Alia menggerutu kesal.
Mengapa jalannya menjadi ramai dan macet. Dia sudah ketinggalan jauh, mobil Fahmi hampir tidak terlihat lagi di matanya.
Alia mengendarai mobil dengan ngebut. Berusaha menyalip kendaraan lain. Tidak peduli akan terjadi kecelakaan dan nyawa menjadi taruhan. Pikiran sudah kacau sedari tadi.
Citttt ...!!!
Alia menginjak rem secara mendadak.
Oh, shit!
Lampu merah.
“Akkhh!” Alia mengerang, memegangi kepalanya. Terus menggerutu tidak jelas. Bahkan menyalahkan lampu merah. “Kenapa harus ada lampu merah di saat aku sedang menjadi mata-mata!”
Hei. Itu bukan kesalahan lampu merah.
Ya. Alia tahu itu.
Alia hanya butuh pelampiasan, menggerutu di dalam mobil seperti orang gila yang berbicara sendiri.
Fahmi membantu Misella membawa koper. Mereka telah sampai di apartemen barunya. Apartemen mewah, bahkan lebih mewah dari rumah Fahmi. Harganya tentu saja mahal sekali. Apartemen itu memang hanya untuk kalangan atas, untuk artis, dan untuk orang berduit.Mereka berdua berkeliling untuk melihat setia sudut ruangan.Misella terkagum. "Wow ... kayaknya aku bakal betah tinggal di sini deh, Mas." Rasanya bahagia dan senang. "Bagus banget!""Kamu suka,'kan?"Wanita itu mengangguk antusias. "Suka banget! Thanks, ya, Mas." Misella memeluk erat Fahmi. "Jadi, kita nggak perlu capek bolak-balik tidur di hotel. Kamu bisa datang ke sini kapan saja."***"Ada apa denganmu? Kamu sakit?"Pertanyaan dari Bu Linda, sedari tadi memperhatikan Alia yang lesu dan tidak semangat bekerja."Tidak apa. Aku tidak sakit, hanya s
Rumah sakit Havanna kedatangan Ibu hamil yang perut kesakitan. Semua dokter kandungan, perawat berkumpul di sana—melihat kondisi pasien.Fahmi segera memakai seragam dokter saat kedatangan pasien itu, melihat wajah Ibu hamil sangat pucat. Dia memeriksa monitor scane untuk melihat keadaan bayi di perutnya."Di mana yang sakit?" tanya Fahmi.Ibu hamil menunjuk perutnya sendiri dengan tangan gemetar. "Perut atas," jawabnya menahan kesakitan.Fahmi pun menekan perut ibu hamil tersebut. Semakin menekan kencang hingga Ibu hamil kesakitan. "Hamil anak keberapa?" tanya Fahmi serius."Kehamilan yang ke dua.""Apa anak pertamamu lahir normal atau Caesar?" tanya Fahmi lagi.Ibu hamil merintih kesakitan sambil menjawab, "Anak pertamaku lahir secara Caesar."Mendengar jawaban itu, Fahmi langsung menyuruh dokter lainnya untuk
Fahmi sedang membersihkan diri di kamar mandi. Ini menjadi kesempatan bagi Alia untuk memeriksa ponsel Fahmi untuk kedua kalinya, terburu-buru menyalakan ponsel yang tergeletak di atas nakas—ponsel sedang di isi daya.Alia membuka aplikasi chatting. Dia sedikit kecewa karena tidak ada satupun chat. Kosong. Tidak ada yang aneh. Sepertinya chat telah dihapus semuanya oleh Fahmi.Lalu Alia membuka menu galeri. Tidak ada foto terbaru atau foto bersama wanita. Tiba-tiba pesan masuk berisi.'Terima kasih telah mengunjungi hotel kami di hari Sabtu hingga hari Minggu. Kami harap Anda puas dengan pelayanan hotel, memperoleh malam yang indah, dan mengunjungi kembali untuk menginap.'Sebuah pesan dari hotel tempat Fahmi menginap.Alia mengumpat sejadi-jadinya. Dirinya tidak tahu kapan Fahmi check in di hotel? Hari Sabtu, bearti satu minggu yang lalu Fahmi menginap di hotel? Alia
Alia menunggu di jam yang tepat untuk menggeledah mobil milik Fahmi. Rasanya tidak sabar ingin mengetahui sesuatu apa yang disembunyikan oleh suaminya di bagasi mobil. Tengah malam setelah Fahmi tidur. Alia beranjak dari tempat tidur tanpa menimbulkan suara. Secara diam-diam Alia mengambil kunci mobil di nakas, lalu segera turun dari tangga, dan langsung menuju garasi mobil depan rumah. Alia mulai menggeledah. Dia menemukan tas besar di dalam bagasi. Kening Alia berkerut melihat Isi tas ada kaos putih polos, pakaian dalam lainnya, dan sandal rumah. Kenapa Fahmi menyimpan barang-barang itu di tas dan diletakkan di bagasi? Namun, Alia menyadari sesuatu. Dia menemukan dompet lain milik Fahmi, dan ada kartu ATM. Sejak kapan Fahmi memiliki rekening lain? Alia juga tidak tahu, kapan Fahmi membuat rekening baru. Kemudian matanya melebar ketika tangannya menga
Sepanjang dinas Alia tak fokus sama sekali. Dia berulang kali ditegur oleh Linda yang galak. Pikiran Alia entah kemana, tapi badannya di rumah sakit Fortis.Banyak pikiran.Masih sulit menerima kenyataan tentang Cincin berlian yang harganya melambung tinggi. Untuk apa Fahmi membeli cincin berlian sangat mahal pada wanita lain.***Di lorong rumah sakit Fortis.“La! Tunggu!”Langkah Alia terhenti kala Abian memanggil namanya usai jam makan siang. Memejamkan mata sesaat. Oh, Ya Tuhan. Dia lagi.“Iya, Dok. Ada apa?” tanya Alia sesopan mungkin. Jujur, tidak ingin berurusan dengan Abian lagi.Tapi... Lelaki berjas putih dokter itu tidak pernah untuk menyerah mendekati Alia. Secara terang-terangan memperlihatkan bentuk sikap dan ucapan tertarik pada Alia. Selalu mencuri kesempatan supaya bisa ber
Di rumah sakit Havanna, jam sembilan pagi. Dokter Fahmi melakukan USG pada seorang ibu hamil. “Ini sudah masuk 25 minggu kehamilan Anda. Bayinya sehat. Anda lihat kepala di sini, kan?” jelas dokter Fahmi menunjuk layar monitor. Ibu hamil tidak melihat jelas lebih tepatnya tidak mengerti di mana posisi kepala bayi yang baru masuk 25 minggu. “Apakah kamu melihat kepalanya?”tanya Ibu hamil pada suaminya. Suami itu mengangguk. “Oh, ya. Aku melihatnya,“ jawab sang suami. Sang istri bertanya pada suaminya di mana letaknya, sang suami pun menunjukkan di mana letaknya, namun dokter Fahmi memberitahu yang ditunjuk suaminya itu sebenarnya bukan kepala. “Itu bukan kepala, melainkan kaki,“ ujar Fahmi. ”Kepala berada di sini.“ Fahmi pun menunjukkan. Sang suami merasa malu. “Oh ... begitu. Aku kira bayi kita memiliki kaki yang sangat besar sepertiku, sayang,” ucap sang suami untuk menutupi rasa malunya. “Kehadirannya sangat dinantikan ol
Alia sengaja pulang malam, menghabiskan waktu bersama rekan kerjanya. Berkumpul di salah satu cafe terkenal, membicarakan hal random. Sesekali mengecek ponsel untuk memastikan apakah ada pesan masuk dari suaminya. Tidak ada. Saking sibuk dengan pekerjaan hingga tidak menghubungi Alia? Setelah mandi dan mengenakan pakaian, Alia turun dari kamar sambil membawa laptop. Duduk di ruang makan sembari menikmati teh hangat buatannya. Sudah lama Alia tidak membuka akun media sosialnya. Dia membuka f4cebook, melihat banyak notifikasi di pemberitahuan dan banyak yang mengajak berteman. Tapi belum di konfirmasi. Alia mencari akun Fahmi. Siapa tahu suaminya masih aktif bermain media sosial. Dan, ketemu! Alia menyeruput teh hingga tandas sembari menggeser layar laptop ke bawah dengan mouse. Tidak ada foto yang aneh atau mencurigakan. Alia tidak sengaja menekan nama salah satu di pertemanan Fahmi. “Lvyrsf?" gumam Alia membaca uname itu. “Pasti ak
Fahmi tertegun. Cincin itu telah hilang dan selama ini dicari. “Dari mana kamu menemukan cincin ini, La?" Alia tidak mau menjawab. Tidak mungkin mengatakan menemukan di mobil Fahmi, sementara dia telah menggeledah mobil secara diam-diam. “Kenapa kamu membeli cincin semahal itu? Cincin untuk siapa?” tanya Alia the points. Menuntut penjelasan. “Untuk wanita lain?” sindir Alia dengan senyuman sinis. Fahmi gelagapan. “Aku membeli untukmu," jawabnya ragu-ragu. “Yakin cincin itu buat aku? Harga sampai 53 jt lho, Mas.” Fahmi mengangguk cepat. “Ya, yakin dong! U-u-untuk siapa lagi?" Dia meyakinkan Alia. Alia yang tahu kenyataan cincin itu bukan untuk dirinya hanya bisa tertawa. “Bullshit! Mau sampai kapan kamu bohongin aku, Mas? Aku tuh capek dibohongi terus!” Alia meluapkan apa yang dirasakan. “Kamu sadar? Sudah berapa kali berbohong! Bohong terus-terusan, sampai kamu bohong sudah menjadi makanan keseharian aku!” tegas Alia,
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel