"Kenapa dia harus melakukannya di situ ketika aku sedang benar-benar merasa kesal, marah, dan kecewa."
Leher termasuk bagian area sensitif. Hal itu membuat ciuman di leher sangat intens.
"Sial!" maki Alia dalam hati. Ciuman di leher membuatnya bertekuk lutut dan tidak mungkin untuk menolak. Akhirnya, Alia lepas kendali. Rasanya luar biasa indah karena leher menjadi zona sensitif seksual.
Alia dan Fahmi menjadi terangsang, gila, dan memabukkan. Keduanya kehilangan kendali atas diri sendiri.
Fahmi menghentikan ciuman di leher sesaat. Dia berbisik pelan, "So sexy."
Bagi Fahmi, tengkuk adalah lekukan tubuh yang indah dan sangat menarik. Menggoda dengan cara mengigit, menjilat, dan meniup leher. Fahmi pun kembali melakukan aksinya.
Hingga bunyi ponsel berdering di kantong celana membuat kedua manusia itu menghentikan kegiatan bermesraan dan saling mena
Pagi-pagi sekali, Misella disidang oleh kedua orang tuanya. Papa Misella berwajah sangar menatap Misella dengan tatapan serius, jiwa ketegasan bisa terbaca di raut wajahnya. Sedangkan, Mamanya? Seseorang ibu gaya sosialita, high class.Sebenarnya Misella akan kabur dari rumah secara diam-diam, tetapi Robert—ayah Misella— telah menghadangnya dengan tatapan tajam dan melempar koper ke sembarang arah lalu menyuruh Misella duduk di ruang tengah.Alhasil rencana kabur gagal total.“Mau kemana kamu?” Pertanyaan nada dingin dari Robert. “Membawa koper segala!”“A-aku mau pindah ke apartemen, Pa,” jawab Misella terbata-bata.Tiffany, Mama Misella terkejut mendengar penuturan putrinya. “Apa yang kamu katakan, sayang. Pindah?”Hening.Misella tidak menjawab.Robe
Alia menggerutu kesal.Mengapa jalannya menjadi ramai dan macet. Dia sudah ketinggalan jauh, mobil Fahmi hampir tidak terlihat lagi di matanya.Alia mengendarai mobil dengan ngebut. Berusaha menyalip kendaraan lain. Tidak peduli akan terjadi kecelakaan dan nyawa menjadi taruhan. Pikiran sudah kacau sedari tadi.Citttt ...!!!Alia menginjak rem secara mendadak.Oh, shit!Lampu merah.“Akkhh!” Alia mengerang, memegangi kepalanya. Terus menggerutu tidak jelas. Bahkan menyalahkan lampu merah. “Kenapa harus ada lampu merah di saat aku sedang menjadi mata-mata!”Hei. Itu bukan kesalahan lampu merah.Ya. Alia tahu itu.Alia hanya butuh pelampiasan, menggerutu di dalam mobil seperti orang gila yang berbicara sendiri.
Fahmi membantu Misella membawa koper. Mereka telah sampai di apartemen barunya. Apartemen mewah, bahkan lebih mewah dari rumah Fahmi. Harganya tentu saja mahal sekali. Apartemen itu memang hanya untuk kalangan atas, untuk artis, dan untuk orang berduit.Mereka berdua berkeliling untuk melihat setia sudut ruangan.Misella terkagum. "Wow ... kayaknya aku bakal betah tinggal di sini deh, Mas." Rasanya bahagia dan senang. "Bagus banget!""Kamu suka,'kan?"Wanita itu mengangguk antusias. "Suka banget! Thanks, ya, Mas." Misella memeluk erat Fahmi. "Jadi, kita nggak perlu capek bolak-balik tidur di hotel. Kamu bisa datang ke sini kapan saja."***"Ada apa denganmu? Kamu sakit?"Pertanyaan dari Bu Linda, sedari tadi memperhatikan Alia yang lesu dan tidak semangat bekerja."Tidak apa. Aku tidak sakit, hanya s
Rumah sakit Havanna kedatangan Ibu hamil yang perut kesakitan. Semua dokter kandungan, perawat berkumpul di sana—melihat kondisi pasien.Fahmi segera memakai seragam dokter saat kedatangan pasien itu, melihat wajah Ibu hamil sangat pucat. Dia memeriksa monitor scane untuk melihat keadaan bayi di perutnya."Di mana yang sakit?" tanya Fahmi.Ibu hamil menunjuk perutnya sendiri dengan tangan gemetar. "Perut atas," jawabnya menahan kesakitan.Fahmi pun menekan perut ibu hamil tersebut. Semakin menekan kencang hingga Ibu hamil kesakitan. "Hamil anak keberapa?" tanya Fahmi serius."Kehamilan yang ke dua.""Apa anak pertamamu lahir normal atau Caesar?" tanya Fahmi lagi.Ibu hamil merintih kesakitan sambil menjawab, "Anak pertamaku lahir secara Caesar."Mendengar jawaban itu, Fahmi langsung menyuruh dokter lainnya untuk
Fahmi sedang membersihkan diri di kamar mandi. Ini menjadi kesempatan bagi Alia untuk memeriksa ponsel Fahmi untuk kedua kalinya, terburu-buru menyalakan ponsel yang tergeletak di atas nakas—ponsel sedang di isi daya.Alia membuka aplikasi chatting. Dia sedikit kecewa karena tidak ada satupun chat. Kosong. Tidak ada yang aneh. Sepertinya chat telah dihapus semuanya oleh Fahmi.Lalu Alia membuka menu galeri. Tidak ada foto terbaru atau foto bersama wanita. Tiba-tiba pesan masuk berisi.'Terima kasih telah mengunjungi hotel kami di hari Sabtu hingga hari Minggu. Kami harap Anda puas dengan pelayanan hotel, memperoleh malam yang indah, dan mengunjungi kembali untuk menginap.'Sebuah pesan dari hotel tempat Fahmi menginap.Alia mengumpat sejadi-jadinya. Dirinya tidak tahu kapan Fahmi check in di hotel? Hari Sabtu, bearti satu minggu yang lalu Fahmi menginap di hotel? Alia
Alia menunggu di jam yang tepat untuk menggeledah mobil milik Fahmi. Rasanya tidak sabar ingin mengetahui sesuatu apa yang disembunyikan oleh suaminya di bagasi mobil. Tengah malam setelah Fahmi tidur. Alia beranjak dari tempat tidur tanpa menimbulkan suara. Secara diam-diam Alia mengambil kunci mobil di nakas, lalu segera turun dari tangga, dan langsung menuju garasi mobil depan rumah. Alia mulai menggeledah. Dia menemukan tas besar di dalam bagasi. Kening Alia berkerut melihat Isi tas ada kaos putih polos, pakaian dalam lainnya, dan sandal rumah. Kenapa Fahmi menyimpan barang-barang itu di tas dan diletakkan di bagasi? Namun, Alia menyadari sesuatu. Dia menemukan dompet lain milik Fahmi, dan ada kartu ATM. Sejak kapan Fahmi memiliki rekening lain? Alia juga tidak tahu, kapan Fahmi membuat rekening baru. Kemudian matanya melebar ketika tangannya menga
Sepanjang dinas Alia tak fokus sama sekali. Dia berulang kali ditegur oleh Linda yang galak. Pikiran Alia entah kemana, tapi badannya di rumah sakit Fortis.Banyak pikiran.Masih sulit menerima kenyataan tentang Cincin berlian yang harganya melambung tinggi. Untuk apa Fahmi membeli cincin berlian sangat mahal pada wanita lain.***Di lorong rumah sakit Fortis.“La! Tunggu!”Langkah Alia terhenti kala Abian memanggil namanya usai jam makan siang. Memejamkan mata sesaat. Oh, Ya Tuhan. Dia lagi.“Iya, Dok. Ada apa?” tanya Alia sesopan mungkin. Jujur, tidak ingin berurusan dengan Abian lagi.Tapi... Lelaki berjas putih dokter itu tidak pernah untuk menyerah mendekati Alia. Secara terang-terangan memperlihatkan bentuk sikap dan ucapan tertarik pada Alia. Selalu mencuri kesempatan supaya bisa ber
Di rumah sakit Havanna, jam sembilan pagi. Dokter Fahmi melakukan USG pada seorang ibu hamil. “Ini sudah masuk 25 minggu kehamilan Anda. Bayinya sehat. Anda lihat kepala di sini, kan?” jelas dokter Fahmi menunjuk layar monitor. Ibu hamil tidak melihat jelas lebih tepatnya tidak mengerti di mana posisi kepala bayi yang baru masuk 25 minggu. “Apakah kamu melihat kepalanya?”tanya Ibu hamil pada suaminya. Suami itu mengangguk. “Oh, ya. Aku melihatnya,“ jawab sang suami. Sang istri bertanya pada suaminya di mana letaknya, sang suami pun menunjukkan di mana letaknya, namun dokter Fahmi memberitahu yang ditunjuk suaminya itu sebenarnya bukan kepala. “Itu bukan kepala, melainkan kaki,“ ujar Fahmi. ”Kepala berada di sini.“ Fahmi pun menunjukkan. Sang suami merasa malu. “Oh ... begitu. Aku kira bayi kita memiliki kaki yang sangat besar sepertiku, sayang,” ucap sang suami untuk menutupi rasa malunya. “Kehadirannya sangat dinantikan ol