkan diri dengan pedang sakti Naga Weling yang berkilauan.Sedangkan Wira bersiap di kejauhan dengan panah Tunggak Bawarastra yang juga pemberian Betara Bayu.Dari kegelapan hutan, muncullah seorang pendekar hitam yang mengenakan jubah hitam yang berkelebat angker. Wajahnya tertutup kain dan hanya tampak rongga di sekitar matanya saja yang menambah kesan misteriusnya. Pendekar itu menggenggam sebuah kapak besar yang memantulkan cahaya
Kabut putih menyelimuti sebuah area di dekat jalan. Hawa dingin menusuk terasa sejak masih jauh. Sebuah danau berkabut itu tampak seperti jejak kaki yang sangat besar. “Dingin sekai hawa di sini, Nyai,“ kata Rara pada Dewi Meru. “Betul! Seperti ada kekuatan hebat yang tersembunyi di dalam danau itu, yang membuat danau membeku dan kabut dingin menyelimuti area ini.“ Dewi Meru berspekulasi sendiri. “Mungkin Teja Darta tahu sesuatu?“ Meru melihat Teja Darta yang sedang menarik tali pengikat Ki Malakasa. “Kalau tidak salah, ini salah satu danau Tapak Bima. Sebuah bekas jejak kaki Sang Bima yang mungkin kebetulan di sini terdapat inti unsur hawa dingin. Air danau ini terlihat normal, tapi benda apa saja bisa langsung membeku saat tercelup kedalamnya.“ Teja Darta menjelaskan sambil mencoba mencelupkan sebagian batang tongkat milik Ki Malakasa. Dalam legenda, Bima adalah salah satu putra Pandawa yang bertubuh raksasa. Dimana dia menginjak tanah yang tidak terlalu keras, dia akan meningga
Kabut yang menyelimuti seluruh area semakin tebal dan tebal. Jarak pandang hanya beberapa langkah saja. Orang yang tidak berhati-hati jika berjalan-jalan di area itu, dia bisa terpeleset ke danau Tapak Bima dan membeku.Rara Dewi duduk dengan tenang di tepi danau, titik di mana auranya paling kuat. Air danau ini memiliki kekuatan yang bisa membekukan apa saja yang tercelup atau masuk ke dalamnya. Di sekelilingnya, pepohonan rimbun dan udara berkabut yang dingin menciptakan atmosfer yang menenangkan. Rara merasakan resonansi energi spiritual dalam dirinya, seolah-olah ada ikatan misterius yang kuat antara dirinya dan energi dalam danau tersebut.Dengan lembut, Rara menyentuh air dan merasakan aliran energi yang memancar dari dalamnya. Setiap helaan napasnya seolah-olah menyatu dengan kekuatan alam yang memenuhi danau itu. Sementara itu, Dewi Meru berdiri di dekatnya, menjaga dan memberikan dukungan moral pada Rara. Dia juga menyerap energi alam, memulihkan diri dan memperkuat jiwanya u